Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sondakh, Agustine H.S.
"ABSTRAK
Hasil pemeriksaan berkala pada pekerja di industri pengolahan minyak dan gas alam Kalimantan timur, menunjukkan adanya peningkatan enzim-enzim hati yaitu ALT, AST, SGGT. Hal ini menunjukkan adanya gangguan fungsi hati yang masih reversibel bila tidak segera ditangani akan dapat mengakibatkan penyakit hati yang lebih berat atau dapat menyebabkan sirosis hepatis.
Timbul pertanyaan: Adakah hubungan antara peningkatan enzim hati pekerja di industri pengolahan minyak dan gas alam Kalimantan Timur dengan tempat kerja, beban kerja, kepangkatan, kegemukan, umur, dan lama kerja ?
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan desain penelitian Cross Sectional.
Analisis statistik data dilakukan dengan program SPSS versi 4.0, untuk mendapatkan gambaran karakteristik masing-masing variabel (univariat), bivariat dengan uji beda proporsi, perhitungan nilai 'Odds Ratio', dan confiders interval (CI) 95%.
Hasil penelitian :
- Tidak ada hubungan antara peningkatan enzim hati pekerja dengan tempat kerja yang diduga terpajan pada zat hepatotoksik.
- Ada hubungan antara peningkatan enzim hati pekerja dengan beban kerja fisik ringan, kepangkatan senior staf, umur, kegemukan.
- Tidak ada hubungan peningkatan enzim hati pekerja dengan lama kerja.
Kesimpulan hasil penelitian peningkatan enzim hati pada pekerja di industri pengolahan minyak dan gas di Kalimantan Timur dihubungkan dengan kepangkatan senioritas pekerja, umur, kegemukan, beban kerja mental yang berat sedangkan tempat kerja yang diduga terpajan pada zat hepatotoksik dan lama kerja, dengan analisis bivariat tidak ada hubungan secara statistik tetapi analisis multivariat mempunyai kontribusi walaupun hanya sedikit dengan adanya interaksi dan konfounding dengan variabel lainnya.
Saran pada pekerja yang berumur di atas 45 tahun, untuk mengadakan pemeriksaan berkala setiap sekurang- kurangnya 6 bulan sekali, dan dipindahkan ketempat yang tidak terpajan pada bahan toksik. Pekerja yang mempunyai HMI >25kg/m2 disarankan diet rendah kalori dan lemak, dan mengadakan olah raga teratur. Pekerja senior staf dan beban kerja mental yang tinggi disarankan waktu pemeriksaan berkala lebih pendek (sekurang-kurangnya 6 bulan sekali), istirahat waktu lebih panjang dan olah raga teratur yang sesuai.

ABSTRACT
;Regular medical examination has been conducted for employees of crude oil and gas industry in Kalimantan Timur. There was elevation liver enzyme test such as: ALT, AST, and GGT. This was an indication that there was some liver dysfunction, which was reversible.
The question is what is the stage of elevation, which was related with to the exposure of hepatotoxic material. Some of the variables such as: rank, work responsibility, obesity, age and duration of employment were measured.
This study used secondary data and the design of the study was Cross Sectional.
Statistical analysis was done by the use of SPSS program it had been described the characteristic of variables, using bivariat technique by Chi-Square test, to determined `Odds Ratio' and Confidence Interval (CI) 95%.
The study confirmed that there was no relation between liver enzyme elevation and department exposure to hepatotoxic material and duration of employment. There was correlation between liver enzyme elevation and work responsibility light physical load, rank, age and obesity.
It was concluded that liver enzyme elevation was correlated with age, obesity, rank, work responsibility. How ever department with high exposure to hepatotoxic and duration of employment had no significant different if we used the bivariat test. But if we used multivariate test, it showed a contribution to the interaction and it showed a confounding with another variable.
It was suggested that: workers over 45 year should have a medical examination at least every 6 month, and it was suggested also to be transferred to other department with less exposure of hepatotoxic materials. The workers who have BMI more than 25kg/m2 were suggested diet of low calorie and regular physical exercise. The workers senior staff and work responsibility who had mental work load were suggested to have a medical examination at least every 6 month, regular physical exercise and their rest pause should longer than the others.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinie Zakiyah
"Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas nomor satu di dunia, mengakibatkan kerugian ekonomi, dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Hipertensi dan hiperlipidemia merupakan faktor risiko PJK yang secara langsung dapat meningkatkan risiko PJK. Pengendalian hipertensi dan hiperlipidemia dapat mencegah terjadinya PJK. Untuk mencegah dengan tepat maka harus diketahui faktor risiko hipertensi dan hiperlipidemia yang dimiliki pekerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian Hipertensi dan hiperlipidemia (Risiko PJK) diantara pekerja di Kawasan Industri Pulo Gadung tahun 2006.
