Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Imalini
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S10070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Ratih Marfadila Putri Riski
"Penelitian ini membahas mengenai rencana pemerintah dalam mengalihkan PPnBM kendaraan bermotor menjadi cukai atas kendaraan bermotor karena terdapat kesamaan filosofi dan untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Terdapat perbedaan dan kesamaan antara pengenaan PPnBM dengan cukai atas kendaraan bermotor. Kesamaannya yaitu pemungutannya hanya 1 satu kali. Sedangkan perbedannya yaitu PPnBM lebih bertujuan untuk penyeimbang PPN yang bersifat regresif dan hanya dikenakan pada barang yang tergolong mewah, sedangkan cukai tujuan pemungutannya untuk ekstenalitas negatif yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, dan membuka ruang untuk mengenakan kendaraan atas luxury mewah . PPnBM hanya dapat dikenakan di tingkat pabrikan, sedangkan cukai dapat dikenakan ditingkat pabrikan dan eceran. PPnBM hanya memiliki 1 satu jenis tarif, sedangkan cukai terdiri dari 3 tiga jenis tarif. Pengawasannya pun berbeda, PPnBM lewat faktur pajak, sedangkan cukai lebih spesifik. Didalam cukai terdapat konsep earmarking tax dan cukai atas kendaraan bermotor sudah diadopsi di beberapa negara, termasuk semua negara di ASEAN telah mengenakan cukai atas kendaraan bermotor. Sehingga, kebijakan yang dianggap tepat untuk pengenaan kendaraan bermotor adalah cukai karena cukai bisa dikenakan atas emisi dan dapat berperan sebagai PPnBM yang artinya dalam pengenaannya mempertimbangkan faktor kemewahan.

Penelitian ini membahas mengenai rencana pemerintah dalam mengalihkan PPnBM kendaraan bermotor menjadi cukai atas kendaraan bermotor karena terdapat kesamaan filosofi dan untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Terdapat perbedaan dan kesamaan antara pengenaan PPnBM dengan cukai atas kendaraan bermotor. Kesamaannya yaitu pemungutannya hanya 1 satu kali. Sedangkan perbedannya yaitu PPnBM lebih bertujuan untuk penyeimbang PPN yang bersifat regresif dan hanya dikenakan pada barang yang tergolong mewah, sedangkan cukai tujuan pemungutannya untuk ekstenalitas negatif yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, dan membuka ruang untuk mengenakan kendaraan atas luxury mewah. PPnBM hanya dapat dikenakan di tingkat pabrikan, sedangkan cukai dapat dikenakan ditingkat pabrikan dan eceran. PPnBM hanya memiliki 1 satu jenis tarif, sedangkan cukai terdiri dari 3 tiga jenis tarif. Pengawasannya pun berbeda, PPnBM lewat faktur pajak, sedangkan cukai lebih spesifik. Didalam cukai terdapat konsep earmarking tax dan cukai atas kendaraan bermotor sudah diadopsi di beberapa negara, termasuk semua negara di ASEAN telah mengenakan cukai atas kendaraan bermotor. Sehingga, kebijakan yang dianggap tepat untuk pengenaan kendaraan bermotor adalah cukai karena cukai bisa dikenakan atas emisi dan dapat berperan sebagai PPnBM yang artinya dalam pengenaannya mempertimbangkan faktor kemewahan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiananingroem
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T27024
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Firdaus
"Skripsi ini membahas tentang alasan Pemerintah merumuskan kebijakan penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas penyerahan tas eksekutif yang terbuat dari kulit serta implikasi yang ditimbulkan jika ditinjau dari fungsi pajak dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.010/2015. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan alasan Pemerintah merumuskan kebijakan tersebut adalah karena rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar PPnBM, ingin mengalihkan konsumsi produk luar negeri di luar negeri ke dalam negeri, ingin melindungi industri dalam negeri, serta ingin meningkatkan perekonomian Indonesia. Kebijakan tersebut berdampak kepada hilangnya potensi penerimaan PPnBM dari sektor tersebut namun dapat tergantikan dengan penerimaan dari jenis pajak lain, serta diharapkan dapat menjadi stimulus bagi tumbuh dan kembangnya industri dalam negeri.

