Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Rifai
"Pengeluaran pemerintah menjadi jalan pertama dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas melalui komitmenalokasi anggaran di bidang pendidikan. Pada gilirannya, pasar tenaga yang diisi SDM berkualitas akan mendorong kesejahteraan dan produktivtas secara agregat yang kemudian akan berdampak terhadap perekonomian nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan terhadap tingkat kesejahteraan yang diproksikan menggunakan PDB per kapita. Penelitian ini menggunakan data deret waktu 1984-2018 bersumber dari Indikator Perkembangan Dunia (WDI) Bank Dunia. Vector Error Correction Model(VECM) digunakan untuk menganalisa kontribusi pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan terhadap tingkat kesejateraan. Secara empiris, temuan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan namun dengan kontribusi yang belum optimal. Isu pemerataan dan disparitas kapasitas fiskal antar wilayah menjadi penyebab utama. Disisi lain, kondisi geografi, sosial, budaya, dan populasi yang beragam menjadi tantangan yang harus diselesaikan pemerintah"
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2021
336 ITR 6:3 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Pidodo
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana hubungan pengeluaran pemerintah daerah provinsi terhadap kesempatan kerja dan output di pulau Jawa. Menggunakan analisis data panel dengan data dari tahun 1990 sampai dengan 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai hubungan positif dan mempunyai pengaruh paling besar terhadap output dibandingkan variabel lainnya, namun mempunyai hubungan negatif terhadap kesempatan kerja. Hasil lainnya adalah realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) berpengaruh positif dan mempunyai pengaruh paling besar terhadap terhadap kesempatan kerja dibandingkan variabel lainnya output dan juga. Realisasi penanaman modal asing (PMA), kapasitas angkatan kerja, tingkat keahlian dari angkatan kerja mempunyai hubungan positif terhadap kesempatan kerja maupun output. Variabel dummy krisis menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah krisis terhadap kesempatan kerja maupun output.

This study is attempts to determine the relationship between local government spending on employment and output in Java, using panel data analysis with data from 1990-2007. Results indicate that govemment spending positively affects on output and have the largest impacts than other variables, but has negatively affect on employment. In addition, realization of domestic direct investment have the largest impacts and positively affects on employment. Realization of foreign direct investment, size of labor force, skill level of labor force positively affects output and employment. Dummy crisis variable indicates there is no different between before and after crisis on output and employment."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26292
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ardin
"Penelitian ini menggunakan analisis input-output dan model Miyazawa. Pengembangan tabel input-output menjadi tabel Miyazawa dilakukan dengan memasukkan rumah tangga sebagai salah satu sektor dalam perekonomian dan membagi sektor tersebut menjadi tiga kelompok menurut pendapatannya. Kesimpulan penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah bidang pariwisata di Sulawesi Tengah semakin memperbesar ketimpangan pendapatan meskipun dampak terhadap jumlah tenaga kerja yang ditimbulkannya lebih banyak diserap oleh kelompok rumah tangga berpendapatan rendah. Penelitian ini menyarankan apabila pemerintah ingin memperbaiki distribusi pendapatan, maka alokasi pengeluaran pemerintah bidang pariwisata sebaiknya terfokus pada sektor Jasa Hiburan dan Kebudayaan dan lebih memberdayakan rumah tangga berpendapatan rendah pada program dan kegiatannya.

