Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lili Aryati
"Notaris sebagai seorang pejabat umum yang diangkat oleh Negara dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang Notaris haruslah berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang ada, Peraturan Jabatan Notaris serta Kode Etik Notaris. Adanya gugatan yang diajukan kepada Notaris dalam hal terjadinya perbuatan melanggar hukum yang berakibat kehilangan keotentisitasan atas akta tersebut dan dinyatakan batal demi hukum mengakibatkan kerugian terhadap para pihak yang meminta dibuatkan aktanya oleh Notaris yang bersangkutan. Atas kerugian tersebut para pihak dapat menuntut ganti rugi berdasarkan ketentuan dalam pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata,dimana Notaris wajib memberikan ganti rugi berupa denda, bunga, serta biaya.Tetapi ada kalanya karena keadaan yang berada diluar kuasanya (overmacht), akta yang seharusnya disimpannya secara baik menjadi hilang ataupun rusak. Terhadap kejadian yang berada diluar kuasanya tersebut Notaris dapat melakukan pembelaan diri berdasarkan overmacht tersebut.Dalam pembuatan tesis ini penulis menggunakan metode penelitian empiris serta metode penelitian normatif, yaitu berupa penelitian kepustakaan dan melakukan riset dan wawancara.
Berdasarkan kasus-kasus gugatan yang ada ternyata banyak terdapat pembatalan akta yang dibuat oleh Notaris berdasarkan perbuatan melanggar hukum dan dinyatakan menjadi batal demi hukum akibat kelalaiannya tersebut. Untuk menghindari adanya tuntutan dari pihak lain, seorang Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya haruslah memiliki sikap profesionalisme yang baik serta ditunjang dengan ilmu pengetahuan yang cukup dibidang kenotariatan dan pengalaman."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T37795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Feriani
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Marlisa
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwanto
"Pada bulan November 1983 Proyek Industrial Estate Pusat Departemen Perindustrian (PIEP-Depperind) mengadakan perjanjian kerjasama dengan Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan -- Universitas Padjadjaran (PPSL-UNPAD) mengenai Studi Kelayakan Kawasan Industri Cirebon. Tujuan dari studi kelayakan tersebut adalah untuk menentukan lokasi yang paling tepat bagi suatu kawasan industri di Cirebon.
Karena pembangunan suatu kawasaii industri di suatu daerah akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan di daerah tersebut maka sesuai dengan ketentuan UU No. 4/ 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup rencana pembangunan kawasan industri tersebut harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Andal). Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Andal dikatakan bahwa Andal merupakan komponen dari studi kelayakan. Dengan demikian suatu studi kelayakan akan meliputi komponen analisis teknis, analisis ekonomis dan analisis dampak lingkungan. Karena peraturan pemerintah tentang Andal ini masih berupa rancangan maka ketentuan tentang Andal tersebut pelaksanaannya belum dapat dipaksakan.
Dengan dibentuknya Lembaga Penelitian di lingkungan Universitas Padjadjaran, yaitu berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0133/0/1983, maka segala kegiatan penelitian, baik yang berasal dari pemerintah maupun yang berasal dari swasta, dikelola dan dilaksanakan melalui "satu pintu", yaitu LP-UNPAD. Bahwa di dalamnya ada Pusat-pusat Penelitian yang mengerjakan kegiatan penelitian tersebut pihak bouwheer tidak perlu tahu, sebab tanggung jawab ataspelaksanaan kegiatan penelitian tersebut ada pada LP-UNPAD.
Oleh karena KUHPerd pada hakekatnya hanya merupakan suatu aanvullendrecht maka syarat-syarat sahnya suatu perjanjian seperti tersebut dalam pasal 1320 tidak dapat dipandang sebagai satu-satunya syarat yang bersifat limitatif. Dalam tata kehidupan pemerintahan, para pihak selain harus memenuhi syarat kecakapan sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerd juga harus memenuhi syarat kecakapan yang disebabkan oleh faktor batas-batas kewenangan yang dimilikinya berkenaan dengan jabatan tertentu yang dijabatnya.
Dari hasil analisa dapat diketahui bahwa istilah pemborongan dalam Keppres 14A/1980 sebenarnya.kurang tepat sebab istilah tersebut tidak mencakup pekerjaan-pekerjaan yang tidak menciptakan sesuatu, seperti pekerjaan melakukan penelitian.
Meskipun perjanjian kerjasama antara PIEP-Depperind dengan PPSL-UNPAD merupakan perjanjian dalam bidang hukum perdata, namun beberapa ketentuan hukum publik tetap ada di dalamnya, misalnya ketentuan/klausula mengenai pengawasan dan klausula mengenai sangsi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulidar Roza
"ABSTRAK
Dengan mernperhatikan judul skripsi ini, maka penyusunan ingin mengetahui dalam kenyataan sehari-hari sampai seberapa jauh azas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dapat diterapkan dalam perjanjian sewa menyewa pesawat udara pengangkut barang (air cargo).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah adanya kata sepakat dan ditandatanganinya perjanjian sewa menyewa pesawat.udara oleh PT. Bayu Indonesia Air dan pihak penyewa, maka para pihak harus memenuhi dan melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Akan tetapi terlihat bahwa pihak penyewa seolah-olah berada pada pihak yang lebih lemah. Namun, ini tidak berarti bahwa perjanjian itu tidak sah. Sebab, masih tetap memenuhi pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata.
