Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azzam, Rasheed M.
Amsterdam : North-Holland, 1987
535.52 AZZ e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tan, Tik Poen
"ABSTRAK
Pada pemeriksaan mikroskopi dari bubuk tumbuh-tumbuhan, terutama dalam tjampuran dari beberapa matjam bahan, atjapkali dialami kesukaran berhubung tjiri2 jang spesifik kadang-kadang sukar diketemukan.
Commentaar Pharmacopee menjatakan : Dalam hal jang sukar, terdapatnja kristal" anisotrop sebaiknja ditentukan dengan pertolongan tjahaja jang dipolarisasikan.
Dilikroskop polarisasi mungkin berharga pula pada penjelidikan butir2 pati, oleh karena tanda silang polarisasi (polarisasikruis) menundjukkan dengan saksama letaknja inti dari butir-butir".
Kesukaran2 mentjari tjiri" mikroskopi dalam bubuk jang berasal dari satu bahan dan teristimewa dalam tjampuran dari beberapa bahan jalah karena
1. tjiri2 kadang2 terletak dalam bagian jang tebal (bahan jang keras dan Iiat tak mudah ditumbuk mendjadi bubuk jang halus).
2. tjiri= kerapkali tertutup oleh sell dan djaringan jang aspesifik, misalnja sell .parenchym, chlorophyl, djaringan endosperm dan lain' djaringan jang untuk identifikasi kurang penting, maka tjiri2 tak dapat terlihat.
Djustru banjak sel= dan djaringan2 aspesifik bersifat isotrop dan dalam tjahaja terpolarisasi tak tampak, sedangkan banjak tjiri2 spesifik bersifat anisotrop (misalnja kristal" oxalat, kristal-kristal bintang, raphida, butir2 pati, serabut2 kulit kaju, buluh-buluh kaju, bulu° tudung, sell bath, kristal'' lemak dsb.), sehingga meskipun terletak dibawah djaringan jang aspesifik atau didalam bagian2 jang agak tebal, namun kerapkali masih dapat terlihat.
Akan tetapi tidak semua tjiri2 spesifik bersifat anisotrop, atau dengan lain perkataan : tidak semua tjiri2 spesifik jang dapat kita kenali dalam tjahaja biasa akan tampak dalam tjahaja terpolarisasi.
Sungguhpun demikian pemakaian tjahaja jang dipolarisasikan sangat berguna, oleh karena :
1. tjiri2 jang bersifat anisotrop terlihat dalam latar belakang jang hitam, hingga kontrast sangat tadjam dan tjiri2 dapat diketemukan dengan mudah (penjelidikan dengan tjahaja terpolarisasi sebaiknja dilakukan pada pemadaman maximal, maka latar belakang adalah hitam). Pada foto 1 dan la (halaman 13) terlihat kristal° bintang dari Folia Stra monii. Meskipun kristal itu dengan tjahaja biasa dapat dilihat, namun tampak kurang djelas karena tertutup oleh sel" berisi chlorophyl, sedangkan dalam tjahaja terpolarisasi kristal' terlihat djelas sebagai bintang= bertjahaja diatas latar belakang fang gelap dan sel?' berisikan chlorophyl sama sekali talc tampak, hingga tak mengganggu penglihatan.
2. Disampingnja tjiri' fang diketahui dalam tjahaja biasa, dapat diketemukan tjiri' baru jang hanja dapat dilihat dengan tjahaja terpolarisasi (lihat kristal" dari Fructus Piperis nigri pada foto 2a (halaman 13) serta uraian pada halaman 37, P.1 ; gambar 43, 1). Foto 2 dan 2a memperlihatkan bagian dari Fructus Piperis nigri jang agak tebal; pada foto 2a (tjahaja terpolarisasi) kristal dapat dilihat, sedangkan pada foto 2 (tjahaja biasa) kristal'= tak tampak. Keterangan : sebagian dari objek pada foto' tampak ku? rang tadjam, karena letaknja objek" tidak mendatar, pula ada bagia& jang tebal.