Penelitian ini menggunakan desain studi Cross Sectional dengan variable dependen (hipertensi dan hiperlipidemia) dan variabel independen (kebiasaan merokok, lama merokok, perokok pasif, konsumsi alkohol, kebiasaan olahraga, dan obesitas (IMT dan RLPP). Populasi penelitian ini adalah pekerja di kawasan industry Pulo Gadung yang berumur 20 tahun ke atas, bekerja di 7 jenis perusahaan. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square dan uji korelasi.
Pada penelitian ini diperoleh prevalensi hipertensi diantara pekerja pada kelompok umur 20 tahun ke atas di kawasan industri Pulo Gadung sebesar 22,3% dan prevalensi hiperlipidemia sebesar 21,1%. Prevalensi pekerja dengan 3 faktor risiko utama PJK (2,4%), 2 faktor risiko utama PJK (17,4%), 1 faktor risiko utama PJK (41,6%). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan yang signifikan antara umur, IMT, dan RLPP dengan kejadian hipertensi. Pekerja yang berumur 40 tahun ke atas berpeluang lebih besar terkena hipertensi (OR 4,02; 95% CI: 2,88 - 5,60), pekerja IMT overweight berpeluang lebih besar terkena hipertensi (OR 3,30; 95% CI: 2,38 - 4,59), dan pekerja dengan RLPP tinggi berpeluang lebih besar terkena hipertensi (OR 2,48; 95% CI: 1,79 - 3,44). Uji korelasi didapatkan bahwa ada hubungan linier yang signifikan antara umur, lama merokok, IMT, RLPP lakilaki, RLPP perempuan, kadar kolesterol darah dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Diperoleh hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, suku, dan IMT dengan kejadian hiperlipidemia. Perempuan berpeluang lebih besar terkena hiperlipidemia (OR 1,45; 95% CI: 1,04 - 2,03), suku Jawa berpeluang lebih besar terkena hiperlipidemia (OR 2,43; 95% CI: 1,03 - 5,75), dan IMT overweight berpeluang lebih besar terkena hiperlipidemia (OR 1,52; 95% CI: 1,09 - 2,11). Uji korelasi didapatkan hubungan linier yang signifikan antara umur, lama merokok, dan IMT dengan kadar kolesterol darah.
Berdasarkan temuan tersebut selanjutnya direkomendasikan untuk dilakukan kegiatan penyuluhan kesehatan mengenai faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan hipertensi dan hiperlipidemia (Risiko PJK), bahaya merokok, program kontrol berat badan dan smoking cessation, dan skrining elektrokardiogram (EKG) pada pekerja yang mempunyai 2 atau lebih faktor risiko PJK."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aswinudin Fajar
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifky Eko Sulistiyo
"Proses pembuatan mebel umumnya menghasilkan partikulat, termasuk partikulat dengan diameter aerodinamik kurang dari 10 m PM10. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsentrasi PM10 yang dihasilkan dari proses penyerutan, pembobokan dan pengamplasan kayu di tiga industri mebel skala rumahan Toko A, B dan C. Selain itu, juga menganalisis diameter dan komposisi sampel yang memiliki konsentrasi tertinggi. Ketiga toko memiliki persamaan dan perbedaan karakteristik seperti luas, jumlah pekerja dan mesin produksi. Toko A memiliki luas 183 m2 dengan jumlah 3 orang pekerja, Toko B seluas 179 m2 dengan 3 orang pekerja dan Toko C 135 m2 dengan 2 orang pekerja. Rata-rata konsentrasi PM10 pada proses penyerutan, pembobokan dan pengamplasan di ketiga toko secara berutur-turut yaitu 439.64 g/Nm3, 341.54 g/Nm3, dan 777.42 g/Nm3 di Toko A, 537.07 g/Nm3, 292.91 g/Nm3 dan 633.27 g/Nm3 di Toko B serta 585.76 g/Nm3, 487.59 g/Nm3 dan 779.26 g/Nm3 di Toko C. Konsentrasi tertinggi yaitu proses pengamplasan di Toko C dan konsentrasi terendah yaitu proses pembobokan di Toko B. Sedangkan komposisi unsur kimia yang terkandung dari sampel pengamplasan yaitu C, O, Si, Al, Ba, Na, Zn, K dan Ca dengan rentang diameter antara 0.5 ndash; 0.7 m.

