Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siwa Markus Harefa
"Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan obat antituberkulosis dengan mencatat data resep antituberkulosis dani seluruh resep bulan Juli sampai Desember 1990 yang terdapat pada 20 apotik di Jakarta yang dipilih secara acak. Hasil penelitian inenunjukkan bahwa penderita penyakit tuberkulosis anak dan dewasa masih banyak dan tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Dan obat yang paling banyak digunakan untuk pengobatan penyakit ini adalah Isoniazid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S70325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Shabrina Agustia Rahmah
"Jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Masyarakat membeli kebutuhan sebagai stok persediaan yang disimpan untuk menghadapi virus tersebut Tingginya jumlah kasus positif COVID-19, mengakibatkan tingginya permintaan dan kebutuhan obat-obatan, vitamin, hand sanitizer, dan masker. Masyarakat membeli terlalu banyak atau menimbun barang sehingga ketersediaan stok di pasar menipis, barang semakin sulit ditemukan dan panic buying mulai terjadi. Apotek dan toko obat menjadi sektor penting yang dihampiri oleh masyarakat. Untuk mengatasi panic buying dan kelangkaan, PT. Kimia Farma menjamin ketersediaan stok dan pendistribusian obat dan vitamin di apotek. Apotek dipimpin oleh seorang apoteker yang bertanggung jawab pada perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi obat, pencatatan, dan pengendalian sesuai kebutuhan untuk menjamin stok. Seorang apoteker perlu dibekali dengan wawasan, keterampilan, dan pemahaman komprehensif baik teori dan praktek secara langsung. Oleh karena itu, Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diperlukan sebagai sarana pelatihan. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Apotek, anak perusahaan dari PT. Kimia Farma, untuk menyelenggarakan PKPA di Apotek Kimia Farma 350 Kelapa Gading yang berlangsung dari tanggal 1-31 Oktober 2021.

The number of positive cases of COVID-19 in Indonesia is increasing day by day. People buy necessities as stock of supplies stored to deal with the virus The high number of positive cases of COVID-19, resulting in a high demand and need for medicines, vitamins, hand sanitizers, and masks. People buy too much or hoard goods so that stock availability in the market is running low, goods are increasingly difficult to find and panic buying begins to occur. Pharmacies and drugstores are becoming important sectors that are approached by the community. To overcome panic buying and scarcity, PT. Kimia Farma guarantees the availability of stocks and the distribution of drugs and vitamins in pharmacies. The pharmacy is headed by a pharmacist who is responsible for planning, procurement, receiving, storing, distributing drugs, recording, and controlling as needed to guarantee stock. A pharmacist needs to be equipped with insight, skills, and a comprehensive understanding of both theory and practice directly. Therefore, Pharmacist Professional Work Practice (PKPA) is needed as a means of training. Pharmacist Professional Study Program, University of Indonesia in collaboration with PT. Kimia Farma Apotek, a subsidiary of PT. Kimia Farma, to hold PKPA at Apotek Kimia Farma 350 Kelapa Gading which will take place from October 1-31, 2021."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Lestari
"Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pelayanan kefarmasian di Apotek harus mampu menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat sesuai dengan Undang-undangNomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Salah satu standar pelayanan kefarmasian di Apotek adalah pelayanan farmasiklinik. Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan secara langsung yang diberikan oleh Apoteker kepada pasiendalam rangka untuk meningkatkan outcome terapi serta meminimalkan efek samping obat. Salah satu pelayananfarmasi klinik yang dilakukan oleh Apoteker adalah pelayanan dan pengkajian resep.