3. Kadang2 kristal2 sukar dilihat dengan tjahaja biasa, 25, 21', 27), maka kristal= dari Herba Polygalae amarae jang terletak didalam sel" penutup (sluitcellen) dari sebagian mulut kulit (huidmondje) masih belum diketahui .
4. Pada kristal dan lain tjiri2 tertentu kadang2 terdapat warna-warna polarisasi, hingga sangat mudah untuk ditjari dalam sediaan.
5. Pada tjiri2 tertentu, djika dilihat dalam tjahaja jang dipolarisasikan, terdapat lukisan2 jang dalam tjahaja biasa tak tampak, meskipun tjiri tersebut dapat dilihat dengan tjahaja biasa ; inilah penting untuk menentukan apa tjiri itu adalah dari tumbuh-tumbuhan tertentu."
Depok: Universitas Indonesia, 1957
D392
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Muhammad Umar Syadat
"ABSTRAK
Disertasi ini menjelaskan studi tentang gerakan politik mahasiswa. Disertasi ini menggunakan studi kasus untuk menganalisa dua tipe polarisasi gerakan mahasiswa. Pertama, polarisasi gerakan mahasiswa pada masa pemerintahan B.J. Habibie. Kedua, polarisasi gerakan mahasiswa pada pemerintahan Abdurahman Wahid. Lebih jauh lagi, studi ini menjelaskan gerakan politik mahasiswa yang menggunakan pernyataan politik moral force sebagai kekuatan politik. Penelitian dari disertasi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisa deskriptif. Data dari studi ini diperoleh dengan cara wawancara mendalam dan sumber data sekunder. Beberapa teori digunakan sebagai kerangka analisa.
Pertama, teori demokrasi dari Maswadi Rauf dan Larry Diamond. Kedua, teori konflik dari Maswadi Rauf. Ketiga, teori gerakan massa dari Eric Hoffer. Keempat, teori elit dari Suzane Keller. Disertasi ini juga menggunakan tipologi gerakan politik mahasiswa dari Philip G. Altbach dan Burhan D. Magenda untuk memperkaya kajian gerakan mahasiswa di Indonesia. Kerangka teori ini sangat berguna untuk menganalisa gerakan politik mahasiswa dalam disertasi ini.
Beberapa penemuan dari disertasi ini adalah pertama, polarisasi gerakan mahasiswa pada masa pemerintahan B.J. Habibie adalah antara HMI, KAMMI kontra FORKOT, FKSMJ. Gerakan mahasiswa ini dapat dikategorikan sebagai gerakan politik mahasiswa ekstra universiter. Sementara itu pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid polarisasi gerakan mahasiswa adalah antara BEMI kontra BEMSI yang dapat disebut sebagai gerakan politik mahasiswa intra universiter. HMI, KAMMI dan FORKOT, FKSMJ pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid berada dalam payung organisasi BEMI dan BEMSI. Dengan demikian polarisasi pada masa pemerintahan B.J. Habibie adalah organisasi ekstra vs ekstra universiter sementara pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid adalah organisasi intra universiter vs intra universiter. Kedua, polarisasi gerakan mahasiswa tersebut disebabkan oleh perbedaan persepsi terhadap figur kepemimpinan B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid. Di satu sisi, HMI, KAMMI percaya bahwa B.J. Habibie adalah tokoh muslim dan telah memenuhi tuntutan reformasi. Sementara itu FORKOT, FKSMJ berpendapat bahwa B.J. Habibie merupakan kroni Soeharto. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, BEMI pendukung Abdurrahman Wahid berpendapat bahwa Abdurrahman Wahid bukan hanya sukses menyelesaikan agenda reformasi, tetapi adalah tokoh reformis dan pemimpin pluralis. Sementara BEMSI penentang Abdurrahman Wahid, selain menganggap Abdurrahman Wahid terlibat dalam Buloggate dan Brunaigate, juga menganggap tidak serius menyelesaikan agenda reformasi yaitu memberantas KKN dan menganggap Abdurrahman Wahid sebagai anti demokrasi dan anti Islam. Ketiga, disertasi ini menemukan bahwa gerakan mahasiswa HMI, KAMMI, FORKOT, FKSMJ, BEMI dan BEMSI merupakan gerakan politik. Gerakan mahasiswa ini mendapat dukungan politik, ekonomi dan psikologi dari elit politik. Dengan demikian gerakan mahasiswa memiliki kesamaan kepentingan dengan elit politik baik secara politik dan ideologis.
