Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Wuryanti
"Salah satu penerapan selulosa adalah untuk isolator kalor. Sudah banyak orang melakukan penelitian selulosa untuk isolator, karena merupakan issu populer penghematan energi dengan biaya penanganannya cukup murah. Untuk itu, peneliti membuat selulosa dari alang-alang jenis imperata cylindrica dengan proses ekstraksi. Hasil ekstraksi berupa serat selulosa. Serat selulosa dibuat lembaran dengan menambahkan Na-CMC (Sodium Carboksil Metyl Cellulose) sebesar 3,5%. Pembuatan lembaran dengan cara, serat diblender selama 30 menit, 45 menit dan 60 menit kemudian masing-masing dimasukkan kedalam oven pada suhu 40oC selama 36 jam. Selanjutnya, pembuatan komposit menggunakan cold-press. Pengujian dilakukan terhadap tujuh parameter yakni massa jenis, kapasitas panas, konduktivitas panas, morphologi, TGA, FTIR dan sifat-sifat mekanik yang diuji menggunakan piknometer, DSC Jade Perkin Elmer, Joulemetter, SEM, TGA Linseis STA Patinum Series 1600, FTIR Alpha Bruker, dan UTM Model UCT-5T. Hasil pengujian diperoleh massa jenis minimal 109 kg/m3 dan maksimal 455,5 kg/m3; kapasitas panas minimal 0,304 kJ/kg K dan maksimal 0.945 kJ/kg K; konduktivitas panas minimal 0,074 W/m K dan maksimal 0,153 W/m K; morfologi diperoleh hasil material yang hampir homogen; ketahanan panas minimal 195oC dan maksimal 246oC, hasil dari spektrofotometer terjadi ikatan; kekuatan tarik rata-rata minimal 9,1 MPa dan maksimal 14,2 Mpa; kekuatan tarik spesifik minimal 0,002 MPa/(kg/m3) dan maksimal 0,013 MPa/(kg/m3).

One application of cellulose is for isolator of heat. Many researche on cellulose for isolator have been conducted due to a popular issue of energy saving with its fairly cheap treatment cost. Cellulose is produced from imperata cylindrica reed by an extraction process. The results of extraction were in a form of cellulose fibers. The cellulose fibers were made to form of sheets by adding 3.5 % Na-CMC (Sodium Carboxyl Methyl Cellulose). The sheets are produced by blending fibers for 30, 45, and 60 minutes and then put it into the oven with temperature of 40oC for 36 hours. Tests were conducted for seven parameters, namely, density, heat capacity, thermal conductivity, morphology, TGA, FTIR and Mechanical properties were evaluated by picnometer, DSC, Joulemetter, SEM, TGA from Linseis STA Patinum Series 1600, FTIR from Alpha Bruker, UCT-5T Model UTM. The test showed : minimal and maximal of densities were 109 kg/m3 and 455.5 kg/m3, respectively; minimal and maximal of heat capacity were 0,304 kJ/kg K and 0.945 kJ/kg K; minimal and maximal of thermal conductivity were 0,074 W/m K and 0,153 W/m K; morphology produce material nearly homogeneous, minimal and maximal of degradation temperature were 195oC and 246oC; result from spectrophotometer was occur a bond; minimal and maximal tensile strength were 9.1 MPa dan 14.2 MPa, respectively; and minimal and maximal specific tensile strength were 0.002 MPa/(kg/m3) and 0.013 MPa/(kg/m3).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
D1866
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Ilmiati
"ABSTRAK
Lignin adalah salah satu biopolimer terbanyak didunia. Lignin memiliki sisi polar dan nonpolar akibat struktur yang bercabang. Namun, berdasarkan penelitian sebelumnya, tendensi kepolaran lignin lebih besar dibandingkan kenonpolarannya. Lignin berpontensi sebagai kompatibiliser yang baik apabila kenonpolarannya dapat ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis hibrida poliuretan berbasis lignin HPL untuk meningkatkan kenonpolaran lignin. HPL dihasilkan dari reaksi 4,4 39;- Methylenebis Cyclohexyl Isocyanate HMDI dengan variasi komposisi , PEG 6000 dan lignin. Variasi suhu ketika reaski dengan lignin juga dilakukan dengan variasi 80 hingga 100 C. Struktur HPL dikomfirmasi menggunakan nuclear magnetic resonance spectroscopy NMR dan fourier transform infrared spectroscopy FTIR . Berdasarkan NMR dan FTIR, HPL berhasil dihasilkan. NMR juga digunakan untuk menghitung rasio kepolaran HPL. Berdasarkan NMR, rasio kepolaran HPL menurun dari 0,069 ke 0,041 seiring meningkatnya komposisi HMDI. Peningkatan kenonpolaran juga dikonfimasi dengan tegangan permukaan hasil pengujian sessile drop. Tegangan permukaan HPL menurun seiiring dengan meningkatnya komposisi HMDI dengan nilai tegangan permukaan terkecil adalah 46,4 nM/m. Sifat termal HPL juga diuiji menggunakan STA. Berdasarkan STA, Td semakin meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi dari HMDI dan suhu yang disebabkan oleh terbentuknya crosslinking. Nilai Td terbaik dimiliki oleh HPLE dengan nilai 417,6 C.