The process of making furniture generally produces particulates, including particulates with aerodynamic diameter less than 10 m PM10. This study aims to analyze PM10 concentrations resulting from the process of planing, mortising and sanding the wood in three of small scale furniture industry Store A, B and C. In addition, it also analyzes diameter and composition of sample with the highest concentration. The three stores have similarities and differences in characteristics such as area, number of workers and machinery. Store A has an area of 183 m2 and 3 workers, store B of 179 m2 with 3 workers and store C of 135 m2 with 2 workers. The average concentrations of PM10 in planing, mortising and sanding in the three stores are respectively 439.64 g Nm3, 341.54 g Nm3, and 777.42 g Nm3 at store A, 537.07 g Nm3, 292.91 g Nm3 and 633.27 g Nm3 at store B and 585.76 g Nm3, 487.59 g Nm3 and 779.26 g Nm3 at store C. The highest average concentration is in sanding process at store C and the lowest average concentration is in mortising process at store B. While the chemical compositions of sample are C, O, Si, Al, Ba, Na, Zn, K and Ca with diameter range between 0.5 ndash 0.7 m.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Hali Komariah
"ABSTRAK
Sumber PM2,5 banyak dihasilkan dari kegiatan antropogenik seperti
transportasi industri, dan rumah tangga. Sumber dari kegiatan industri biasanya
banyak berasal dari kegiatan pertambangan, cerobong asap pabrik, hasil
pembakaran dan industri semen (WHO, 2006). Tujuan utama dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui tingkat risiko PM2,5 dan hubungannya dengan penurunan
fungsi paru. Jenis penelitian ini adalah analisis risiko dan epidemiologi dengan
desain cross sectional, jumlah sample 92 responden dan teknik pengambilan
sampel adalah proporsional simple random sampling. Data diperoleh dari
kuisioner, pengukuran PM2,5 pengukuran antropometri dan pengukuran fungsi
paru. Fungsi paru diperiksa dengan menggunakan spirometri tes untuk
mendapatkan nilai FVC dan FEV1. Konsentrasi PM2,5 diukur dengan
menggunakan High Volume Air Sampler. Analisis uji statistik menggunakan Chi
square dan regresi linear dengan derajat kepercayaan 95%. Untuk menghitung
besarnya risiko dilakukan sampling konsentrasi PM2,5 di 6 titik area. Hasil
perhitungan risiko lifetime menunjukkan terdapat 5 area berisiko dengan nilai RQ
> 1, yaitu storage, raw mill, kiln, finish mill dan packing. Prevalensi penurunan
fungsi paru pada pekerja industri semen sebesar 60,9% di mana 50% menagalami
restriktif dan 10,9% mengalami obstruktif. Hasil analisis menjukkan hubungan
yang signifikan antara gangguan fungsi paru dengan konsntrasi PM2,5 (p= 0,035,
OR=2,722), umur (p= 0,020, OR= 2,833), status gizi (p=0,007, OR= 3,323),
kebiasaan merokok (p= 0,035, OR= 2,60), aktifitas fisik (p=0,035, OR= 2,667),
lama kerja (p=0,028, OR= 3,400), masa kerja (p= 0,018, OR= 3,015). Dengan
analisis multivariat, didapatkan faktor yang paling berhubungan terhadadap
gangguan fungsi paru adalah, konsentrasi PM2,5, usia, sratus gizi, kebiasaan
merokok dan masa kerja. Selanjutnya diperlukan upaya untuk perbaikan
lingkungan area kerja dengan memperhatikan risiko yang ditimbulkan dari
pajanan PM2,5 dan melakukan manajemen risiko di area kerja.

ABSTRACT
Source PM2,5 many resulting from anthropogenic activities such as the
transport industry and households. Sources from industrial activities usually come
from mining activities, smokestacks, the products of combustion and cement
industries (WHO, 2006). The main objective of this research is to determine the
level of risk PM2,5 and its relationship with the decline in lung function. This
research is a risk analysis and epidemiology with cross-sectional design, the
number of samples 92 respondents and sampling techniques is proportional simple
random sampling. Data obtained from the questionnaire, anthropometric
measurements PM2,5 measurements and measurements of lung function. Lung
function is checked by using a spirometry test to get the value of FVC and FEV1 .
