Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhyan Seminar Asih
"Fasade bangunan merupakan selubung bangunan yang sangat berpengaruh terhadap kondisi nyaman dan energi pada suatu bangunan. Pada penelitian ini material pelapis pada fasade bangunan mengambil material cat, batu alam, dan keramik. Karena ragam material pelapis pada fasade inilah yang banyak digunakan pada bangunan bertingkat rendah. Ketiga jenis material akan diuji nilaiOTTV pada masing-masing material untuk mengetahui material mana yang mempunyai nilai OTTV tertinggi, sedang dan rendah.
OTTV atau Overall thermal transfer value adalah merupakan satu paket kebijakan dari pemerintah mengenai konservasi energi pada bangunan yang mengatur nilai perpindahan panas pada fasade dinding bangunan. Dalam hal ini nilainya tidak boleh melebihi 45 watt/m². Semakin tinggi nilai OTTV maka semakin besar watt per meter persegi energi yang akan diterima suatu bangunan. Metode yang digunakan adalah testing out dengan pendekatan kuantitatif.
Luasan bukaan mempengaruhi nilai OTTV pada suatu bangunan. Semakin besar bukaan dinding tembus cahaya maka semakin besar beban energi yang dihasilkan suatu bangunan. Ketebalan dinding memperkecil beban energi oleh karena itu penambahan material pelapis dilakukan untuk mengoptimalisasikan konservasi energi pada suatu bangunan dengan memakai software OTTV v2.01didapat batu alam memiliki OTTV baik ( nilai OTTV= 21.70 watt/m²), keramik nilai OTTV sedang (nilai OTTV= 21.33 watt/m²), cat nilai OTTV terendah (nilai OTTV=29.4 watt/m².

Building façade is the cover of a building that strongly influences the comfort and energy inside a building. In this research, coating materials are paints, natural stones, and ceramics since these various coating materials are commonly used for low-rise buildings. Each material was tested/examined for its OTTV value to figure out the one of which has the highest, average and lowest OTTV value.
OTTV or Overall thermal transfer value is the government's policy about energy conservation in buildings to manage the value of energy transfer of a building wall façade. For this extent, the value can't be more than 45 watt/m². the higher OTTV value is, the more watt per meter square will be absorbed by the building. The method used is 'testing out' with quantitative approach.
The width of the openings influences OTTV value of a building. The wider of the transpicuous opening is, the more energy load generated by the building. The thickness of the walls reduces the energy load so that the additional coating materials is to optimize energy conservation in a building by using OTTV v2.01 software. The finding is that natural stones have good OTTV( OTTV value= 21.70 watt/m²), ceramics has average OTTV (OTTV value = 21.33 watt/m²), and paint has the lowest (OTTV value = 29.4 watt/m²).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30041
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Firdaus
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fadhilah Iskandar
"Tugas akhir ini bertujuan untuk menelaah lebih jauh mengenai proses korosi sebagai elemen pembentuk arsitektur. Tugas akhir ini mencoba untuk membuktikan stereotipe benda-benda berkarat berbahan metal sebagai salah satu penyumbang sampah yang bersifat destruktif dan menghasilkan zat buangan yang tidak dapat didaur ulang itu tidak benar sehingg a di masa depan benda-benda ini tidak lagi dihindari dan dapat dimanfaatkan manusia sebagai medium berharga dalam menghasilkan arsitektur dalam kehidupan. Dengan melakukan eksploitasi berbasis metode proses korosi, proyek ini mencoba untuk merancang dengan pendekatan ekologi untuk membuat suatu arsitektur yang bermanfaat untuk manusia dan habitat lain.