ABSTRACT
Lignin is one of the most abundant biopolymer on earth. It has polarity and non polarity side due to its hyperbranched structure, but the polarity of lignin has a higher tendency than non polarity. Lignin has potential to be compatibilizing agent if the portion of non polarity can be increased. This research is focused on investigation of synthesize lignin based polyurethane to enhance the portion of non polarity in lignin. Lignin based polyurethane was prepared by reacting 4,4 39 Methylenebis Cyclohexyl Isocyanate HMDI with variation compositions and polyethylene glycol PEG Mw 6000, then lignin was added to the reaction. The temperature of reaction for lignin also variated between 80 to 100 C. In this study, the structure of lignin based polyurethane was confirmed by nuclear magnetic resonance spectroscopy NMR and fourier transform infrared spectroscopy FTIR . NMR and FTIR showed that lignin successfully grafted. NMR, also used to investigated the effects of variation composition of diisocyanate contents to polarity of lignin based polyurethane. Based on NMR the ration p np decrease from 0.069 to 0,041 with the increasing of composition HMDI. The enhance of nonpolarity HPL also confirm by the value of surface tension from sessile drop. it show that the surface tension of HPL decline as the increasing of the composiiton of HMDI. The best serface tension was from HPLE with 46.4 nM m. Thermal properties of lignin based polyurethane also investigate using STA. The result was the increasing of thermal degradation of lignin based polyurethane as well as the increasing of composition HMDI and temperature condition, cause of the crosslingking in lignin. Td largest value is 417,6 C from HPLE"
2017
T47836
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaka Haris Mustafa
"ABSTRAK
kompatibiliser jenis baru berbasis poliuretan telah disintesis dan dikarakterisasi. Poliuretan kompatibiliser ini dipersiapkan melalui reaksi dua tahap, yaitu dengan mereaksikan isosianat metilenabis (sikloheksil isosianat) dan poliol polietilena glikol (PEG) berat molekul 4000 g/mol menghasilkan prepolimer, dilanjutkan dengan pencangkokan lignin. Efek dari komposisi lignin dan perbandingan isosianat : poliol terhadap kemampuan kompatibilitas, analisis termal, dan morfologi diinvestigasi melalui pengujian FT-IR (Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy), 1H NMR (Nuclear Magnetic Resonance), STA (Simultaneous Thermal Analysis), serta SEM (Scanning Electron Microscopy). Diketahui poliuretan dengan perbandingan isosianat : poliol 1:2 dan 1:4 menghasilkan poliuretan-lignin cangkok, ditandai dari pengujian FT-IR dan NMR. Sifat kompatibilitas bervariasi, dengan nilai segmen hidrofilik : hidrofobik masing-masing 0,2 dan 0,635. Morfologi cenderung kompatibel, dengan sedikit segregasi fasa hidrofobik dan hidrofilik. Sementara Tg dari tiap produk berada di kisaran 60 oC dengan temperatur dekomposisi di kisaran 430 oC. Hasil yang didapat mengkonfirmasi potensi poliuretan tersebut sebagai agen kompatibiliser pada polyblend

ABSTRAK
A new family of compatibilizer agent based on polyurethane (PU) were synthesized and characterized. PU have been prepared by two stages reaction. The polymer was prepared by reacting methylenebis cyclohexyl-isocyanate (HMDI) and polyethylene glycol (PEG) with molar mass of 4000 g/mole, then grafting by lignin. The effects of lignin composition and isocyanate/polyol contents on compatible ability, thermal properties, and morphology were investigated by FT-IR (Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy), 1H NMR (Nuclear Magnetic Resonance), STA (Simultaneous Thermal Analysis), and SEM (Scanning Electron Microscopy). The results of FT-IR and NMR shown that polyurethane with isocyanate : polyol 1:2 and 1:4 yield polyurethane-grafted-lignin. Variation of compatibility value with ratio of hydrophilic/hydrophobic 0.2 and 0.635 were obtained. The morphology tend to have micro-segregated phase of hydrophilic-hydrophobic content. Meanwhile Tg of each product is on 60 oC with decomposition temperature of 430 oC. The results confirmed the potential of these polyurethanes as a new compatibilizer agent of polymer blends.
