Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maryeta Devinda Kartika
"ABSTRAK
Salah satu permasalahan yang paling sering dihadapi oleh PT Pegadaian (Persero) yakni menerima barang jaminan gadai yang ternyata merupakan barang hasil pencurian. Permasalahan akan muncul ketika pemilik sejati atas barang yang digadaikan menuntut agar barang miliknya dikembalikan. Pada permasalahan tersebut, terdapat dua hal yang menarik untuk diteliti. Pertama, mengenai akibat hukum terhadap perjanjian gadai yang objeknya merupakan barang hasil pencurian. Kedua, mengenai perlindungan hukum bagi kreditur penerima gadai yang objeknya merupakan barang hasil pencurian.
Akibat hukum tersebut perlu untuk diketahui karena barang jaminan gadai yang merupakan barang hasil pencurian dapat sewaktu-waktu lepas dari penguasaan kreditur penerima gadai karena disita untuk penyidikan, dijadikan barang bukti di pengadilan, atau dikembalikan kepada pemilik sejatinya. Sementara itu, ketentuan hukum gadai atas barang bergerak berwujud mewajibkan objek gadai harus berada dalam penguasaan kreditur selama perjanjian gadai berlangsung. Selain itu, kreditur penerima gadai yang objeknya merupakan barang hasil pencurian juga patut untuk dilindungi karena hak kreditur untuk mendapatkan pelunasan atau pengembalian dari piutang yang telah diberikan kepada debitur terancam terabaikan karena tidak adanya barang jaminan gadai yang dikuasai kreditur.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan mengkaji data-data yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai hukum positif dan literatur lainnya. Hasil penelitian ini yakni akibat hukum atas perjanjian gadai yang objeknya merupakan barang hasil pencurian tetap berlaku secara sah dan mengikat bagi kedua belah pihak selama diketahui bahwa penerima gadai telah beritikad baik dalam menerima barang jaminan gadai. Gadai akan hapus jika barang gadai keluar dari penguasaan kreditur sesuai Pasal 1152 KUHPerdata. Akibatnya, kedudukan kreditur yang semula sebagai kreditur preferen berubah menjadi kreditur konkuren. Kreditur tersebut masih berhak atas pelunasan piutang karena hapusnya gadai tidak menghapus perjanjian pokoknya. Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada kreditur penerima gadai yakni berupa kesempatan untuk meminta debitur memberikan barang jaminan baru yang nilainya minimal sebesar jumlah sisa utang debitur.

ABSTRACT
One of the most common problems faced by PT Pegadaian (Persero) is receiving collateral which derived from a theft. Problems will arise when the original owner of the collateral goods demand the collateral to be returned. In these matters, there are two interesting objects to be researched. First, regarding the legal consequences of a pledge agreement where the collateral derived from a theft. Second, regarding legal protection for creditor or pledge recipients whose objects are from a theft.
The legal consequence is important to be known because the collateral which is derived from a theft, anytime can be revoked from the creditor control because of being confiscated for investigation, used as evidence in court, or returned to the original owner. Meanwhile, pledge for tangible-and-movable goods the laws require that the collateral must be controlled by the creditor throughout the pledge agreement still valid. In addition, the creditor or pledge recipients where the collateral is from a theft should also be protected because the creditors right to obtain repayment or refund from the receivable from the debtor is vulnerable to be neglected due to the absence of collateral.
This study based-on normative juridical research which examined data from legislation that applies as positive law and other literature. The results of this research showed the legal consequences of the pledge agreement where the collateral derived from a theft that remains valid and binding for both parties as long as it the pledge recipient mindful and has good faith in receiving the collateral. The pledge agreement will be terminated if the collateral missing of the creditors control in accordance with Article 1152 of the Civil Code. As a result, the position of the creditor changed from preferred creditor turned into a concurrent creditor. The creditor is still entitled to the receivables because the loss of collateral was not terminating the principal agreement. The law has given the creditor protection that requires the debtor to set new collateral that its value is at least equal to the remaining amount of the debt.