Studi ini mengajukan perspektif teoritis baru dalam konteks gerakan politik mahasiswa, yaitu: (1) polarisasi gerakan mahasiswa tidak dapat dihindari karena adanya perbedaan kepentingan politik dan ideologi di antara aktivis mahasiswa. (2) Gerakan mahasiswa di Indonesia selalu menggunakan pernyataan politik moral force, sehingga moral force ini dijadikan dasar legitimasi politik mahasiswa untuk memperluas dukungan politiknya. (3) Relasi kekuasaan elit politik dengan gerakan mahasiswa karena keduanya memiliki kepentingan ideologi dan politik yang sama. (4) Polarisasi gerakan mahasiswa diakibatkan oleh dasar legitimasi moral dan dukungan elit politik.
Studi ini menegaskan bahwa untuk mempertahankan gerakan mahasiswa sebagai kekuatan moral harus dibebaskan dari ketergantungan finansial dari elit politik walaupun secara ideologi dan psikologi antara aktivis mahasiswa dan elit tidak dapat dipisahkan.

ABSTRACT
This disertation examines the study of the students political movements. This disertation uses case study to analysis two types of polarization of the students movements. First, polarization of student movements during B.J. Habibie government. Second, the polarization of student movements during Abdurahman Wahid government.
Furthermore, this study explains the trends of the students movements from political statement of moral force into a real political force.
The research of this disertation uses qualitative approach and discriptive analysis. The data for this study collected by indepth interview and secondary resources. Some theories are used as analytical framework. First, theory of democracy from Maswadi Rauf, Larry Diamond, Juan J. Linz and Alfred Stepan. Second, Theory of conflict from Maswadi Rauf. Third, social movement theory from Eric Hoffer. Fourth, elite theory of Gaetano Mosca and Suzane Keller, Harold D. Laswell, Gabriel A Almond and Roberth Dahl. This thesis is also used the study of students movement from Philip G. Altbach, Arbi Sanit, Suwondo and Muridan to enrich the analysis on student movements in Indonesia. This theoretical framework are valuable for analysing the student movements in this disertation. Several findings of this disertation are firstly, the polarization of student movement in B.J. Habibie era was between HMI, KAMMI vs FORKOT, FKSMJ. This students organization is categorise as the extra-universiter organization. While in Abdurrahman Wahid government, polarization of student movements was between BEMI and BEMSI which called the intra universiter student governments. HMI, KAMMI and FORKOT, FKSMJ in Abdurrahman Wahid government were under the the umbrella of BEMI and BEMSI category. In other words, the polarization of student movements in Abdurrahman Wahid government was using the intra-universiter organisation such as BEMI. Therefore, the polarization of student movements during the B.J. Habibie government was extra organization and during Abdurrahman Wahid government was intra organization. Secondly, the polarizations of students movements are caused by the perception towards the leadership figure of B.J. Habibie and Abdurahman wahid. In one hand, HMI, KAMMI believe that B.J. Habibie as Muslim leader and already tackle the reformation demands. However, on the other hand, FORKOT, FKSMJ considered B.J. Habibie as a cronie of President Soeharto. While in Abdurrahman Wahid Era, BEMI as supporter of Abdurrahman Wahid believe that his government has been succeded to comply with most of the reformation agenda. He was also consider as a reformist and pluralist leader. However, BEMSI found that Abdurrahman Wahid was involved in the Bullogate and Brunaigate. He was also not seriously tackling the KKN, consider as anti democracy and anti Islam. Thirdly, the study is also suggested that students movements moved from moral force into the political movement. the students movements supported by political elites through the logistic support, financial and psychological support. Therefore, the political elites have the similar interests politically and ideologically.