PM2,5 concentration was measured by using a High Volume Air Sampler.
Statistical analysis using Chi-square test and linear regression with 95%
confidence level. To calculate the amount of risk sampling PM2,5 concentration in
6 point area. The results show the lifetime risk calculations are five risk areas with
RQ values> 1, ie storage, raw mill, kiln, mill and packing finish. The prevalence
of lung function decline in cement industry workers amounted to 60.9% where
50% menagalami restrictive and 10.9% had obstructive. The results of the
analysis is significant association between impaired lung function by
consentration PM2,5 (p = 0.035, OR = 2.722), age (p = 0.020, OR = 2.833),
nutritional status (p = 0.007, OR = 3.323), smoking (p = 0.035, OR = 2.60),
physical activity (p = 0.035, OR = 2.667), duration of action (p = 0.028, OR =
3.400), age (p = 0.018, OR = 3.015). By multivariate analysis, it was found the
factors most associated to lung function impairment is, the concentration of PM2,5,
age, sratus nutrition, smoking habits and tenure. Further efforts are needed for
environmental improvement work area by taking into account risks arising from
exposure to PM2,5 and perform risk management in the work area."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Lestari
"Perkembangan kawasan industri dan pertumbuhan jumlah pekerja industri berimplikasi pada peningkatan kebutuhan hunian di sekitar kawasan industri. Perbedaan latar belakang dan kebutuhan pekerja menyebabkan munculnya keberagaman preferensi dalam memilih hunian. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat preferensi hunian pekerja industri berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi hunian seperti; faktor fisik rumah, kualitas, lokasi, ketersediaan fasilitas pendukung, dan faktor kondisi lingkungan sekitar. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa lokasi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pemilihan hunian pekerja industri, karena semakin jauh lokasinya maka semakin besar biaya dan waktu tempuh yang dibutuhkan. Namun studi lainnya membuktikan bahwa pekerja industri lebih memilih menjadi commuter dibandingkan tinggal di hunian sewa dan menetap di kota. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan melakukan survey dalam bentuk kuesioner. Hasil penelitian merupakan analisis deskriptif dan analisis skoring. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kondisi lngkungan yang aman menjadi faktor terpenting dalam pemilihan hunian bagi pekerja industri dengan tingkat kepentingan sebesar 98,4%.

The development of industrial estates and the growth in the number of industrial workers have implications for increasing the need for housing around industrial areas. The different backgrounds and needs of workers lead to the emergence of a diversity of preferences in choosing a housing. This study aims to look at the occupancy preferences of industrial workers based on factors that influence the choice of housing such as; physical house, house quality, location, availability of supporting facilities, and environmental conditions. Previous studies have shown that location is the most influential factor in choosing residential workers for industrial workers, because the farther away the location is, the greater the cost and travel time required. However, other studies have shown that industrial workers prefer to be commuters rather than living in rental housing and living in cities. The method used is a qualitative method with the results of qualitative descriptive analysis and scoring analysis. The results of this study state that the most important factor in choosing a house for industrial workers is the condition of the surrounding environment, namely a safe environment with an importance level of 98.4%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Kurniati
"Particulate matter merupakan salah satu kontaminan udara yang dihasilkan oleh industri semen. Pajanan jangka panjang ataupun jangka pendek PM2,5 mengakibatkan efek kesehatan, salah satunya gangguan fungsi pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan konsentrasi pajanan personal PM2,5 dan efek akut pernapasan subyektif pada pekerja patrol bagian produksi di industri semen PT X, tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif . Pengukuran konsentrasi PM2,5 menggunakan Leland Legacy Pump dan Sioutas Cascade Impactor selama 8 jam kerja pada patroler area reklamer, raw mill, firing, finish mill, dan packhouse. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsentrasi pajanan personal PM2,5 pada patroler industri semen PT X adalah 1495,651 µg/m3 dan konsentrasi pajanan PM2,5 tertinggi terdapat pada area packhouse. Seluruh patroler mengalami efek akut pernapasan subyektif, dengan keluhan tertinggi sakit tenggorokan dan bersin (64,7%).