This research uses The Input-Output analysis and The Miyazawa model. The Miyazawa model constructed by inserting the household as an endogenous factor and then dividing them into three groups based on their income level. The conclusion of this research is that the government expenditure in tourism and culture in Central Sulawesi increasing income inequality although its impact on the total amount of labor is more absorbed by the group of low-income households. The results suggest that if the government wants to improve income distribution through the tourism policy, the allocation of government expenditure should focus on Tourism and Cultural Services sector with more empowering the low-income household groups on programs and activities."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T 27615
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Antoni
"Pengeluaran pemerintah dan penerimaan pemerintah tercermin dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang disusun oleh pemerintah dan dtsetujui oleh DPR, yang merupakan salah satu instrumen perencanaan tahunan yang dijabarkan dalam Repelita. RAPBN memuat rencana penerimaan dan pengeluaran pemerintah selama satu tahun anggaran atahu tahun fiskal adalah antara tanggal 1 April sampai tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Selisih pembiayaan pengeluaran pemerintah diluar pinjaman dengan total pengeluaran di Indonesia adalah negatif. Berarti terjadi defisit anggaran, defisit ini akan dibiayai dengan hutang baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dampak dari hutang akan menambah jumlah uang beredar dan akan menimbulkan inflasi. Ketidakstabitan dalam neraca pembayaran luar negeri. salah satunya disebabkan oleh defisit dalam neraca transaksi berjalan. Beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain kebijaksanaan pemerintah sendiri maupun asing yang mengakibatkan perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta asing. Untuk mengatasi defisit neraca pembayaran Indonesia terutama disebabkan oleh defisit transaksi berjalan, pemerintah harus melaksanakan berbagai terobosan untuk menigkatkan ekspor yang diciptakan melatui kebijaksanaan deregulasi dan mendorong penurunan impor dengan menggunakan tarif terhadap impor berupa peningkatan pajak impor dan mendorong peningkatan ekspor dengan meiakukan devaluasi.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh "Evan Tanner" tentang " The effect government spending on the current account, output and expenditures : Evidence from Latin Amerika", dengan ruang lingkup yang dibahas adalah pengeluaran pemerintah, transaksi Berjalan dan pendapatan nasional di Indonesia. Dengan tujuan penelitian ini adaiah untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah, transaksi berjalan, nilai kurs riit dan pendapatan nasional di Indonesia dan mengetahui peranan perubahan nilai kurs riil mata uang domestik terhadap valuta asing terhadap transaksi berjafan Indonesia serta mengetahui seberapa besar pengaruh kebijaksanaan devaluasi terhadap pengeluaran pemerintah , pendapatan nasional dan transaksi berjalan di Indonesia. Sebagai skenario yang diambil dalam kasus Indonesia adalah devaluasi tahun 1978, tahun 1983 dan tahun 1986. Sedangkan Periode waktu (observasi) yang dilakukan adalah selama 25 tahun (PJP.1,1969/70 - 1994/95) terhadap date International Financial Statistic (IPS) dari berbagai terbitan.
Untuk melakukan estimasi digunakan dengan metoda Statistika dan Ekonometrik dengan data time series yang menggunakan program TSP. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa hubungan antara variabel bebas (pengeluaran pemerintah, rasio kurs riil, implisit harga ekspor terhadap share nontraded goods dan rasio harga ekspor dan harga impor) secara bersama-sama mempcngaruhi posisi pendapatan nasional yang ditunjukkan koefisien korelasi yang cukup kuat dan berarti. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi R2 sebesar 88,87% dan nilai F-test sebesar 55,7357. Sedangkan pengaruh kebijaksanaan devaluasi sebagai dummy variabel, terlihat bahwa hasil pengujian empiris hubungan pengeluaran pemerintah, rasio kurs riil terhadap share dan rasio harga ekspor dan harga impor terhadap pendapatan nasional tidak jauh berbeda dengan persamaan tan pa kebijaksanaan devaluasi. Artinya terdapat korelasi positif, yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi R2 sebesar 96,16%.
Sedangkan pengaruh pendapatan nasional (GDP) dengan pengeluaran pemerintah, rasio kurs riil terhadap share nontraded goods, rasio harga ekspor dan harga impor dalam bentuk transformasi logaritma adalah signifikan atau berarti. Hal ini ditunjukkan koefisien pengeiuaran pemerintah adalah positif yaitu 0,0328, dalam arti setiap terjadi peningkatan sebesar satu-satuan terhadap pengeluaran pemerintah akan menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap pendapatan nasional (output) sebesar 0,0021. Sedangkan pengaruh kebijaksanaan devaluasi sebagai dummy variabel juga terdapat korelasi positif kebijaksanaan devaluasi sebagai dummy variabei juga terdapat korelasi positif antara pendapatan nasional dengan pengeluaran pemerintah, rasio kurs riil terhadap share nontraded goods dan rasio harga ekspor dan harga impor yaitu sebesar 0.0004; 0.0071; 0,0004 dan 0,0064.