This study is also propose a new theoretical perspective in the student political movement, that are: (1) polarization of student movement can not ovoid it because of the differences of the political and ideological interest among students activist.(2) Student movements in Indonesia always use political moral force, so that moral force is used as legimaticy basis of the students to enlarge their political support. (3) the power relation between political elite and student movement because of both of them have a similar ideological and political interests.(4) the polarization of students movement are caused by moral legitimacy basis and the support from political elites.
This study suggested that to maintain the moral force of the students movements have to liberated from the financial dependency from the political elites. Even though ideologically and psychologically between the students activist and the elites cannot be separated.
"
Depok: 2010
D00918
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bulkis Kanata
"The geomagnetic fields in the atmosphere can be affected by phenomena in the Earth, so that changes of geomagnetic intensity might be used as an indicator of earthquake occurrences. Variations of geomagnetic data have been analyzed in association with the Tohoku Earthquake on March 11th 2011. The Geomagnetic data have been derived from Memambetsu (MMB), Kakioka (KAK) and Kanoya (KNY) Observatories, which are INTERMAGNET observatories. The analysis was performed by calculating the power spectral density (psd) of the ULF signal of Z and H components and then polarizations are observed by comparing the psd of Z and of H. The results showed the difference psd of Z and of H between the KAK observatory (the nearest position to the epicenter) with MMB and KNY (at some greater distance from the epicenter) is quite significant, which can be observed over a period of 10 days before the earthquake occurrence. The polarizations of Z/H in KAK indicate a highest change of intensity which occurred at 18 days prior to the earthquake."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2014
UI-IJTECH 5:3 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Huang, Fang-Yi
"Why do some Americans oppose social distancing and lockdown policies in response to the COVID-19 pandemic? This study argues that, given the current trends in affective polarization, partisanship is a factor that could influence individuals’
attitudes and behaviors toward social distancing and lockdown policies. Moreover, the effect of partisanship on individuals’ attitudes and behaviors toward social distancing and lockdown policies can be mediated by their level of trust in partisan
leadership’s information. By conducting chi-square tests, t tests, and ANOVA tests on a public opinion survey implemented by the Kaiser Family Foundation during
March 25th-30th, 2020, we find that being a Republican is strongly related to holding negative behaviors and attitudes toward social distancing and lockdown policies. Furthermore, by employing logistic regression, multinomial logistic regression,
and causal mediation analysis, we find that Republicans have a higher likelihood of opposing social distancing and lockdown policies because they trust president Trump
to provide them with reliable information on the coronavirus."
Taipei: Taiwan Foundation for Democracy, 2020
059 TDQ 17:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Filda Ayu Afrida
"Dalam sistem komunikasi WLAN, peran antena merupakan elemen penting berfungsi sebagai pengirim dan penerima gelombang elektromagnetik yang berisi informasi-informasi dari media kabel ke udara atau sebaliknya. Teknologi nirkabel dengan standar IEEE 802.11 dan berdasarkan peraturan KOMINFO 2019 menuntut memiliki antena yang dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah-ubah. Antena yang digunakan dalam jaringan WLAN disesuaikan dengan lingkup jangkauan yang diharapkan. Antena polarisasi melingkar adalah pilihan paling jelas bagi peneliti dimana dapat mengatasi kelemahan pada polarisasi linier, seperti, kerugian akibat ketidaksesuaian polarisasi, kerentanan terhadap efek multipath dan fading, rotasi Faraday, dan kondisi cuaca buruk. Untuk memenuhi perkembangan teknologi saat ini jenis antena mikrostrip adalah solusi yang baik, karena memiliki beberapa keunggulan seperti bentuk yang sederhana, bobot yang ringan, pembuatan yang mudah dan biaya yang murah.