"
2019
T53772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munir Fuady
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003
346.02 MUN j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Roro Ayu Ariananda
"Belum adanya tertib administrasi pada instansi resmi untuk mengelola wakaf menyebabkan sering terjadinya sengketa dalam hal perwakafan. Salah satu kasus perwakafan di Indonesia terjadi pada Putusan Nomor 28/Pdt.G/2017/MS-Aceh. Terdapat fakta hukum bahwa telah terjadi tumpang tindih pernyataan wakaf antara Nadzir dengan pemilik tanah yang tanahnya diwakafkan tanpa sepengetahuan dan persetujuan yang bersangkutan. Tanah yang menjadi objek wakaf tersebut merupakan harta waris yang diperoleh pemilik tanah. Perangkat desa menganggap bahwa pembagian warisan harta benda kepada pemilik tanah masih terdapat sisa tanah sehingga perangkat desa berinisiatif untuk mengajukan pendaftaran tanah tersebut sebagai tanah wakaf milik desa. Perangkat desa bersama pejabat berwenang membuat bukti suatu surat ikrar wakaf dalam bentuk akta pengganti akta ikrar wakaf yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaturan keabsahan perbuatan hukum wakaf dalam akta pengganti akta ikrar wakaf dan bagaimana pertimbangan dan putusan hakim dalam Putusan Nomor 28/Pdt.G/2017/MS-Aceh. Penelitian hukum ini bersifat yuridis normatif dengan bentuk penelitian desktriptif evaluatif untuk menggambarkan dan menjelaskan konsep dasar tentang wakaf dan pengaturan akta pengganti akta ikrar wakaf. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa praktik wakaf dianggap sah jika telah memenuhi unsur, prosedur dan tata cara serta tertuang dalam Akta Otentik berupa Akta Ikrar Wakaf dan/atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf. Akta Pengganti Ikrar Wakaf pada prinsipnya adalah sesuatu alat bukti surat yang memiliki tujuan dan fungsi yang sama dengan Akta Ikrar Wakaf dan perbedaan nya terletak pada peristiwa hukum dalam ikrar wakaf.
Kata Kunci : Perwakafan, Ikrar Wakaf, Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf.

Frequent disputes in terms of waqf. One of the cases of waqf problem in Indonesia occurred in the Decision Number 28/Pdt.G/2017/MS-Aceh. There is a legal fact that there has been an overlapping of waqf statements between Nadzir and the land owner whose land has been represented as waqf without the knowledge and legal consent of the person concerned. The land which became the object of waqf was the inheritance property obtained by the land owner. The village administration considered that the distribution of inheritance property to the land owner still have some remaining lands, so the village administration took the initiative to submit the registration of the land as a waqf land belonging to the village. Village administration together with the authorities made an evidence letter of waqf pledge in the form of a replacement deed for the waqf pledge issued by the Head of the Office of Religious Affairs. The formulation of the problem in this research is how to regulate the legality of law act for the waqf in the replacement deed of waqf pledge deed and how the considerations and decisions of judges in Decision Number 28/Pdt.G/2017/MS-Aceh. This legal research is normative juridical in the form of evaluative descriptive research to describe and explain the basic concepts of waqf and the arrangement of replacement deed of the waqf pledge deed. This study used a statutory approach, a case approach and a conceptual approach. The results of the research showed that the practice of waqf is considered valid if it has fulfilled the elements, procedures and etiquettes as well as officially stated in the Authentic Deed in the form of the Waqf Pledge Deed and/or Replacement Deed of the Waqf Pledge Deed. Replacement Deed of Waqf Pledge in principle is a documentary evidence that has the same purpose and function as the Deed of Waqf Pledge and the difference lies in the legal event in the Waqf pledge.