Selanjutnya estimasi dalam bentuk transformasi logaritma transaksi berjaian terhadap komposit rasio kurs riil dengan nilai ekpor barang dan jasa merupakan fungsi dari pengeluaran pemerintah, rasio kurs riil terhadap share barang yang tidak diperdagangkan dan rasio harga ekspor dan harga impor dipengaruhi secara signifikan. Hal ini ditunjukkan koefisien pengeluaran pemerintah dan rasio kurs riil terhadap share barang yang tidak diperdagangkan mempunyai arah positif yaitu sebesar 0,1089 dan 0,0083, artinya setiap terjadi peningkatan perubahan pengeluaran pemerintah, rasio kurs riil terhadap share barang yang tidak diperdagangkan sebesar satu-satuan, maka akan meningkatkan rasio transaksi berjaian terhadap komposit kurs riil terhadap ekspor barang dan jasa sebesar 0,1089 dan 0,0083. Sedangkan koefisien regresi rasio harga ekspor dan harga impor mempunyai hubungan negatif yaitu sebesar -0,8421.
Sedangkan pengaruh kebijaksanaan devaluasi sebagai dummy variabei mempunyai korelasi positif antara pengeluaran pemerintah dan rasio kurs rii) terhadap share barang yang tidak diperdagangkan dengan rasio transaksi berjaian terhadap komposit kurs riil dengan ekspor barang dan jasa. Hasil koefisien regresi menunjukkan sebesar 0,0901 dan 0,0222, yang berarti setiap kenaikan satu-satuan pengeluaran pemerintah dan rasio nilai kurs Mil terhadap share nontraded goods akan meningkatkan rasio transaksi berjaian terhadap komposit kurs riil dengan ekspor barang dan jasa sebesar 0,0901 dan 0,0222 satuan.
Dengan demikian berdasarkan skenario yang digunakan 3 (tiga) yaitu tarujn 1978, tahun 1983 dan tahun 1986, ternyata mulai tahun 1994 kebijaksanaan pemerintah dibidang fiskal konsisten dengan target makro ekonomi. Berarti sasaran pembangunan ekonomi tercapai."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Fiscal decentralization enters into proverty alleviation strategy in a number of ways.The proximity of policy makers to the target groups reduces information and transaction costs of indentifying the poor and helps in designing potentially successful capacity improving and safety net policies. The main purpose of this research is to reveal how the effects of government expenditure on proverty alleviation through dynamic interactions between economic growth and income inequality. The public spending on education and healt is concedered to be appropriate polities for pro-poor,while the public expenditure for health sectoe significantly effected on all, proverty indicatiors ,such as proverty,headcont, proverty gap dan proverty severity."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Budi Basa
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan mengukur disparitas di Provinsi Sumatera Utara dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat disparitas di Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan runtun waktu (time series) periode 1987 - 2008. Untuk perhitungan disparitas digunakan Indeks Williamson. Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat disparitas di Provinsi Sumatera Utara digunakan model persamaan regresi berganda dengan bantuan software Eviews 4.00. Model regresi yang digunakan adalah model linear dengan variabel bebas yaitu Inflasi (digunakan pendekatan dengan tingkat inflasi), peranan perdagangan diukur melalui rasio net ekspor terhadap PDRB, kontribusi pengeluaran pemerintah terhadap PDRB dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja non pertanian.
Dari hasil perhitungan tingkat kesenjangan antar daerah didapatkan hasil bahwa perkembangan disparitas pendapatan yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara berfluktuatif, pada tahun 1988 Indeks Williamson Provinsi Sumatera Utara sebesar 0,567 dan turun menjadi 0,426 pada tahun 1998 pada krisis ekonomi global. Pada tahun berikutnya tahun 2005 akibat adanya shock dari luar yaitu kebijakan pemerintah pusat untuk menaikkan harga BBM membuat Indeks Williamson meningkat menjadi 0,436. Selanjutnya Indeks Williamson semakin meningkat pada tahun berikutnya sampai pada angka 0,485 pada tahun 2008.
Sedangkan untuk mengetahui dampak kesenjangan dan variabel lain terhadap indeks Williamson digunakan model regresi berganda sebagai berikut: CVwt = β0 + β1 INF + β2 TRA + β3 EXP + β4 URB + ε Hasil estimasi didapatkan bahwa variabel berdasarkan hasil analisis regresi berganda, diperkirakan dipengaruhi oleh perdagangan yang diwakili oleh net ekspor terhadap PDRB. Sedangkan tingkat inflasi, kontribusi pengeluaran pemerintah terhadap PDRB dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja non pertanian tidak mempengaruhi tingkat disparitas pendapatan di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut memiliki implikasi kebijakan yang diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi antara lain kebijakan peningkatan net ekspor di sektor pertanian dan industri.

