Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maura Xaviera Tupamahu
"ABSTRAK
Remaja yang berada dalam masa transisi antara masa kanak-kanak dan
masa remaja dewasa (Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengalami beberapa
perubahan: biologis, sosial dan sosio emosional (Santroclg 2001). Perubahan ini
terjadi mulai dari pembahan fisik, fungsi reproduksi, berpikir abstrak hingga kemandirian. Remaja yang berada dalam masa pencanan identitas diri ini, mulai mengalami perubahan fisik serta memiliki dorongan-dorongan seksual yang membuatnya tertarik dengan lawan jenis. Dengan kemampuan kognitifnya yang
sudah berkembang, remaja memiliki banyak pertanyaan yang terkait dengan perubahan dirinya, mulai mencari informasi dari lingkungan.
Kemajuan teknologi saat ini., mempermudah akses remaja terhadap berbagai informasi yang ia butuhkan. Selain itu, sekarang ini informasi tidak perlu dicari oleh remaja, sebab sudah banyak yang terberi melalui acara-acara di televisi,
diskusi-diskusi di radio serta artikel-artikel di majalah yang disampaikan aecara sangat terbuka bahkan terkadang sangat vulgar. Informasi yang diperoleh remaja ini memiliki dampak positif dan negatifnya, bila remaja tidak mencari konformasi
akan informasi tersebut. Sedangkan pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah dan dianggap suatu hal tabu
untuk dibicarakan secara terbuka nampaknya tidak mendukung rasa ingin tahu remaja. Terbentur dengan mitos serta paham yang berlaku, remaja tidak memiliki tempat untuk bertanya atau merasa malu/segan untuk bertanya.
Pandangan masyarakat yang masih menganggap seks sebagai topik yang
tabu untuk dibicarakan secara terbuka, membuat remaja yang memiliki rasa ingin tahu akan dorongan seksualnya mencari informasi-informasi` dari berbagai media.
Namun tanpa adanya bimbingan dan pengarahan, maka banyak pandangan serta pengertian remaja akan seks yang berbeda-beda. Berdasarkan hal ini dan hasil elisitasi, nampak masih banyak pandangan-pandangan yang kurang tepat mengenai seksualitas. Seperti, bila melihat dan mendengar kata-kata seks sebaiknya berpaling untuk menghindar anggapan negatif atau masturbasi menyebabkan impotensi. Pandangan-pandangan yang kurang tepat ini diperoleh
dari salah menginterpretasi informasi yang diterima dari lingkungan, seperti:
teman, artikel majalah atau media informasi lalnnya. Sehingga program
pendidikan kesehatan reproduksi diperlukan bagi para remaja.
Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi yang disusun diperuntukkan
bagi remaja laki-laki maupun perempuan yang berada dalam masa pubertas (10-15 tahun) dan duduk di bangku SLTP kelas 2. Program ini berbentuk pelatihan, yang dilaksanakan dalam waktu 3 hari. Adapun materi program adalah sebagai
berikut: Pubertas, Perubahan-perubahan tubuh, Menstruasi dan Mimpi Basah,Perilaku Seksual, Risiko Perilaku Seksual, dan Alat-alat Kontrasepsi.
Melalui program ini remaja diharapkan dapat memahami fumgsi-fungsi serta pembahan organ reproduksi dan mengembangkan perilakunya menjadi
bertanggung jawab.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bani Nurainu
"Dalam suatu proses pendidikan, guru merupakan faktor penting sebab guru adalah pelaksana kegiatan secara langsung di dalam kelas yang mengajarkan materi kepada siswa (Suharto, 2000). Guru antara lain berperan sebagai pemimpin, dimana guru memperlihatkan pentingnya suatu pelajaran dan niat untuk belajar melalui sikap yang positif dan antusiasme pada pelajaran yang diberikannya kepada siswa agar siswa dapat terpicu untuk memberikan sikap dan antusiasme yang sama seperti yang ditunjukkan oleh gurunya (Sergiovanni & Starrat, 1993). Dengan demikian sikap seorang guru mempengaruhi pembentukan sikap para siswanya sehlngga diharapkan guru memiliki sikap yang positif terhadap pelajaran yang diberikan.
Selain itu, guru juga berperan sebagai eksekutif, dimana guru bertugas membuat keputusan yang tepat dalam pengajaran dengan terlebih dalulu membuat suatu rencana eksekutif pengajaran yang mencakup pembuatan analisis materi pelajaran. Di sini guru bertugas menjabarkan kurikulum dengan menguraikan pokok bahasan untuk menentukan isi materi pelajaran yang mengacu pada tujuan pembelajaran. Seorang guru juga harus memiliki kompetensi profeslonal yang telah ditetapkan oleh Depdikbud (1985), diantaranya adalah mengetahui pokok bahasan dan menguasai materi pelajaran, mampu mengelola program belajar dan mengelola kelas serta mengenai fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (Suryosubroto, 1997).