Particulate matter is one of the air contaminant produced by cement industry. Health effect that caused by long term or short term of PM2,5 exposure lead to respiratory diseases. This study purposes to describe personal exposure concentrations of particulate matter (PM2,5) and percentage subjective acute respiratory effects on production patrol workers at PT X cement industry 2016. This research is a quantitative descriptive study by measuring the concentration of PM2,5 using personal sampling equipment such as Leland Legacy Pump and Sioutas Cascade Impactor during work hours on patrol reklamer, raw mill, firing, finish mill, and pack house work area. The result shown that the average personal exposure concentration of PM2,5 on patrol workers in PT X cement industry amounted to 1495,651 µg/m3 with the highest area of exposure in the pack house work area. All of patrol workers experienced the subjective acute respiratory effects with the highest effect are sore throat and sneezing (64,7%)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fea Firdani
"Toluena merupakan pelarut organik aromatik yang paling sering digunakan pada industri yang dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi pekerja yang terpajan. Asam hipurat adalah biomarker penanda terjadinya pajanan toluena di dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajanan toluena terhadap tingkat risiko RQ dan kadar asam hipurat urin pada pekerja industri alas kaki. Penelitian menggunakan desain cross sectional di tiga industri alas kaki yang berada di Ciomas Bogor. Jumlah sampel 40 pekerja dengan pemilihan sampel multistage random sampling. Sampel udara diambil sebanyak 9 titik untuk mengukur konsentrasi toluena di tempat kerja dan di analisis dengan Gas Chromatografi GC . Sampel urin diambil pada pekerja untuk mengukur kadar asam hipurat dengan menggunakan alat UPLC MS/MS. Tingkat risiko RQ dihitung dengan membandingkan nilai asupan intake dengan dosis acuan Reference Concentration . Data karakteristik individu diperoleh melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi toluena di udara p value 0,001 , umur p value 0,004 , lama kerja p value 0,004 , tugas kerja p value 0,013 dengan tingkat risiko RQ , namun berat badan, jenis kelamin, status merokok dan kebiasaan minum kopi tidak ada hubungan dengan tingkat risiko RQ . Tidak ada hubungan antara konsentrasi toluena di udara, umur, lama kerja, tugas kerja, berat badan, jenis kelamin, status merokok dan kebiasaan minum kopi dengan kadar asam hipurat urin pekerja. Analisis multivariat menunjukan bahwa tingkat risiko RQ dipengaruhi oleh konsentrasi toluena, lama kerja dan tugas kerja secara bersamaan setelah dikontrol dengan variabel lainnya dengan persamaan regresi linear : Tingkat risiko RQ = -3,335 0,913 Konsentrasi toluena 1,07 Lama kerja ndash; 0,345 Tugas kerja . Disarankan pekerja menggunakan alat pelindung diri, melakukan rotasi kerja dan pekerja pengeleman ditempatkan diruangan dengan ventilasi terbuka.

Toluene is organic solvents aromatic most often used in industry that can give a health risk to exposed workers. Toluene exposure can be determined by measuring the biomarker in the urine is hippuric acid. This research to analysis effect of toluene exposure to risk quotient RQ and urinary hippuric acid on informal footwear industries workers. This study used cross sectional design in three informal footwear industries which are located in Ciomas Bogor. Number of samples is 40 workers with sample selection of multistage random sampling. Air samples were collected at 9 points to measure toluene concentrations in the workplace and analyzed with Gas Chromatography GC . Urine samples were collected on the workers to measures levels of hippuric acid using UPLC MS MS. Estimation risk quotient RQ is compare the value of intake with Reference Concentration RfC . The results showed that there was significant correlation between toluene concentration p value 0,001 , age p value 0,004 , length of work p value 0,004 , work assignment p value 0,013 with risk quotient RQ , but there was no relation weight, sex, smoking and drinking coffee with risk quotient RQ . There was no relation between toluene consentration, age, length of work, work assignment, weight, sex, smoking and drinking coffee with urinary hippuric acid. Multivariate analysis showed that risk quotient RQ was influenced by toluene concentration, length of work and work assignment after controlled with other variables with a linear regression equation Risk Quotient RQ 3,335 0,913 toluene concentration 1,07 length of work ndash 0,345 work assignment. Workers should use personal protective equipment, doing work rotation and workers who work using glue are placed in the room with open ventilation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T49076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Saputra Agus