This final project aims to examine the corrosion process as an architectural design method. The final project tries to prove the stereotype of metal rusted objects as one of the destructive waste contributor and produce waste that can not be recycled is not true therefore in the future these objects are no longer avoided but can be utilized by humans as a prestige medium of living in architecture. By exploiting the corrosion as design method, the project tries to desain with ecological approach to create an architecture that is beneficial to humans and other habitats.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salikha Rizky Dirgantara
"Lantai dan peralatan merupakan komponen penting dalam pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk Pedagang Besar Farmasi (PBF). Gudang obat PBF harus memenuhi syarat tertentu, termasuk memiliki lantai mudah dibersihkan, rata, dan bebas keretakan atau lubang untuk menjaga kebersihan dan keamanan penyimpanan obat. Dalam upaya memenuhi persyaratan CDOB dan menjaga kebersihan gudang, penggunaan pelapis lantai menjadi langkah yang bisa diimplementasikan. Pemilihan bahan pelapis lantai membutuhkan analisis spesifikasi dari masing-masing bahan. Jenis bahan lantai yang dapat digunakan adalah beton yang dilapisi epoksi atau poliurea. Meskipun memiliki banyak keunggulan, epoksi juga memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis perbandingan poliurea dan epoksi sebagai bahan pelapis lantai. Kegiatan dimulai dengan terjun ke lapangan untuk melaksanakan kegiatan observasi dan wawancara. Aktivitas ini didokumentasikan dan data yang diperoleh berupa foto, laporan form checklist inspeksi, dan hasil wawancara. Hasil observasi menunjukkan bahwa lantai gudang APL saat ini hanya menggunakan beton, yang mudah rusak dan menghasilkan banyak debu. Adanya debu dapat menyebabkan kontaminasi produk dan melanggar persyaratan CDOB. Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan pelapisan lantai. Perbandingan antara bahan poliurea dan epoksi menunjukkan bahwa poliurea memiliki berbagai keunggulan. Poliurea lebih kuat, ramah lingkungan, waktu pengeringannya lebih singkat, dan memiliki umur pemakaian yang lebih lama dibandingkan epoksi. Penggunaan poliurea diharapkan dapat mengurangi biaya pemeliharaan gudang dan meningkatkan efisiensi operasional. Dengan demikian, penggunaan pelapis lantai poliurea menjadi alternatif yang lebih menguntungkan untuk menjaga kebersihan dan keamanan gudang PBF dalam memenuhi persyaratan CDOB.

Flooring and equipment play a crucial role in adhering to the Good Distribution Practice guidelines. Warehouses must meet specific requirements, including having easily cleanable, level floors without cracks or holes to ensure the cleanliness and safety of drug storage. To comply with GDP requirements and maintain warehouse hygiene, floor coatings are an effective solution. The selection of floor coating materials necessitates a detailed analysis of their specifications. Concrete coated with either epoxy or polyurea is a viable choice for floor coating. Despite epoxy's numerous advantages, it also comes with certain limitations. Therefore, conducting a comparative analysis between polyurea and epoxy as floor coatings is essential. The analysis process involves on-site observations and interviews, with the data documented through photographs, inspection checklists, and interview reports. It is observed that APL's warehouse currently uses concrete flooring, which is prone to damage and generates considerable dust. Dust accumulation can lead to product contamination, thus violating GDP requirements. A comparison of polyurea and epoxy reveals that polyurea possesses various advantages, including greater strength, environmental friendliness, shorter drying time, and an extended service life compared to epoxy. Utilizing polyurea as a floor coating is expected to reduce warehouse maintenance expenses and enhance operational efficiency. Consequently, opting for polyurea floor coatings offers a more cost-effective and efficient solution to maintain the cleanliness and safety of the PBF warehouse in alignment with GDP requirements. This step contributes to better drug storage practices, ensuring the integrity and quality of pharmaceutical products during distribution."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hafiz Aulia
"Pada penelitian ini, material pelapis komposit epoksi-bentonit diaktivasi menggunakan surfaktan kationik cetyltrimethylammonium chloride (CTAC). Bentonit dihaluskan dengan metode top-down menggunakan planetary ball mill (PBM). Kemudian dilakukan invesitgasi pada ukuran partikel, gugus fungsi, senyawa yang terkandung, jarak ruang basal, dan sifat ketahanan pelapis setelah dilakukan pencampuran pada epoksi dengan variasi komposisi 0%, 2%, 4%, 6% dan 8%. Bentonit dengan ukuran partikel 117,9 nm didapatkan setelah proses penggilingan selama 40 jam menggunakan PBM. Hasil FTIR menunjukkan tidak adanya puncak serapan pada daerah (4000-1100 cm-1) mengindikasikan bahwa sampel bentonit minimal pengotor. Pada pengujian daya lekat menggunakan pull-off test terjadi penurunan daya lekat pada pelapis komposit variasi komposisi 6% dan 8% sebesar rata-rata 3,00 dan 3,68 MPa. Hasil terbaik diperoleh pada variasi komposisi 4% sebesar rata-rata 5,19 MPa. Hal ini dipengaruhi oleh terbentuknya aglomerasi yang melemahkan ikatan antara epoksi dengan bentonit, maupun epoksi dengan substrat. Metode EIS dan salt spray test menunjukkan bahwa penambahan bahan pengisi bentonit mampu meningkatkan ketahanan pelapis. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian EIS dimana nilai impedansi pelapis komposit teraktivasi pada variasi komposisi 8% hampir dua kali lipat pelapis epoksi murni. Pengujian salt spray mengkonfirmasi hasil ini dimana pelebaran area goresan pada pelapis komposit variasi komposisi 8% hanya 0,7 mm, sedangkan pada pelapis epoksi murni sebesar 1,5 mm. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penambahan bentonit maupun aktivasi menggunakan surfaktan kationik CTAC mampu meningkatkan resistansi korosi melalui mekanisme barrier effect.

