Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dennisa Briliany Winda Pangestika
"ABSTRACT
Pengambilan keputusan karir tidak hanya penting bagi siswa, karena karyawan juga dihadapkan dengan berbagai keputusan karir. Berbagai keputusan karir dapat menyebabkan keragu-raguan karir, yang kemudian dapat mempengaruhi karyawan secara negatif. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran neuroticism dan extraversion dalam memprediksi keragu-raguan karir pada karyawan. Partisipan penelitian ini adalah karyawan berusia 22-44 tahun yang telah bekerja untuk perusahaan setidaknya enam bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa neuroticism memiliki efek positif yang signifikan (B = .19, SE B = .066, p <.01), sedangkan extraversion memiliki efek negatif yang signifikan (B = -.21, SE B = -. 229, p <.01) dalam memprediksi keragu-raguan karier. Temuan ini dapat berguna untuk memperkaya literatur yang ada di sekitar keragu-raguan karir, extraversion, dan neuroticism.

ABSTRACT
Career decision making is not only important for students or students, because employees are also faced with various career decisions. These career decisions can trigger career doubts or career indecision, which can then have a negative impact on employees. This study aims to look at the role of neuroticism and extraversion in predicting career indecision of employees. The participants of this research are employees aged 22-44 years and have worked at the company at least six months. The results of this study indicate that neuroticism has a significant positive effect (B = .19, SE B = .066, p <.01), while extraversion has a significant negative effect (B = -.21, SE B = -.229, p <.01) in predicting career indecision. These findings can be useful to enrich the existing literature around career indecision, extraversion, and neuroticism."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Maryam Purboningsih Mudaffar Syah
"Terlepas dari pengalaman yang menghibur, penggunaan TikTok memiliki sejumlah konsekuensi yang merugikan bagi kesehatan mental penggunanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji korelasi antara kesepian, neurotisisme, dan penggunaan TikTok. Penelitian ini memiliki 381 partisipan dan data dikumpulkan dari survei online yang dikirim melalui media sosial, email, dan kontak pribadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi antara konsumsi TikTok dan hubungannya terhadap kesepian dan neurotisme. Implikasi praktis dari temuan ini sangat penting karena banyak pengguna TikTok mungkin tidak sepenuhnya mengenali bagaimana kesepian dan neurotisisme dapat memengaruhi konsumsi TikTok. Memahami implikasi ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran di antara pengguna dan mempromosikan penggunaan TikTok yang terinformasi, yang berpotensi mengarah pada peningkatan kesejahteraan mental di antara audiensnya.

Despite the entertaining experience, TikTok usage has a number of detrimental consequences for its users’ mental health. The purpose of this study was to examine the correlation between loneliness, neuroticism, and TikTok usage. The study had 381 participants and data was collected from online surveys sent via social media, email, and personal contact. The results showed that there is a correlation between TikTok consumption and its relationship to loneliness and neuroticism. The practical implications of these findings are significant as many TikTok users may not fully recognize how loneliness and neuroticism can impact TikTok consumption. Understanding these implications is crucial to raising awareness among users and promoting informed TikTok usage, potentially leading to improved mental well-being among its audience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teresa Almaputri Lestario
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran neurotisisme terhadap kecanduan aktivitas seksual daring dengan mengontrol jenis kelamin dan lama penggunaan internet sebagai variabel kovariat. Partisipan penelitian berjumlah 181, yang terdiri dari 102 perempuan dan 79 laki-laki. Karakteristik individu pada periode emerging adulthood yang berumur 18-25 tahun dan aktif dalam menggunakan internet. Alat ukur yang digunakan untuk penelitian adalah International Personal Pool Big Five Factor Model version 50 items (IPIP-BFM-50) untuk mengukur neurotisisme dan Internet Sex Screening Test (ISST) yang digunakan untuk mengukur kecanduan aktivitas seksual daring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa neurotisisme tidak memiliki peran yang signifikan terhadap kecanduan aktivitas seksual daring (β= .057, t(181) =1.539, p<.05). Analisis terhadap variabel kovariat menemukan bahwa  jenis kelamin dan lama penggunaan internet memiliki hasil yang signifikan terhadap kecanduan aktivitas seksual daring. 