This study aimed to determine and measure the disparities in the province of North Sumatra and know the factors that influence the level of disparity in the province of North Sumatra. The data used are secondary to the time series data in the period 1987 to 2008. Index used for calculation of disparity Williamson. Meanwhile, to determine the relationship between the factors that influence the level of disparity in the province of North Sumatra used model of multiple regression equations with the help of software Eviews 4:00. Regression model used is a linear model with independent variables of inflation (the approach used for inflation), the role of trade is measured by the ratio of net exports to GDP, the contribution of government expenditure to GDP and the growth rate of nonfarm employment.
From the calculation of the level of regional disparities showed that growth of income disparity that occurred in North Sumatra province fluctuated, in 1988, North Sumatra Williamson Index of 0.567 and decreased to 0.426 in 1998 on the global economic crisis. In the following year in 2005 due to the shock from the outside of the central government policy to increase fuel prices make Williamson's index increased to 0.436. Furthermore, Williamson index increased in the following year until the number 0.485 in 2008.
Meanwhile, to determine the impact of inequality and other variables on the index Williamson used multiple regression model as follows: CVwt = β0 + β1 INF + β2 TRA + β3 EXP + β4 URB + ε The estimation results obtained that the variables based on multiple and share government expenditure to GDP. While the rate of inflation, and the growth rate of non-agricultural labor force does not affect the level of income disparity in the province of North Sumatra. The results of these studies have implications for policies aimed at increasing economic growth include an increase in net exports of agriculture and industry sectors."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30065
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sinulingga, Wesly Febriyanta
"Indonesia has been experiencing a rapid economic growth amid global crises in the United. States and the European Union countries. In addition, government expenditures in Indonesia
have also shown an increasing trend in recent years. Using panel data from 33 provinces in
Indonesia from 2007 to 2012, this paper describes the current condition of GDP growth and
government expenditures, examines the relationship between government expenditure and
economic growth, and formulates government expenditure policy in order to harmonize GDP
growth, poverty alleviation, and income inequality. The result indicates that government
expenditure for development, such as building roads, hospital, bridges, electricity, and water
supply, has a significant and positive effect on the regional economic growth rate. Not only
can government expenditures affect economic growth but it also can reduce poverty by
strengthening human capital through better education and health facilities."
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2015
336 JBPPK 8:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endra Wijaya
"ABSTRAK
Stabilitas harga atau pengendalian inflasi merupakan salah satu isu utama ekonomi
makro. Tingkat inflasi yang rendah dan stabil akan menjadi stimulator pertumbuhan
ekonomi. Salah satu instrumen kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian
adalah melalui sektor pengeluaran pemerintah. Pada dasarnya pengeluaran
pemerintah tersebut bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa, serta memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta.
Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap inflasi.
Penelitian ini menggunakan data bulanan dari Indonesia antara 2008.01-2015.12.
Data penelitian dianalisis dengan menggunakan ECM (error corection model).
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah,
belanja modal, belanja pegawai, belanja barang, TDL, tingkat suku bunga (BI Rate),
harga BBM, harga beras, dan nilai tukar. Hasil studi ini menunjukkan bahwa dalam
jangka panjang pengeluaran pemerintah, belanja pegawai, belanja barang, harga
BBM, TDL, harga beras, dan nilai tukar secara signifikan dan positif mempengaruhi
inflasi di Indonesia, sedangkan belanja modal tingkat suku bunga (BI Rate)
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap inflasi. Sehingga peneliti menyarankan
untuk meningkatkan belanja modal. Dalam jangka pendek tingkat suku bunga (BI
Rate), belanja pegawai, TDL, harga beras, dan harga BBM mempengaruhi inflasi
secara signifikan dan positif.

