Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Catur Susaningsih
"Penelitian ini berfokus pada fenomena keberadaan Imigran Ilegal di Indonesia dalam hal telah memiiiki ?atteslation le!!er? dari UNHCR statusnya sebagai reiiigae dalam hal Penanganan Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia ditinjao dari Peraturan Direlctur Jendcral Imigrasi Nomor IMI-1489.UM.08.05 tahun 2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal dan Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI- 15o4.1L.oz_1o tahun 2010 ranggm 21 sepmmber 2010 tentang pelaksanaan Penanganan Imigran Ilegal.
Teori Edward III tentang implementasi kebijakan dan evaluasi analisis dalam rangka mencari solusi dengan menggunakan teori SWOT yang digunakan untuk meneliti persoalan tersebut. Penelitian ini bersifat kualitatiii dan mctode yang digunakan adalah studi pustaka disamping wawancara.
Dari analisis terhadap data dan hasil wawancara, disimpulkan bahwa meningkatkan komunikasi dan informasi untuk menyampaikan kebijakan kepada seluruh jajaran imigmsi di seluruh Indonesia serta rnenjialin kerjasama yang lebih baik dengan instansi pemerintah terkajt penanganan pcncari suaka dan pengimgsi di Indonesia dan organisasi internasional lebih tegas dan beiwibawa, serta mcmbuat SOP di tingkét pirnpinan di Ditjenlmigrasi, sehingga terdapat keseragaman standar dalarn melaksanakan implementasi kebnakan di seluruh jajaran imigrasi di seluruh Indonwia.

This study focuses on the phenomenon of the existence of Illegal Immigrants in Indonesia in terms of already having "artestation letter" from the UNHCR's status as a refugee in terms of handling asylum seekers and refugees in Indonesia in tenns of the Director General of Immigration Regulation No. IMI-l489.UM.08.05 in 2010 on the Handling Illegal Immigrants and Immigration Director-General Circular No. 2010 IMI-1S04.lL.O2.lO dated September 21, 2010 concerning the implementation of Illegal Immigrants handlers.
Theory Edward III on the implementation of policy and evaluation analysis in order to find solutions by using the SWOT theory used to examinethe issue. This study is qualitative, and the methods used are literature study as well as interviews.
From the analysis of the data and interviews, concluded that improving communication and information to convey to all ranks of immigration policy throughout Indonesia and establish better cooperation with related govemment agencies handling of asylum seekers and refugees in Indonesia and international organizations more assertive and authoritative, and create SOP at senior levels in Ditjcn. Imigrasi, so there is uniformity of standards in implementing the policy implementation at all levels of immigration across Indonesia.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33940
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri K.T.M.
"Penelitian ini akan berupaya mencermati aktifitas United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), yaitu rezim perlindungan pengungsi internasional, di Nepal. UNHCR yang merupakan salah satu agen profesional dalam tubuh keorganisasian PBB muncul sebagai penerus dari United Nations Relief and Rehabilitation Administration (UNRRA) dan setelah itu International Refugee Organization (IRO) sebagai organisasi perlindungan pengungsi sebelum UNHCR yang dibentuk oleh LBB (Liga Bangsa-Bangsa). Perpindahan penduduk dalam jumlah besar dari satu negara ke negara lain tentu memberikan dampak yang mencakup berbagai aspek, termasuk aspek kemanusiaan yang dialami para pengungsi, aspek kebijakan host country dalam menangani arus pengungsi yang masuk, serta aspek internasionalisasi isu pengungsi di negara tersebut. Dengan demikian, peran UNHCR dalam menanggulangi dampak-dampak tersebut sangat penting untuk dianalisa.
Penelitian ini bersifat deskriptif, memberikan latar belakang sejarah terjadinya kasus pengungsian penduduk Bhutan hingga tiba di Nepal, dan juga kondisi domestik Nepal pada tahap penerimaan populasi pengungsi yang jumlahnya hingga lebih dari seratus ribu jiwa. Selain itu, penelitian ini bertujuan menganalisa peran-peran yang dijalankan oleh UNHCR bagi populasi pengungsi Lhotshampa di Nepal. Pembahasan peran tersebut akan dipaparkan mulai dari kerangka kehadiran UNHCR di Nepal, hingga aktifitas-aktifitas yang mereka laksanakan untuk kaum Lhotshampa sejak tahun 2000 hingga tahun 2004. Berbagai aktor yang terlibat ialah Royal Government of Bhutan (RGOB), Pemerintah Nepal dan badan-badan pemerintahan yang turut terlibat dalam proses perlindungan pengungsi, NGO internasional dan lokal di Nepal, beberapa sister organization UNHCR di dalam tubuh organisasi PBB, dan para pengungsi itu sendiri. Aktoraktor ini memainkan peranan yang saling berkaitan dengan UNHCR, serta dengan satu sama lain.
