Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniel Happy Putra
"ABSTRAK
HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan kesehatan
secara global. Seluruh dunia menjadikan HIV/AIDS sebagai salah satu indikator untuk
mencapai pembangunan kesehatan yang berkesinambungan.
Post Exposure Prophylaxis (PEP) merupakan metode terapi untuk mencegah proses
penularan HIV pada pasien yang mengalami kontak dengan virus HIV. Pada dasarnya terapi
PEP adalah metode pencegahan penyakit HIV pada pasien yang melakukan kontak dengan
sumber penularan HIV dengan memberikan obat ARV sebelum 72 jam masa kontak antara
pasien dengan sumber pajanan.
Pengelolaan data di rumah sakit merupakan salah satu komponen penting dalam
mewujudkan terselenggaranya pelayanan kesehatan di rumah sakit secara baik. Berdasarkan
laporan dari WHO, sebanyak 20-40% dana kesehatan dapat menjadi tidak dapat digunakan
dengan baik dikarenakan tidak efisiennya suatu sistem yang dimiliki rumah sakit.
Pengembangan sistem dalam penelitian ini menggunakan metodologi prototipe yang
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode telaah dokumen, wawancara dan
observasi. Dalam melakukan pengembangan sistem, rancangan prototipe ini menggunakan
bahasa pemrograman PHP, MySQL, css, bootstrap, Javascript dan jschart. Pengembangan
sistem informasi dilakukan dengan melibatkan pengguna sehingga sesuai dengan kebutuhan
pengguna. Input sistem dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit. Penyajian data
informasi berupa tabel dan grafik serta notifikasi terhadap masing-masing petugas kesehatan
melalui sistem yang digunakan untuk mengingatkan petugas kesehatan mengenai program
terapi dari masing-masing pasien. Sistem ini dirancang dengan menggunakan basis web
sebagai wadah utama pengguna untuk mengakses sistem.

ABSTRACT
HIV/AIDS is one of the disease that become a global health problem. This can be seen since the
whole world make HIV/AIDS as one of the indicator to achieve their target of sustainable health
development. Post exposure Pryophylaxis (PEP) is one of method of therapy that prevent the process of
HIV transmission to the patient who have beesn exposed to the virus. Data management in the hospital is
one of the important aspect to achieve a good implementation of health services. Based on the report by
WHO 20‐40% of health funds can become unusable due to the innefciency of hospital health information
system.
System development in this research use a prototype methodology. Data collection method in this
research use a combination of document review, interview and observation.
The prototype of this system development use combination of PHP, MySQL, css, bootstrap,
Javascript and jschart as a programming language. The development of this system is done by involving
users (health workers) to better suits the needs of users. Health worker/personnel performed the input of
system. The output of this system designed in the form of tables, graphs and notification for every health
workers. This system is designed using web based interface to suits the needs of users. This system is
expected to improve the quality of PEP therapy in RSCM."
2018
T50049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Mira Ratih
"Latar Belakang: Petugas kesehatan memiliki risiko terpajan darah atau jaringan tubuh saat bekerja. World Health Organization WHO memperkirakan adanya 3 juta pajanan setiap tahunnya pada 35 juta petugas kesehatan. Adanya profilaksis pascapajanan dapat menurunkan risiko penularan.Tujuan: Mengetahui pelaksanaan profilaksis pascapajanan terhadap terhadap HIV, hepatitis B dan hepatitis C pada petugas kesehatan di RSUPN Cipto Mangunkusumo RSCM .Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada petugas terpajan yang terdata melalui laporan IGD, poli pegawai dan UPT HIV pada tahun 2014-2016. Data dikumpulkan dan diolah melalui SPSS versi 20.Hasil Penelitian: Dari 196 pekerja yang melaporkan pajanan, sebagian besar merupakan perempuan 69,9 , bekerja sebagai perawat 38,3 dan dokter 38,3 , serta terpajan secara perkutan 93,4 . Anti-HIV reaktif ditemui pada 25 13 sumber pajanan, HBsAg reaktif pada 13 8 dan anti-HCV reaktif pada 12 6 sumber. Petugas dengan anti-HBs protektif adalah 55 28,1 petugas. Dari 183 pajanan berisiko, 45,9 81 petugas direkomendasikan pemberian ARV, 81,5 66 petugas melakukan profilaksis dengan ARV, 60 petugas minum ARV secara lengkap 28 hari . Follow-up anti-HIV bulan ke-3 dan 6 dilakukan oleh 44 24 dan 41 22,4 petugas. Terdapat 37 pekerja yang direkomendasikan menerima vaksinasi Hepatitis B dan/atau immunoglobulin HBIG . Dari 22 59 yang direkomendasikan vaksinasi hepatitis B, hanya 1 2,7 yang melakukan. Dari 15 41 yang direkomendasikan vaksinasi hepatitis B dan HBIG, hanya 2 5,4 yang melakukannya. Follow-up 3 dan 6 bulan HBsAg serta anti-HBs dilakukan oleh 41 31,1 , 38 28,8 dan 2 1,5 petugas. Dari 182 petugas yang melakukan follow-up anti-HCV bulan ke 3 dan ke 6 adalah 39 21,4 dan 37 20,3 petugas.Kesimpulan: Pelaksanaan profilaksis pasca pajanan terhadap HIV, hepatitis B dan hepatitis C masih rendah. Oleh karena itu, penanganan profilaksis secara komprehensif penting dilakukan termasuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran pekerja, peninjauan kembali SOP, dan komunikasi yang efektif.
Introduction Health care workers HCW have exposure risk of blood or body tissue at work. World Health Organization WHO estimates there is 3 millions exposure to 35 millions workers annually. The existance of post exposure prophylaxis could reduce the transmission risk.Goal To identify the implementation of post exposure prophylaxis of HIV, Hepatitis B, and Hepatitis C among HCW in RSUPN Cipto Mangunkusumo RSCM .Method A cross sectional study was conducted to exposured workers who had been recorded in emergency ward, employee ward, and UPT HIV on 2014 2016. Data was collected and analyzed with SPSS 20.Result Among 196 HCW who reported the exposure, most of them were female 69.9 , worked as nurse 38.3 and doctor 38.3 , and exposed percutaneously 93.4 . Positive anti HIV was found in 25 13 people of exposure sources, positive HBsAg in 13 8 people and positive HCV in 12 6 people. Workers with protective anti HBs were 55 28.1 people. In 183 reports, 81 45,9 workers were recommended to receive ARV, 66 81.5 workers did receive it, and 40 60 workers took complete ARV 28 days . Follow up 3 and 6 months was done by 44 24 and 41 22,4 workers. There were 37 workers recommended to receive Hepatitis B vaccination and or immunoglobulin HBIG . In 22 59 recommended to receive Hepatitis B vaccination, only 1 2,7 who took that. In 15 41 recommended to receive both Hepatitis B vaccination and immunoglobulin, only 2 5,4 who took both. Follow up of HBsAg and anti HBs on 3rd and 6th months were done by 41 31,1 , 38 28,8 and 2 1,5 workers who were recommended to receive prophylaxis. In 182 workers recommended to do follow up of anti HCV, 39 21,4 and 37 20,3 workers did the follow up on 3rd and 6th month.Conclusion The implementation of post exposure propyhlaxis of HIV, Hepatitis B, and Hepatitis C was still low. Thus, it was important to do the management of prophylaxis comprehensively. It was also included the increasing of worker rsquo s knowledge and awareness, reconsidering the operational standard, and communicating effectively. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Mira Ratih
"Latar Belakang: Petugas kesehatan memiliki risiko terpajan darah atau jaringan tubuh saat bekerja. World Health Organization (WHO) memperkirakan adanya 3 juta pajanan setiap tahunnya pada 35 juta petugas kesehatan. Adanya profilaksis pascapajanan dapat menurunkan risiko penularan.
Tujuan: Mengetahui pelaksanaan profilaksis pascapajanan terhadap terhadap HIV, hepatitis B dan hepatitis C pada petugas kesehatan di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada petugas terpajan yang terdata melalui laporan IGD, poli pegawai dan UPT HIV pada tahun 2014-2016. Data dikumpulkan dan diolah melalui SPSS versi 20.