Keywords: Waqf, Waqf Pledge, Replacement Deed of Waqf Pledge Deed
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karin Permata Ningrum
"Gadai Saham adalah jaminan yang sering kali dipakai dalam perjanjian kredit. Dalam hukum jaminan, gadai saham adalah perjanjian acessoir dari perjanjian pokoknya yaitu hutang-piutang. Penelitian ini mengangkat masalah mengenai (1) peran, tugas, (2) tanggung jawab Direksi Perseroan Terbatas dan Notaris dalam Gadai Saham; serta mengenai keabsahan akta gadai saham yang tidak di daftarkan dalam Daftar Khusus dan Daftar Pemegang Saham. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundangundangan, buku dan jurnal. Dari hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa Direksi Perseroan Terbatas dalam Gadai Saham berperan mewakili Perseroan Terbatas dalam pembuatan Akta Gadai Saham, memiliki tugas untuk mencatatkan Akta Gadai Saham tersebut dalam Daftar Khusus dan Daftar Pemegang Saham Perseroan dan Direksi bertanggung jawab secara pribadi dan penuh dalam setiap kerugian yang dialami oleh Perseroan. Peran Notaris dalam Akta Gadai Saham adalah sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta Gadai Saham, memberikan nasehat hukum dan memastikan setiap proses Akta Gadai Saham. Keabsahan Akta Gadai Saham yang tidak didaftarkan dalam Daftar Khusus dan Daftar Pemegang Saham adalah tidak sah karena merupakan perbuatan melawan hukum dan Akta Gadai Saham tersebut menjadi batal demi hukum. Notaris sebaiknya meminta tanda terima sertipikat saham yang telah diserahkan kepada penerima gadai dan meminta kepada Direksi Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus yang memuat Akta Gadai Saham yang telah dicatatkan.

A stock pledge serves as a collateral generally used in credit agreements. In civil law, a stock pledge is an accessory contract to its principal debt contract. This research aims to analyze (1) the role, task, and responsibility of the Board of Directors to a Limited Liability Company and a Public Notary on a stock pledge (2) to analyze the legality of an unregistered stock pledge agreement in the Shareholder Register and Special Register. The method used to analyze this research is legal-normative by studying secondary legal sources, such as laws, books and journals. From this research, it can be concluded that the role of the Board of Directors to a Limited Liability Company is to represent the company in registering the Stock Pledge Agreement in the Shareholder Register and Special Register. The Directors are also responsible for the losses suffered by the company. As for the role of Public Notary in a Stock Pledge Agreement, they are to provide legal counsels and to ensure each process of the agreement has been registered in the Shareholder Register and Special Register. An unregistered Stock Pledge Agreement is considered invalid because it is a tort, making said agreement null and void. Therefore, a Public Notary should request the receipt for the Stock Certificate that has been submitted to the beneficiary and also a registered Stock Pledge Agreement from the Board of Directors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokalu, Abraham Andy
"Tesis ini membahas mengenai pemberian jaminan rekening bank (bank account) yang diberikan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai dan apabila debitur wanprestasi, dijelaskan pula mengenai ketentuan pelaksanaan lelang eksekusi terhadap jaminan gadai rekening bank (bank account). Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana proses pemberian jaminan gadai rekening bank (bank account) yang diberikan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai dan bagaimana ketentuan pelaksanaan lelang eksekusi terhadap jaminan gadai rekening bank (bank account). Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode kepustakaan.