"Pajanan debu PM2.5 di tempat kerja pada umumnya akan menyebabkan obstruksi pada saluran pernapasan yang ditunjukkan dengan penurunan fungsi paru. Pekerja industri batu kapur mempunyai risiko yang sangat besar untuk penimbunan debu terhirup pada saluran pernapasan. Absorbsi dari partikel-partikel pajanan debu terjadi melalui mekanisme pernapasan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pajanan debu PM2.5 dengan gangguan fungsi paru pada pekerja industri pengolahan batu kapur di Nagari Tanjung Gadang Kecamatan Lareh Sago Halaban KabupatenLima Puluh Kota. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional dengan total sampel sebanyak 60 orang. Analisis data untuk mengetahui hubungan pajanan debu PM2.5 dengan fungsi paru pekerja berupa faktor-faktor risiko yang mempengaruhi yaitu jenis kelamin, umur, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, penggunaan APD dan lama pajanan, menggunakan uji chi square dan stratifikasi. Analisis multivariat dengan uji regresi logistik metode backward stepwise. Hasil dari penelitian menemukan pajanan debu PM2.5 mempunyai hubungan yang kuat dengan terjadinya gangguan fungsi paru (nilai p = 0,02 dan OR = 5,833 serta probabilitas terjadinya gangguan fungsi paru bagi pekerja yang bekerja di tempat kerja dengan konsentrasi debu di atas adalah 68,6 %.Kedepannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah atau instansi terkait pada umumnya dan dinas kesehatan sebagai acuan pelaksanaan program yang berkaitan dengan efek merugikan dari pekerjaan terhadap kesehatan pekerja dan monitoring lingkungan kerja serta surveilans kesehatan kerja. Agar program tersebut berjalan secara optimal perlu dilakukan promosi perilaku kesehatan kerja di tempat kerja.

PM2.5 dust exposure in the workplace will generally cause obstruction of the respiratory tract which is indicated by decreased lung function. Limestone industry workers are at great risk for the accumulation of inhaled dust in the respiratory tract. The absorption of dust exposed particles occurs through the respiratory mechanism. The purpose of this study was to determine the relationship between PM2.5 dust exposure and impaired lung function in limestone processing industry workers in Nagari Tanjung Gadang, Lareh Sago Halaban District, Lima Puluh Kota Regency. This research is an observational study with a cross sectional design with a total sample of 60 people. Data analysis to determine the relationship of PM2.5 dust exposure with workers' lung function in the form of risk factors that influence, namely gender, age, years of service, smoking habits, exercise habits, nutritional status, use of PPE and length of exposure, using the chi square test and stratification. Multivariate analysis with logistic regression test backward stepwise method. The results of the study found that PM2.5 dust exposure had a strong relationship with the occurrence of pulmonary function disorders (p value = 0.02 and OR = 5.833 and the probability of pulmonary function disorders for workers working in workplaces with dust concentrations above was 68, 6%. In the future, this research is expected to be a material consideration for the government or related agencies in general and the health office as a reference for implementing programs related to the detrimental effects of work on workers' health and monitoring the work environment and surveillance of occupational health. So that the program runs optimally. it is necessary to promote occupational health behavior in the workplace."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refine Fuaini
"Besarnya daya serap tenaga kerja industri kreatif serta kontribusinya yang massif terhadap PDB menyebabkan pemerintah terus mendorong perkembangan industri kreatif. Namun pada kenyataannya para pekerja industri kreatif masih diliputi kerentanan dan mengalami beragam bentuk viktimisasi. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan data sekunder dari literatur ilmiah dan laporan yang diterbitkan oleh SINDIKASI. Hasilnya menemukan bahwa praktik pengaturan sistem kerja fleksibel yang dilakukan oleh pekerja industri kreatif pada masa Labor Market Flexibelity atau pasar tenaga kerja fleksibel dalam rezim neoliberalisme telah membuka ruang untuk dilakukannya praktik yang disebut flexploitation. Pemerintah yang secara tidak langsung abai untuk melindungi pekerja ini diidentifikasi menyebabkan viktimisasi struktural terhadap pekerja industri kreatif.

The large capacity of creative industry workers and their massive contribution to GDP causes the government to continue to encourage the development of creative industries. However, in reality creative industry workers are still vulnerable and experience various forms of victimization. This paper uses a qualitative approach by using secondary data from the scientific literature and reports published by SINDIKASI. The results found that the practice of regulating a flexible work system carried out by creative industry workers during the Labor Market Flexibility in the neoliberalism regime has opened up space for a practice called flexploitation. The government which indirectly neglects to protect these workers is identified as causing structural victimization of creative industry workers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>