Tidak terlaksananya perikatan karena wanprestasi atau karena overmacht. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penyewa antara lain jika penyewa lalai membayar harga carter pada waktu yang telah ditentukan, sehingga akibatnya pihak yang menawakan dapat membatalkan. perjanjian dan berhak atas seluruh harga carter. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak yang menyewakan antara lain, jika pihak yang menyewakan membatalkan perjanjian setelah menerima uang carter, sehingga akibatnya pihak yang menyewakan wajib mengembalikan uang carter yang telah diterimanya kepada pihak penyewa. Overmacht bisa terjadi karena adanya kehilangan, kerusakan, keterlambatan dalam penerbangan, yang disebabkan karena ketentuan undang-undang, perbuatan Yang Maha Kuasa kebakaran, banjir, kabut, dan sebagainya atau sebab-sebab lain yang berada di luar kekuasaan para pihak. Apabila terjadi keadaan overmacht ini, maka perjanjian itu 'batal demi hukum'.
Sampai saat ini, jika ada sengketa selalu diselesaikan dengan cara musyawarah. Namun ini tidak berarti menutup kemungkinan mendapatkan penyelesaian, melalui arbitrase atau melalui pengadilan.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Kananggar
"Selain rumah tapak, apartemen atau rumah susun merupakan jenis hunian yang dibutuhkan oleh masyarakat. Di tengah kelangkaan perumahan dan keterbatasan lahan di kawasan strategis, pembangunan rumah susun semakin marak karena permintaan yang tinggi. Alhasil, rumah susun menjadi komoditas yang diminati para pelaku usaha. Di tengah berkembangnya bisnis properti, khususnya rumah susun atau apartemen, terjadi pandemi Covid-19 di tahun 2020. Pandemi tersebut menimbulkan malapetaka dan mengubah gaya hidup masyarakat, tidak terkecuali pembangunan gedung apartemen, dengan keterlambatan pembangunan akibat pembatasan yang menyebabkan pengembang terlambat menyerahkan kepada pembeli. Pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 11 Tahun 2020 di tengah pandemi dan menyatakan pandemi Covid sebagai bencana kesehatan dalam Perpres tersebut. Konsep bencana kesehatan mendorong pengembang untuk menyatakan pandemi sebagai overmacht atau keadaan kahar. Namun, transportasi dan konstruksi bukanlah sektor yang dibatasi, sesuai dengan peraturan PSBB yang dikeluarkan oleh pemerintah-pemerintah daerah. Fakta ini memberikan kesan kepada publik bahwa pandemi Covid bukanlah alasan untuk menyatakan keadaan kahar atau overmacht di industri konstruksi dan properti. Oleh karena itu, pada sektor properti, ketidaksepakatan dan penggunaan force majeure selama dan setelah pandemi menciptakan ketidakpastian bagi pembeli dan pengembang. Berawal dari permasalahan tersebut, skripsi ini berupaya menjawab ketidakpastian pembuktian overmacht atau keadaan kahar akibat dampak pandemi Covid-19 terhadap keterlambatan pemenuhan jual beli rumah susun atau apartemen.

Apart from landed houses, apartments or flats are a type of housing required by the community. In the midst of a housing shortage and limited land in strategic areas, the construction of flats is becoming more active due to high demand. As a result, flats are a desirable commodity for business actors. In the midst of the development of the property business, particularly flats or apartments, a covid pandemic occurred in 2020. The pandemic caused havoc and altered people's lifestyles. Apartment building construction is no exception, with delays causing developers to be late in handing over to buyers. The government issued Presidential Decree Number 11 of 2020 in the midst of a pandemic and declared the Covid Pandemic a health disaster in the Presidential Decree. The concept of a health disaster prompts developers to declare a pandemic a force majeure. However, transportation and construction are not restricted sectors, according to PSBB regulations issued by regional governments. This fact gives the public the impression that the Covid pandemic is not a reason to declare a situation a force majeure or overmacht in the construction and property industries. In the property sector, disagreements and the use of force majeure during and after a pandemic create uncertainty for both buyers and developers. Starting with this issue, this thesis seeks to address the uncertainty in proving force majeure as a result of the impact of the Covid-19 pandemic on delays in fulfilling sales and purchases of flats or apartments. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sardjana Magnakarta
"ABSTRAK
Maksud untuk menemukan ada atau tidaknya faktor keseimbangan didalarn hak dan kewajiban antara pembeli dan penjual di dalam kontrak (form) perjanjian jual-bell rumah di perusahaan Real-Estate. Tujuannya adalah untuk mendapatkan titik temu yang sebaik-baiknye didalam penyelesaian suatu perselisihan hukum yang timbul didalam kontrak jual-beli rumah di perusahaan Real-Estate.