Kesimpulan dari tesis ini adalah PT X, Tbk dengan Z Limited telah membuat perjanjian gadai rekening bank yang mengikuti perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian kredit. Rekening bank yang dimiliki PT X, Tbk berada di bawah penguasaan Z Limited sehingga timbulnya gadai telah terpenuhi. Dalam hal ini yang digadaikan adalah rekening penampungan (escrow account). PT X, Tbk wanprestasi terhadap perjanjian kredit sehingga Z Limited berhak untuk melakukan eksekusi terhadap jaminan yang diberikan oleh PT X, Tbk. Dalam perjanjian gadai, diatur bahwa apabila PT X, Tbk wanprestasi, maka PT X, Tbk tersebut wajib untuk memberitahukan secara tertulis kepada bank dimana rekening bank atas nama PT X, Tbk berada bahwa seluruh pembayaran oleh bank tersebut wajib diberikan kepada Z Limited. Apabila pembayaran oleh bank tersebut diberikan kepada PT X, Tbk maka pembayaran tersebut tidak sah dan bank tidak akan dilepaskan dari kewajiban pembayaran tersebut. Namun, apabila tidak diperjanjikan, maka penerima gadai memiliki hak untuk menjual barang gadai di muka umum (pelelangan). Pada dasarnya, ketentuan pelaksanaan lelang eksekusi gadai rekening bank sama saja dengan ketentuan pelaksanaan lelang pada benda bergerak.

This thesis concerning the granting of pledge of bank accounts which is given by pledgor to pledgee and in the event the debtor breach (event of default) the agreement, also explained the provisions of the implementation of auction of execution through pledge of bank accounts. The subject matters of this thesis are how the process of granting of pledge of bank accounts and how the provision of the implementation of auction of execution through pledge of bank accounts. The method of this thesis is legal normative with literature method.
The conclusion of this thesis are PT X, Tbk with Z Limited has entered the agreement of pledge of bank accounts and follows the master agreement, which is the facility agreement. Also the bank accounts which is owned by PT X, Tbk under the possession of Z Limited in such a way that the pledge has been incurred. In this matter the form of bank account is escrow account. PT X, Tbk breached the facility agreement and Z Limited has the right to execute the guarantee which given by PT X,Tbk. In the pledge of bank accounts agreement, it is stated that in the event PT X, Tbk breach such agreement, PT X, Tbk is obliged to notify in writing to bank where the bank accounts under the name of PT X, Tbk located that all the payments by such bank must be made to Z Limited. In the manner that such payment made by the bank concerned to PT X, Tbk will be invalid and will not discharge the bank concerned of its payment obligation. However, if it is not agreed by the parties, pledge has the right to sell the pledged object by auction. Basically, the implementations of auction?s execution of bank accounts apply equally to the implementation of auction?s execution of movable asset.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25989
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indirarini
"Seumumnya pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian gadai adalah kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit. Namun tidak tertutup kemungkinan terlibatnya pihak ketiga, baik sebagai pemberi gadai atau pemegang gadai. Dalam hal terjadi wanprestasi dari debitur/pemberi gadai dan cukup dasar bagi pemegang gadai untuk mengeksekusi barang gadai maka terdapatlah peran penting notaris untuk membuat akta berkaitan acara eksekusi barang gadai dimaksud. Sebagaimana diketahui, pelaksanaan jabatan notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dimana didalamnya terdapat pembatasan mengenai pihak-pihak yang dikatakan memiliki kepentingan langsung terhadap akta.
Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara kualitas pihak-pihak dalam sebuah eksekusi gadai saham dan ketentuan mengenai pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap akta yang dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris. Dibahas pula mengenai keputusan Majelis Pengawas Wilayah DKI Jakarta sehubungan dengan putusannya berkaitan dengan kasus mengenai pihak yang memiliki kepentingan terhadap akta. Dalam keputusan tersebut terjadi kekeliruan penerapan peraturan mengenai konsep pihak yang berkepentingan langsung terhadap akta serta kesalahan pemberian sanksi kepada notaris, dimana MPW DKI Jakarta memberikan sanksi melebihi tuntutan pemohon dan UUJN serta Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
Penulisan penelitian mni menggunakan metode penelitian normatif. Notaris dan Majelis Pengawas Notaris harus dapat membedakan antara pihak yang memiliki kepentingan terhadap akta dan pihak yang berkepentingan terhadap akta bahkan diperlukan sebuah definisi khusus mengenai pihak-pihak yang dikatakan memiliki kepentingan langsung terhadap akta yang dibuat oleh/dihadapan notaris agar tidak terjadi perbedaan penafsiran dan didapatkan kepastian hukum serta esensi dari kewenangan notaris yang bersumber dari kepercayaan kliennya dapat tercapai.