;"
2016
S64255
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deril Clinton
"Pada masa ini penelitian mengenai busa poliuretan dipusatkan pada usaha peningkatan karakteristik kekakuan busa dengan pemilihan bahan baku dan proses yang bersifat
terbarukan. Bio-coating kitosan adalah polisakarida linear yang merupakan produk turunan dari chitin, yaitu zat penyusun rangka terluar dari hewan antropoda seperti
udang, kepiting, dan serangga. Hubung silang antara busa poliuretan dengan kitosan dibuktikan dari hasil pengamatan SEM dimana terbentuknya lapisan pada permukan dan pori pori busa. Kemudian pengujian FTIR yang menunjukkan fenomena curing terjadi pada bilangan gelombang 1374 cm-1, yaitu ikatan hubung sialng antara kitosan-STPP pada busa poliuretan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pada variasi waktu curing 75 menit dan suhu 135 C merupakan kondisi yang optimum untuk proses curing. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya kekuatan tarik sebesar 4.2 serta nilai resiliansi sebesar 2.5, juga disertai dengan menurunya nilai elongasi sebesar 24 dan nilai kekedapan udara sebesar 26. Nilai stabilitas termalnya juga meningkat dimana dibuktikan dengan meningkatknya persen berat sampel tersisa yaitu 13 dengan suhu degradasi yang lebih rendah yaitu 360 C.

At this time research on polyurethane foam is centered on efforts to improve the characteristics of foam stiffness by selecting raw materials and renewable processes.
Chitosan bio-coating is a linear polysaccharide which is a derivative product of chitin, the outermost constituent of anthropoid animals such as shrimp, crabs, and insects. The cross linking between polyurethane foam and chitosan is proven from SEM observations where the formation of layers on the surface and pores of the foam pores. Then the FTIR test which shows the curing phenomenon occurs at wave number 1374 cm-1, namely the bonding relationship between chitosan-STPP on polyurethane foam. From the results of this study concluded that the variation of 75 minutes curing time and 135 C temperature is the optimum condition for the curing process. This is evidenced by an increase in tensile strength of 4.2 and a resilience value of 2.5, also accompanied by a decline in the elongation value of 24 and an airtight value of 26. The thermal stability value also increases which is evidenced by the increase in the remaining percent weight of the sample by 13 with a lower degradation temperature of 360.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T55206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Prihastuti
"ABSTRAK
Poliol yang digunakan tersebut merupakan jenis poliol hidroksi metoksi yang diperoleh melalui reaksi epoksidasi, hidroksilasi dan metoksilasi, yang dikenal sebagai polio! HMGMS. Proses pembuatan foam poliuretan dilakukan dengan mereaksikan polioL HMGMS dengan MDI (4,4'-metilen difenil diisosianat) melalui metode one shoot process. Hasil penelitian menunjukkan karakterisasi poliol HMGMS didapat bilangan iod 8,92 mg 12/100 g dan bilangan hidroksi 122 mg KOH/ g sampel. Titik optimasi foam poliuretan perbandingan HMGMS dan MDI diperoleh pada perbandingan 1:3 dengan densitas foam sebesar 0,3026 g/ cm3. Pengaruh konsentrasi katalis (trietilen diamin) terhadap sifat struktur foam poliuretan menunjukkan dapat mempercepat pembentukan segmen keras lebih banyak, pengaruh konsentrasi surfaktan (silikon glikol) menunjukkan pembentukkan rongga sel "close coif' yang makin stabil dengan ukuran sel yang seragam, dan pengaruh konsentrasi pemanjang rantai (chain extender ) etilen glikol mempengaruhi pembentukan segmen lunak dengan memperpanjang rantai polimer. Didapatkan pula foam poliuretan yang semi rigid dari poliol HMGMS, sedangkan poliol PPG menghasilkan foam poliuretan yang fleksibel. Karakterisasi terhadap foam poliuretan dilakukan dengan menentukan densitas foam, kekerasan, analisa FTIR, dan SEM. "