Highet (dalam Lenny, 1990) berpendapat bahwa penguasaan materi pelajaran dari seorang guru merupakan faktor utama dan paling dibutuhkan dalam menilai kualitas seorang guru, ia menambahkan bahwa seorang guru tidak hanya cukup mengetahui pokok bahasan/menguasai materi pelajaran yang diajarkannya, tetapi diharapkan juga menyukai atau menaruh minat terhadap pelajaran yang akan diberikan kepada siswanya agar merasa nyaman ketika membahas pelajaran. Salah satu pendidikan yang sedang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) adalah pendidikan seks, yang rencananya akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional pada tahun 2003 mendatang dan akan diberikan mulai di jenjang pendidikan menengah, yaitu mulai sejak SLTP (Suharto, 2000).
Dalam kurikulum nasional, istilah pendidikan seks telah diganti menjadi pendidikan reproduksi remaja (PRR) karena banyak pendidik dan para pembuat keputusan dalam bidang pendidikan dihantui efek negatif yang ditimbulkan oleh istilah pendidikan seks (Suharto, 2000). Karena tidak adanya guru khusus bidang studi PRR, maka tenaga pendidik PRR jni direncanakan melibatkan guru biologi, bimbingan konseling (BK), pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dan agama. Secara umum PRR diartikan sebagai pendidikan yang membantu remaja untuk mempersiapkan diri menghadapi permasalahan kehidupan yang bersumber pada naluri seksual, yang terjadi dalam beberapa bentuk di dalam perkembangan pengalaman setiap manusia, dengan kehidupan yang normal (Kllander, 1971).
Pokok bahasan PRR yang berkaitan dengan masalah seksuaiitas dan reproduksi tampak sangat sensitif dan kadangkala serlng diangggap tabu untuk kepentingan pendidikan sekalipun. Tidak semua orang dewasa, termasuk guru, dapat membicarakan masalah tersebut secara terbuka kepada remaja karena rasa malu dan khawatir yang berlebihan (Rice, 1996). Oleh karena Itu diduga terdapat perbcdaan sikap (dalam hal ini setuju atau tidak setuju) di antara para guru terhadap pendidikan seks yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional (Republika, 27 Agustus 2000).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengenal sikap para guru SLIP (bidang studi biologi, BK, penjaskes dan agama) yang akan mengajarkan PRR terhadap pokok bahasan PRR yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Penelitian ini melibatkan 74 subyek dari beberapa guru SLTP Negeri di Jakarta. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner berbentuk skala sikap yang diolah secara kuantitatif dengan menggunakan statistik desriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap guru SLTP (bidang studi agama, biologi, BK dan penjaskes) yang mengajarkan PRR terhadap pokok bahasan PRR yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum nasional adalah positif. Penelitian Ini juga mengungkapkan sikap guru berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan serta pengalaman mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan seks/reproduksi. Dalam penelitian ini ditemukan perbedaan sikap guru laki-laki dalam menjelaskan PRR kepada murid laki-laki dan murid perempuan. Selain itu juga ditemukan hubungan antara umur guru dengan sikap terhadap pokok bahasan PRR."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asih Nur Rahmaniah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak usia sekolah prapubertas di Kota Serang pada tahun 2014. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kulitatif kepada 3 kelompok informan, yaitu siswa kelas 1-4, orang tua dan guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan informasi tentang kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah prapubertas berbeda-beda untuk tiap tingkatan kelasnya.
Sumber informasi utama tentang kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah prapubertas adalah orang tua dan guru. Sementara itu, media yang paling disukai oleh anak dalam pendidikan kesehatan reproduksi adalah media video atau film, sedangkan metode yang dapat digunakan adalah metode permainan untuk kelas 1 dan 2 serta metode diskusi untuk kelas 3 dan 4.

This study is aimed to identify the needs of reproductive health education on prapuberty school-age children in Serang City on 2014. This study used qualitative method to 3 groups of informants; the 1st-4th grade students, the parents and the teachers. The result shows that the needs of reproductive health informations for prapuberty school-age children were different for every grade.
The main source of information about reproductive health for prapuberty schoolage children were parents and teachers. Meanwhile, the most favorite media in reproductive health education was the video or film, and the methods which can be used in delivering the information about reproductive health were games for 1st and 2nd grade, discussion for 3rd and 4th grade.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library