Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusi Narulita
"Dalam penanggulangan flu burung pada manusia hal penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah obat antiviral. Ketersediaan antiviral dibutuhkan untuk pengobatan dini. Apabila ketersdiaan antiviral tidak terjangkau oleh masyarakat dikhaatirkan jumlah kematian akibat flu burung akan bertambah dengan cepat. Agar ketersediaan antiviral di masyarakat dapat terpenuhi dengan baik maka dibutuhkan manajemen logistik yang baik pula. Manajemen logistik antiviral merupakan salah satu faktor penting dalam pemberian antiviral karena itu harus dikelola dengan baik.
Penelitian ini menggunakan kerangka berpikir siklus logistik yang terdiri dari perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pemanfaatan, penghapusan dan pengendalian. Namun dalam penelitian ini variabel perencanaan dan penganggaran tidak diteliti. Hal ini dikarenakan kedua variabel tersebut dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Penelitian ini bersifatdeskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam, ebservasi serta telaah dokumen. Informan penelitian ini sebanyak 8 orang yang telah dipilih berdasarkan prinsip kecukupan dan kesesuaian. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai gambaran manajemen logistik antiviral di propinsi Banten tahun 2005-2008.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen logistik yang berjalan sebenarnya sudah cukup baik. Pendistribusian telah sesuai dengan pedoman, begitu juga ketersediaan obat di seluruh instansi yang terkait. Namun terdapat beberapa masalah dalam penelitian ini yaitu tidak adanya pelaporan atas penggunaan oseltamivir sehingga hal ini dapat mengganggu keberlangsungan siklus logistik yang ada. Apabila tidak ada pelaporan atas penggunaan oseltamivir maka tidak ada informasi bagi pembuat perencanaan untuk membuat perencanaan selanjutnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen logistik antiviral flu burung di propinsi Banten diantaranya pencatatan tersendiri terhadap penggunaan oseltamivir serta pelaporan atas penggunaanya ke instansi yang memberikan, serta tempat penyimpanan lebih teratur."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshua Yosia
"Sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus, obat antivirus banyak digunakan sebagai salah satu pengobatan COVID-19. Obat antivirus yang resmi digunakan di Indonesia, yaitu oseltamivir, avigan, dan remdesivir, tanpa adanya pertimbangan obat mana yang lebih efektif dalam menangani pasien COVID-19. Obat antivirus dapat dikatakan lebih efektif daripada obat antivirus lainnya jika dapat mengurangi infeksi virus pada pasien dan membuat kondisinya membaik lebih cepat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dari ketiga jenis obat antivirus tersebut secara umum dan berdasarkan ciri pasien, yang meliputi jenis kelamin, kelompok usia, dan penyakit penyerta, dalam menghasilkan perbaikan kondisi bagi pasien COVID-19. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 142 pasien COVID-19 di Rumah Sakit ABC Jakarta pada tanggal 4 Juni 2020 hingga 31 Januari 2021 yang mengonsumsi salah satu jenis obat antivirus. Model Cox proportional hazard digunakan untuk mengukur hazard ratio pasien COVID-19 berdasarkan jenis obat antivirus yang dikonsumsi dan ciri pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa oseltamivir memberikan efektivitas terbesar dan remdesivir memberikan efektivitas terkecil terhadap perbaikan kondisi pasien COVID-19 secara umum. Oseltamivir memberikan efektivitas yang besar untuk hampir semua ciri pasien yang meliputi pria, wanita, lansia, memiliki penyakit penyerta, dan tidak memiliki penyakit penyerta. Avigan memberikan efektivitas yang besar untuk pasien pria dan bukan lansia, sedangkan obat remdesivir dapat dikatakan efektif pada pasien wanita.