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;, ], 2008
S30530
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Darmawan
"Poliuretan banyak digunakan dalam aplikasi cat karena memiliki sifat yang memuaskan yaitu daya tahan yang baik terhadap perubahan cuaca dan serangan bahan kimia. Poliuretan adalah senyawa makromolekul atau polimer yang terbentuk melalui reaksi antara poliisosianat dan suatu polimer lain, umumnya merupakan poliol yang mengandung atom hidrogen yang labil (OH, COOH, dll). Polimer yang digunakan dalam aplikasi cat secara umum kental apabila diaplikasikan secara langsung. Campuran polimer tersebut harus dilarutkan dengan pelarut supaya dapat dikuas, atau disempot. Larutan poliisosianat yang dilarutkan dengan komposisi pelarut dinamakan hardener karena kombinasinya dengan poliol dapat menghasilkan lapisan film yang keras. Hardener memiliki tingkat kestabilan yang rendah karena tingginya reaktifitas poliisosianat. Dua jenis poliisosianat dalam pembuatan hardener dipelajari yaitu Coronate HXR 90 B dan Basonate HI 190 B/S. Hardener yang dibuat menggunakan coronate HXR 90 B memiliki tingkat kestabilan yang rendah dimana setelah 6 bulan masa penyimpanan di temperatur ruang menghasilkan endapan putih (gel) yang melayang dalam larutan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan gel ini diakibatkan karena reaksi poliisosianat dengan air. Dua jenis rutile titanum dioksida berskala nano (KRONOS 2160 dan UV TITAN L 531) di formulasikan dalam cat putih berbasis acrilic poliol, dimana hasil reaksi silangnya dengan hardener menghasilkan cat putih poliuretan. Analisa mikroskopi terhadap sampel menggunakan alat Transmission Electron Microscopy menunjukkan bahwa ukuran rata-rata partikel UV titan L 531 lebih rendah sekitar 35 nm jika dibandingkan KRONOS 2160 sekitar 200 nm. Efek fotokatalitik titanium dioksida dipelajari berdasarkan aktivitasnya terhadap degradasi zat warna perylene dalam lapisan cat. Degradasi warna terukur berdasarkan perubahan warna setelah terkena paparan sinar UV secara visual ataupun menggunakan alat ukur kolorimeter. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dari efek fotokatalitik diantara kedua variasi ukuran partikel, akan tetapi ditemukan lapisan film yang lebih kuning pada cat putih yang menggunakan titanium dioksida berukuran partikel lebih besar akibat degradasi langsung radiasi sinar ultra violet.

Polyurethane is widely used in paint application due to their outstanding properties and especially for their exceptional resistance to weathering and chemical attack. Polyurethanes are macromolecules or polymers formed by the reaction between a polyisocyanate and another polymer, generally called a polyol, which contains a labile hydrogen atom (OH,COOH, etc). The polymers used in coating applications are generally too viscous to be applied directly. The polymer (mixture) must therefore be diluted with solvent(s) in order to be brush or spray. We call the diluted of polyisocyanate with various solvent composition as hardener, due to result hard film while combined with poliol. The stability of hardener is less due to high reactivity of polyisocyanate. Two typed of polyisocyanate on processing hardener are studied: Coronate HXR 90 B and Basonate HI 190 B/S. Hardener which was processed using coronate HXR 90 B is less stable after 6 months storage in a room temperature, indicated a white floating residue (gel) on the solution.