Pada buku tesis ini diusulkan antena mikrostrip yang dapat rekonfigurasi polarisasi dengan menggunakan U-slot pada frekuensi 2,4 GHz untuk aplikasi WLAN. Teknik U-slot yang disisipkan pada patch antena membuat pengaruh hasil polarisasi menjadi melingkar kiri atau kanan. Diusulkan rekonfigurasi polarisasi antena mikrostrip dengan menggunakan dua (2) buah switching on dan off yang dinyalakan salah satu maupun bersamaan. Simulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa antena 1 dan antena 2 memiliki polarisasi linier (LP), antena 1 memiliki bandwidth 75 MHz (2,40 GHz – 2,48 GHz) dan antena 2 memiliki bandwidth 77 MHz (2,40 GHz – 2,48 GHz) dengan batasan nilai S- parameter ≤­9,54 dB. Antena 3 memiliki polarisasi melingkar LHCP (left-hand circular polarized) dengan nilai bandwidth 133 MHz (2,35 GHz – 2,48 GHz) dan antena 4 memiliki polarisasi melingkar RHCP (right-hand circular polarized) dengan nilai bandwidth 133 MHz (2,39 GHz – 2,48 GHz) pada batasan Axial Ratio (AR) ≤3. Hasil pengukuran yang diperoleh pada antena 1 dan antena 2 memiliki polarisasi linier, dimana antena 1 memiliki nilai bandwidth sebesar 85 MHz (2,39 GHz – 2,48 GHz) sedangkan pada antena 2 memiliki bandwidth 68 MHz (2,40 GHz – 2,46 GHz). Antena 3 memiliki polarisasi melingkar LHCP dengan bandwidth sebesar 69 MHz (2,40 GHz – 2,46 GHz). Pada antena 4 memiliki polarisasi melingkar RHCP dengan nilai bandwidth sebesar 75 MHz (2,39 GHz – 2,46 GHz). Seluruh antena pada hasil simulasi dengan hasil pengukuran sesuai memiliki spesifikasi antena WLAN sehingga antena ini dapat beroperasi untuk WLAN.

In WLAN communication systems, the role of the antenna is an important element to function as a sender and receiver of electromagnetic waves containing information from cable media to air or vice versa. Wireless technology with the IEEE 802.11 standard and based on the 2019 KOMINFO regulations demands having an antenna that can adapt to changing environments. The antennas used in WLAN networks are adjusted to the expected coverage scope. Circular polarizing antennas are the most obvious choice for researchers in overcoming weaknesses in linear polarization, such as losses due to polarization mismatch, susceptibility to multipath and fading effects, Faraday rotation, and adverse weather conditions. To meet current technological developments this type of microstrip antenna is a good solution, because it has several advantages such as a simple shape, light weight, easy manufacture and low cost.
In this thesis book proposed a microstrip antenna that can reconfigure polarization using U-slot at a frequency of 2.4 GHz for WLAN applications. The U-slot technique inserted in the antenna patch makes the polarization result affect the left or right circular. It is proposed to reconfigure the polarization of the microstrip antenna by using two (2) switching on and off which are turned on one or simultaneously. The simulation shows that Antenna 1 and Antenna 2 have linear polarization (LP), antenna 1 has a bandwidth of 75 MHz (2.40 GHz – 2.48 GHz) and antenna 2 has a bandwidth of 77 MHz (2.404 GHz – 2.481 GHz) with a limitation of the value of the S-parameter ≤9.54 dB. Antenna 3 has LHCP (left-hand circular polarized) circular polarization with a bandwidth value of 133 MHz (2.35 GHz – 2.48 GHz) and antenna 4 has RHCP (right-hand circular polarized) circular polarization with a bandwidth value of 133 MHz (2.39 GHz – 2.48 GHz) at the Axial Ratio (AR) limit of ≤3. The measurement results on antenna 1 and antenna 2 have linear polarization, where antenna 1 has a bandwidth value of 85 MHz (2.39 GHz – 2.48 GHz) while antenna 2 has a bandwidth of 68 MHz (2.40 GHz – 2.46 GHz). Antenna 3 has LHCP circular polarization with a bandwidth of 69 MHz (2.40 GHz – 2.46 GHz). Antenna 4 has a circular polarization RHCP with a bandwidth value of 75 MHz (2.39 GHz – 2.46 GHz). All antennas in the simulation results with the appropriate measurement results have WLAN antenna specifications so that this antenna can operate for WLAN.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"It has been shown the response of two dimension a VLF electromagnetik wave to homogenous and isotropic limestone models (karst area) with both air cavities (cave) only and air civities(cave) with a river flow in the cave....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tinno Daya Prawira
"Komunikasi Satelit adalah suatu sistem komunikasi dengan media transmisinya menggunakan satelit, yang berfungsi sebagai repeater tunggal. Letak satelit yang jauh dan terbatasnya alokasi frekuensi mengakibatkan dibuatkannya perbedaan arah rambatan gelombang radio (polarisasi) menjadi dua polarisasi yaitu polarisasi horizontal dan polarisasi vertikal. Perbedaan polariasi akan mengakibatkan terjadinya Cross Polarization Interference (CPI) / crosspol yang berdampak terjadinya penurunan kualitas transmisi, maka tes crosspol merupakan salah satu solusinya.