Basically, involved parties in Pledge Agreement are the creditor and debtor in Credit Agreement. But it is not limited to third party to involve as pledgor or pledgee. In terms of debtor's default and pledgee has enough reasons to execute the collateral, then the role of notary to draw deed regarding to the execution became important. As known, the performance of notary occupation is order by Regulation Number 30 Year 2004 of Notary Occupation (UUJN), whereas limitation of parties considered as parties with direct interest to deed.
This research studied and discussed the connection between the quality of parties in the share pledge execution with the regulation pursuant to parties with direct interest to deed which drawn by and/or before notary. Also discussed, the verdict of Notary Overseer Board DKI Jakarta Region in relation to the case regarding to parties with direct interest to deed. In the verdict, mistake occurred regarding to implementation of regulation about the concept of parties with direct interest to deed and error in punishment to notary, whereas the Notary Overseer Board DKI Jakarta Region verdict punishment to notary higher than the applicant plead, UUJN and Ministry of Law and Human Right Regulation Number: M.02.PR.08.10 Year 2004 of Order of Member Appointment, Member Dismissal, Work Order and Order of Notary Overseer Board Investigation.
This research used the normative methodology. Notary and Notary Overseer Board should be able to differentiate between parties with direct interest to deed and parties who have interest to deed, more over it need's specific definition pursuant to parties with direct interest to deed drawn by and/or before notary so there will be no different interpretations and meet the certainty of law, also the essence of notary authority which descended from their client trust can be achieve.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rifa`i
"Emas merupakan logam mulia yang sangat diminati untuk investasi. Di Indonesia, Investasi emas pada bank syariah didasarkan pada Fatwa DSN MUI No. 77/DSNMUI/ VI/2010 tentang Jual beli Emas Secara Tidak Tunai dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/16/Dpbs tahun 2012 tentang Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah banyak bank syariah yang memberikan Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE), diantaranya Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah).
Pokok permasalahan pada skripsi ini adalah bagaimana penerapan akad murabahah dan akad murabahah berdasarkan hukum Islam dan hukum positif. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif untuk mengetahui penerapan akad murabahah dan rahn pada PKE BSM dan BNI Syariah.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa PKE BSM dan BNI Syariah terdapat masalah terkait dengan objeknya yang tidak ada pada saat akad disepakati, sehingga melanggar rukun akad yang mengandung unsur gharar, tetapi pada akad rahnya telah sesuai.

Gold is a pure metal which so popular for investment. In Indonesia, the regulation against gold investment in Islamic bank is ruled under Fatwa of National Sharia Bord?Indonesia Ulema Concil Number. 77/DSN-MUI/VI/2010 concerning of Sell- Purchase of Gold by Credited and Circulating Letter of Bank Indonesia No. 14/16/Dpbs year of 2012 concerning about Gold Own Financing to Islamic Bank and Islamic Trade Unit, many of Islamic bank in Indonesia gave Gold Own Financing, those of them are Bank Syariah Mandiri (BSM) and Bank Indonesia Syariah (BNI Syariah).
The issue of this thesis is how the implementation of murabaha and rahn based on Islamic law and positive law perspective. This research use juridical method with descriptive typology to know about the implementation of murabaha and rahn in gold own financing at BSM and BNI Syariah.
As the result of research, factually in BSM dan BNI Syariah the object of akad (gold) are not there when akad is signed, so it violets requirement of akad. But for akad rahn in both banks are correct.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61877
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Arindi Putri
"Saat ini, banyak debitur korporasi besar yang membutuhkan kemudahan dalam memperoleh kredit, yang mana kemudahan ini tidak diperoleh ketika debitur harus memberikan suatu agunan kepada bank. Oleh sebab itu, bank memberikan alternatif penjaminan berupa Negative Pledge yang didasarkan pada kepercayaan pada nasabah debitur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaturan negative pledge sebagai jaminan dalam pemberian kredit perbankan di Indonesia serta mendeskripsikan praktik perkreditan dengan jaminan negative pledge di Bank XYZ. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah metode pendekatan kualitatif, dengan bentuk hasil penelitian berupa penelitian deskriptif analitis yang memberikan pemaparan informasi serta analisis yang telah diperoleh oleh penulis dalam penelitian ini.
Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa terdapat beberapa dasar hukum yang dapat dijadikan landasan penerapan negative pledge sebagai jaminan kredit, baik dari segi hukum perbankan, hukum jaminan, hukum perjanjian, serta berbagai penerapannya di dunia. Pada penerapannya di Bank XYZ, kredit dengan jaminan berupa kondisi negative pledge tidak mempersyaratkan adanya agunan sebagai jaminan kredit. Oleh sebab itu, kredit dengan jaminan negative pledge diberikan pada debitur- debitur segmen korporasi yang memenuhi beberapa persyaratan lainnya. Selain itu, bank juga melihat track recod nasabah tersebut dalam ranah finansial serta prospek usahanya.

These days, many major corporate debtors is need an easiness to access bank loan, in which could not be obtained if the bank requires them to give any collateral as a security for the loan. Therefore, some banks in Indonesia provide negative pledge as an alternative form of loan security, which based on bank rsquo s trust against debtors. The purpose of this research is to identify the law of negative pledge as a loan security in Indonesia and to describe the application of loan agreements with negative pledge as its security in Bank XYZ. Research method used in this research is qualitative method, in which resulting to an analytic descriptive research that gives some explanations about the information and analysis done by the Writer.
The result of this research is that there are a few legal basis in the area of banking law, security law, contract law, and some best practices in the world, which can be the basis to the practice of negative pledge as a loan security. For the practice in Bank XYZ, loan agreements with negative pledge as a security would not require the debtors to give any collateral to the Bank. Therefore, this kind of facility will only be given to the major corporate debtor that meets the requirements made by the Bank. Furthermore, Bank XYZ also consider the factor in the area of financing and business prospect of such debtors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66364
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giovani Dhaniswara
"KPBU merupakan salah satu skema pengadaan infrastuktur publik yang melibatkan swasta dengan alokasi risiko diantara para pihak terkait. Project finance merupakan salah satu mekanisme pembiayaan KPBU. Indonesia menjadi salah satu negara anggota yang meminjam dana dari IBRD Bank Dunia, sehingga terikat dengan General Conditions for IBRD Financing yang salah satu ketentuanya mengatur terkait negative pledge. Penelitian ini akan menjawab permasalahan terkait regulasi dan mekanisme pembiayaan proyek KPBU dengan skema project finance dan kaitannya dengan WBNP. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. KPBU menggunakan skema BOT, dimana SPV bertanggung jawab atas pembiayaan, pembangunan, dan pengoperasian proyek selama masa konsesi. Project finance sendiri merupakan skema pembiayaan KPBU yang menjadikan SPV sebagai pihak peminjam dana dengan sistem limited recourse. Project finance belum diatur secara spesfik dalam hukum Indonesia, namun pelaksanaanya dapat merujuk kepada peraturan perundang-undangan terkait perbankan, agunan, dan pelaksanaan perkreditan dan pembiayaan bagi bank umum. Klausul negative pledge Bank Dunia mengatur bahwa dalam hal terdapat peletakan kepentingan jaminan di atas aset publik terkait utang dengan pihak ketiga (tanpa persetujuan Bank Dunia), akan memberikan IBRD Bank Dunia kepentingan jaminan yang sama dan pro rata atas aset yang bersangkutan. Klausula tersebut memiliki keterkaitan dengan status jaminan proyek dan kedudukan kreditor senior pada project finance, dimana project finance dapat menjadi skema pembiayaan alternatif untuk menghindari keberlakuan negative pledge Bank Dunia. Pendefinisian aset publik yang sangat luas dalam General Conditions for IBRD Financing harus dispesifikasi dan project finance dapat dikecualikan dari keberlakuan negative pledge Bank Dunia.