This thesis discussed the reasons for the Government to formulate the policy of Luxury Sales Tax (PPnBM) elimination on executive bags with outer surface of leather and its implications in terms of the tax functions with the publication of the Regulation of the Minister of Finance Number 106/PMK.010/2015. This study used a qualitative approach with descriptive.
The results showed the reasons of the Government are the low awareness of paying PPnBM, want to divert the consumption of foreign products abroad into the country, to protect the domestic industry, and to increase the economy of Indonesia. The policy impacts the potential loss of PPnBM revenue but can be replaced with the other types of taxes, and is expected to be a stimulus for the development of domestic industry."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Safira
"Dalam teori, pajak umumnya mengenal dua fungsi, yaitu fungsi budgeter untuk meningkatkan penerimaan dan fungsi regulerend untuk mengatur masyarakat dan mencapai tujuan tertentu. Ketika diatur ulang melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 73 Tahun 2019, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) pada kendaraan bermotor diubah menjadi lebih didasarkan pada tingkat emisi dalam rangka mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan, dengan mengenakan dasar pengenaan pajak yang lebih besar terhadap kendaraan yang menghasilkan emisi lebih besar pula. Hal ini menyiratkan adanya tujuan pengendalian emisi dari PPnBM kendaraan bermotor, khususnya melalui fungsi regulerend. Penelitian ini membahas bagaimana penerapan PPnBM ditinjau dari fungsi budgeter dan fungsi regulerend dan bagaimana penerapan PPnBM Kendaraan Bermotor menurut PP No. 73 Tahun 2019 dapat berpengaruh terhadap emisi kendaraan bermotor. Penelitian ini ditulis dengan menggabungkan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan studi pustaka dengan metode analisis doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PPnBM memiliki kedua fungsi budgeter maupun regulerend, adapun PPnBM kendaraan bermotor yang berlaku saat ini tidak berkaitan langsung dengan emisi, namun kaitan antara PPnBM dengan emisi dapat dipertegas melalui earmarking pendapatan PPnBM kendaraan bermotor.

In theory, taxes commonly know two functions, the budgeter function to increase revenue and the regulerend function to regulate people and achieve certain goals. When re-regulated through Government Regulation No. 73 of 2019, the Sales Tax on Luxury Goods (PPnBM) on motorized vehicles is modified to be based more on emission levels in order to encourage the use of energy-efficient and environmentally friendly motor vehicles, by imposing a larger tax base on vehicles that produce more emissions. This implies the objective of controlling emissions of PPnBM on motor vehicles, particularly through the regulerend function. This study discusses how PPnBM is implemented according to the budgeter and regulerend functions and how the application of PPnBM on motorized vehicles, according to Government Regulation No. 73 of 2019, can affect motor vehicle emissions. This research is written by combining secondary data in the form of regulations and literature with a legal-doctrinal analysis method. The result of the study shows that PPnBM has both budgeter and regulerend functions, as for the current PPnBM on motorized vehicle is not directly related to emissions, but the connection between PPnBM and emissions can be emphasized through earmarking the revenue of PPnBM on motorized vehicles."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftah Syifa Al Rizki
"Barang mewah bukan merupakan hal yang esensial bagi kehidupan manusia. Di sisi lain, kondisi lingkungan hidup, termasuk kualitas udara, semakin menurun sehingga banyak negara memberikan relaksasi fiskal terhadap mobil listrik namun Indonesia masih mengklasifikasikan mobil listrik sebagai obyek PPnBM. Oleh karena itu penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian normatif yuridis untuk menjawab dua permasalahan, yakni; Bagaimana pengaturan klasifikasi barang mewah terhadap mobil listrik dalam perspektif hukum pajak? dan bagaimanakah pengaturan pengenaan dan besaran tarif pajak atas penjualan mobil listrik selaku barang mewah pasca hadirnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020? Hasil kajian menemukan bahwa mobil listrik merupakan barang mewah karena mobil memang merupakan barang mewah karena hanya dimiliki sebagian kecil rakyat Indonesia dan ketentuan pengenaan PPnBm atas mobil listrik tidak memenuhi asas certainty karena UU Cipta selaku sumber hukum dari PP No. 74 Tahun 2021 yang mengatur mengenai besaran tarif PPnBM atas mobil listrik dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi dan tidak memiiki daya ikat.

