Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M.Tohir Effendi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triretno K. Pratiwi
"ABSTRAK
Setelah masa isolasi di Jepang berakhir lahirlah pemerintah baru yang melakukan pembaharuan-pembaharuan berdasarkan sumpah jabatan Kaisar. Sebagian besar kebijakan yang diambil menguntungkan negara tetapi menyengsarakan rakyat walaupun demikian lahir kelompok intelektual yang bertujuan menyebarkan pencerahan, memajukan bangsa, dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara Barat.
Terjadi pertentangan antara kelompok intelektual yakni kelompok yang ingin segera melaksanakan modemisasi dan melakukan pengembangan dalam negeri dengan kelompok yang berencana mengirim ekspedisi ke Korea. Kelompok yang terakhir ini kemudian kalah dalam perdebatan dan keluar dari pemerintahan menyusul kemudian membentuk Aikokukoto.
Aikokukoto yang merupakan organisasi pertama yang mempunyai sasaran pembentukan lembaga perwakilan rakyat temyata tidak berumur panjang namun demikian sempat melahirkan sebuah petisi yang kemudian menjadi pemikiran dan pembahasan dalam masyarakat Jepang.

"
1995
S13892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
"Diplomasi ekonomi di ranah industri kelapa sawit sebenarnya sudah menjadi perhatian di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Diplomasi ini bisa dilakukan oleh aktor non-negara, seperti Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji upaya diplomasi yang dilakukan aktor SPKS dalam meningkatkan kesejahteraan petani sawit kecil dan menarik investasi untuk berbagai program peremajaan sawit. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian ini merupakan satu kasus implementasi diplomasi ekonomi oleh aktor non-negara. Penelitian ini juga menggunakan analisis induktif, yaitu berbagai data kecil dan khusus mengenai strategi lobi yang dilakukan SPKS melalui petisi online di change.org akan ditelaah dan diinterpretasikan, untuk kemudian ditarik gambaran yang lebih umum mengenai upaya diplomasi ekonomi oleh aktor non-negara. Sementara konsep yang digunakan adalah konsep petisi online. Hasilnya, petisi online yang dilakukan SPKS telah mampu menarik perhatian publik, namun masih perlu dukungan dari pemerintah. Simpulan penelitian ini adalah perlu ada sinergisitas antarkementerian di Indonesia dan pengusaha untuk mendukung petisi online yang dilakukan SPKS, seperti Kementerian Pertanian, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Seluruh pihak tersebut berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas sawit domestik, mengembangkan kompetensi, dan menyejahterakan petani sawit."
Jakarta: Biro humas settama lemhanas RI, 2020
321 JKLHN 44 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Munajat
"Keberadaan Kelompok Petisi 50 sangat tenomenal dalam wacana perpolitikan Indonesia pada masa Orde Baru Kelompok itu "mewakili" kelompok-kelompok lain dalam masyarakat yang merasa tidak serasi dengan pemerintah. Kehadirannya dapat pula dipandang sebagai puncak dari permasalahan ketidakserasian di antara masyarakat demean pemerintahan yang tengah berkuasa. Keberadaannva menumbuhkan dan menyambung kembali mata rantai semangat dan daya serta kekuatan kritis masyarakat yang selama ini selalu dilumpuhkan dan diputuskan oleh pemerintah. Kekuatan kritis yang dimaksud terutama ialah gerakan mahasiswa yang selalu menunjukkan kekuatan massy dengan mengambil bentuk demonstrasi.
Kelompok Petisi 50 terbentuk dari diskusi-diskusi yang meretleksikan kontlik antarelit politik. Ketersingkiran dari perpolitikan nasional dan penghayatan alas praktik,politik yang tidak sesuai dengan pengharapan bercampur menjadi factor yang menjadi sebab kemunculan konflik Demokratisasi adalah tema utama yang dikedepankan dan diperjuangkan untuk diwujudkan oleh Kelompok Petisi 50.