This study aims to examine the role of neuroticism in cybersexual addiction with controlling gender and duration internet use as covariate variables. This study was conducted on 181 participants, which consisted of 102 women and 79 men. The characteristics of individuals were in the emerging adulthood period aged 18-25 and active in using the internet. The measurement instruments used are International Personal Pool Big Five Factor Model version 50 items (IPIP-BFM-50) for measuring neuroticism and Internet Sex Screening Test (ISST) for measuring cybersexual addiction. The result of this study showed that neuroticism did not have a significant role in cybersexual addiction, (β= .057,t(181) =1.539, p<.05). Analysis of the covariate variables found that gender and duration of the internet use had significant results on cybersexual addiction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhila Amira
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menciptakan dan menguji validitas dan reliabilitas ukuran baru perfeksionisme yang lebih pendek dari skala sebelumnya dan mampu menjelaskan sifat maladaptif dan adaptif yang mendasari perfeksionisme dalam hubungannya dengan neurotisme dan sifat berhati-hati. Kuesioner diberikan kepada 129 mahasiswa psikologi di University of Queensland yang hanya terdaftar di mata kuliah Pengukuran PSYC3020 pada saat kelas tutorial berlangsung. Pengukuran baru perfeksionisme, yaitu Skala Perfeksionisme, dikembangkan dan diuji reliabilitasnya, Item Discrimination Indices, dan validitasnya, dalam hubungannya dengan Neurotisme, menggunakan alat ukur IPIP Neuroticism, dan sifat berhati-hati yang menggunakan alat ukur IPIP Conscientiousness. Tiga hipotesa telah dikembangkan dan menunjukkan bahwa perkembangan skala baru Perfeksionisme terbukti memiliki keandalan yang cukup baik dan Item Discrimination Index yang baik. Untuk studi kedepannya diperlukan variabel lain yang dinilai memerlukan perbaikan untuk lebih praktis.

ABSTRACT
The objective of current study is to create and test the validity and reliability new measure of perfectionism that is shorter than previous scales and adequately captures underlying maladaptive and adaptive traits of perfectionism in association with neuroticism and conscientiousness. Questionnaires were administered to 129 students in the University of Queensland who enrolled in Measurement in Psychology PSYC3020 course during tutorial class. The new scale of perfectionism, which is the Perfectionism Scale, was developed and tested its reliability, Item Discrimination Indices, and validity in correlation with Neuroticism using IPIP Neuroticism scale and Conscientiousness using IPIP Conscientiousness scale . Three hypotheses have developed and indicated that the new developed Perfectionism scale shown to have a good reliability and discrimination index. Future study suggests the other variable need to be assessed and some need improvement to be more practical. "
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fionna Gracia
"Beberapa studi terdahulu menjelaskan bahwa perselingkuhan dalam perkawinan merupakan salah satu pelanggaran yang sulit untuk dimaafkan terutama pada individu dengan trait neuroticism. Mindfulness diketahui mampu membantu meningkatkan pemaafan pada individu yang diselingkuhi oleh pasangan dalam perkawinan. Penelitian dilakukan untuk menguji efek mindfulness sebagai moderator dalam hubungan antara trait neuroticism dengan pemaafan pada individu yang mengalami perselingkuhan rumah tangga. Data diambil menggunakan convenience sampling pada partisipan laki-laki dan perempuan berusia ≥ 18 tahun, heteroseksual, sudah menikah, pernah atau masih mengalami diselingkuhi oleh pasangan. Partisipan penelitian sebanyak 329 orang mengisi kuesioner Marital Offence-Specific Forgiveness Scales (MOFS) untuk mengukur variabel pemaafan, International Personal Pool-Big Five Model 50 (IPIP-BFM50) dimensi emotional stability untuk mengukur variabel trait neuroticism, dan Cognitive-Affective Mindfulness Scales- Revised (CAMS-R) untuk mengukur variabel mindfulness. Melalui moderated regression analysis diketahui bahwa mindfulness tidak berperan secara signifikan dalam memoderatori hubungan antara trait neuroticism dan pemaafan. Meski demikian terdapat trend perubahan dalam bentuk pemaafan pada partisipan dengan trait neuroticism apabila ditinjau dari tingkat mindfulness. Hal ini mengindikasikan adanya potensi yang mengarah pada proses dinamis yang kemudian mampu membantu individu neuroticism untuk memaafkan.