Luxury goods are not essential for human life. On the other hand, environmental conditions, including air quality, are declining so that many countries provide fiscal relaxation for electric cars, but Indonesia still classifies electric cars as PPnBM objects. Therefore, this research was structured using juridical normative research methods to answer two problems, namely; How is the classification of luxury goods for electric cars in the perspective of tax law? and how is the regulation of the imposition and amount of tax rates on the sale of electric cars as luxury goods after the presence of the Constitutional Court Decision No. 91/PUU-XVIII/2020? The results of the study found that electric cars are luxury goods because cars are indeed luxury goods because they are only owned by a small number of Indonesian people and the provisions for the imposition of PPnBm on electric cars do not meet the certainty principle because the Copyright Act as a legal source of PP no. 74 of 2021 which regulates the amount of PPnBM tariffs on electric cars is declared conditionally unconstitutional by the Constitutional Court and has no binding power."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Bagaskara
"Barang mewah adalah salah satu benda yang tidak bisa dilepaskan di dalam kebutuhan masyarakat Indonesia, khususnya untuk masyarakat kalangan atas. Semakin banyak permintaan terhadap barang mewah dijadikan kesempatan untuk para penyelundup untuk memperoleh keuntungan dengan cara penyelundupan barang mewah. Barang mewah khususnya yang diperoleh melalui impor merupakan salah satu barang kena pajak yang tergolong tinggi yang termasuk dalam Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan berperan besar dalam pemasukan negara. Apabila terjadi penyalahgunaan dan pelanggaran mengenai barang mewah tentu akan mempengaruhi pemasukan negara.
Penyelundupan adalah pemasukan barang secara gelap untuk menghindari bea masuk atau karena menyelundupkan barang terlarang yang dilakukan oleh pelaku. Regulasi terhadap penyelundupan impor barang mewah diatur dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeaan. Namun dalam hal regulasi khusus terhadap barang mewah belum diatur secara rinci. Selain itu pengenaan sanksi yang bersifat kumulatif akan sangat merugikan negara dalam hal menerima pemasukan. Pemerintah Indonesia seharusnya mengatur lebih jelas regulasi mengenai pengenaan sanksi terhadap Tindakan penyelundupan impor barang mewah serta menggunakan konsep “pengembalian kerugian negara” untuk mengoptimalkan pemasukan dan menghindari kerugian negara. Dengan ini negara akan menerima haknya serta masyarakat secara adil dapat merasakan pembangunan dan kesejahteraan melalui pemasukan negara yang optimal.

Luxury goods are one of the things that cannot be separated from the needs of the Indonesian people, especially for the upper class. The increasing demand for luxury goods is used as an opportunity for smugglers to make a profit by smuggling luxury goods. Luxury goods, especially those obtained through imports, are one of the high taxable goods which are included in the Sales Tax on Luxury Goods (PPnBM) and play a major role in state revenue. If there is abuse and violations regarding luxury goods, it will certainly affect state income. Smuggling is the illegal entry of goods to avoid import duties or because of the smuggling of prohibited goods by the perpetrator. The regulations for the smuggling of imports of luxury goods are regulated in Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeaan. However, the specific regulations for luxury goods have not been regulated in detail. In addition, the imposition of cumulative sanctions will greatly harm the state in terms of receiving revenue. The Indonesian government should set more clearly the regulations regarding the imposition of sanctions against the smuggling of luxury goods imports and use the concept of "return of state losses" to optimize revenues and avoid state losses. With this the state will receive its rights and the people can fairly experience development and prosperity through optimal state revenue."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>