Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darmawati
"Pengembangan biosensor dengan kombinasi DNA aptamer dari penislin G dan nanopartikel emas (AuNP) digunakan untuk mendeteksi penisilin G. Kondisi optimum aptasensor diperoleh dengan konsentrasi NaCl dan aptamer masing-masing 0,25 M dan 2 μM. Uji sensitifitas menunjukkan nilai limit deteksi aptasensor penisilin G sebesar 1 mg/L dan mampu mendeteksi penislin G dalam kisaran 1-27 mg/L. Aptasensor penisilin G menujukkan hasil yang spesifik dalam mendeteksi penisilin G setelah dilakukan uji dengan beberapa antibiotik; ampisilin, kanamisin, kloramfenikol dan eritromisin. Hasil mutasi iradiasi ultaviolet dan iradiasi gamma terhadap P.chrysogenum tipe liar menunjukkan peningkatan produksi pensilin G secara signifikan. Melalui metode deteksi aptasensor menunjukkan bahwa penisilin G dari strain P. chrysogenum tipe liar, mutan (iradiasi ultraviolet), mutan (iradiasi gamma), serta mutan (iradiasi ultraviolet dan iradiasi gamma) masing-masing menunjukkan konsentrasi deteksi sebesar 9,75 ± 0,004; 25,25 ± 0,005; 37,5 ± 0,005; dan 45 ± 0,004 mg/L.

The development of biosensors with a combination of aptamer DNA from penislin G and gold nanoparticles (AuNP) was used to detect penicillin G. The optimum condition of aptasensor was obtained with NaCl and aptamer concentrations of 0.25 M and 2 μM, respectively. The sensitivity test showed the aptasensor penicillin G detection limit value of 1 mg/L and was able to detect penicline G in the range 1-27 mg/L. Aptasensor penicillin G shows specific results in detecting penicillin G after testing with several antibiotics ampicillin, kanamycin, chloramphenicol and erythromycin. The results of ultaviolet irradiation and gamma irradiation on wild-type P. chrysogenum showed a significant increase in production of penicillin G. Through aptasensor detection method showed that penicillin G from strains of wild type P. chrysogenum, mutants (ultraviolet irradiation), mutants (gamma irradiation), and mutants (ultraviolet irradiation and gamma irradiation) showed detection concentrations of 9.75 ± 0.004; 25.25 ± 0.005; 37.5 ± 0.005; and 45 ± 0.004 mg / L, respectively."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52878
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laurentia L. Pudjiadi
"Penisilin merupakan salah satu obat yang paling tidak toksik bagi kebanyakan orang, mengingat Cara kerjanya dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri yang terdiri dari polimer mukopeptida, sedangkan sel manusia tidak mempunyai dinding tersebut sehingga tidak terganggu oleh penisilin. Tapi bagi sebagian kecil populasi yang hipersensitif, penisilin dapat menjadi sangat berbahaya, beberapa miligram atau bahkan mikrogram saja dapat menimbulkan reaksi alergi yang hebat, termasuk syok anafilaktik dan kematian.
Hasil Monitoring Efek Samping Obat Nasional tahun 1981-1985 menunjukkan bahwa Penisilin merupakan jenis antibiotik yang paling sering dilaporkan- menyebabkan syok anafilaktik, sedangkan antibiotik merupakan penyebab tersering dari efek samping obat (Suharti dan Darmansyah, 1985).
Mengingat belum adanya angka mengenai rate syok anafilaktik akibat penisilin di Indonesia, pada penelitian ini dilakukan survai untuk menghitung rate syok anafilaktik akibat suntikan penisilin-G (benzilpenisilin) di puskesmas Jakarta dalam kurun waktu satu tahun secara retrospektif. Penelitian dibatasi pada benzilpenisilin, karena selain merupakan preparat suntik penisilin yang paling murah dan paling banyak dipakai, juga merupakan satu-satunya jenis preparat suntik penisilin yang tersedia di puskesmas.
Kadang-kadang reaksi alergi penisilin tidak disebabkan oleh obatnya sendiri, melainkan oleh hasil urai / produk degradasinya. Penisilin yang paling banyak dipakai sebagai suntikan yaitu benzilpenisilin; dalam larutan dapat terurai secara spontan menjadi asam benzilpenisilenat yang sebagian besar akan bereaksi dengan protein tubuh membentuk kelompok ?Major Antigenic Determinant?. Sebagian kecil akan terurai lagi menjadi asam benzilpenisiloat, yang bersama hasil urainya membentuk kelompok ?Minor Antigenic Determinant?. Reaksi alergi yang terjadi dalam waktu kurang dari 1 jam setelah pemberian penisilin (immediate type) antara lain syok anafilaksis, umumnya disebabkan oleh ?Minor Antigenic Determinant? ini (Bellanti, 1971).