Recent studies describe Infidelity in marriage as a serious offense and is difficult to forgive, especially for individuals with the neuroticism trait. Mindfulness is known to be able to help increase forgiveness in individuals who have been cheated on by their partners in marriage. The study was conducted to examine the effect of mindfulness as a moderator in the relationship between the neuroticism trait and forgiveness in individuals who experience marriage infidelity. Data were taken using convenience sampling on male and female participants aged ≥ 18 years, heterosexual, married, had or still experienced being cheated on by their partner. Research participants as many as 329 people filled out the Marital Offence-Specific Forgiveness Scales (MOFS) questionnaire to measure forgiveness, the International Personal Pool-Big Five Model 50 (IPIP-BFM50) dimensions of emotional stability to measure the neuroticism trait variable, and Cognitive-Affective Mindfulness Scales- Revised (CAMS-R) to measure the mindfulness variable. Through moderated regression analysis, it was found that mindfulness did not play a significant role in moderating the relationship between the neuroticism trait and forgiveness. However, there is a trend of change in the form of forgiveness in participants with the neuroticism trait when viewed from the level of mindfulness. This indicates the potential that leads to a dynamic process which is then able to help neuroticism individuals to forgive."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nailul Dina Afera
"Stres akademik merupakan stres yang banyak terjadi dikalangan mahasiswa. Trait kepribadian neuroticism merupakan salah satu penyebab stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara trait kepribadian neuroticism dengan tingkat stres akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Penelitian menggunakan metode deskriptif-korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Sebanyak 91 orang mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan dari tahun pertama hingga tahun akhir menjadi sampel penelitian ini dengan teknik simple random sampling. Kuesioner penelitian menggunakan SLSI (Student-life Stress Inventory) dan NEO FFI (Neo Five Factor Inventory). Hasil penelitian didapatkan 44% mahasiswa mengalami stres akademik berat dan 44% mahasiswa memiliki nilai trait kepribadian neuroticism tinggi.
Hasil analisis hubungan didapatkan ada hubungan signifikan antara trait kepribadian neuroticism dengan tingkat stres akademik (p=0.00; α=0.05). Menghindarkan diri dari emosi negatif serta manajemen stres yang baik sangat perlu dilakukan oleh mahasiswa agar terhindar dari nilai trait kepribadian neuroticism yang tinggi serta stres akademik berat.