This research investigated the modification of an epoxy-bentonite composite coating material using the cationic surfactant Cetyltrimethylammonium Chloride (CTAC). Bentonite was synthesized using a top-down method with planetary ball mill (PBM). An investigation was then conducted on the particle size, basal spacing, functional groups, and coating resistance properties after mixing the epoxy with composition variations of 0%, 2%, 4%, 6%, and 8%. The particle size was successfully reduced to 117,9 nm after 40 hours of PBM. FTIR analysis showed that the absence of absorption peaks in other regions (4000-1100 cm-1) indicates that the bentonite samples have minimal impurities. The EIS method and salt spray test revealed that the addition of bentonite filler can increase the durability of the coating. The EIS test results showed that the impedance value of the modified composite coating with an 8% composition variation was almost twice that of the neat epoxy. The salt spray test confirmed these results, with the widening of the scratch area on the 8% composition variation composite coating being only 0,7 mm, compared to 1,5 mm on the neat epoxy. The pull-off test revealed a decline in the adhesion properties of composite coatings with compositional variations of 6% and 8%, yielding average values of 3,00 MPa and 3,68 MPa, respectively. The best results were obtained at a 4% composition variation, with an average of 5,19 MPa. This is influenced by the formation of agglomeration, which weakens the bond between the matrix and the filler, as well as the matrix and the substrate. The results of the investigation in this work showed that the incorporation of filler and surface modification treatments can enhance the corrosion resistance of the composite coating through the barrier effect mechanism."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warneri
"Aplikasi perlindungan korosi melalui metode pelapisan (coating) biasa dilakukan sebagai upaya dalam pencegahan korosi pada suatu struktur, struktur yang akan dilapisi pada penelitian ini dilakukan pada sambungan las baja karbon S355KT dengan metode las GTAW-FCAW. Pelapisan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan dua tipe pelapis yaitu pelapisan menggunakan cat dan pelapisan menggunakan aluminium dengan metode TSA (Thermal Spray Aluminium). Pelapisan cat menggunakan metode pelapisan sesuai rekomendasi manufaktur hingga didapat ketebalan 300 – 350 µm. Pelapisan selanjutnya menggunakan aluminium dengan metode TSA hingga didapat ketebalan 300 – 350 µm sama dengan pelapis cat. Preparasi permukaan dilakukan sebelum aplikasi pelapis pada permukaan substrat dengan melakukan mechanical grinding pada permukaan las hingga rata dengan base metalnya dan setelah itu dilakukan blasting menggunakan Eurogrit dan Aluminium Oxide, kekasaran permukaan sebelum dilakukan pelapisan yaitu 60 – 80 µm. Tiap sampel dilakukan pengujian kekuatan ikatan (bonding) dan kualitas lapisan dengan metode pull-off test, uji sembur garam (salt-spray) selama 72 jam, uji microhardness dan pengamatan SEM/EDX.
Pengamatan dengan pengujian hardness tidak terlihat kekerasan antara basemetal dan welding area dengan pelapis baik untuk pelapis cat maupun aluminium. Pengamatan SEM/EDX pelapis cat terjadi ikatan yang baik antara pelapis dan substrat begitu juga dengan pelapis aluminium meskipun terlihat sedikit porositas. Pengamatan uji sembur garam pada kedua pelapis tidak mempengaruhi daerah penggoresan namun terlihat perubahan warna secara signifikan yang terlihat adanya pembentukan korosi secara merata pada pelapis aluminium sedangkan untuk pelapis cat tidak terlihat. Kekuatan lekat adhesi lapisan aluminium lebih tinggi dibanding cat, mekanisme ikatan untuk kedua pelapis tersebut adalah ikatan mekanis interlocking berdasarkan kekasaran permukaan.