As a disease caused by a virus, antiviral drug is widely used as a treatment for COVID-19. The allowed antiviral drugs used in Indonesia are oseltamivir, avigan, and remdesivir, without any consideration which drug is more effective in treating COVID-19 patients. An antiviral drug can be said to be more effective than other antiviral drugs if it can reduce the viral infection in patients and make their condition improves faster. This study aims to compare the effectiveness of the three types of antiviral drugs in general and based on patient characteristics, which include gender, age group, and comorbidity presence, in resulting condition improvement for COVID-19 patients. The data used consists of 142 COVID-19 patients from ABC Hospital in Jakarta, who took one of three types of antiviral drugs. Cox proportional hazard model was used to measure the hazard ratio of COVID-19 patients based on the antiviral drug consumed and characteristics. The results showed that oseltamivir provided the greatest and remdesivir gave the least effectiveness in improving the condition of COVID-19 patients in general. Oseltamivir provides great effectiveness for almost all patient characteristics, including male, female, elders, and patients with and without comorbidity. Avigan provides high effectiveness for male and non-elderly patients. Meanwhile remdesivir can be said to be effective in female patients."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mareoza Ayutri
"Wabah COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2) telah menjadi pandemi di seluruh dunia. Para peneliti berupaya untuk mengetahui dan mengembangkan obat-obatan yang berpotensi dalam melawan penyakit ini dengan mengevaluasi kembali obat yang kemungkinan dapat melawan virus ini. Oseltamivir dan favipiravir merupaka obat yang disetujui untuk pengobatan dan menunjukkan aktivitas ampuh melawan SARS-CoV-2. Namun, pengobatan definitif dari wabah ini belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek oseltamivir dan favipiravir pada pasien terkonfirmasi COVID-19 terhadap luaran klinis dan lama rawat. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dan retrospektif dengan menggunakan data rekam medis pasien rawat inap periode Maret hingga Oktober 2020. Penelitian dilakukan di RSUP Fatmawati Jakarta. Total sampel 114 pasien dengan 98 pasien (86%) menerima terapi oseltamivir dan 16 pasien (14%) menerima favipiravir. Proporsi pasien dengan luaran klinis sembuh adalah 101 pasien (88,6%) sedangkan 11 pasien meninggal (11,4%). Sebagian besar pasien memiliki lama rawat ≤ 14 hari (58,8%) sedangkan pasien dengan lama rawat > 14 hari sebanyak 41,2%. Efek antivirus (oseltamivir dan favipiravir) terhadap luaran klinis tidak signifikan secara statistik (p=0,690, OR=0,478, IK95% 0,058-3,950). Hubungan antara antivirus terhadap lama rawat juga tidak signifikan secara statistik (p=0,852, OR=0,767, IK95% 0,251-2,342). Variabel independen lain yang mempengaruhi luaran klinis ialah derajat keparahan (p=0,004) dan komorbid (p=0,009) sedangkan variabel lain yang mempengaruhi lama rawat ialah usia (p=0,005). Pada studi ini dengan data Maret hingga Oktober 2020 menunjukkan bahwa oseltamivir dan favipiravir tidak memiliki hubungan bermakna terhadap luaran klinis maupun lama rawat pasien terkonfirmasi COVID-19. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat tetapi studi lebih lanjut tetap diperlukan.

