Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eva Febia
"ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran transposisi ovarium sebagai upaya proteksi fungsi ovarium pada pasien kanker serviks yang menjalani radioterapi

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cohort, before–after study pada pasien-pasien kanker serviks dan kanker vagina stadium IB, IIA, IIB, IIIA, dan IIIB yang akan menjalankan radioterapi dan dilakukan transposisi ovarium. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Umum Persahabatan (RSUP) sejak 1 Januari 2011 sampai 31 Maret 2014. Luaran yang diukur adalah perubahan kadar Anti Mullerian Hormone (AMH), Follicle Stimulating Hormone (FSH), dan skor keluhan hidup terkait menopause.

Hasil: Terdapat 16 subyek penelitian, namun hanya 12 orang subyek yang dilakukan transposisi ovarium dan menyelesaikan radioterapi. Efek proteksi transposisi ovarium sangat rendah (8,3%) dimana hanya satu dari 12 orang yang tidak mengalami penurunan kadar AMH setelah radioterapi. Sisanya mengalami penurunan kadar AMH setelah radioterapi yang bermakna (T-test berpasangan p=0,037). Kadar FSH meningkat sesudah radioterapi (T-test berpasangan p= 0,015). Skor keluhan hidup meningkat setelah dilakukan radioterapi (T-test berpasangan p<0,001). Faktor penyebab efek proteksi transposisi ovarium yang rendah karena sebagian besar subyek memiliki kadar awal AMH yang rendah. Rekomendasi penelitian ini adalah memperketat proses seleksi transposisi ovarium, yaitu usia ≤ 35 tahun, kadar AMH > 0,3 ng/ml, dan kadar FSH≤ 12 mIU/ml.

Kesimpulan: Transposisi ovarium memiliki efek proteksi fungsi ovarium yang rendah (8,3%). Hal itu dapat disebabkan karena sebagian besar subyek memiliki kadar AMH yang rendah sebelum terapi.


ABSTRAK

Objective: To know the effect of ovarian transposition in protecting ovarian function in cervical cancer patients undergoing radiotherapy

Methodology: This cohort study was before–after study in patients who had cervical or vaginal cancer stage IB, IIA, IIB, IIIA, and IIIB who underwent ovarian transposition before radiotherapy. This study was done in Cipto Mangunkusumo Hospital and Persahabatan satellite hospital since 1 January 2011 until 31 March 2014. The level of Anti Mullerian Hormone (AMH), Follicle Stimulating Hormone (FSH), and menopause symptom score were evaluated before and after radiotherapy.

Result: There were 16 patients who underwent ovarian transposition but only 12 patients completed radiotherapy. The protective effect of ovarian transposition was low, only one among 12 subjects (8.3%) did not experience decreased level of AMH. Ten subjects had significantly decreased AMH level after radiotherapy (paired T-test, p=0.037). FSH level was significantly increased after radiotherapy (paired T-test p=0.015). Menopause symptoms scores were increased after radiotherapy (paired T-test p<0.001). This study recommended the tighter selection criteria for patients undergoing ovarian transposition such as, age younger than 35 years old, AMH level > 0,3 ng/ml, and FSH level≤ 12 mIU/ml.

Conclusion: Ovarian transposition had low protective effect (8.3%) and it might be caused by the low level of AMH in most subjects before radiotherapy

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnomo Hyaswicaksono
"Latar belakang : Kanker serviks merupakan penyebab ketiga kematian dan morbiditas tertinggi pada wanita di seluruh dunia. Morbiditas dan mortalitas pasien dengan kanker serviks meningkat seiring dengan peningkatan usia dan stadium klinis. Metastasis menuju kelenjar getah bening (KGB) paraaorta merupakan salah satu bentuk metastasis pada kanker serviks stadium lanjut.
Tujuan : Mengetahui adakah perbedaan respon klinis pasca radioterapi dan kesintasan 1 tahun pada pasien kanker serviks stadium lanjut dengan pembesaran KGB paraaorta dibandingkan pasien tanpa pembesaran KGB paraaorta.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan metode kohort retrospektif. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara conse cutive sampling. Subyek penelitian ini adalah semua wanita dengan diagnosis primer kanker serviks stadium IIB hingga IVB yang datang ke poliklinik Onkologi Ginekologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan menjalani pemeriksaan MRI sebelum dilakukan terapi pada bulan Januari 2016 hingga Mei 2017.
Hasil : Dari 76 subjek yang diteliti, didapatkan sebanyak 4 (5,1%) subyek yang mengalami pembesaran KGB paraaorta. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara status pembesaran KGB paraaorta dan usia (p = 0,829), usia hubungan seksual pertama (p = 0,333), paritas (p = 0,642), dan diameter massa (p = 0,777). Diferensiasi buruk memiliki risiko 3,89 lipat (p < 0,0001, IK95% 2,64-5,74) memiliki respon terapi negatif. Pasien dengan pembesaran KGB paraaorta memiliki risiko 2,13 kali lipat (p = 0,02, OR 2,13, IK95% 1,12-4,07) memiliki risiko respon terapi negatif. Tidak terdapat perbedaan kesintasan 1 tahun antara pembesaran KGB paraaorta dan tidak (median 201 vs. 293, p = 0,072.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan karakteristik sosiodemografis, dan kesintasan 1 tahun antara pasien kanker serviks stadium lanjut dengan pembesaran KGB dan tanpa pembesaran KGB. Pasien dengan diferensiasi kanker buruk dan pembesaran KGB paraaorta memiliki risiko lebih tinggi mengalami respon radioterapi negatif. (p < 0,05).

Background : Cervical cancer is the third leading cause of death and highest morbidity in women worldwide. Morbidity and mortality of patients with cervical cancer increases along with age and clinical stage. Metastasis to the paraaortic lymph node (PALN) is a form of metastasis in advanced cervical cancer.
Objective : To determine whether there are differences in clinical response after radiotherapy and 1 year survival in patients with advanced cervical cancer with enlargement of PALN compared to patients without enlargement of PALN.
Method : This study was an observational analytic study using a retrospective cohort method. Sampling was done by consecutive sampling. The subjects of this study were all women with a primary diagnosis of stages IIB to IVB cervical caner who came to the gynecological oncology clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital and underwent MRI examination before being treated in January 2016 to May 2017.
Result : From 76 subjects studied, there were 4 (5.1%) subjects who had enlarged PALN. There were no significant differences between the enlargement status of PALN and age (p = 0.829), age of first sexual intercourse (p = 0.33), parity (p = 0.642), mass diameter (p = 0.777). Badly differentiated mass has 3.89 times risk of having negative radiotherapy outcome (p < 0.0001, CI95% 2.64-5.74). Patients with PALN enlargement have 2.13 times risk of having negative radiotherapy outcome (p = 0.02, OR 2.13, CI95% 1.12 – 4.07). There was no difference in 1-year survival between patients with and without enlargement of PALN (median 201 vs. 293, p = 0.072).
Conclusion : There were no differences in sociodemographic characteristics and 1 year survival between patients with advanced cervical cancer with enlargement PALN. Patients with badly differentiated mass and PALN enlargement have increased risk of having negative radiotherapy outcome (p < 0.05).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library