ABSTRACT
Price stability is one of the main issue in macroeconomics. Stable and low inflation
will be stimulator for growth. One of the instrument in fiscal policy to influence
economy is through goverment spending. Basicly, goverment spending aims to
provide goods and services, also to provide the basic need of society that will not be
provided by private. This study focused on the effects of government expenditure on
inflation. This study use monthly data in lndonesia for period 2008.01-2015.12. The
data analyzed by using ECM (error corection model). Variables to be studied in this
study are : government expenditure, capital expenditure, employees expenditure,
goods expenditure, TDL, price of BBM, rice price, and exchange rate. The results
show that in the long term government expenditure, employees expenditure, goods
expenditure, TDL, interest rate (BI Rate), price of BBM, exchange rate, and rice price
have positive and significant influences on inflation in Indonesia, while capital
expenditure, interest rate (BI Rate) have negative and significant influences on
inflation therefore, the author suggests to increase capital expenditure. In the short
term government expenditure, employees expenditure, TDL, price of BBM, rice price
have positive and significant influences on inflation."
2016
T46060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnella
"Struktur perekonomian Propinsi Jawa Barat telah mengalami perubahan dari sektor pertanian beralih ke sektor industri. Daiam kurun waktu 10 tahun (1989-1999) telah terjadi pergeseran dimana kontribusi sektor pertanian dalam PDRB terus mengalami penurunan dari 20,35 persen menjadi 13,55 persen sedangkan sektor industri mengalami kenaikan dari 21,02 persen menjadi 35,77 persen. Penurunan peranan sektor pertanian dalam menyumbang PDRB tidak seimbang dengan penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar atau mampu memberikan pendapatan bagi sejumlah besar njmah tangga di Propinsi Jawa Barat. Keadaan ini mengakibatkan tingkat kesejahteraan pekerja di sektor pertanian lebih rendah jika dibandingkan dengan pekerja di sektor lainnya. Proses transformasi struktural di Propinsi Jawa Barat yang ditandai semakin turunnya peran sektor pertanian dan semakin besarnya peran sektor lain terutama sektor industri perlu diantisipasi agar kesejahteraan penduduk terutama yang berada di sektor pertanian dapat terus ditingkatkan.
Berkaitan dengan hal tersebut maka penulisan tesis ini bertujuan untuk menganalisis dampak pengeluaran pemerintah di sektor pertanian ternadap kinerja sektor pertanian. Karena walaupun peranan sektor pertanian telah menurun tetapi sektor ini masih tetap memegang peranan penting dalam perekonomian di Propinsi Jawa Barat. Dampak pengeluaran pemerintah ini akan mdihat pengaruh yang ditimbulkannya terhadap pembentukan output, kesempatan kerja, pendapatan, nilai tambah dari suatu sektor, khususnya sektor pertanian. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis keterkaitan sektor pertanian dengan sektor perekonomian lainnya.
Model yang digunakan menggunakan model Input-Output dengan memanfaatkan Tabel Input-Output Jawa Barat tahun 1999.
Berdasarkan tabei transaksi Input-Output tahun 1999 perekonomian Propinsi Jawa Barat memperlihatkan bahwa sektor industri mempunyai peranan paling besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor industri merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan output, nilai tambah, ekspor dan impor. Sedangkan peranan sektor pertanian yang terbesar dalam penyerepan tenaga kerja yaitu sekitar 32,2 persen dari jumlah total tenaga kerja di Jawa Barat. Besamya jumlah tenaga kerja dan rendahnya tingkat pendidikan para tenaga kerja di sektor pertanian mengakibatkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian jauh lebih rendah bila dibandingkan produktivitas sektor-sektor lainnya. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat pendapatan tenaga kerja, dimana upah rata-rata yang diperoleh tenaga kerja di sektor pertanian merupakan upah terendah yaitu sebesar Rp 920.000 pertahun.
Nilai multiplier output dan pendapatan yang dihasilkan berdasarkan analisis menunjukkan bahwa sektor industri mempunyai nilai multiplier terbesar. Multiplier output tipe I dihasilkan oleh industri barang jadi dan logam dengan nilai 2,092 yang berarti peningkatan permintaan akhir satu-satuan akan meningkatkan output seluruh perekonomian sebesar 2,092 satuan. Multiplier pendapatan terbesar diperoleh sektor industri kertas, barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan dengan nilai 2,639. Sedangkan multiplier tenaga kerja terbesar dihasilkan oleh sektor jasa-jasa.