Dari penelitian pendahuluan di beberapa puskesmas ternyata preparat benzilpenisiliri yang sudah dilarutkan dan tidak habis terpakai kadang-kadang disimpan lagi (di kulkas maupun diluar kulkas) untuk dipakai lagi keesokan harinya. Mengingat penguraian penisilin dapat terjadi spontan didalam larutan, dan terdapatnya beberapa merk dagang benzilpenisilin (penisilin-G) yang kemungkinan tidak sama mutunya / kecepatan degradasinya maka dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan terhadap kadar asam penisiloat dari beberapa macam merk dagang penisilin-G baik ketika baru dilarutkan maupun setelah didiamkan beberapa hari di kulkas dan diluar kulkas untuk melihat perubahannya. ditanyakan juga merk dagang penisilin-G yang dipakai kepada puskesmas-puskesmas yang didatangi untuk menghitung rate syok anafilaktik akibat penisilin-G.
Untuk melihat hubungan antara terdapatnya asam penisiloat dalam preparat penisilin-G dengan syok anafilaktik akibat penisilin, dilakukan pemeriksaan kadar asam penisiloat pada sisa preparat yang menyebabkan syok anafilaktik (diminta dari puskesmas). Untuk mencegah terjadinya reaksi yang tidak diinginkan pada penyuntikan penisilin, sering dilakukan skin-test pada pasien yang akan disuntik. Sebagai bahan skin-test dipakai larutan benzilpenisilin yang diencerkan berhubung bahan skin-test lain tidak tersedia, dan benzilpenisilin sendiri merupakan Minor Antigenic Determinant, sehingga hasil yang positif dapat membantu meramalkan kemungkinan terjadinya syok anafilaktik bila penisilin disuntikkan. Pada penelitian ini diadakan kuesioner untuk mendapatkan gambaran mengenai prosedur skin-test di puskesmas (pengenceran bahan yang dipakai, kriteria penilaian hasil skin-test, dan lain-lain)."
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Shiddiq Al Hanif
"Antibiotika golongan penisilin adalah antibiotika yang paling luas serta paling banyak digunakan untuk terapi pasien infeksi. Dari berbagai studi diperoleh fakta bahwa telah banyak mikroba resisten terhadap penisilin. Pemberian penisilin yang telah resisten berbahaya bagi pasien dengan penyakit infeksi, selain itu lebih lambatnya penemuan obat baru serta lebih mahalnya harga obat baru merupakan hal penting yang berhubungan dengan kejadian resistensi. Resistensi sendiri dapat berubah menurut waktu dan berbeda di setiap tempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola resistensi bakteri yang diisolasi dari darah di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (LMK FKUI) terhadap beberapa antibiotik penisilin, yaitu amoksilin, sulbenisilin, amoksilin/asam klavulanat , tikarsilin dan oksasilin selama periode 2001-2006. Pada penelitian ini digunakan data isolat darah dengan bakteri positif yang diisolasi di LMK FKUI selama periode 2001-2006. Data diolah dengan menggunakan piranti lunak WHONET 5.4. Dari 791 isolat darah, didapatkan enam bakteri tersering penyebab bakteremia yaitu Staphylococcus epidermidis (25%), Acinetobacter anitratus (16%), Pseudomonas aeruginosa (13%), Klebsiella pneumoniae (8%), Staphylococcus aureus (6%), dan Salmonella Typhi (5%). Hasil uji resitensi menunjukkan kejadian resistensi bakteri terhadap amoksilin sudah tinggi pada Klebsiella pneumoniae , masih cukup rendah pada Salmonella Typhi, sedangkan keampuhannya terhadap Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus mulai menurun. Kejadian resistensi bakteri terhadap sulbenisilin rendah pada Staphylococcus epidermidis,Staphylococcus aureus dan Salmonella Typhi , dan sudah cukup tinggi pada Klebsiella pneumoniae. Kejadian amoksilin/asam klavulanat sudah tinggi pada Acinetobacter anitratus dan Pseudomonas aeruginosa dan masih cukup rendah pada Klebsiella pneumoniae, Salmonella Typhi, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus. Kejadian resistensi bakteri terhadap tikarsilin sudah tinggi pada Acinetobacter anitratus, Pseudomonas aeruginosa dan Klebsiella pneumoniae dan masih cukup rendah pada, Salmonella Typhi,dan Staphylococcus epidermidis. Kejadian resistensi Staphylococcus aureus terhadap oksasilin masih cukup rendah, sedangkan keampuhan oksasilin terhadap Staphylococcus epidermidis mulai menurun.