Pemerintah Orde Baru dalam persepsi Kelompok Petisi 50 adalah pemerintahan yang menjalankan demokrasi semu. Kelompok Petisi 50 menghendaki adanva kondisi politik yang lebih bail: setelah menyaksikan penyimpangan yang dilakukan pemerintah Orde Baru. Senarai di atas menunjukkan bahwa peran Kelompok Petisi 50 dalam kehidupan politik Orde Baru cukup strategis sebagai pressure group dalam rangka kontrol politik sejak tahun 1980 hingga jatuhnva pemerintah pada 1998. Oleh sebab itulah aktivitas anggota Kelompok Petisi 50 dikendalikan dengan berbagai cara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T37410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Jonathan P
"Value stream mapping adalah metode dari konsep lean manufacturing yang bertujuan untuk memetakan aliran material dan informasi pada sebuah proses. Dibantu dengan metode waste relationship matrix, jenis-jenis waste pada peta value stream dapat teridentifikasi sehingga dapat dimitigasi dengan value stream mapping analysis tool yang sesuai. Riset ini bertujuan untuk menerapkan value stream mapping pada proses perbaikan rotating equipment yaitu pompa jenis Pump P04-CD3 yang merupakan equipment untuk menyokong aktivitas produksi minyak. Setelah penerapan metode, jenis-jenis waste yang menjadi akar permasalahan dari proses perbaikan equipment tersebut adalah transportation waste, process waste dan motion waste. Setelah dilakukan improvement, lead time perbaikan berkurang sebanyak 46.7%, cycle time perbaikan berkurang sebanyak 3.8% dan non-value-added time berkurang sebanyak 57.9%.

Value stream mapping is a method derived from the lean manufacturing concept which aims to map the flow of material and information of a process. Assisted by the waste method relationship matrix, the types of waste on the value stream map can be identified so that it can be mitigated with an appropriate value stream mapping analysis tool. This research aims to apply value stream mapping to the repair process of rotating equipment, namely Pump P04-CD3 which is equipped to support oil production activities. After the application of the method, the types of waste that become the root cause of the equipment repair process problem are transportation waste, process waste and motion waste. After improvement, the repair lead time was reduced by 46.7%, the repair cycle time decreased by 3.8%, and the non-value-added time decreased by 57.9%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rey Fahriza
"Penelitian ini membahas tentang pemanfaatan petisi online sebagai alat advokasi kebijakan. Permasalahan yang dibahas di dalam penelitian ini adalah bagaimana pemanfaatan petisi online sebagai alat advokasi kebijakan sehingga dapat mencapai tujuan dari advokasi. Penelitian ini menggunakan petisi online di Change.org Indonesia yang berjudul “Penghapusan Syarat Diskriminatif Terhadap Penyandang Disabilitas Pada CPNS 2019” sebagai studi kasus. Hal yang menarik dari studi kasus ini adalah petisi ini dibuat oleh perseorangan tanpa membawa nama lembaga, Ormas, atau komunitas manapun. Selain itu, petisi ini hanya mendapatkan dukungan akhir sebanyak 1.894 tandatangan, namus petisi ini berhasil menang karena berhasil mengubah kebijakan. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori advokasi kebijakan. Advokasi kebijakan adalah segala upaya dan aktivitas yang dilakukan untuk mendorong perubahan kebijakan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam untuk mengumpulkan data primer dan studi literatur untuk mengumpulkan data sekunder. Temuan dari penelitian ini adalah petisi online juga harus diikuti dengan aktivitas advokasi kebijakan lain baik secara online seperti kampanye dan menyebarkan isu petisi di media sosial, maupun secara offline seperti aksi unjuk rasa dan demonstrasi turun ke jalan, untuk memperkuat efektivitas petisi online dalam memengaruhi kebijakan pemerintah.