Investigation results show that the gel formation is caused by reaction of polyisocyanate with water. Two typed of nanosized rutile titanium dioxide (KRONOS 2160 and UV TITAN L 530) is formulated using acrylic polyol based, and the cross linked with the hardener results white polyurethane paint. Microscopic analysis using Transmission Electron Microscope (TEM) into sample shows that average particle size of UV TITAN L531 about 35 nm is less than KRONOS 2160 about 200 nm. The photocatalytic effects of titanium dioxide were studied on their activities toward dye degradation of perylene on surface coating. Dye degradation was observed by the color change after UV exposure as visually and measured with colorimeter. There is no significant different of catalytic activity on variation of particle sized titanium dioxide but the more yellowing film was observed on white paint using higher particle size caused by direct degradation of UV radiation.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T20226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yophi Yulindo
"Penelitian ini mempelajari migrasi dioktil ftalat dan etilen glikol ke dalam struktur poliuretan dengan pemanjang rantai diamina aromatik MCDEA (Benzamina-4,4?-metilena-bis[3-kloro-2,6-dietil]). Interaksi molekuler antara dioktil ftalat dan etilen glikol dengan material poliuretan diperkirakan berdasarkan data percobaan sorpsi dan desorpsi pada temperatur 25, 45 dan 65oC. Pengaruh sorpsi dioktil ftalat dan etilen glikol terhadap sifat mekanik, perilaku termal dan morfologi poliuretan dipelajari melalui hasil pengukuran kuat tarik, kekarasan, DSC dan SEM. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya suatu mekanisme sorpsi yang berbeda antara kedua jenis zat yang dipengaruhi oleh polaritas molekulnya. Dioktil ftalat yang merupakan molekul dengan kepolaran rendah lebih cenderung bermigrasi ke dalam segmen lunak, sedangkan etilen glikol yang jauh lebih polar cenderung bermigrasi ke dalam segmen keras. Sorpsi dioktil ftalat dan etilen glikol pada temperatur 25oC tidak mempengaruhi kinerja poliuretan. Sedangkan pada temperatur 65oC terjadi penurunan kuat tarik dan kekerasan poliuretan. Penurunan kekuatan tarik terbesar terjadi pada sampel poliuretan yang terpapar etilen glikol pada temperatur 65oC. Adanya interaksi molekuler antara dioktil ftalat dan etilen glikol dengan poliuretan juga ditunjukkan oleh penurunan temperatur transisi gelas (Tg) dan temperatur leleh (Tm)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21436
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Hashimoto
"ABSTRAK
Pemanfaatan limbah industri biodiesel di Indonesia masih terbatas karena nilai ekonomi dari limbah gliserol yang rendah dan membutuhkan proses purifikasi. Pada penelitian ini limbah gliserol (crude gliserol) dimanfaatkan sebagai bahan utama dalam pembuatan poliuretan adhesive. Gliserol direaksikan dengan phthalic anhydride dan asam oleat untuk menjadi poliol. Poliol yang didapat kemudian disintesis menjadi poliuretan adhesive dengan mereaksikan nya dengan isosianat Polymeric Methylene Diphenyl Diisocyanate (PMDI). Crude gliserol divariasikan dengan gliserin teknis untuk mendapatkan lima variasi konsentrasi poliol. Uji lap- shear strength dan tensile test dilakukan dengan menggunakan alat uji mekanik yang telah dirancang oleh penulis untuk untuk melihat apakah performa poliuretan adhesive cukup bagus sehingga dapat mendekati performa poliuretan adhesive komersil. Hasil yang didapatkan, semakin tinggi konsentrasi gliserin teknis yang digunakan, kekuatan mekanik yang dihasilkan semakin besar. Waktu curing yang optimal terjadi pada waktu tiga hari. PU-2, PU-3, PU-4 dan PU-5 mampu mengungguli performa PU adhesive komersil dari segi kekuatan tarik. Perlakuan pemberian asam&basa dilakukan untuk melihat chemical resistance dari adhesive. Hasil yang didapatkan kekuatan mekanik adhesive mengalami penurunan setelah pemberian asam&basa dilakukan. Pada perlakuan basa, kekuatan mekanik adhesive yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan pada perlakuan pemberian asam.