The application of corrosion protection through a coating method is usually done as an effort to prevent corrosion of a structure, the structure to be coated in this study was carried out on S355KT carbon steel welded joints using the GTAW-FCAW welding method. The coating carried out in this study uses two types of coatings, namely coating using paint and coating using aluminum using the TSA (Thermal Spray Aluminum) method. Coating the paint using a coating method according to the manufacturer's recommendations to obtain a thickness of 300-350 µm. The next coating uses aluminum with the TSA method to obtain a thickness of 300-350 µm with paint coatings. Surface preparation was carried out before the application of coatings on the surface of the substrate by doing mechanical grinding on the weld surface to flatten with the metal base and after blasting using Eurogrit and Aluminum Oxide, surface roughness before coating was 60 - 80 µm. Each sample was tested for bonding strength and coating quality by the pull-off test method, salt-spray test for 72 hours, microhardness test and SEM / EDX observation.
Observations with hardness testing showed no hardness between basemetal and welding areas with coatings for both paint and aluminum coatings. Observation of SEM / EDX paint coatings has a good bond between coatings and substrate as well as aluminum coatings even though it looks a little porosity. Observation of the salt spray test on the two coatings did not affect the streaking area, but there was a significant color change which showed an even formation of corrosion in aluminum coatings while the paint coating was not seen. The adhesion strength of the aluminum coating adhesion is higher than that of paint, the bonding mechanism for these two coatings is the interlocking mechanical bond based on surface roughness.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T51945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Shear strenght between asphalt wearing course and layer beneath in pavement structure has an important role. Wearing course distrees will occur due to unsatisfactory shear strengh such as shoving,craks and Removal of some wearing course
."
JJJ 25:1 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lukmanul Hakim
"Nanoteknologi telah menjadi harapan dan tumpuan masyarakat dunia untuk menunjang teknologi masa depan. Material nanopartikel biasanya menunjukkan sifat elektrik, optik, magnetik dan kimia yang sangat unik yang tidak diperoleh pada material bulknya. Terutama besi oksida dan ferrite memperlihatkan sifat yang sangat menarik karena kepentingan teknologinya dalam nanoteknologi pada pasar informasi, agen kontras MRI, dan ferrofluida. Akan tetapi nanopartikel memiliki kecenderungan untuk saling beragregasi. Sehingga diperlukan senyawa tertentu untuk melapisinya. Dalam penelitian ini, nanopartikel besi oksida disintesis menggunakan asam oleat dan asam laurat sebagai molekul pelapis. Pembuatan nanopartikel besi oksida menggunakan metode dekomposisi termal dengan prekursor besi(III) asetilasetonat, Fe(acac)3. Garam Fe(III) terlebih dahulu direduksi oleh alkohol menjadi Fe(II) yang kemudian diikuti dengan dekomposisi pada suhu tinggi. Asam oleat dan asam laurat bertindak sebagai molekul pelapis (capping reagent) yang berfungsi untuk melapisi permukaan nanopartikel dan mencegah agregasi nanopartikel besi oksida. Spektra fourier transform infrared (FTIR) menunjukkan bahwa molekul asam oleat teradsorbsi pada permukaan nanopartikel magnetite. Analisis dengan scanning electron microscopy (SEM) menggambarkan asam oleat melapisi partikel dengan isolasi dan memiliki dispersibilitas yang baik. Pengukuran dengan particle size analyzer menghasilkan nanopartikel besi oksida dengan ukuran 23.3 nm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30374
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sumbodo Samsoni
"Aspal sebagai basis pelapis organik rahan lcorosi /elah lama digunalcan unlulc melindungi logam dari serangan korosi aspal memililci sifat iahan air, tahan lcimiag berwarna hiram, berdaya rekat dan viskosilaszyfa mermrzm dengan meningkamya zemperazur. Pada kenyataan lain perusahaan-perusahaan mirgfak bumi selalu menghasilkan limbah padat alau endapan yang dilcenal dengan sludge dari langld-langld penyimpanan mereka. Dan unruk membuangnya ke pusai pengolahan limbah memerlukan biaya yang tidal: sedilrir. Berdasarkan literatur dikeiahui bahwa sludge tersebut masih satu golongan dengan aspal yaitu bitumen dan beberapa sifat-sifar sludge mirqn dengan aspal yaitu berbentuk pasta, berdaya relcal walaupun lidak selcua! aspal.
Untuk dapat digunakan sebagai pelapis sludge hams dicampur deugan bahan-bahan seperli rallr, lilin, resin, aWal dan pelarul roluena. Pengrjian yang dilakukau adalah lrefahanan lrorosi berupa :gi celup garam dan :gi elrspos a1mo_\j`erilr. wi yang lain adalah daya leka! dengan tape tes! dan uji lcetahanan panas 1 5 0° C .