A pharmacy is a pharmaceutical service facility where pharmaceutical practice is carried out by pharmacists. Standards for pharmaceutical service in pharmacies are established as a reference for the implementation of pharmaceutical service in pharmacies. Pharmaceutical service in pharmacies must be able to guarantee the availability of safe, quality and efficicaous medicines in accordance with Law Number 36 of 2009 concerning health. One of the standards for pharmaceutical services in pharmacies is clinical pharmacy services. Clinical pharmacy services are direct services provided by pharmacists to patients in order to improve therapeutic results and minimize drug side effects. One of the clinical pharmacy services carried out by pharmacists is prescription service and review."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Weinberg, Mea
Jakarta: EGC, 2019
615.14 WEI o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Budianto
"Penggunaan kombinasi dua jenis tuberkulostatik atau lebih bertujuan
untuk meningkatkan daya bakterisid tuberkulostatik dan mencegah atau
mengurangi resistensi bakteri. Perlu dilakukan pengawasan untuk mencegah
terjadinya interaksi obat dan penggunaan obat yang tidak rasional. Penelitian
ini dilakukan melalui metode survei yang bersifat deskriptif analitis dan
pengumpulan datanya dilakukan secara retrospektif terhadap resep
tuberkulostatik di apotek X Jakarta Timur pada periode Mei-Juli 2006. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jenis tuberkulostatik yang banyak digunakan
adalah rifampisin dan isoniazid. Hasil penelitian menunjukkan 48,26% resep
teridentifikasi mengandung risiko interaksi obat dan sebanyak 4,86% pasien
mendapatkan dosis yang tidak tepat. Berdasarkan uji statistik Kai Kuadrat
diketahui adanya hubungan yang bermakna antara jumlah obat dalam satu
resep yang mengandung tuberkulostatik dengan jumlah interaksi obat yang
terjadi dan adanya hubungan yang bermakna antara umur pasien dengan
kerasionalan penggunaan tuberkulostatik dari segi dosis."
Universitas Indonesia, 2006
S32568
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Rahmawati Hidayat
"Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai di setiap negara. Peningkatan keparahan hipertensi dan adanya indikasi penyakit lain baik yang terkait ataupun tidak terkait hipertensi membutuhkan terapi obat tambahan untuk mengoptimalkan terapi dan mengurangi efek samping obat. Penggunaan obat dalam jumlah banyak dapat meningkatkan resiko interaksi obat. Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk memperoleh gambaran karakteristik pasien hipertensi, karakteristik resep dan potensi interaksi obat dalam resep yang mengandung obat antihipertensi di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya periode Juni-Nopember 2015. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dan data diambil secara retrospektif.
Hasil analisis dari 350 lembar resep diperoleh persentase pasien perempuan (67,43%) lebih besar dari laki-laki (32,57%) dan prevalensi hipertensi tertinggi terjadi pada usia ≥55 tahun sebesar 60,57%. Potensi interaksi obat yang dianalisis menggunakan Micromedex memperoleh hasil sebesar 11,1% dan potensi interaksi yang paling sering terjadi adalah kombinasi kaptopril dengan obat golongan AINS. Mekanisme interaksi obat yang banyak terjadi adalah farmakokinetik sebesar 51,06%. Hasil uji Chi-square menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah obat dalam resep dengan potensi interaksi, dengan nilai probabilitas sebesar 0.0001 dan nilai odd ratio sebesar 5,940 (15,588-2,263).

Hypertension is a common disease in each country. Increase severity of hypertension and presence of other disease whether related or not related of hypertension, require additional drug therapy to optimize therapy and reduce side effect of drugs. The use of drug in large amounts may increase the risk of drug interaction. The purpose of this research was to obtain hypertension patient characteristics, prescription characteristics, and potential drug interactions in prescription that containing antihypertensive drugs in Sukmajaya subsdistrict health center from June to November 2015. This research used descriptive analytic method and data were obtained retrospectively.