ABSTRACT
Low market price of crude glycerol in Indonesia is caused by low utilization of biodiesel industrial waste because it needs a purification process. The research will use crude glycerol, oleic acid, and phthalic anhydride to make a polyol. The polyol is used for making polyurethane adhesive by reacting it with Polymeric Methylene Diphenyl Diisocyanate (PMDI). In this research, crude glycerol is varied with glycerin tech to produce five variations of polyol. Lap shear-strength and tensile test is done to test the mechanical strength of polyurethane wood adhesive whether it could give the excellent adhesion, hence it could approach the performance of commercial polyurethane adhesive. The result tells us PU-5 adhesive gives the highest mechanical strength. The optimum curing time occurs in day 3. PU-2, PU-3, PU-4 and PU-5 able to surpass the mechanical strength of commercial PU adhesive in tensile strength form. Adhesive system is immersed in acid and base solution to test the chemical resistance of adhesive. After acid and base treatment, the mechanical strength of adhesive was decreasing. In base treatment, the mechanical strength of adhesive is lower than in acid treatment."
2016
S63404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wafa Nur Syahidah
"Sifat busa poliuretan yang ringan, fleksibel, serta memiliki perambatan suara dan panas yang rendah membuatnya menjadi salah satu material yang digunakan dalam berbagai industri, salah satunya adalah otomotif. Dalam pembuatan salah satu bagian mobil, yaitu headliner, diperlukan busa poliuretan dengan kekuatan mekanis yang baik. Hal tersebut dapat dicapai melalui modifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu pelapisan dengan larutan kitosan. Penelitian yang dilakukan berfokus pada pengaruh konsentrasi kitosan terhadap sifat mekanis dan termal busa poliuretan. Pelapisan dilakukan dengan cara mencelupkan busa poliuretan ke dalam larutan kitosan dengan konsentrasi 1-6% (b/v). Kemudian busa dikeringkan dalam oven vakum pada temperatur 60 oC selama 30 menit yang dilanjutkan dengan curing pada 120 oC selama 90 menit. Karakterisasi sampel yang dilakukan adalah uji mekanis, uji termal, FTIR, dan FE-SEM. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan pelapis yang optimal adalah 4%.

The properties of polyurethane foam which are lightweight, flexible, and have low propagation of sound and heat, make it possible to be used in various industries, one of which is automotive. In making one part of a car, the headliner, polyurethane foam with good mechanical strength is needed. This can be achieved through modifications made in this study, which is coating with chitosan solution. The research conducted focuses on the effect of chitosan concentration on the mechanical and thermal properties of polyurethane foam. Coating is done by dipping polyurethane foam into chitosan solution with a concentration of 1-6% (b/v). Then the foam was dried in a vacuum oven at a temperature of 60 oC for 30 minutes followed by curing at 120 oC for 90 minutes. The sample characterization carried out was mechanical testing, thermal test, FTIR, and FE-SEM. The results obtained showed that the optimal concentration of chitosan coating solution was 4%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Yunella Amelia
"Aplikasi serat alam terus berkembang di berbagai sektor industri. Serat kenaf merupakan serat alam yang digunakan dalam penelitian ini karena memiliki sifat mekanik yang cukup tinggi. Busa poliuretan (PU) banyak digunakan sebagai lapisan inti dalam konstruksi komposit sandwich untuk menghasilkan suatu material ringan. Penelitian ini bertujuan menganalisa hasil karakterisasi nanoselulosa dari serat kenaf, menganalisa pengaruh nanoselulosa / Cellulose Nanofiber (CNF) serat kenaf sebagai pengisi (filler) dalam komposit busa PU-CNF, serta merumuskan formulasi komposit busa PU-CNF yang memberikan sifat mekanik terbaik