Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lidya Kurnia Pertiwi
"

Latar belakang: Pedikulosis kapitis merupakan masalah kesehatan yang umumnya terjadi pada anak-anak usia 3-12 tahun di seluruh dunia. Losio permetrin 1% merupakan terapi pilihan pertama untuk pedikulosis kapitis dan obat ini tersedia di Indonesia. Saat ini mulai ada laporan resistensi penggunaan permetrin 1% di beberapa negara. Di Indonesia belum ada data resistensi permetrin. Dilaporkan permetrin 5% dapat digunakan untuk pedikulosis kapitis yang resisten terhadap permetrin 1%. Sepengetahuan penulis belum pernah ada uji klinis dengan kontrol yang membandingkan losio permetrin 1% dengan 5% sebagai terapi pedikulosis kapitis.

Tujuan: Mengetahui efektivitas dan keamanan penggunaan losio permetrin 1% dan losio permetrin 5%.

Metode: Rancangan studi menggunakan uji klinis acak tersamar ganda. Subyek penelitian adalah santri perempuan di Pondok Pesantren di Cibinong. Subyek yang memenuhi kriteria penerimaan dialokasikan secara acak mendapatkan terapi losio permetrin 1% (LP1) dan losio permetrin 5% (LP5). Pengobatan dilakukan 2 kali dengan jarak 7 hari. Penilaian efektivitas dilakukan pada hari ke-7 dan hari ke-14. Subyek dinyatakan sembuh bila tidak ditemukan kutu hidup saat evaluasi. Penilaian efek samping dinilai pada hari ke-0 yaitu 10 menit setelah pengolesan, 7 hari setelah pengobatan pertama, 7 hari setelah pengobatan kedua yaitu hari ke-14.

Hasil:

Sebanyak 48 subyek ikut dalam penelitian ini. Terdapat 1 SP drop out dari kelompok LP5. SP yang sembuh pada kelompok LP1 di hari ke-7 dan ke-14 adalah sebanyak 15 SP (62,5%) dan 23 SP (95,8%), sedangkan pada kelompok LP5 adalah 15 SP (65,2%) dan 22 SP (95,7%). Tidak terdapat perbedaan angka kesembuhan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok pada hari ke-7 dan ke-14 (p=1,000). Efek samping subyektif pada kedua kelompok yang paling banyak ditemukan adalah rasa panas di kelompok LP1 sebanyak 3 orang dan di kelompok LP5 sebanyak 2 orang.

Simpulan:

Efektivitas LP1 dan LP5 pada pedikulosis kapitis tidak berbeda bermakna. Angka kesembuhan yang didapatkan pada hari ke-7 dan hari ke-14 serupa antara kedua kelompok. Selain itu tidak didapatkan perbedaan keamanan antara LP1 dan LP5 yang bermakna secara statistik.


Background: In the worldwide pediculosis capitis is a community disease commonly affected among children 3 to 12 years of age.  Permethrin lotion 1% is drug of choice for pediculosis capitis and available in Indonesia. In many countries, there are reported resistency of permethrin 1%. There is no data of permethrin resistency in Indonesia. Permethrin 5% has been reported useful for resistance cases of permethrin 1%. As the author’s knowledge there is no previous clinical trial comparing permethrin lotion 1% and 5% as pediculosis capitis therapy.   

Objective: To know the effectivity and safety of permethrin lotion 1% and 5% in the treatment of pediculosis capitis.

Methods: A randomized control study of woman boarding school student in Cibinong. Patient who fulfilled inclusion criteria, allocated to receive permethrin lotion 1% and 5% accordance with randomization. Treatment is done twice with distance 7 days. The effectivity assest at day-7th and day-14th. Cure, if there is no life lice on subject at the evaluation. The adverse effect assest 10 minutes after first application, day-7th, and seventh day after second application at day-14th.

Results:

A total of 48 subjects were enrolled. One subject dropped out. On day-7th and day-14th there were 15 subject (62,5%) and 23 subject (95,8%) cured at group LP1, likewise at group LP5 there were 15 subject (65,2%) and 22 subject (95,7%) cured.  There was no statistical difference on the effectivity between both group on day-7th and day-14th (p=1,000). The most common subjective side effect on both group was burn, 3 subject on group LP1 and 2 subject on group LP5.

Conclusion:

