Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Eka Jaya, 1986
347.01 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Karjadi
Bogor: Politeia, 1985
345.05 KAR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Dep. Hukum-MA RI, 1986
347.01 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Karjadi
Bogor: Politeia, 1992
345.05 KAR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzan
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009
347.01 ACH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jelli Rita
"Penulisan ini mengkaji Eksistensi Peradilan Militer Pasca Tunduknya Militer pada Peradilan umum dalam hal melakukan tindak pidana umum. Hal ini bertitik tolak dari pasal 3 ayat 4 huruf a Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri. Kemudian diatur kembali dalam Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pasal 65 ayat 2 khususnya yang mengatur Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum. Yang membawa perubahan sangat mendasar, karena selama ini Peradilan Militer berwenang mengadili semua tindak pidana yang dilakukan prajurit, baik tindak pidana militer maupun tindak pidana umum.
Penelitian ini memberikan hasil bahwa hukum pidana militer merupakan lex spesialis dari hukum pidana umum yaitu hukum yang berlaku bagi justisiabel peradilan militer. Saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas RUU tentang Perubahan terhadap UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai tindak lanjut dari pasal 65 ayat 2 UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Merubah UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer hanya melakukan perubahan yang parsial, karena hanya merubah aspek structural saja. Sedangkan untuk Aspek substansi (hukum pidana materiel) tentang pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan oleh militer diatur dalam KUHPM pada pasal 2 yang menyatakan terhadap tindak pidana yang tidak tercantum dalam kitab Undang-undang ini (KUHPM) yang dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada kekuasaan badan-badan Peradilan Militer diterapkan hukum pidana umum. Menurut KUHPM tindak pidana yang dilakukan militer adalah tindak pidana yang diatur dalam KUHPM terdiri dari tindak pidana militer murni (hanya mungkin dilakukan oleh militer) misalnya, desersi, insubordinasi dan tindak pidana militer campuran yang pada prinsipnya sudah diatur dalam KUHP atau ketentuan lain tetapi dianggap ancaman pidananya perlu diperberat.

This thesis focuses on the existence of military court after placing the military under direction of general court in case of it member excecutes a general criminal action. The starting point of this study begin with article 3 paragraph 4 sub paragraph a, of People's Consultative Council Establishment number VII/MPR RI/2000 of Military and Police Role. Futhermore, this issue has been rearranged in law number 34 year 2004 of Indonesian Army, especially in article 65 paragraph 2 with is stated that soldiers should be processed in military court in case of the committed military criminal action, and yet should be processed in general court in case of they committed general criminal action. This brings a fundamental changes regarding authority of processing the soldiers who so far had been processed in military court, either they committed general criminal action or military criminal action in particular.
The study shows that military criminal law is a lex specialis of general criminal law which is applicable in military court jurisdiction. Recently, the Government and House of Representative have been discussing the Draft of Amendment of Law Number 31 year 1997 of Military Court as a follow up of article 65 paragraph 2 of Law number 34 year 2004 regarding Indonesian Army. By changing the law number 31 year 1997 of Military court is only necessary partial changes which focus only on structural aspect perse. While its substantial aspect i.e, material of criminal law itself regarding desecration to general criminal law committed by soldiers arranged in article 2 of Military Criminal Code (KUHPM) which is stated that over any criminal action which is not regulated in this code (KUHPM) committed by people that should be processed in military court affected by general criminal law. In KUHPM, criminal action committed by military covers what is known as pure military criminal which is only possible committed by military members such as desertation, insubordonance, and mixed military criminal action which have been regulated in Criminal Code, principally, or other regulations but the punishment of such action should be imposed heavier.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T38073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzan
Jakarta: Prenada Media, 2005
347.01 ACH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sinar Grafika, 1993
347.01 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alifian Geraldi Fauzi
"Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, kompetensi mengadili pengadilan tata usaha negara (PTUN) mengalami perluasan kompetensi absolut yang sangat signifikan. Kewenangan untuk mengadili objek sengketa tidak saja berupa keputusan tata usaha negara (KTUN) tetapi termasuk juga tindakan faktual badan dan/atau pejabat pemerintahan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana implikasi perluasan kompetensi mengadili peradilan tata usaha negara pasca berlakunya UU AP dan bagaimana titik singgung kompetensi mengadili sengketa onrechtmatige overheidsdaad antara peradilan umum dengan peradilan tata usaha negara. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan mengkaji asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan yang bersifat inkracht van gewijsde yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dibahas. Hasil penelitian menunjukan bahwa implikasi perluasan kompetensi mengadili peradilan tata usaha negara terhadap perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad) pasca berlakunya UU AP adalah meliputi tindakan administrasi pemerintahan termasuk tindakan faktual yang dilakukan oleh badan dan/atau pejabat administrasi pemerintahan dan benang merah titik singgung kompetensi mengadili antara peradilan umum dengan peradilan tata usaha negara terhadap sengketa onrechtmatige overheidsdaad adalah walaupun suatu tindakan administrasi pemerintahan sama-sama dilakukan oleh subjek hukumnya badan dan/atau pejabat pemerintahan tetap harus dilihat terlebih dahulu sumber atau dasar dilakukannya tindakan administrasi pemerintahan tersebut.

After the enactment of Law Number 30 of 2014 concerning Government Administration, the competence to adjudicate at the State Administrative Court (PTUN) experienced a very significant expansion of absolute competence. The authority to adjudicate the object of the dispute is not only in the form of state administrative decisions (KTUN) but also includes factual actions of government bodies and/or officials. The problem in this research is what are the implications of expanding the competence to adjudicate state administrative courts after the enactment of the AP Law and what are the points of contact for competence to adjudicate on-rechtmatige overheidsdaad disputes between the general court and the state administrative court. This type of research is normative juridical legal research by examining legal principles, statutory regulations and inkracht van gewijsde court decisions related to the legal issues discussed. The results of the research show that the implications of expanding the competency to adjudicate state administrative courts regarding unlawful acts by government bodies and/or officials (onrechtmatige overheidsdaad) after the enactment of the AP Law are to include government administration actions including factual actions carried out by government administration bodies and/or officials and The common thread that touches on the competency to adjudicate between the general judiciary and the state administrative judiciary regarding disputes on rechtmatige overheidsdaad is that even though a government administrative action is equally carried out by the legal subject, government bodies and/or officials must first look at the source or basis for carrying out the government administrative action."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library