This study focused on the trait personality neuroticism dan academic stress among nursing students at Faculty of Nursing Universitas Indonesia. This study aimed to identify the correlation between trait personality neuroticism and academic stress.
Correlatives cross-sectional method is chosen as a design of research methodology involving 91 nursing students. SLSI (Student-life Stress Inventory) and NEO FFI (NEO Five Factor Inventory) used as research instrument.
The result shows 44% of students experienced severe of academic stress and 44% of students have high trait personality neuroticism and there is significant correlation between trait personality neuroticism and academis stress (p value 0.00; α 0.05). Keep the negative emotions away and have a good stress management are needed by students in order to avoid the high score of the personality trait neuroticism and severe academic stress.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S64085
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentina Elana Puspita
"Dalam kehidupan, mahasiswa tidak luput dari kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan sehari-hari, seperti melewatkan jadwal kerja kelompok ataupun tenggat waktu pengumpulan tugas. Berbagai kesalahan kecil tersebut dikenal dengan istilah kegagalan kognitif yang jika dilakukan secara terus-menerus dapat berakibat negatif bagi individu. Bagi mahasiswa yang berada pada kondisi kognitif terbaik, meningkatnya kegagalan kognitif disebabkan dari tipe kepribadian yang mereka miliki. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besaran peran kepribadian neuroticism dan conscientiousness terhadap kegagalan kognitif pada mahasiswa sarjana di Indonesia. Partisipan penelitian adalah sebanyak 249 mahasiswa (83 laki-laki dan 166 perempuan) berusia 18–25 tahun (M=21, SD=1.4). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur Cognitive Failure Questionnaire dan IPIP-BFM 25. Berdasarkan analisis regresi berganda, ditemukan bahwa kepribadian neuroticism dan conscientiousness secara bersamaan berperan terhadap kegagalan kognitif individu (F(2,246)=45.495, p<0.001, R2=0.27). Neuroticism memiliki pengaruh yang lebih besar (=0.47, SE=0.257, p<0.001) dibandingkan conscientiousness (=-0.236, SE=0.326, p<0.001) terhadap kegagalan kognitif mahasiswa. Melalui penelitian ini, diharapkan individu dapat mengetahui ciri unik yang dimiliki pada kepribadian tertentu, khususnya pada trait kepribadian conscientiousness dan neuroticism. Sehingga, bagi individu yang memiliki conscientiousness yang tinggi dapat mempertahankan ketelitian dan disiplin yang tinggi, sedangkan bagi individu yang memiliki neuroticism yang tinggi dapat meminta bantuan kepada orang lain untuk mengingatkan untuk dapat mengontrol emosi negatif yang dirasakan sehingga tidak mempengaruhi atensi terhadap hal yang harus dikerjakan.

In everyday life, students make a lot of small mistakes, such as forgetting the group work schedule and also forgetting the task deadline, which is called cognitive failure. All the small mistakes have negative consequences if they happen continuously. For students who are in the best cognitive condition, cognitive failure increase because of the personality types that they have. The purpose of this study is to see the contribution of personality trait neuroticism and conscientiousness to cognitive failure in college students in Indonesia. The participants of this study are 249 students (83 males and 166 females) aged 18–25 years old (M=21, SD=1.4). This study is a quantitative study that used Cognitive Failure Questionnaire (CFQ) and IPIP-BFM 25. The result showed that neuroticism and conscientiousness simultaneously have a significant contribution to cognitive failure (F(2,246)=45.495, p<0.001, R2=0.27). However, neuroticism has a greater contribution (=0.47, SE=0.257, p<0.001) than conscientiousness (=-0.236, SE=0.326, p<0.001) to cognitive failure in college students. Based on this study, for students that have a high score of conscientiousness suggested to maintain the positive characteristics, such as attention to detail and self-discipline. However, students that have high score of neuroticism can ask for help from others to remind them of controlling the negative emotion that they feel so it doesn’t affect their attention to the task that has to be done."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Jocelyn Odelia
"Kegagalan kognitif adalah kegagalan individu dalam mengerjakan tugas yang biasanya secara sukses dapat dilakukan oleh individu. Kegagalan kognitif merupakan hal yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa, sebagai contoh melupakan suatu jadwal janji bertemu dengan teman dan dosen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat besaran peran kemampuan metakognisi dan neuroticism terhadap kegagalan kognitif pada mahasiswa program sarjana (S1). Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan pendekatan kuantitatif. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cognitive Failures Questionnaire (CFQ), Metacognitive Skills Scale (MSS), dan IPIP-BFM-25. Penelitian ini dilakukan kepada 249 sampel mahasiswa program sarjana di Indonesia (83 laki-laki dan 166 perempuan) dengan rentang usia 18––25 tahun. Hasil penelitian dengan analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa kemampuan metakognisi dan neuroticism secara simultan dan signifikan berperan terhadap kegagalan kognitif pada mahasiswa program sarjana, (F(2, 246) = 41.778, p < 0.001, R² = 0.254). Neuroticism (β = 0.419, p < 0.001) memiliki peranan yang lebih besar dalam memprediksi terjadinya kegagalan kognitif dibandingkan dengan kemampuan metakognisi (β = -0.202, p < 0.001). Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam menanggulangi masalah kegagalan kognitif yang dialami oleh mahasiswa

