Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfa Fitri
"Klausul MAGA sebagai penjaminan terhadap pembangunan infrastruktur di Indonesia belum mampu untuk memberikan perlindungan kepada Badan Usaha Pelaksana (BUP) dalam perjanjian konsesi KPBU atas risiko politik dikarenakan tidak adanya regulasi yang jelas tentang MAGA sebagai dasar hukum penjaminan pembangunan infrastruktur. Tesis ini membahas faktor-faktor apa saja yang menghambat eksekusi MAGA ketika terjadi peristiwa politik dan apakah klausul MAGA dalam perjanjian konsesi Multi-Lane Free Flow telah mampu melindungi BUP jika dibandingkan dengan klausul serupa di Albania dan Filipina. Penelitian ini adalah penelitian doktriner dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan perbandingan Negara Albania dan Filipina. Hasil penelitian ini menunjukkan; Pertama,  dalam eksekusi MAGA sebagai penjaminan infrastruktur atas risiko politik memiliki beberapa faktor penghambat yaitu ketidakpastian regulasi dan birokrasi, kurangnya sumber daya kemampuan negara, dan instabilitas situasi politik. Faktor-faktor penghambat tersebut memiliki relevansi dengan risiko politik yang berdampak langsung pada pembangunan infrastruktur yaitu, ketidakpastian sistem hukum, korupsi dan tata kelola pemerintahan yang buruk, pencabutan konsesi, dan ekspropriasi. Kedua, klausul MAGA dalam perjanjian konsesi yang saat ini diterapkan oleh Indonesia belum mampu memberikan perlindungan kepada BUP. Hal ini dikarenakan belum ada regulasi yang mengatur ruang lingkup MAGA dan kewajiban kontinjensi karena sifat dari risiko politik yang berbeda dari risiko infrastruktur lainnya. Maka, dalam penelitian ini direkomendasikan regulasi pengaturan untuk  membuat regulasi yang mengandung ketentuan klausul MAGA dan mengubah aturan mengenai kewajiban finansial untuk memasukkan  norma kewajiban kontinjensi.

The MAGA clause as a guarantee for infrastructure development in Indonesia has not been able to provide protection to Special Purpose Vehicle (SPV) in PPP concession agreements against political risks due to the absence of clear regulations regarding MAGA as a legal basis for guaranteeing infrastructure development. This thesis discusses what factors hinder the execution of MAGA when political events occur and whether the MAGA clause in the Multi-Lane Free Flow concession agreement has been able to protect the SPV when compared with similar clauses in Albania and the Philippines. This research is doctrinal research with a legislative and comparative approach to Albania and the Philippines. The results of this research show; First, the implementation of MAGA as an infrastructure guarantee against political risks has several inhibiting factors, namely regulatory and bureaucratic uncertainty, lack of state resources, and instability of the political situation. These inhibiting factors are relevant to political risks that have a direct impact on infrastructure development, namely, uncertainty in the legal system, corruption and poor governance, revocation of concessions and expropriation. Second, the MAGA clause in the concession agreement currently implemented by Indonesia has not been able to provide protection to SPV. This is because there are no regulations governing the scope of MAGA and contingent liabilities because the nature of political risk is different from other infrastructure risks. Thus, in this research it is recommended that regulatory regulations be made that contain the provisions of the MAGA clause and change the rules regarding financial obligations to include contingent liability norms."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Perwira Kurniagung
"Pemerintah Indonesia telah membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) persero dengan nama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII), sebagai pelaksana Satu Pintu untuk evaluasi, penstrukturan penjaminan, dan penyedia penjaminan untuk Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dalam proyek infrastruktur melalui Perjanjian Penjaminan. Perjanjian Pinjaman merupakan kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban antara Penjamin (dalam hal ini PT PII) dan Penerima Jaminan (dalam hal ini Badan Usaha Swasta yang menjadi pihak dalam Perjanjian Kerja Sama) dalam rangka Penjaminan Infrastruktur. Penentuan pihak yang dapat bertindak sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) yang mewakili kepentingan Pemerintah dalam Perjanjian Kerja Sama infrastruktur juga akan berbeda dalam tiap sektor infrastruktur. Ketentuan tentang mekanisme dan akibat hukum dari pemberian jaminan infrastruktur oleh PT PII dimaksud telah diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (Perpres No. 78 Tahun 2010) dan lebih teknis lagi dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (PMK No. 260 Tahun 2010). Berdasarkan bentuknya, tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan memberikan data selengkap mungkin tentang obyek yang sedang diteliti, karena secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai mekanisme dan akibat hukum dari Penjaminan Infrastruktur dalam perspektif hukum perdata serta pengaturannya dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

The Government of Indonesia has established a State-Owned Enterprise namely PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia/Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF), as the Single-Window operator for guarantee evaluation, structuring, and provider for Public-Private Partnership (PPP) in infrastructure project through Guarantee Agreement. Guarantee Agreement is a written consent which contain rights and obligations by and between the Guarantor (in this case IIGF) and Guarantee Holder (in this case the Private Company which become the party in the Cooperation Agreement) in the context of Infrastructure Guarantee. The determination of party who can act as the Contracting Agency which represents the Government’s interest in a infrastructure Cooperation Agreement will be different in each sector of infrastructure. The provision on the mechanism and legal consequene of the provision of infrastructure guarantee has been regulated under Presidential Regulation Number 78 Year 2010 on Infrastructure Guarantee in a Public-Private Partnership Project which Conducted by a Infrastructure Guarantee Company (Presidential Regulation Number 78 Year 2010) and more details under Minister of Finance Regulation Number 260/PMK.011.2010 Year 2010 on the Implementation Guidance of Infrastructure Guarantee in a Public-Private Partnership Project (MoF Regulation Number 260 Year 2010). Pursuant to its form, the typology used in this research is descriptive. This descriptive method is intended to acquire clear description on the mechanism and legal consequence of Infrastructure Guarantee in the perspective of civil law and its regulation in Presidential Regulation Number 78 Year 2010 on Infrastructure Guarantee in a Public-Private Partnership Project which Conducted by a Infrastructure Guarantee Company."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library