Di sektor pertanian, nilai multiplier output total sebesar 1,555 yang berarti apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu juta maka akan meningkatkan output seluruh perekonomian sebesar 1,555 juta. Multiplier tenaga kerja sektor ini sebesar 0,188 menunjukkan jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta di sektor pertanian akan menyerap 188.000 tenaga kerja baru dalam perekonomian dengan 90,03 persen kenaikan penggunaan tenaga kerja pada sektor pertanian itu sendiri. Multiplier pendapatan sektor pertanian sebesar 0,227 mempunyai arti apabila terjadi kenaikan output sektor pertanian sebesar satu jute rupiah maka akan menaikkan tingkat pendapatan di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 227.000.
«
Sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang rendah, dimana nilai keterkaitan dan sisi output relatif lebih besar dibandingkan sisi input.
Hal tersebut berarti sektor pertanian tidak dapat dijadikan sebagai pendukung bagi pengembangan sektor lainnya maupun dijadikan sebagai sektor utama. Reran tersebut lebih tepat diberikan pada sektor industri karena sektor industri memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang besar sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai basis pengembangan perekonomian.
Berdasarkan alokasi dana pengeluaran pemerintah, dampak langsung yang dihasilkan sektor pertanian pada pembentukan total output, pendapatan, tenaga kerja dan nilai tarn bah secara absdut lebih besar dibandingkan sektor industri, pertambangan dan sektor perdagangan. Hal ini disebabkan alokasi dana pengeluaran pemerintah yang diberikan pada sektor pertanian jauh lebih besar dari ketiga sektor lainnya. Namun apabila dilihat secara proporsi terhadap nilai total, sektor pertanian menempati peringkat ketiga dari empat sektor yang diteliti. Pengeluaran pemerintah yang diberikan pada sektor pertanian temyata kurang mendukung kinerja di sektor pertanian. Karena dari analisis menghasilkan efek pengganda pendapatan yang relatif rendah jika dibandingkan dengan peningkatan jumlah tenaga kerjanya. Selain itu, pembentukan output yang dihasilkan juga lebih rendah dibandingkan tiga sektor lain yang dianalisis.
Banyaknya tenaga kerja yang bergantung di sektor pertanian merupakan salah satu alasan perlunya memperbaiki kinerja sektor pertanian di Jawa Barat Sehingga pengalihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lainnya, misalnya ke sektor industri merupakan tindakan yang harus segera dilaksanakan agar tingkat pendapatan yang diperoleh akan lebih besar dan akan berdampak pada meningkatnya tingkat kesejahteraan mereka. Sektor industri yang diharapkan dapat dijadikan sebagai sektor utama (leading sector1) yang dapat menampung para pekerja dari sektor pertanian adalah sektor industri yang berbasis pertanian (agroindustri), khususnya agroindustri dari jenis aneka industri dan industri kecil.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ujang Syahrul M.
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh anggaran pengeluaran pemerintah, Pendayagunaan dana ZIS, dan PDRB perkapita terhadap tingkat kemiskinan. Setiap variabel dibentuk variabel manifesnya sehingga variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah di bidang kesra (perumahan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan kesehatan), pendayagunaan dana ZIS, dan PDRB Perkapita. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series mulai tahun1987 sampai dengan 2002. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik dan BAZIS DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan analisis ekonometrika regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel anggaran pengeluaran pemerintah, pendayagunaan dana ZIS, dan PDRB Perkapita berhubungan negatif dengan tingkat kemiskinan. Artinya, ketika anggaran pengeluaran pemerintah, pendayagunaan dana ZIS, dan PDRB Per kapita meningkat, maka tingkat kemiskinan akan menurun.

This thesis is aimed to identify the influence of government expenditur budget and ZIS utilization toward the poverty level. The Variables used are government expenditure budget on people?s welfare, ZIS utilization, and per capita GRDP. Each variable formed by it manifestation, so that the variables used in this research are government expenditure for housing, education and health, ZIS utilization, and per capita GRDP. The data which is used in this research are time series data, which is start from 1987 to 2002. The data source which used are from BPS (Statistics Indonesia) and BAZIS Jakarta. The method of analyzing data used is Multi Linear Regression. The result of this research shows that the government expenditure budget, ZIS utilization, and per capita GRDP have negative relation with the poverty level. It means that, when the amount of government expenditure budget, ZIS utilization, and per capita GRDP will increase, the poverty level will decrease."
Jakarta: 2009
T25555
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>