The outbreak of COVID-19 caused by SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2) is a worldwide pandemic. It has led researchers to develop drugs to fight against this ailment. Repurposed drugs have been evaluated to accelerate the treatment of COVID-19 patients. Oseltamivir and Favipiravir are drugs approved for the treatment of influenza. Both drugs have shown potent activity against SARS-CoV-2. Nevertheless, definitive treatment of this outbreak has not been confirmed yet. This study aims to evaluate the effect of oseltamivir and favipiravir in patients with confirmed COVID-19 on clinical outcomes and length of stay. It is a retrospective cross-sectional study using medical record data. The study was conducted at Fatmawati General Hospital Jakarta between March to October 2020. In this study, 98 patients (86.0%) received oseltamivir, while 16 patients (14.0%) received favipiravir. The mortality rate was 11.4% (13 patients), while the recovered was 88.6% (103 patients). Most of the patients had LoS (Length of Stay) of ≤ 14 (58.8%), while patients with LoS > 14 days were 41.2%. Antivirals (oseltamivir and favipiravir) effect on clinical outcome was not statistically significant (p = 0.690; OR = 0.478; CI95% 0.058-3.950) .Likewise, the association between antivirals and LoS was not statistically significant (p = 0.852; OR = 0.767; CI95% 0.251-2.342). Other independent variables that affect the clinical outcome are the degree of severity (p=0.004) and comorbidities (p=0.009), while another variable that affects the length of stay is age (p=0.005). In conclusion, oseltamivir and favipiravir were not significantly associated with clinical outcomes and length of stays in COVID-19 patients on March to October 2020. We hope this study will provide useful information about COVID-19 therapy. However, further study needs."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Arcinthya Rachmania
"Resistansi terhadap oseltamivir yang baru-baru ini dialami oleh virus pandemik 2009 menjadi masalah utama sejak munculnya resisten pada virus tersebut. Mutasi H274Y pada framework neuraminidase menyebabkan oseltamivir resisten terhadap strain H1N1. Penelitian ini bertujuan memodifikasi oseltamivir sebagai penghambat neuraminidase dalam melawan virus influenza A subtipe H1N1. 1232 ligan oseltamivir modifikasi dirancang berdasarkan sifatsifat residu asam amino pada sisi katalitik neuraminidase. Molekul-molekul ligan dan oseltamivir dan zanamivir sebagai ligan standar didocking berdasarkan pada energi terendah sebagai energi pengikatan dan interaksi ikatan pada sisi katalitik. Interaksi tiga ligan terbaik dievaluasi pada keadaan terhidrasi menggunakan simulasi dinamika molekul pada dua temperatur. Hasil docking menunjukkan ligan AD3BF2D (N-[(1S,6R)-5-amino-5- {[(2R,3S,4S)-3,4-dihydroxy-4-(hydroxymethyl) tetrahydrofuran-2-yl]oxy}-4- formylcyclohex-3-en-1-yl]acetamide-3-(1-ethylpropoxy)-1-cyclohexene-1-carboxylate) memiliki energi pengikatan dan interaksi yang lebih baik dibandingkan ligan standar. Energi pengikatan yaitu -7,8885 kkal/mol dan memiliki 10 ikatan hidrogen sebagai interaksi terhadap sisi katalitik neuraminidase. Ligan AD3BF2D memiliki interaksi yaitu ikatan hidrogen dengan residu sisi katalitik sebagai afinitas ligan AD3BF2D terhadap neuraminidase pada simulasi dinamika molekul. Pada akhir simulasi temperatur 300 K terbentuk ikatan hidrogen dengan Glu278. Pada akhir simulasi temperatur 312 K terbentuk ikatan hidrogen dengan Glu278, Arg293, dan Arg293. Perbedaan konformasi enzim selama simulasi menunjukkan pengaruh adanya pelarut dan inhibitor. Hasil diatas menunjukkan bahwa ligan AD3BF2D dapat digunakan sebagai kandidat penghambat neuraminidase untuk melawan virus influenza A subtipe H1N1.