There was no statistical differences on the effectivity between group LP5 and LP1. Cure rate on day-7th and day-14th on both group similar. There was no statistical differences on side effect between group LP1 and LP5.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Pradnya Paramitha
"Pedikulosis kapitis adalah penyakit yang disebabkan infestasi Pediculus humanus capitis di kepala manusia. Faktor risikonya adalah usia muda, kebersihan lingkungan buruk, dan populasi padat, sedangkan perilaku kebersihan perorangan masih diperdebatkan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan keparahan pedikulosis dengan perilaku kebersihan santriwati sebuah pesantren di Jakarta. Pada studi cross sectional ini data diambil bulan Maret 2014. Semua santriwati dijadikan subjek penelitian lalu dilakukan pemeriksaan kepala untuk mendiagnosis pedikulosis. Subjek dinyatakan positif jika ditemukan tuma dewasa, nimfa, larva atau telur. Infestasi ringan jika tuma atau telurnya berjumlah <10 di tiap regio kepala (parietal, oksipital, lateral, tengkuk) dan berat jika >10. Santriwati diwawancara dengan bantuan kuesioner berisi 6 pertanyaan perilaku kebersihan yang berhubungan dengan pedikulosis. Perilaku dikatakan baik jika skor ≥70 dan buruk jika ≤69. Data diproses dengan SPSS versi 20.0 dan diuji dengan chi square. Didapatkan hasil, 71 subjek berusia 10?17 tahun dan semuanya (100%) terinfestasi pedikulosis; 59,2% terinfeksi berat oleh telur dan 16,9% terinfeksi berat tuma P.capitis. Sebanyak 85,9% berperilaku kebersihan buruk dan 14,1% berperilaku baik. Tidak terdapat hubungan antara derajat keparahan pedikulosis (infestasi telur) dan perilaku kebersihan (chi square, p=0.73), maupun infestasi tuma dan perilaku kebersihan (chi square, p=1.00). Derajat keparahan pedikulosis dengan perilaku kebersihan tidak berhubungan karena tingginya prevalensi pedikulosis.

Pediculosis capitis is a disease in which Pediculus humanus capitis infest the head of a person. Young age, poor environmental hygiene, and overcrowding have been reported to be risk factors of pediculosis capitis, but whether personal hygiene behavior is a risk factor is still open for debate. This cross sectional study aims to find out relationship between the severity of pediculosis capitis and the level of hygiene behavior among female students in a pesantren in Jakarta. Data collection was performed on March 2014 in a Pesantren in Jakarta. Every female students were taken as subjects and undergone head examination to diagnose pediculosis capitis. Subjects were diagnose positive if the parasite or the nits were found in their head, and negative if both parasite and nits were absent. Infestation is considered mild if there were <10 parasites or nits found in each region of the head (parietal, occipital, lateral, and nape), and considered as severe if there were >10 parasite or nits found. Afterwards, the subjects filled in questionnaire consisting of 6 questions regarding their hygiene behavior associated with pediculosis capitis. Hygiene behavior is considered good if the score achieved was ≥ 70 and poor if the score was ≤ 69. Data was processed with SPSS version 20.0 and tested with chi square. From this study, there were 71 subjects with the age of 10?17 years old, all of them (100%) were positive for pediculosis capitis; 59.2% were severely infected with the nits and 16.9% were severely infected with the lice. As many as 85.9% were considered as having poor hygiene behavior and only 14.1% were considered having good hygiene behavior. There was no relationship between the severity of nits infestation and hygiene behavior (chi square, p=0.73), nor between lice infestation and hygiene behavior (chi square, p=1.00). The relationship between the severity and hygiene behavior was not significant in this study due to the high prevalence of pediculosis capitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Isnarsandhi Yustisia
"Pedikulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh kutu kepala (Pediculus humanus capitis). Pedikulosis dapat bermanifestasi pada anak dengan usia sekolah, terutama yang berada pada populasi yang padat serta kebersihan yang kurang. Penelitian ini dilakukan di Pesantren X, Jakarta Timur untuk mengetahui tingkat pengetahuan santri terhadap pengobatan pedikulosis. Penelitian menggunakan metode cross-sectional dan dilakukan dengan metode total population pada santri perempuan dengan tingkat pendidikan Aaliyah dan Tsanawiyah di pesantren tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2011 dengan metode wawancara dan pengisian kuesioner. Data yang telah didapatkan, diolah menggunakan SPSS 17 dan dianalisis dengan uji chi square.
Hasil menunjukkan bahwa mayoritas santri memiliki informasi mengenai pengobatan pedikulosis yang cukup (79,6%). Santri paling banyak berasal dari kelompok usia 15-18 tahun (59%) dengan tingkat pendidikan terbanyak dari kelompok Aliyah yaitu 33%. Sebanyak 96,7% orang mengalami pedikulosis, dengan 59,3% berambut lurus. Pada uji chi square tidak didapatkan perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan santri perempuan mengenai pengetahuan pengobatan pedikulosis dengan tingkat pendidikan, usia, dan riwayat pedikulosis. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan santri mengenai pengobatan pedikulosis cukup baik dan tidak ada hubungan dengan karakteristik santri.

Pediculosis is the infection which caused by head lice (Pediculus humanus capitis). Pediculosis can be manifested in school childrens, especially whom lived in crowd population and also less hygiene. The research was conducted in Pesantren Tapak Sunan, Jakarta Timur, and the aim of the research is to knowing the level of students knowledge of the treatment of pediculosis. The research used cross sectional method and data were taken by total population method from female students of Tsanawiyah and Aliyah on January 2011 through interview and questionnaire. The data were proceed by SPSS 17 program and analyzed by chi-square.
The overall prevalence of pediculosis was 96,7%. Most of them were from Aaliyah (33%), 96,7% had pediculosis with 59,3% of them had straight hairs. There were no significant correlation between the level of knowledge of pediculosis treatments and educational level, age and pediculosis history. The students knowledge about treatments of pediculosis was average and there is no correlation with the students’ characteristics
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library