The results of analysis in 350 prescriptions was percentage of female patients (67.43%) higher than men (32.57%) and the highest prevalence of hypertension were occured at the age of ≥55 years. Potential drug interactions result that analyzed using Micromedex was 11.1% and the most frequently potential interaction was combination of captopril with NSAIDs groups. The mechanism of drug interaction that occurs frequently was pharmacokinetics of 51.06%. Chi-square test results showed that there was significant relationship between the number of drug in the prescription with potential interactions with a probability value of 0.0001, and the value of the odds ratio is 5.940 (15.588 to 2.263).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64489
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisya Nadiandra
"Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian oleh apoteker. Dalam memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek, dapat dilakukan oleh apoteker, tenaga ahli kefarmasian dan asisten tenaga kefarmasian. Seorang pasien dapat menebus resep obat yang diberikan oleh dokter ke apotek. Namun, terdapat permasalahan apabila yang memberikan pelayanan kefarmasian tersebut bukanlah tenaga kefarmasian. Terlebih lagi, apabila obat yang diberikan tersebut menyebabkan pasien menjadi tidak sadarkan diri akibat ketidaksesuaian obat yang diberikan oleh pihak apotek dengan obat yang tertulis di dalam resep dokter. Kasus serupa telah terjadi di salah satu apotek di Medan dimana pasien mengalami penurunan kesadaran, hipoglicemia, stroke, serta adanya suspek. Oleh karena itu, penulis ingin membahas dan meneliti bagaimana perlindungan hukum bagi pasien terhadap pengolahan obat berdasarkan resep dokter oleh apotek dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2258/Pid.Sus/2020/Pn Mdn. Telah terjadi kesalahan serta kelalaian dalam kasus tersebut, antara lain mengenai tanggung jawab apoteker, pelayanan resep, serta kesalahan pemberian sediaan farmasi atau obat oleh tenaga non kefarmasian yang menyebabkan korban tidak sadarkan diri. Penulis menyarankan bagi Dinas Kesehatan untuk meningkatkan pengawasan serta apotek untuk memiliki standar operasional prosedur yang komprehensif.

Pharmacy is a pharmaceutical service facility where pharmacists practice pharmacy. In providing pharmaceutical services, it can be done by pharmacists, pharmaceutical experts and assistant pharmacy staff. A patient can redeem their drug prescription given by a doctor to a pharmacy. However, this could cause a problem if the one who gives the drug is not a pharmacist nor pharmacist assistant nor assistant pharmacy staff. Moreover, if the drug given causes the patient to become unconscious due to the incompatibility of the drug given by the pharmacy with the drug written in the doctor's prescription. A similar case had occurred in a pharmacy in Medan where the patient had hypoglycemia, stroke, suspected hypertensive heart disease and lost consciousness. Therefore, author wants to analyze and examine the legal protection for patient in drug processing based on doctor's prescriptions by pharmacies by analyzing the Medan District Court Decision Number 2258/Pid.Sus/2020/Pn Mdn. There have been fallacies and omissions in cases involving the pharmacist's responsibility, prescription services, and errors in drug processing by non-pharmaceutical staff which caused the victim to become unconscious. The author suggests for the Health Agency to improve their supervision and for pharmacies to have more comprehensive standard operating procedures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Puspasari
"Di Indonesia, kegiatan telefarmasi atau pelayanan kefarmasian jarak jauh telah berkembang luas dan banyak digunakan masyarakat, termasuk pada pembelian obat dengan resep. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari pelayanan ini, namun terdapat hambatan dan tantangan karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan, dan studi yang serupa, termasuk pada penjaminan mutu. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana kegiatan telefarmasi dalam pelayanan resep dilakukan dan mengevaluasi mutu pelayanan berdasarkan kepuasan pasien. Pengembangan kuesioner sebagai instrumen dilakukan berdasarkan dimensi mutu pelayanan kesehatan menurut WHO dan divalidasi dua tahap. Survei online yang dilakukan menghasilkan 106 responden sebagai subjek penelitian. Informasi sosiodemografi, implementasi, dan kepuasan responden terhadap kegiatan telefarmasi diperoleh dari jawaban kuesioner. Kuesioner memenuhi uji validitas dan reliabilitas dengan nilai r masing-masing item pertanyaan kuesioner bervariasi dari 0,378 – 0,857 (r tabel=0,361) dan rentang nilai cronbach’s alpha 0,805 – 0,900 pada setiap bagian kuesioner. Sebagian besar responden (35%) melakukan kegiatan telefarmasi di Jakarta dan komunikasi dengan apoteker/petugas farmasi dilakukan secara tulisan (46,23%) dan lisan (20,76%). Persentase pasien puas pada setiap dimensi dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah aman (96,2%); adil (90,6%); aksesibilitas (80,2%); efektif (76,4%); efisien (71,7%), dan berpusat pada pasien (61,3%). Uji beda rerata untuk melihat faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada rata-rata skor kepuasan pasien kelompok jenis kelamin (p=0,017). Dari hasil analisis skor kepuasan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien (83%) puas terhadap kegiatan telefarmasi yang dilakukan dimana dimensi pelayanan yang berpusat pada pasien memiliki persentase pasien puas yang paling rendah sehingga perlu dilakukan peningkatan mutu pelayanan.