Konsep yang digunakan untuk menjelaskan peran UNHCR di Nepal ialah konsep mengenai peran IGO dalam mengatasi sebuah permasalahan dalam kajian hubungan internasional (Kelly-Kate S. Pease). Berdasarkan konsep tersebut, sebuah IGO hadir dan beroperasi dalam sebuah atmosfir sistem internasional yang sarat akan kerjasama dan konflik, dan dimana karakteristik yang nampak ialah adanya complex interdependence. Aktor-aktor memiliki rasa saling ketergantungan dalam menanggulangi berbagai isu, sehingga melalui suatu bentuk kerjasama mereka membangun sebuah rezim untuk suatu isu tertentu. Rezim itu sendiri memupuk kerjasama beragam aktor, tidak hanya aktor negara, melainkan aktor-aktor non-negara. Peran yang dijalankan sebuah IGO sendiri tersebut terdiri dari lima peran, yaitu: Membantu negara-negara mengatasi masalah inernasional secara kolektif; mengembangkan kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan global; membantu masyarakat internasional menyerap dan mengembangkan nilai-nilai dan norma-norma sosial; sebagai pemersatu masyarakat internasional dengan mekanisme common global market; dan terakhir, menyediakan bantuan kepada ?victims of international politics?.
Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah bahwa UNHCR hanya memainkan empat dari lima peranan dari IGO yang dirumuskan oleh Pease. Tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi performa UNHCR dalam melindungi para pengungsi. Meskipun demikian, UNHCR tidak berhasil memenuhi mandatnya untuk mencapai solusi terbaik bagi para pengungsi di Nepal, dan kasus tersebut terus menjadi krisis yang berkepanjangan pula. Hal itu dikarenakan UNHCR tidak memiliki hak untuk mempengaruhi kebijakan dalam pembicaraan-pembicaraan bilateral pemerintah dua negara yang terlibat pada proses pencarian solusi terbaik selama tahun 2000 hingga 2004. UNHCR memang tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam pembuatan kebijakan negara, meskipun demikian, hal tersebutlah satu-satunya hambatan bagi para pengungsi untuk mendapatkan solusi terbaik, baik melalui repatriasi sukarela, relokasi ke negara ketiga, ataupun integrasi ke dalam host country.

This research is observing the activities of United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), which is the international refugee protection regime, in Nepal. UNHCR as one of the many professional agency in the United Nations (UN) is the predecessor of two prior organizations concentrating on refugee assistance, United Nations Relief and Rehabilitation Administration (UNRRA) and International Refugee Organization (IRO), both formed by the League of Nations. The enormous amount of people migrating from one country to another definitely poses some significant impact on so many levels. These levels include humanitarian crises suffered by the refugees, host country?s policy on how to manage the refugee influx, and the internationalization of the certain country`s refugee problem. Hence, UNHCR?s role in assisting such impacts is critical to be analyzed.
The nature of this research is descriptive, portraying a historical background on how the Bhutanese refugee crises emerged up to the point of which they arrived in Nepal, also the domestic situation in Nepal on the emergency phase when the refugee influx of more than 100,000 people poured in to the country. In addition, this research aims to analyze the roles UNHCR played for the Lhotshampa (Bhutanese) refugees in Nepal. It will be elaborated starting from the framework of UNHCR?s presence in Nepal, and the activities it has executed for the Lhotshampas during year 2000 up to year 2004. Actors involved in the refugee crises are Royal Government of Bhutan (RGOB), Nepalese government and its agents that is related to the refugee protection effort, international and local NGOs, some of UNHCR?s sister organization in the UN, and the refugees themselves. Each of these actors play interrelated roles with UNHCR and with each other as well.