Didalam rangka mengumpulkan data-data guna mencapai tujuan, penelitian dititik-beratkan pada penelitian lapangan agar didapat data-data primer dari para pihak, yang ditempuh melalui cara wawancara, pengumpulan berkas serta observasi langsung di kantor perusahaan Real-Estate Pondok Indah. Selain itu dikombinasikan pula dengan penelitian perpustakaan.
Perbuatan hukum jual-beli rumah merupakan materi dari hukum perjanjian yang pengaturannya terdapat didalam Buku IV KUHPer, yang penggolongannya termasuk didalam perikatan untuk memberikan sesuatu. Termasuk dalam bagian khusus yaitu kaedah-kaedah dari perjanjian tertentu yang banyak atau paling sering' dipergunakan dalam masyarakat disebut dengan perjanjian bernama. Disamping KUHPer, hukum perjanjian didalam hukum perdata Indonesia dikuasai pula olah kaedah-kaedah yang terdapat didalam hukum adat. Oleh karena itu untuk menyeiesaikan suatu perselisihan hukum didalam perjanjian jual-beli rumah dan atau tanah haruslah dipecahkan dahulu masalah persoalan pendahuluan untuk mengetahui hukum apa yang lebih tepat diterapkan, dengan menggunakan patokan-patokan tertentu.
Real-Estate sebagai suatu usaha yang berbadan hukum terutama di Indonesia bergerak di bidang pengadaan papan, yaitu suatu kebutuhan yang sangat didambakan oleh masyarakat. Pengadaan diadakan dengan jual-beli tanah umumnya yang kemudian perjanjian pembangunan rumah, yang berbentuk tunai seketika atau dengan uang muka sebesar 15 % dengan pembayaran sisanya 30 hari kemudian dengan mendapatkan discount sebesar 2 % dan penjualan dengan pembayaran secara angsuran.
Kontrak jual-beli menggambarkan tidak adanya azas keseimbangan di dalam pelaksanaan kontrak anatara penjual dan pembeli yang umumnya awam akan hukum, yang lebih banyak mengemban kewajiban, sehingga perlindungan akan hak pembeli sangat lemah, hal mana dapat dilihat dalam pasal-pasal 2,3,8 kontrak pengikatan tanah yang dibuat dalam bentuk baku oleh P.T. Metropolitan Kencana / P.T. Neu Green Land, dimana pembeli tidak dapat menikmati haknya atas tanah yang telah dibayarnya layaknya sebagai pemilik. membatalkan kontrak jual-beli dapat dil-akukan dengan mudah secara sepihak oleh pihak penjual tanpa perlu perantara hakim pengadilan, sehingga akan menampakan pengabaian akan kaedah-kaedah keadilan bagi pihak pembeli.
Sengketa yang terjadi biasanya karena kontrak yang baku tidak ditentukan oleh kedua belah pihak, melainkan hanya oleh pihak pengusaha Real-Estate saja, sehingga pembeli sudah di-fait a compli dengan syarat-syarat dalam kontrak yang harus segera ditanda-tanganinya karena kebutuhan "papan" yang sangat mendesak. Pelaksanakan kontrak baku demikian itu memberi peluang yang besar untuk terjadinya sengketa terutama karena salah penafsiran atau tidak jelasnya diatur oleh pihak pembuat kontrak baku. Juga karena pembeli yang awam akan hukum tidak menyadari dan mengetahui bahua mereka telah terperangkap kedalam sistim hukum yang diciptakan oleh pengusaha Real-Estate, sengketa juga sering muncul pada seat perusahaan Real-Estate hendak memperoleh tanah untuk menjalankan usahanya yaitu dengan pihak penduduk yang menguasai tanah asal dengan sesuatu hak, yang biasanya diselesaikan secara musyawarah perdamaian atau melalui Dading atau cara terakhir bila timbul persengketaan yang berketerusan akan diselesaikan melalui Pengadilan.
Bahwa perusahaan-perusahaan Real-Estate yang telah membantu pemerintah didalam penyediaan papan namun-kurang memperhatikan unsur pembinaan hukum.
Titik temu yang memadai ialah dibentuknya peraturan-peraturan perihal perusahaan Real-Estate yang aifatnya memberikan batasan pada perusahaan Real-Estate didalam membuat kontrak-kontrak baku sehingga tidak raerugikan pihak konsumen sehingga dapat mencapai pembangunan seutuhnya didalam rangka pembangunan nasional, tanpa ada penekanan yang berlebihan pada salah satu program pembangunan saja yang akan membawa ketimpangan yang meluas dan dapat mengaburkan arti pembangunan itu sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library