In Indonesia, telepharmacy or remote pharmaceutical care have developed and are widely used by citizen, including prescriptions drug transaction. Many benefits can be obtained from this service, but there are obstacles and challenges due to limited experience, knowledge, and similar studies, including quality assurance. This study aims to explore how telepharmacy activities in prescribing services works and evaluate service quality based on patient's satisfaction. The development of questionnaire as research instrument carried out based on WHO quality of care dimensions and was validated for two stages. The online survey conducted and resulted 106 respondents as research subjects. Respondents' sociodemographic information, implementation, and satisfaction score on telepharmacy were obtained. The questionnaire fulfills validity and reliability test with r value for each question varying from 0.378-0.857 (r table=0.361) and Cronbach's alpha values range at 0.805-0.900 in each part of the questionnaire. Most respondents (35%) using telepharmacy services in Jakarta and the communication with pharmacist have carried out by text (46.23%) and verbal (20.76%). The number of satisfied patients for each dimension from the most satisfied, respectively was safe (96.2%); equitable (90.6%); accessible (80.2%); effective (76.4%); efficient (71.7%), and patient-centered (61.3%). Mean difference test to assess factors affecting patient satisfaction showed that there was a significant difference in average of patient satisfaction scores for gender group (p = 0.017). Based on analysis results, we can conclude that most patient (83%) are satisfied with telepharmacy activities and patient-centered dimension has the lowest satisfied patients, so it necessary to improve services quality."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fisma Ichwandini Ageng
"Skripsi ini membahas mengenai peresepan obat tidak rasional di RSIA Evasari pada tahun 2012. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain Cross Sectional. Penelitian ini dilatarbelakangi dari ditemukan 50% (lima puluh persen) resep di puskesmas dan rumah sakit di Indonesia mengandung antibiotik sedangkan salah satu pemberian resep yang tidak irasional adalah memberikan antibiotik untuk penyakit yang tidak sesuai hal ini diungkapkan oleh Adhikary (2005) selaku perwakilan WHO di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan hasil survei nasional tahun 2009 yang menemukan bahwa antibiotik yang diresepkan untuk penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus seperti diare akut dan salesma (flu), yang sebenarnya tidak membutuhkan antibiotik untuk pengobatannya. Filosofi farmasi klinis sama dengan peresepan yang baik dan pemberian obat yang rasional serta salah satu indikator yang menyebabkan keberhasilan pengobatan adalah dengan pemberian obat rasional. Berdasarkan filosofi tersebut dan tingginya permintaan antibiotik di RSIA Evasari maka penulis melakukan penelitian di RSIA Evasari dan mengangkat mengenai persepan obat tidak rasional. Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif (resep) dan data kualititatif dengan melakukan wawancara kepada dokter di RSIA Evasari untuk mengetahui gambaran dari peresepan tidak rasional. Data yang dihasilkan dilakukan analisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian mengenai persepan obat tidak rasional di RSIA Evasari dari 389 sampel resep yang diambil ditemukan sebanyak 32 resep tidak rasional. Pentingnya pedoman pengobatan dalam proses peresepan obat rasional, sehingga dianjurkan setiap rumah sakit memiliki pedoman pengobatan dan kebijakan-kebijakan yang mengarah terhadap peresepan obat rasional. Tidak hanya pedoman pengobatan tetapi juga perlunya dibentuk suatu badan khusus untuk memonitoring sistem persepan di Rumah Sakit.