To clarify the roles of UNHCR in Nepal, the concept used is the role of IGO in international problem-solving (Kelly-Kate S. Pease). According to the concept, an IGO exists and operates in an international system that consists of cooperation and conflict among the actors, in which the evident characteristic of such interactions is a complex interdependence. Actors feel mutually dependent in solving issues with international impacts, that they unite and establish regimes for certain issues. These regimes foster cooperation among, not only inter-state, but also involves non-state actors. There are five roles that IGO s play: Help countries respond to international problems in a collective manner; developing economic prosperity and global welfare; assist international community absorb and generate social values and norms; unite international community with common global market mechanism; and last, provide assistance for the ?victims of international politics?.
Main findings obtained from this research is that UNHCR only played four, out of five IGO roles elaborated by Pease. However, it didn?t affect UNHCR`s performance in protecting the refugees. Even so, UNHCR could not attain the intended durable solution for the Bhutanese refugees as it is mandated, and in fact, it kept on being a protracted refugee situation. This happens because UNHCR did not have the right to influence the policies made under bilateral talks held by Bhutanese and Nepalese government on the process of determining the best durable solution, during 2000 to 2004. It is true that UNHCR cannot interfere with a country?s policy, yet it still is the one obstacle for the refugees to get a durable solution, whether through voluntary repatriation, third country resettlement, or integration to the host country."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementrian Jenderal Kebudayaan, 2012
305.906 914 PUL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2005
S26036
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S26051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryasa Rabbanie Tinumbang
"Banyaknya Pengungsi Rohingya yang berdatangan di Aceh sejak tahun 2009, hal tersebut menimbulkan potensi gangguan keamanan dan ketertiban di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas pokok sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Namun, ketika menghadapi masalah pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, peran intelijen kepolisian menjadi sangat penting dalam mendeteksi potensi tindakan kriminal dan mencegahnya sejak dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tugas dan fungsi intelijen kepolisian dalam upaya penanganan dan pencegahan pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, serta faktor yang menghambat kinerjamereka dan bagaimana tugas dan fungsi dapat dioptimalkan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi partisipatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Direktorat Intelkam Polda Aceh memiliki peran penting dalam deteksi dini potensi konflik, pelayanan administrasi dan pengawasan, serta pengumpulan dan penyajian informasi kepada pimpinan dan instansi terkait, termasuk dalam penanganan pengungsi Rohingya di Aceh dengan melakukan deteksi dini konflik, menyediakan informasi dasar pengambilan keputusan, dan menerapkan strategi melibatkan masyarakat, membangun jaringan informasi, dan mendorong partisipasi masyarakat untuk meminimalisir potensi konflik.. Namun, masih terdapat tantangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi intelijen kepolisian, seperti keterbatasan sumber daya dan kurangnya koordinasi antara instansi terkait. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan peningkatan koordinasi antara instansi terkait, pengembangan kapasitas intelijen kepolisian, dan perluasan jaringan kerja sama dengan pihak internasional untuk memperkuat upaya penanganan dan pencegahan pengungsi Rohingya di Aceh.

The large number of Rohingya refugees arriving in Aceh since 2009 has led to potential security and order disturbances in the Indonesian National Police (Polri) is a government agency that has a main task in accordance with Law Number 2 of 2002 concerning the Indonesian National Police, namely maintaining security and public order, enforcing the law, and providing protection, protection, and services to the community. However, when dealing with the Rohingya refugee problem in Aceh Province, the role of police intelligence becomes very important in detecting potential criminal acts and preventing them early on. The purpose of this study is to analyze the duties and functions of police intelligence in the handling and prevention of Rohingya refugees in Aceh Province, as well as factors that hinder their performance and how duties and functions can be optimized. The research method used is qualitative with data collection techniques through interviews and participatory observation. The results showed that the  Directorate of Intelligence  of the Aceh Regional Police has an important role in early detection of potential conflicts, administrative and supervisory services, as well as collecting and presenting information to leaders and related agencies, including in handling Rohingya refugees in Aceh by conducting early detection of conflicts, providing basic information for decision making, and implementing strategies to involve the community, build information networks, and encourage community participation to minimize potential conflicts. However, there are still challenges in carrying out the tasks and functions of police intelligence, such as limited resources and lack of coordination between related agencies. Therefore, this study recommends improving coordination between relevant agencies, developing police intelligence capacity, and expanding cooperation networks with international parties to strengthen efforts to handle and prevent Rohingya refugees in Aceh."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikitha Aqilla Rahmalena