The group of penicillins antibiotics is the widest and the most used antibiotics for infection patient therapy. From several studies, there is a fact that many microbes have resistence to penicillins. The giving of penicillin that has resisted to a patient who gets an infection may be perilous. Besides that, the slower invention of new medicines and the more expensive their prices are important factors related to the resistance. The resistance itself may change in every second of time and would be different in some places. The research which was conducted in Clinical Microbiology Laboratory FMUI aims to know the pattern of the resistance of bacteria which is isolated from blood toward several kinds of penicillin; they are amoxicillin, sulbenicillin, amoxicillin/ clauvalanic acid, ticarcillin, and oxacillin between 2001-2006. The data was processed using WHONET 5.4 software. From 174 isolat bloods, there are six kinds of bacteria that often cause bacterimia; they are Staphylococcus epidermidis (25%), Acinetobacter anitratus (16%), Pseudomonas aeroginosa (13%), Klebsiella pneumoniae (8%), Staphylococcus aureus (6%), and Salmonella typhi (5%). The result of resistance test shows that the frequency of bacteria’s resistance toward amoxillin has been high in Klebsiella pneumoniae and still low in Salmonella Typhi, on the other hand, the effectiveness of amoxicillin toward Staphylococcus epidermidis and Staphylococcus aerus is getting decreased. The frequency of bacteria’s resistance toward sulbenicillin still low in Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aerus and Salmonella Typhi and has been high in Klebsiella pneumoniae. The frequency of bacteria’s resistance toward amoxicillin/ clavulaic acid has been high in Acinetobacter anitratus and Pseudomonas aeruginosa and still low in Klebsiella pneumoniae, Salmonella Typhi, Staphylococcus epidermidis, and Staphylococcus aureus. The frequency of bacteria’s resistance toward ticarcillin has been high in Acinetobacter anitratus, Pseudomonas aeuginosa and Klebsiella pneumoniae and still low in Salmonella Typhi and Staphylococcus epidermidis. The frequency of Staphylococcus aerus is still low. On the other hand, the effectiveness of oxacillin toward Staphylococcus epidermidis is getting decreased."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ruz’an Awwal Akbar Tafdhila
"MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus) adalah jenis spesies bakteri S. aureus yang resisten terhadap antibiotik metisilin dan antibiotik beta laktam lainnya. Infeksi MRSA menjadi salah satu penyebab utama infeksi nosokomial dan sering kali terkait dengan tingkat kesakitan, kematian, durasi rawat inap yang panjang, dan beban biaya yang substansial. Resistensi MRSA dikaitkan dengan produksi jenis enzim PBP2 baru yaitu PBP2a yang memiliki afinitas yang rendah terhadap β-laktam. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter optimum untuk penapisan virtual dengan metode penambatan molekular senyawa inhibitor PBP2a menggunakan AutoDock Vina serta mendapatkan 10 kandidat senyawa yang berpotensi sebagai inhibitor PBP2a dari hasil penambatan menggunakan parameter optimum. Pada penelitian ini dilakukan penapisan virtual kandidat inhibitor penicillin-binding protein 2a (PBP2a dari pangkalan data HerbalDB menggunakan penambatan molekuler. Proses optimasi dan validasi menghasilkan parameter terbaik adalah ukuran gridbox 20,625Å x 20,625Å x 20,625Å dengan exhaustiveness 16 menggunakan Autodock Vina yang menghasilkan nilai EF1% 0 dan AUC 0,6428. Berdasarkan hasil penapisan diperoleh 10 peringkat senyawa terbaik menggunakan Autodock Vina yaitu, 7-(2''-p-coumaroylglucoside), 2’’-o-galloylisovitexin, Prunin 6’’-p-coumarate, Withanolide D, Epigallocatechin , 6-methoxypulcherrimin, Beta-cyclanoline, Artonin S, Quercetin 3-rhamnoside-7-glucoside, dan Epicatechin 3, 5-di-o-gallate.

MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus) is a type of S. aureus bacterial species that is resistant to the antibiotic methicillin and other beta lactam antibiotics. MRSA infection is one of the main causes of nosocomial infections and is often associated with high levels of morbidity, mortality, long duration of hospitalization, and substantial cost burden. MRSA resistance is associated with the production of a new type of PBP2 enzyme, namely PBP2a, which has a low affinity for β-lactams. This study aims to obtain optimum parameters for virtual screening using the molecular docking method for PBP2a inhibitor compounds using AutoDock Vina and to obtain 10 candidate compounds that have the potential to act as PBP2a inhibitors from the docking results using optimum parameters. In this study, virtual screening of penicillin-binding protein 2a (PBP2a) inhibitor candidates was carried out from the HerbalDB database using molecular docking. The optimization and validation process resulted in the best parameters being a gridbox size of 20.625Å x 20.625Å x 20.625Å with exhaustiveness of 16 using Autodock Vina which resulted an EF1% value 0 and AUC 0.6428. Based on the screening results, the 10 best compound rankings were obtained using Autodock Vina, namely, 7-(2''-p-coumaroylglucoside), 2’’-o-galloylisovitexin, Prunin 6’’-p-coumarate, Withanolide D, Epigallocatechin , 6-methoxypulcherrimin, Beta-cyclanoline, Artonin S, Quercetin 3-rhamnoside-7-glucoside, and Epicatechin 3, 5-di-o-gallate."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library