Satelit melakukan pergerakan terhadap posisi bumi tetapi masih di daerah posisi opersionalnya (box keeping). Hal ini bertujuan untuk mempertahankan posisi satelit terhadap bumi yang melakukan pergerakan juga. Pergerakan satelit ini berdampak terhadap perubahan kondisi arah polarisasi, maka pergerakan satelit dibatasi sebesar 0,05°.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak dari pergerakan satelit terhadap nilai crosspol, yang dapat diketahui dengan hasil perhitungan link budget. Berdasarkan hasil pengukuran crosspol dan perhitungan C/Ntotal didapati kondisi link yang pergerakan satelitnya dibatasi sebesar 0,05 dalam keadaan baik, karena nilai C/Ntotal yang fluktuatif tidak terlalu besar perubahannya.

Satellite communication is a communication system using satellite transmission media, which functions as a single repeater. Location of satellite remote and limited frequency allocation resulted in differences in the direction of propagation of radio waves (polarization) into two polarization of horizontal polarization and vertical polarization. Polariasi differences will result in Cross Polarization Interference (CPI) / crosspol which affects the transmission quality decrease, then the test crosspol is one solution.
Satellite earth-movement against the position but still in the area opersionalnya position (box keeping) it aims to maintain the position of the satellite to the earthmovement as well. This satellite movement resulted in a change of polarization direction conditions, the satellite movement is restricted by 0.05 °.
This essay aims to find out how big the impact of satellite movement against crosspol value, which can be determined by the calculation of link budget. Based on the results of measurements and calculations crosspol C/Ntotal found to condition the movement of satellite links is limited by 0.05 in good condition, because the value of C/Ntotal fluctuation is not too large changes.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51287
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pelangi Wiyantika
"Penelitian ini dilakukan di lapangan GB untuk mendeteksi keberadaan mineral emas dengan metode Induced Polarization IP . Berdasarkan geologi, terdapat adanya sistem epitermal sulfidasi tinggi di wilayah ini. Hal ini ditandai dengan munculnya keberadaan mineral-mineral logam seperti Au, Cu, dan konsentrasi yang cenderung asam di permukaannya. Mineral emas sendiri merupakan mineral yang bersifat diamagnetik, lunak, dan berasosiasi dengan mineral sulfida. Emas terbentuk akibat dari adanya proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Mineral emas terangkut oleh fluida hidrotermal ke permukaan dan terbentuk dalam lingkungan hidrotermal dimana ia terbawa ke permukaan bersama dengan senyawa-senyawa yang berikatan dengannya. Metode IP memanfaatkan beda potensial sebagai parameter dalam melakukan pengukuran untuk mendeteksi keberadaan mineral-mineral konduktif di bawah permukaan tanah. Kelebihan metode IP dibanding metode lain adalah kemampuannya mendeteksi mineral logam yang tersebar. Pada penelitian ini digunakan dari 6 data line IP yang dibentangkan ke arah Barat ndash; Timur serta didukung oleh data magnetik. Data diolah dengan inversi 2D dan dimodelkan secara 3D dengan membentangkan hasil secara paralel. Hasilnya, nilai chargeability tertinggi bernilai > 200 ms pada kedalaman 400 meter. Hal ini didukung dengan nilai resistivity yang mencapai > 1000 ohm-meter. Dari data magnetik, nilai magnetik berkisar antara -199.3 nT sampai 244 nT.