This research discusses the utilization of online petitions as a policy advocacy toolkit. The problem discussed in this research is how to use online petitions as a tool for policy advocacy to achieve the objectives of advocacy. This study uses an online petition at Change.org Indonesia entitled "Eliminating Discriminatory Conditions Against Persons with Disabilities in CPNS 2019" as a case study. The interesting things from this case study are that this petition was made by individuals without the name of any institution, CBO, or community. In addition, this petition only received final support of 1,894 signatures, but this petition won because it successfully changed public policy. In this research, the writer uses the policy advocacy theory. Policy advocacy is all efforts and activities undertaken to encourage policy change. This research has used qualitative research methods by conducting in-depth interviews to collect primary data and literature studies to collect secondary data. The findings of this study are that online petitions must also be followed by other policy advocacy activities both online such as campaigns and disseminating petition issues on social media, as well as offline such as demonstrations and street demonstrations, to strengthen the effectiveness of online petitions in influencing government policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jagat Alfath Nusantara
"Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai pembentukan dan penyebaran wacana moral panik melalui petisi online Change.org pada kasus petisi penolakan film Kucumbu Tubuh Indahku. Film ini dianggap memilki ancaman moral dan ancaman terhadap rusaknya nilai-nilai dan norma pada masyarakat dominan. Ancaman ini berkaitan pada keyakinan dan kepercayaan tentang gender dan seksualitas di masyarakat Indonesia. Film Kucumbu Tubuh Indahku dianggap masyarakat memilki konten dan perilaku homoseksual. Masyarakat Indonesia memilki sensitifitas terhadap homoseksual, karena dianggap sebagai penyimpangan dan sesuatu yang abnormal untuk itu film Kucumbu Tubuh Indahku dianggap sebagai “folk devils”. Kepanikan moral terhadap adanya penayangan film Kucumbu Tubuh Indahku mengundang reaksi masyarakat untuk menolak film ini. Penolakan film ini ditransformasikan dalam bentuk petisi dengan menggunakan teks sebagai sarana untuk membentuk opini di masyarakat. Wacana moral panik dibuat sebagai bentuk kepentingan masyarakat dominan dalam menjaga nilai dan budaya mengenai konsep gender dan seksualitas yang ada dan diyakini di masyarakat. Proses penyebaran wacana moral panik menggunakan sosial media sebagai strategi untuk menyebarkan dan membentuk wacana.

This study is discussed regarding the formation and spread of the discourse of moral panic through the petition online Change.org in the case of the petition refusal movie Kucumbu Tubuh Indahku. This film is considered to have a moral threat and a threat to the destruction of values and norms in the dominant society. This threat is about belief and beliefs about gender and sexuality in Indonesian society. Film Kucumbu Tubuh Indahku is considered by the public to have homosexual content and behavior. Indonesian society has a sensitivity towards homosexuality, because it is considered a deviation and something abnormal is for this that the film Kucumbu Tubuh Indahku is considered as "folk devils". The moral panic over the screening of the film Kucumbu Tubuh Indahku prompted public reactions to reject this film. Rejection of the film is transformed in the form of petitions by using the text as a means to establish opinion on society. Moral panic discourse is made as a form of dominant society's interest in maintaining values and culture regarding the concept of gender and sexuality that exist and are believed in society. The process of spreading moral discourse in panic uses social media as a strategy to disseminate and shape discourse."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma
"ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis petisi online Change.org Indonesia sebagai alat advokasi kebijakan periode tahun 2015-2016 dengan menggunakan konsep sifat, bentuk, fungsi, aktivitas atau taktik penyampaian pesan, dan juga konsep evaluatif. Analisis petisi online mengacu pada aktivitas advokasi kebijakan lain yang dilakukan secara online dan offline untuk mendukung petisi online. Aktivitas advokasi kebijakan tersebut mencakup upaya meningkatkan kesadaran. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan menganalisis petisi online yang dipilih berdasarkan sembilan kategori. Data pendukung diperoleh melalui wawancara. Penelitian ini menemukan bahwa petisi online yang didukung dengan aktivitas advokasi kebijakan lain seperti advokasi media, kampanye secara online dan aksi offline, pengorganisasian, lobi, dan event akan dikategorikan secara intermediate yaitu berhasil menarik perhatian pembuat kebijakan atau target petisi. Petisi online dan aktivitas advokasi kebijakan tersebut akan menghasilkan liputan media, menumbuhkan kesadaran publik, membangun dukungan publik, dan juga berpotensi menghasilkan dukungan dari pembuat kebijakan. Petisi online yang didukung dengan aktivitas advokasi kebijakan lain akan mecapai konsep ultimate yaitu berhasil mencapai perubahan kebijakan ketika disertai penerimaan positif dari pembuat kebijakan atau target petisi. Pencapaian tujuan ultimate ini juga dipengaruhi oleh kemampuan penggerak petisi dalam mengeskalasi petisi online melalui aktivitas advokasi kebijakan lain guna menekan dan mendesak pembuat kebijakan. Ketika petisi online dan aktivitas advokasi kebijakan lain menghasilkan perubahan kebijakan, maka keaktifan penggerak petisi masih diperlukan untuk mengawasi implementasi kebijakan yang dihasilkan.

ABSTRACT
This study analyzed the online petition Change.org Indonesia as a tool of policy advocacy in 2015 2016 period using the concept of nature, form, function, activity, and also an evaluative concept. The online petition analysis in this study refers to other policy advocacy activities conducted online and offline to support online petitions. Policy advocacy activities include efforts to raise awareness through media media advocacy , campaigns, organizing building coalitions , lobbying, and events. This study uses case study methods by analyzing selected online petitions based on nine categories of issues democracy, corruption, criminal justice, animal welfare, environment, human rights disability, tolerance, consumer rights, sports, health. Petitions also scrutinized by those gaining media coverage, engaging the community, and mobilizing other policy advocacy activities that support the success of online petitions. Supporting data is also obtained through interviews with online petition platform Change.org Indonesia, representatives of petitioners, communities involved as well as individuals who cast their votes signed the petition . The study founds that online petitions supported by other policy advocacy activities such as media advocacy, online campaigns and offline actions, organizing, lobbying, and events will be categorized intermediately by successfully attracting decision makers or petition targets. The online petitions and policy advocacy activities will generate media coverage, foster public awareness, build public support, and also potentially make support from policymakers. Online petitions backed up with other policy advocacy activities will achieve the ultimate concept of achieving policy changes when accompanied by positive earnings from policy makers or petition targets. This ultimate goal achievement also influenced by the ability to drive the petition in escalating online petitions through other policy advocacy activities to press and urge policy makers. When online petitions and other policy advocacy activities result in policy changes, the activeness of the petition drivers is still needed to oversee the implementation of the resulting policy."
2017
T48024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Faikah
"Tugas akhir ini mengkaji tentang perjuangan hak atas tanah masyarakat Aborigin di Northern Territory, Australia dari tahun 1963-1976. Hal ini dilatarbelakangi oleh keputusan Persemakmuran Australia mengumumkan kerjasama dengan perusahaan Perancis, Pechiney untuk membangun pabrik alumina dan pertambangan bauksit di Semanjung Gove, Northern Territory, Australia dengan mengalokasikan lahan seluas 140 mil persegi dari Cagar Alam Arnhem Land pada tahun 1963. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang meliputi tahapan heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. sumber yang digunakan meliputi arsip dokumen pemerintah Australia dari Arsip Nasional Australia, surat kabar dari Trove, serta buku-buku dan artikel jurnal yang diakses online dari Perpustakaan Australia, Jstor dan The Australian National University. Hasil penelitian menekankan penderitaan yang dialami oleh masyarakat Aborigin di Northern Territory, Australia di bawah kendali Persemakmuran Australia. Pada tahun 1963, masyarakat Aborigin memprakarsai gerakan hak atas tanah dengan mengajukan petisi Yirrkala ke Parlemen Australia. Kegagalan perjuangan masyarakat Yolngu pada tahun 1971 mendorong para aktivis- aktivis Aborigin dan masyarakat Larrakia dalam memperjuangkan hak atas tanah pada tahun 1972. Setelah Gough Whitlam menjabat sebagai Perdana Menteri Australia, pemerintahan Whitlam membentuk komisi Woodward yang merekomendasikan undang-undang hak atas tanah bagi masyarakat Yolngu. Pada tahun 1976, pemerintahan John Fraser mengesahkan The Aboriginal Land Rights (NT) Act 1976. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perjuangan mereka dapat dikatakan berhasil dengan menghasilkan undang-undang hak atas tanah meskipun kesejahteraan masyarakat Aborigin masih rendah.