sebagai material kuat dan ringan dalam aplikasi struktural. Nanoselulosa merupakan nanomaterial alami yang dapat diekstrak dari dinding sel tanaman yang memiliki sifat-sifat menarik seperti kekuatan yang tinggi, kekakuan yang sangat baik, dan luas permukaan yang tinggi. Variasi berat CNF yang ditambahkan ke dalam busa PU adalah 0, 3, 5, 7, dan 10 wt%. Proses ekstraksi CNF dari serat kenaf dimulai dengan pre-treatment serat meliputi proses alkalisasi dengan natrium hidroksida dan proses bleaching dengan natrium hipoklorit lalu selanjutnya diberikan perlakuan mekanik dengan alat Ultra Fine Grinder untuk menghasilkan suspensi CNF. Fabrikasi komposit PU-CNF menggunakan metode in-situ polimerization. Karakterisasi CNF meliputi TEM, XRD, dan FT-IR. Hasil TEM pada CNF mengkonfirmasi dimensi berskala nano dari CNF yaitu memiliki diameter pada kisaran 40-70 nm. Hasil FT-IR yang menunjukkan tidak adanya puncak pada daerah panjang gelombang 1700–1740 cm-1 menyatakan pre-treatment pada serat kenaf berhasil mengurangi kandungan non-selulosa. Hasil XRD menunjukkan bahwa kritastalinitas CNF setelah perlakuan mekanik adalah menjadi 75,22%. Karakterisasi komposit busa PU-CNF meliputi uji tekan, uji lengkung-3-titik, dan SEM. Nilai kuat tekan optimal diperoleh pada komposit busa KFCNF3/PU dengan nilai kuat tekan dan modulus tekan optimal masing-masing adalah 284,434 kPa dan 7,32 MPa. Nilai kuat lengkung-3-titik optimal juga diperoleh pada komposit busa PU berpenguat 3wt% CNF yaitu 734,145 kPa. Komposit busa PU berpenguat 3 wt% CNF merupakan komposit terbaik yang memiliki nilai optimum dari hasil uji tekan dan uji lengkung-3-titik.

Natural fiber applications continue to grow in various industrial sectors. Kenaf fiber is a natural fiber that was used in this study because it has high mechanical properties. Polyurethane (PU) foam is widely used as a core layer in sandwich composite construction to produce a lightweight material. The objective of this research was to analyze the results of nanocellulose characterization from kenaf fibers, to analyze the effect of nanocellulose / Cellulose Nanofiber (CNF) kenaf fiber as a filler in PU-CNF foam composites, and to formulate a PU-CNF foam composite formulation that provided the best mechanical properties as strong and lightweight materials in structural applications. Nanocellulose is a natural nanomaterial that can be extracted from plant cell walls which has attractive properties such as high strength, excellent stiffness and high surface area. The CNF weight variations in PU foam were 0, 3, 5, 7, and 10 wt%. The CNF extraction process from kenaf fiber started with fiber pre-treatment including alkalization with sodium hydroxide and bleaching with sodium hypochlorite and then mechanical treatment with an Ultra Fine Grinder to produce CNF suspension. PU-CNF composites were fabricated using in-situ polymerization method. CNF characterization included TEM, XRD, and FT-IR. TEM results on CNF confirmed that the CNF diameter was in the range of 40-70 nm. FT-IR results showed that no peaks in the 1700-1740 cm-1 wavelength region and this confirmed that pre-treatment on kenaf fibers succeeded in reducing the non-cellulose content. XRD results showed that the crystallinity of CNF after mechanical treatment was 75.22%. The PU-CNF foam composite characterization included compressive test, 3-point bending test, and SEM. The optimal compressive strength values obtained in the PU foam reinforced 3 wt% CNF composites with the optimal compressive strength and modulus values were 284,434 kPa and 7,32 MPa, respectively. The optimal 3-point bending strength value was also obtained in the PU foam reinforced 3 wt% CNF composites, which was 734.145 kPa. PU foam reinforced 3 wt% CNF composites were the best composites that have the optimum value from the results of the compressive and 3-point-bending tests."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>