PPP is one of the schemes used in public project procurement which is involving the private sector with risk allocation between the related parties. As Indonesia is one of the member countries of the IBRD loan program, it is subject to General Conditions for IBRD Financing which one of the provisions is the negative pledge. This research would solve the problem regarding regulation and mechanism of the project finance and its connection to World Bank Negative Pledge. This research uses a normative legal research method with a descriptive research type. PPP is applying a BOT scheme, where SPV is liable for the project’s financing, construction, and operation risk during the concession period. Project finance is a PPP financing scheme in which SPV is the party of the financing agreement with a limited recourse system. Project finance is not yet regulated specifically in Indonesia and the implementation is subject to the law and regulations regarding banking, securities, and the application of credit and finance for commercial banks. World Bank Negative Pledge Clause stipulates that any lien created on any public assets without World Bank consent, those assets will equally and ratably secure IBRD Loan Payments. The clause is having a correlation with the project collaterals, securities status, and senior lender standing in the project finance, where the presence of project finance is the alternative scheme to avert the effectuation of negative pledge to the public infrastructure financing. For recommendations, the broad scope of public asset definition ought to be specified and the project finance could be stipulated as the negative pledge exceptions for the foreign investor certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Fenny Amelia
"Secara umum ada 2 dua jenis kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya ditinjau dari segi jaminan yaitu kredit dengan jaminan dan kredit tanpa jaminan. Salah satu ketentuan yang dimasukkan dalam perjanjian kredit tanpa jaminan adalah klausul Negative Pledge. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1 akibat hukum dari penggunaan klausul Negative Pledge dalam Perjanjian Kredit dan 2 penyelesaian terhadap masalah yang timbul dari penggunaan klausul Negative Pledge. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Data yang digunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif, pengambilan keputusan dengan logika deduktif.
Hasil penelitian adalah 1 akibat hukum yang timbul dari penggunaan klausul Negative Pledge antara lain merupakan Perjanjian Kredit Tanpa Jaminan, Kreditur berkedudukan sebagai Kreditur Konkuren, Kreditur tidak dapat melakukan eksekusi langsung, tidak dilakukannya pendaftaran Fidusia, penguasaan aset dan harta tetap berada di tangan Debitur, Debitur tidak dapat menjaminkan aset dan harta kepada Kreditur lain, serta risiko kemacetan kredit yang berpengaruh bagi Bank dan Negara. 2 penyelesaian masalah yang timbul dari penggunaan klausul Negative Pledge adalah dengan menerbitkan Peraturan Pelaksana yang mengatur teknis penggunaan klausul Negative Pledge dan dengan adanya Pembatasan dari Negara.

In general, there are two 2 types of loans granted by the bank to its customers in terms of assurance the secured loans and unsecured loans. One of the provisions included in unsecured loan agreement is Negative Pledge clause. Objectives of this research are to determine 1 legal consequences from the use of Negative Pledge clause in Loan agreement and 2 how to resolve the problem which occured from implementation of Negative Pledge. This research is a normative law prescriptive. Data used are secondary datas were analyzed qualitatively while decision making based by deductive logic.
Research result 1 the legal consequences occurs from the use clause Negative Pledge which are Unsecured Loan agreement, Creditors domiciled as a creditor Concurrent, creditors cannot execute the collateral directly, the registration of Fiduciary is not done, control of assets and property remains in the hands of the Debitor, the Debitor shall be committed to ensuring that assets and property will not be taken as mortgage to other creditors, as well as the risk of the credit crunch affecting the Bank and the State. 2 Settlement of problems occurs from the use Negative Pledge clause are by issuing Implementing Regulations governing the technical use and with restriction from the State as well for the implementation of Negative Pledge clause.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>