This final project examines the land rights struggle of Aboriginal communities in the Northern Territory, Australia from 1963-1976. This is motivated by the Commonwealth of Australia's decision to announce a partnership with French company Pechiney to build an alumina plant and bauxite mine on the Gove Peninsula, Northern Territory, Australia by allocating 140 square miles of land from the Arnhem Land Reserve in 1963. This research uses the historical method which includes the stages of heuristics, verification, interpretation, and historiography. The sources used include archives of Australian government documents from the National Archives of Australia, newspapers from Trove, as well as books and journal articles accessed online from the Australian Library, Jstor and The Australian National University. The results emphasize the suffering experienced by Aboriginal people in the Northern Territory, Australia under the control of the Commonwealth of Australia. In 1963, Aboriginal people initiated a land rights movement by submitting the Yirrkala petition to the Australian Parliament. The failure of the Yolngu people's struggle in 1971 encouraged Aboriginal activists and the Larrakia people to fight for land rights in 1972. After Gough Whitlam became Prime Minister of Australia, the Whitlam government established the Woodward Commission which recommended land rights legislation for the Yolngu people. In 1976, the John Fraser government passed The Aboriginal Land Rights (NT) Act 1976. The conclusion of this research is that their struggle can be said to be successful by producing land rights laws even though the welfare of Aboriginal people is still low."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tangkilisan, Yuda Benharry
"Pada tanggal 31 Maret 1877 sebuah petisi dilayangkan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia. Petisi itu dikirim oleh para pemimpin Minahasa. Pada dasarnya, petisi ita mengajukan keberatan terhadap besluit Residen ivienado tanggal 25 Januari 1876 no 1 Lh A. Sebenarnya besluit itu mengatur peraturan tanah negara yakni ordonansi 1875 (Staatsblad 1875 no 199a). Para pemimpin Minahasa rnemprotes pornyataan bahwa Minahasa merupakan tanah milik negara (Hindia Belanda), seper_ti bunyi salah satu butir ordonansi itu. Dalam petisi itu dinyatakan bahwa hubungan Minahasa dan Belanda sejak pihak yang terakhir datang di daerah Sulawesi bagian utara diatur dengan perjanjian atau kontrak. Dasar hu_bungan itu bukan sebagai daerah taklukan dengan penakluknya, melainkan berlandaskan bentuk persekutuan. Atas pertimbangan hubungan sekutu itu, menurut para pemimpin Minahasa, seyogya nya ordonansi itu dipertimbangkan kembali. Padahal sejak menerima kembali daerah Minahasa dari tangan Inggris awal abad 19, Belanda memperlakukan Minahasa sebagai wilayah yang diperintah langsung (direct gebied), Dengan sendirinya, kebijaksanaan politik Belanda di Minahasa berlandas_kan dasar pemikiran tersebut di atas. Situasi yang berubah itu, tidak segera disadari oleh para pemimpin Minahasa. Dengan diterbitkannya ordonansi 1875 itu, kurang 1ebih setengah abad telah berlangsungnya perubahan politik, barulah mereka mafhum, dan untuk itu mereka memprotes."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S12569
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>