This research was conducted in field GB to identify the presence of gold minerals by Induced Polarization IP method. Based on geology, there is a high sulfidation epithermal system in the region. This can be determined by the presence of metal minerals such as Au, Cu, and acid concentrations on the surface. Gold is a typical of mineral that is diamagnetic, pliable, and associated with sulphide minerals. It is formed as a result of the process of magmatism or metasomatism on the surface. The hydrothermal fluid content transports gold to the surface along with the other elements associated to it and is formed in hydrothermal environment. The IP method utilizes a potential difference as a parameter in performing measurements to detect the presence of underground conductive minerals. The advantage of IP methods compared to other methods is its ability to detect disseminated conductive minerals. This research use 6 line datas of IP which is extended to West ndash East and supported by magnetic data. Data is processed with 2D inversion and modeled in 3D by spreading results in parallel. As a result, the highest value of chargeability is 200 ms at a depth of 400 meters. This is supported by a resistivity value of 1000 ohm meter. From magnetic data, magnetic values range from 199.3 nT to 244 nT."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67122
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Aulia Cahya
"Prevalensi konsumsi diet tinggi lemak yang menimbulkan obesitas meningkat cepat dalam 2 dekade terakhir. Diabetes melitus tipe 2 berasosiasi dengan kenaikan konsentrasi penanda inflamasi berupa protein fase akut dalam darah yaitu high sensitive C-reactive protein ( hs-CRP), serum sialic acid, dan fibrinogen. Diabetes melitus tipe 2 merupakan kombinasi dari gaya hidup dan faktor genetik. Berdasarkan hal tersebut, individu dengan First Degree Relative ( FDR) diabetes melitus memiliki risiko yang lebih tinggi mengembangkan diabetes melitus. Sel T merupakan leukosit yang berkembang dalam timus dan berperan dalam respons imun adaptif. Polarisasi sel T akan menggambarkan profil sel imun adaptif pada gejala inflamasi kronis. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polarisasi sel T pada subjek First Degree Relative (FDR) yang beresiko diabetes melitus tipe 2 yang diinduksi dengan diet tinggi lemak. 30 subjek NFDR dan FDR yang telah masuk parameter inklusi diberikan diet tinggi lemak 250 ml per hari selama 5 hari. Sample darah subjek sebelum dan sesudah induksi dilakukan uji profil darah dan diperiksa subset sel T menggunakan metode flowcytometry. Pada penelitian ini didapatkan bahwa Keadaan Th17 yang tinggi pada sebelum dan sesudah HFD yang di dominasi NFDR diikuti dengan naiknya sel Treg dan  kadar IL-10 Pre HFD yang tinggi secara signifikan akan menurunkan produksi kolesterol dan LDL secara signifikan.

The prevalence of high-fat diet consumption that triggered obesity is increasing in last 2 decades. Type 2 diabetes mellitus is associated by the increasing number of inflammation marker, acute phase protein in blood serum. In type 2 diabetes mellitus, combination of lifestyle and genetic factors is the most influential factors. Due to that fact, person with First Degree Relative ( FDR) in type 2 diabetes mellitus has the higher risk to develop into type 2 diabetes mellitus. T cell is one of leucocyte that has a significance role in adaptive immune response.T cell polarization will show the profile of adaptive immune response in chronic inflammation. This study is purposed to analyse how T cell polarized in First Degree Relative (FDR) subject in risk of type 2 diabetes mellitus with high fat diet treatment. 30 NFDR subjects and 30 FDR subjects who included in parameter inclusion were treated with 250 mL whipping cream per day in 5 days. Pre and post treatment blood collection were tested for blood profile and flowcytometry intraseluler staining. This study found that there is a change in Th17 dominantly in NFDR subject followed by the significantly increasing amount of Treg cell and IL-10 which decreasing the cholesterol and LDL significantly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>