"Penelitian ini mengkaji peran Tim Penanggulangan dan Pengelolaan Pengungsi Vietnam (P3V) dalam pengelolaan Kamp Pengungsi Vietnam di Pulau Galang Kepulauan Riau pada tahun 1979-1989. Kedatangan pengungsi Indocina di Indonesia telah membawa berbagai masalah yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan. Dalam upaya menangani para pengungsi, Indonesia menjalin kerjasama dengan UNHCR dan merumuskan solusi resettlement untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Untuk mempermudah proses resettlement, Indonesia membangun kamp pengungsi di Pulau Galang yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan layanan untuk mendukung proses pemeriksaan, penempatan, dan persiapan para pengungsi sebelum direlokasi ke negara tujuan. Kegiatan pengelolaan kamp pengungsi di Pulau Galang diselenggarakan di bawah koordinasi Tim P3V yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan dan Keamanan, sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia, yang berwenang dalam mengambil keputusan dan bekerjasama dengan berbagai pihak, termasuk UNHCR dan lembaga lainnya. Penelitian ini menerapkan metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi dengan sumber data yang digunakan berasal dari media massa sezaman seperti surat kabar dan majalah, serta buku dan artikel jurnal yang membahas topik serupa. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, telah dijelaskan mengenai kebijakan Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan masalah pengungsi Indocina dengan membangun kamp pengungsian yang berfungsi sebagai tempat pemrosesan, namun belum ada pembahasan yang lebih detail mengenai tim yang berperan penting dalam mengelola kamp tersebut, yaitu Tim P3V. Hasil penelitian ini mengungkap peran Tim P3V sebagai tim operasional dalam penanganan pengungsi Indocina di Indonesia. Peran mereka meliputi koordinasi antar lembaga pemerintah dan non-pemerintah, serta pengelolaan kamp pengungsian di Pulau Galang.

This study examines the role of the Vietnamese Refugee Response and Management Team (P3V) in the management of the Vietnamese Refugee Camp on Galang Island, Riau Islands in 1979-1989. The arrival of Indochinese refugees in Indonesia has brought various problems that have the potential to disrupt security stability. In an attempt to deal with the refugees, Indonesia cooperated with UNHCR and formulated a resettlement solution to solve the problem. To facilitate the resettlement process, Indonesia built a refugee camp on Galang Island equipped with various facilities and services to support the process of examining, placing, and preparing refugees before being relocated to the destination country. The management activities of the refugee camp on Galang Island are organized under the coordination of the P3V Team formed by the Department of Defense and Security, as a representative of the Indonesian Government, which is authorized to make decisions and cooperate with various parties, including UNHCR and other institutions. This study applies the historical method which includes heuristics, criticism, interpretation, and historiography with the data sources used coming from contemporary mass media such as newspapers and magazines, as well as books and journal articles that discuss similar topics. Based on previous studies, it has been explained about the Indonesian Government's policy to solve the problem of Indochinese refugees by building refugee camps that serve as processing places, but there has been no more detailed discussion of the team that plays a significant role in managing the camp, namely the P3V Team. The results of this study reveal the P3V Team's role as an operational team in handling Indochinese refugees in Indonesia. Their role includes coordination between government and non-government institutions, as well as management of the refugee camp on Galang Island. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Swasti M.
"Studi ini dilatarbelakangi oleh makin banyaknya pengungsi anak yang ditimbulkan oleh konflik sosial di daerah asalnya Mereka meninggalkan daerah asalnya dengan harapan di daerah baru akan diperoleh keamanan dan keselamatan jiwa mereka Namun. persoalannya tidak sekadar memperoleh daerah aman dan diri, mereka selamat tetapi juga mengingat usia mereka yang masih tergolong anak-anak bahwa mereka membutuhkan pendidikan, kesehatan. dan penanganan masalah psikologis mereka. Bahwasanya kesediaan Pesantren As-Syafi'iyah dan Pesantren Ahsanu 'Amala dalam proses pemberdayaan pengungsi anak merupakan ambil alih tanggung jawab dari pemerintah oleh lembaga tersebut. Kedua lembaga tersebut merupakan lembaga pendidikan yang mengusung ciri keislaman, sekaligus juga lembaga yang memiliki berbagai persoalan untuk bertahan hidup, maka dari sudut itu tentu raja proses pemberdayaan pengungsi anak pada kedua lembaga tersebut menjadi menarik untuk dikaji dan diteliti.
Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk mengumpulkan data, peneliti melakukan observasi, wawancara dengan key informan, dan Focus Group Discussion (FGD). Data yang berhasil dikumpulkan kemudian dipilah-pilah dan direduksi sesuai dengan tujuan penelitian. Dari data tersebut kemudian peneliti melakukan analisis terhadap hasil temuan penelitian, dan membuat perencanaan sosial berkaitan dengan pemberdayaan pengungsi anak.
Studi menemukan bahwa proses pemberdayaan pengungsi anak yang dilakukan di kedua pesantren berbeda satu dengan yang Iainnya, meskipun keduanya sama-sama menekankan pada proses pendidikan, baik di Pesantren As-Syafi'iyah maupun di Pesantren Ahsanu'Amala, pengungsi anak selain mendapat pendidikan formal dengan kurikulum nasional dan muatan lokal mereka pun mendapat kegiatan ekstrakurikuler.
Di Pesantren As-Syafi'iyah, pengungsi anak mendapat pendidikan formal dan duduk di bangku kelas sesuai saat mereka bersekolah di daerah asalnya. Kegiatan ekstrakurikuler di As-Syafi'iyah seperti berkebun, membudidayakan ikan lele, keterampilan kewanitaan, juga olahraga. Tampaknya, dari segi pemberdayaan pendidikan pengungsi anak, Pesantren As-Syafi'iyah telah berhasil melakukannya. Meskipun, kurikulum yang diberikan masih melupakan muatan cinta damai, persaudaraan, dan toleransi. Pengungsi anak di pesantren yang masih mengelompok berdasarkan sesuku atau daerah asal kurang ditangani. Sehingga muncul kelompok anak dan daerah tertentu yang merasa kuat dan melakukan tekanan pada anak-anak dari daerah lain.
Di Pesantren Ahsanu'Amala, pengungsi anak pun memperoleh pendidikan formal. Namun, karena ketidakmampuan pihak pengelola dalam mencari dana, kondisi pemberdayaan pendidikan kurang berjalan dengan baik Apalagi beberapa santri-pengungsi anak-menganggap apa yang diberikan oleh pesantren bukan merupakan sesuatu yang khas. Malahan ada anggapan bahwa pesantren hanya memanfaatkan (tenaga) mereka untuk mencari uang. Kegiatan ekstrakurikuler pun tidak berlangsung.
Hal lain yang kurang diperhatikan adalah pemberdayaan pengungsi anak pada aspek kesehatan dan aspek psikologis anak. Kedua pesantren tidak mempunyai jadwal rutin untuk memeriksakan anak ke dokter atau puskesmas. Pertolongan kesehatan hanya diberikan ketika anak memang betul-betul sakit. Demikian juga, aspek psikologis kurang diperhatikan sehingga pesantren tidak mampu melihat kondisi kejiwaan tiap-tiap pengungsi anak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lie Liliana Dea Jovita
"Pada tahun 2015, isu mengenai pengungsi kembali menjadi perbincangan hangat di Jerman. Peningkatan jumlah pengungsi yang masuk ke Jerman dalam beberapa tahun terakhir membuat topik ini diangkat ke dalam beberapa film, contohnya film Hotel California. Film ini merupakan sebuah film pendek yang diproduksi oleh ABC Bildungs- und Tagungszentrum e.V., yang menceritakan tentang kehidupan pengungsi di Jerman. Melalui film ini, penulis menganalisis identitas pengungsi yang terbentuk serta ideologi apa yang terdapat dalam film. Film dianalisis sebagai sebuah teks. Adegan yang dianggap penting akan dipilah dan dianalisis dengan menggunakan teori representasi dan identitas kultural Stuart Hall.

In 2015, the issue of refugees become a hot topic in Germany. The increasing number of refugees who have entered Germany in recent years has made this topic raised in several films, for example Hotel California. Hotel California is a short film produced by ABC Bildungs und Tagungszentrum e.V., which tells of the life of refugees in Germany. Through this film, the author analyzes the identity construction of refugee and reveal what ideology contained in the film. The film will be analyzed as a text. The important scenes will be sorted and analyzed using the theory of representation and cultural identity of Stuart Hall.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hathaway, James C
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2014
341.486 HAT l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>