The emergence of oseltamivir resistance 2009 pandemic virus remains a major concern, since widespread oseltamivir resistance has been observed in seasonal H1N1 viruses recently. The H274Y neuraminidase mutation on the framework residue confers oseltamivir resistance on the currently circulating H1N1 strain. This research is focused on modification of oseltamivir functional groups as neuraminidase inhibitor to against influenza A virus subtype H1N1. 1232 oseltamivir modified ligands were designed base on properties of amino acid residues in catalytic site of neuraminidase. All molecules and oseltamivir as standard ligands were docked based on the lowest energy as the binding energy and the interaction binding to the catalytic site were analyzed. Three of the best ligands interaction were evaluated in the hydrate state using molecular dynamics simulations at two different temperatures. The docking result showed that AD3BF2D ligand (N-[(1S,6R)-5-amino-5-{[(2R,3S,4S)-3,4- dihydroxy-4-(hydroxymethyl) tetrahydrofuran-2-yl]oxy}-4-formylcyclohex-3-en-1- yl]acetamide-3-(1-ethylpropoxy)-1-cyclohexene-1-carboxylate) has better values than oseltamivir as standard. Binding energy is -7.8885 kcal/mol and able to form 10 hydrogen bonds to the catalytic site of neuraminidase. AD3BF2D has interaction to form hydrogen bond with residue in catalytic site as the affinity of AD3BF2D ligand to the neuraminidase in molecular dynamics simulation. At the end simulation temperature of 300 K hydrogen bond was formed with Glu278 and at the end simulation temperature of 312 K three hydrogen bonds were formed with Glu278, Arg293 and Arg293. Different conformation of enzymes which occur during simulation showed the dynamic behaviour of the presence of solvent and inhibitor. The results show that AD3BF2D ligand can be used as the candidate of neuraminidase inhibitor to against influenza A inhibitor virus subtype H1N1."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29021
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Lavinda Yusfa
"Corona Virus 2019 (COVID-19) ialah penyakit menular yang berkembang sejak bulan Desember 2019 di Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei China, sejak itu virus ini menyebar keseluruh dunia dan menjadi global pandemi. Di Indonesia, pada Juli 2021, dikeluarkanlah surat edaran tentang Pelaksanaan Distribusi Obat dengan Persetujuan Darurat untuk penanganan terapi COVID-19 yaitu; Remdesivir, Favipiravir, Oseltamivir, Immunoglobulin, Ivermectin, Tocilizumab, Azithromycin dan Dexamethasone. Pasien yang ingin membeli obat yang mengindikasikan COVID-19 diwajibkan membawa resep dokter. Analisis resep dilakukan sesuai dengan Surat Edaran (SE), meninjau aspek administratif, aspek farmasetik dan aspek klinis. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat 11 resep pengobatan COVID-19 pada bulan Juli 2021. Terjadi ketidaklengkapan kajian resep baik secara administrasi, farmasetik, serta aspek klinis. Namun seluruh resep telah memiliki ketepatan indikasi dan dosis.

Corona Virus 2019 (COVID-19) is an infectious disease that developed in December 2019 in Wuhan, the capital of China's Hubei Province, since then this virus has spread throughout the world and has become a global pandemic. In Indonesia, in July 2021, a circular letter regarding the Implementation of Drug Distribution with Emergency Approval was issued for the handling of COVID-19 therapy, namely; Remdesivir, Favipiravir, Oseltamivir, Immunoglobulin, Ivermectin, Tocilizumab, Azithromycin, and Dexamethasone. Patients who want to buy drugs that indicate COVID-19 are required to bring a doctor's prescription. Prescription analysis was carried out by the Circular Letter, reviewing administrative aspects, pharmaceutical aspects, and clinical aspects. The results of this study can be concluded that there were 11 prescriptions for COVID-19 treatment in July 2021. There were incomplete prescription studies both administratively, pharmaceutically, and clinically. However, all prescriptions have accurate indications and dosages.

Vitacimin is a lozenge product containing vitamin C, produced by PT Takeda Indonesia. The high demand for Vitamin C products has continued to surge dramatically since the global entry of the COVID-19 pandemic in Indonesia in early 2020. With the increasing market demand for Vitacimin, it is also necessary to analyze and optimize the duties and work of employees (packers) in packaging Vitacimin products. This observation is focused on line 3 secondary packaging using machine vision tools that have optical functions, namely object inspection and inspection and pattern recognition. The machine vision tool used is Camera Vision Baumer, which is currently running on a trial period by placing employees who serve as selectors and back up the Camera Vision function. In this study, it can be concluded that the Camera Vision Baumer tool works well and the selector in charge of performing the back up function of the Camera Vision Baumer task can be switched."

Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library