Hasil Penelitian: Dari 196 pekerja yang melaporkan pajanan, sebagian besar merupakan perempuan (69,9%), bekerja sebagai perawat (38,3%) dan dokter (38,3%), serta terpajan secara perkutan (93,4%). Anti-HIV reaktif ditemui pada 25 (13%) sumber pajanan, HBsAg reaktif pada 13 (8%) dan anti-HCV reaktif pada 12 (6%) sumber. Petugas dengan anti-HBs protektif adalah 55 (28,1%) petugas. Dari 183 pajanan berisiko, 45,9% (81) petugas direkomendasikan pemberian ARV, 81,5% (66) petugas melakukan profilaksis dengan ARV, 60% petugas minum ARV secara lengkap (28 hari). Follow-up anti-HIV bulan ke-3 dan 6 dilakukan oleh 44 (24%) dan 41 (22,4%) petugas. Terdapat 37 pekerja yang direkomendasikan menerima vaksinasi Hepatitis B dan/atau immunoglobulin (HBIG). Dari 22 (59%) yang direkomendasikan vaksinasi hepatitis B, hanya 1 (2,7%) yang melakukan. Dari 15 (41%) yang direkomendasikan vaksinasi hepatitis B dan HBIG, hanya 2 (5,4%) yang melakukannya. Follow-up 3 dan 6 bulan HBsAg serta anti-HBs dilakukan oleh 41 (31,1%), 38 (28,8%) dan 2 (1,5%) petugas. Dari 182 petugas yang melakukan follow-up anti-HCV bulan ke 3 dan ke 6 adalah 39 (21,4%) dan 37 (20,3%) petugas.
Kesimpulan: Pelaksanaan profilaksis pasca pajanan terhadap HIV, hepatitis B dan hepatitis C masih rendah. Oleh karena itu, penanganan profilaksis secara komprehensif penting dilakukan termasuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran pekerja, peninjauan kembali SOP, dan komunikasi yang efektif.

Introduction: Health care workers (HCW) have exposure risk of blood or body tissue at work. World Health Organization (WHO) estimates there is 3 millions exposure to 35 millions workers annually. The existance of post-exposure prophylaxis could reduce the transmission risk. Goal: To identify the implementation of post-exposure prophylaxis of HIV, Hepatitis B, and Hepatitis C among HCW in RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Method: A cross-sectional study was conducted to exposured workers who had been recorded in emergency ward, employee ward, and UPT HIV on 2014-2016. Data was collected and analyzed with SPSS 20.
Result: Among 196 HCW who reported the exposure, most of them were female (69.9%), worked as nurse (38.3%) and doctor (38.3%), and exposed percutaneously (93.4%). Positive anti-HIV was found in 25 (13%) people of exposure sources, positive HBsAg in 13 (8%) people and positive HCV in 12 (6%) people. Workers with protective anti-HBs were 55 (28.1%) people. In 183 reports, 81 (45,9%) workers were recommended to receive ARV, 66(81.5%) workers did receive it, and 40(60%) workers took complete ARV (28 days). Follow-up 3 and 6 months was done by 44 (24%) and 41 (22,4%) workers. There were 37 workers recommended to receive Hepatitis B vaccination and/or immunoglobulin (HBIG). In 22 (59%) recommended to receive Hepatitis B vaccination, only 1 (2,7%) who took that. In 15 (41%) recommended to receive both Hepatitis B vaccination and immunoglobulin, only 2 (5,4%) who took both. Follow-up of HBsAg and anti-HBs on 3rd and 6th months were done by 41 (31,1%), 38 (28,8%) and 2 (1,5%) workers who were recommended to receive prophylaxis. In 182 workers recommended to do follow-up of anti-HCV, 39 (21,4%) and 37 (20,3%) workers did the follow-up on 3rd and 6th month.
Conclusion: The implementation of post-exposure propyhlaxis of HIV, Hepatitis B, and Hepatitis C was still low. Thus, it was important to do the management of prophylaxis comprehensively. It was also included the increasing of worker's knowledge and awareness, reconsidering the operational standard, and communicating effectively."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library