Hasil penelitian mermiyuklraiz bahwa perhandingan talk-aspal yang bail:
adalah perbandingan _vang sedang, tidalf besar atau lcecil pada sampel A2 rallc/Zzspal (120 gr/10 gr), A12 (140/30) dan A18 (160/30). Penambahan ialk meuingkatkan kerahanan korosi (aspal 30 gr), mermrunkan ketahanan terhadap kerusakau (aspal 10 dan 20 gr), mempengaruhi pembemulcan pin holes flcomposisi A 14, A 16 dan A 18), meminmlaau daya leka! :mink lima hari pengerirzgan(komposisi A16) rapi tidal: mempengaruhi daya lelcal selelah dielrspos di alma;/'er selama 30 hari. Pengaruh aspal meningkatkan kelahanan terhadap kerusalran (fall: 120 dm: 140 gr), mermnmlcan ketahanan korosi (talk 120 dan 160 gr), menlngkatkan daya lekat untuk lima hari pengeringan (laomposisi A12) tapi tidal: mempengaruhi daya lekat setelah dielaspos df aimorjer selama 30 hari. Kemsakan lapisan dalam hal ini berupa blisrering{ne1epuhan dan sedildt retak. Daya leka! yang relarif bail: ini berkar adzmya curing selama dielaspos di armosjer 30 hari, curing yang lama ini disebablcan ridalr adanya curing agent untuk resin."
2000
S41484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Stefan
"[ABSTRAK
Saat ini, penggunaan gliserol masih sangat sedikit sekali. Padahal, potensinya besar karena dapat dengan mudah didapatkan sebagai sisa dari pembuatan biodiesel. Salah satu cara untuk memanfaatkan gliserol ini adalah dengan menggunakan gliserol sebagai bahan dasar pembuatan pelapis poliuretan sebagai lapisan anti abrasi pada logam. Poliuretan dikenal sebagai salah satu jenis polimer yang memiliki ketahanan abrasi yang tinggi. Pada penelitian ini, akan dilakukan uji terhadap performa anti abrasi dari pelapis poliuretan dengan bahan baku gliserol, asam lemak dan phthalic anhydride. Asam lemak digunakan dalam penelitian ini adalah asam oleat dam asam stearat. Pelapis poliuretan dilapiskan pada plat alumunium sebagai plat sampel. Uji abrasi dilakukan dengan alat abrasi sederhana dengan menggunakan pasir sebagai media abrasi. Dari penelitian ini, performa ketahanan abrasi dari sampel dilihat dari nilai wear rate (gram/cm2.menit) yang akan merepresentasikan banyaknya sampel atau pelapis yang hilang per satuan luas sampel yang digunakan.

ABSTRACT
Nowadays, glycerol usage is still low. However, glycerol potential is big and also easy to get as the byproduct of biodiesel production process. In order to increase the usage of glycerol, glycerol can be used as material to make polyurethane coating as metal anti abrasion coating. Polyurethane is well known as one of polymer which has great abrasion resistance. In this research, there will be a test to determine abrasion resistant of polyurethane coating made by glycerol, fatty acid and phthalic anhydride. Oleic acid and stearic acid are fatty acid that will be used in this research. The polyurethane coating will be coated in alumunium plate as sample plate. Abrasion test will be conducted using abrasion device which use sand as abrasive material. From this research, the anti abrasion performance of polyurethane coating will be measured by calculating wear rate (gram/cm2.minute) that will represent amount of sample or coating mass loss per area of used surface sample., Nowadays, glycerol usage is still low. However, glycerol potential is big and also easy to get as the byproduct of biodiesel production process. In order to increase the usage of glycerol, glycerol can be used as material to make polyurethane coating as metal anti abrasion coating. Polyurethane is well known as one of polymer which has great abrasion resistance. In this research, there will be a test to determine abrasion resistant of polyurethane coating made by glycerol, fatty acid and phthalic anhydride. Oleic acid and stearic acid are fatty acid that will be used in this research. The polyurethane coating will be coated in alumunium plate as sample plate. Abrasion test will be conducted using abrasion device which use sand as abrasive material. From this research, the anti abrasion performance of polyurethane coating will be measured by calculating wear rate (gram/cm2.minute) that will represent amount of sample or coating mass loss per area of used surface sample.]"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S58863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>