This script is tells about irrational medicine prescribing in RSIA Evasari on 2012. this research is a quantitave research with the cross sectional design. The background of research is from 50 % prescription in medical center and hospital containing antibiotics, while when gives one of the irrational prescription is giving a wrong antibiotics,said by Adhikary, as representative of WHO in Indonesia. This is proven by national survey on 2009. it founded that the antibiotics for diseases caused the viruses like acute diarrhea and flu that no need antibiotics for cure indeed. The philosophy clinical pharmacy with good prescription and giving rational medicine are one of the many indicator causes the success treatment. Based on the philosophy and high demand for antibiotics in RSIA Evasari then the writer doing research in RSIA Evasari and take this irrational prescription medicine to be a script. In collecting data form quantitave and qualitative with interviewed the doctors in RSIA Evasari to describe of irrational prescribing. The resulting data were analyzed using univariate and bivariate. Results of research on irrational prescription medicine in RSIA Evasari its been 389 samples taken prescription found as many as 32 prescription irrational. The importance of treatment guidelines in the process of irrational medicine prescribing , so it is recommended every hospitals have had a guidelines and policy of irrational medicine prescribing and also need to establish a special body to monitor prescribing."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S70009
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekti Prameswari Susilo
"Interaksi obat terjadi apabila efek dari suatu obat berubah dengan adanya obat lain, obat herbal, makanan, minuman, atau zat kimia lainnya. Apabila pasien mengonsumsi dua atau lebih obat secara bersamaan mempunyai potensi untuk terjadinya interaksi obat, baik menghasilkan respon peningkatan atau penurunan konsentrasi obat di dalam darah. Semakin banyak obat yang dikonsumsi oleh pasien, maka semakin besar kemungkinan terjadinya reaksi yang merugikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi obat pada peresepan pasien rawat jalan (depo farmasi 24 jam) RSAB Harapan Kita selama 14 hari periode Bulan April 2022.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan pengumpulan data secara retrospektif. Data penelitian diperoleh dari resep obat pada tanggal 1 April - 18 April 2022 yang diterima oleh depo farmasi 24 jam RSAB Harapan Kita baik pasien golongan BPJS maupun pasien non-BPJS. Interaksi obat-obat per lembar resep dianalisis menggunakan software Lexicomp. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa interaksi obat ditemukan pada 50% lembar resep BPJS dan 36% lembar resep non-BPJS pada pasien rawat jalan di depo farmasi 24 jam RSAB Harapan Kita. Sebagian besar kejadian interaksi antar obat yang terjadi baik pada resep BPJS maupun Non-BPJS tergolong tidak berisiko tinggi (risk rating C).

Drug interactions occur when the effect of a drug changes with the presence of other drugs, herbal medicines, food, drinks, or other chemical substances. If a patient takes two or more drugs simultaneously, there is the potential for drug interactions to occur, either resulting in a response of increasing or decreasing the concentration of the drug in the blood. The more drugs consumed by the patient, the greater the possibility of adverse reactions. Therefore, this study aims to determine drug interactions in prescribing outpatients (24-hour pharmacy depot) at RSAB Harapan Kita for the 14-day period in April 2022.
This research is a descriptive observational study with retrospective data collection. Research data were obtained from drug prescriptions on April 1 - April 18 2022 which were received by the 24-hour pharmacy depot at RSAB Harapan Kita, both BPJS class patients and non-BPJS patients. Drug-drug interactions per prescription sheet were analyzed using Lexicomp software. Based on the results of the research that has been done, it can be concluded that drug interactions were found in 50% of BPJS prescription sheets and 36% of non-BPJS prescription sheets for outpatients at the 24-hour pharmacy depot at Harapan Kita Hospital. Most of the interactions between drugs that occurred in both BPJS and Non-BPJS prescriptions were classified as not having high risk (risk rating C).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>