Cognitive failure is an individual's failure to complete a task that normally executed successfully. Cognitive failure occurs in undergraduate students' daily lives, such as forgetting an appointment with supervisor or friend. The objective of this study is to look at the role of metacognitive skills and neuroticism towards cognitive failures among undergraduate students. This research is a non-experimental research with a quantitative approach. The measuring tools used in this study were the Cognitive Failures Questionnaire (CFQ), Metacognitive Skills Scale (MSS), and IPIP-BFM-25. This research was conducted on a sample of 249 undergraduate students in Indonesia (83 males and 166 females) with an age range of 18––25 years. The study was analyzed using multiple linear regression analysis and showed that metacognitive skills and neuroticism simultaneously and significantly contributed to cognitive failures in undergraduate students, (F(2, 246) = 41.778, p < 0.001, R² = 0.254). Neuroticism (β = 0.419, p < 0.001) has a greater role in predicting cognitive failures than metacognitive skills (β = -0.202, p < 0.001). This research is expected to contribute to overcoming the problem of cognitive failures experienced by undergraduate students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Audia Wira Tenri
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur validitas dan reliabilitas skala baru dari Neuroticism. Peneliti membuat skala baru neuroticism yang terdiri dari tiga skala, yaitu neuroticism, anxiety, and social relationship. Dalam penelitian ini, 129 mahasiswa dan mahasiswi Universitas Queensland ikut serta sebagai partisipan untuk menguji skala baru neuroticism. Peneliti menemukan bahwa terdapat korelasi yang significant antara skala original neuroticism dan skala neuroticism yang baru terdapat pula korelasi skala neuroticism dan anxiety.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan validitas antara original neuroticism dan skala baru neuroticism. Meskipun dalam penelitian ini tidak ditemukan korelasi antara skala baru neuroticism dan skala relationship. Peneliti juga menemukan bahwa terdapat reliabilitas yang bagus M=46.32, SD=6.38, dan item discrimination indices yang konsisten. Untuk penggunaan selanjutnya diharapkan untuk mempertimbangkan items yang berada di posisi rendah di dalam items discrimination indices.

The aim of this study is to test validity and reliability of the new scale of neuroticism. We made the new neuroticism scale and another three scales, which are original neuroticism scale, anxiety, and relationship. There were 129 students of University of Queensland. We found that there was positive significant correlation between original scale of neuroticism and new scale of neuroticism, and positive significant correlation between the new scale of neuroticism and anxiety.
The result also shows there is validity in our new scale and original scale of neuroticism. However, we found that there was no positive significant correlation between our new scale of neuroticism and relationship. We also found that our new scale has good reliability M 46.32, SD 6.38 , and item discrimination indices are consistent. Further uses should be considering the low items in discrimination indices.
"
Depok: Fakultas Psikologi Univeraitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Naolani Riona Faradilla
"Perilaku prososial adalah tindakan sukarela yang bertujuan untuk membantu dan menguntungkan individu lain, termasuk dalam perilaku membantu saat bencana alam. Salah satu faktor yang mendasari seseorang untuk berperilaku prososial adalah kepribadian. Berdasarkan golongan teori Big Five Personality Trait, beberapa golongan telah diidentifikasi memiliki hubungan dalam memberikan bantuan terkait dengan kecenderungan seseorang dalam berperilaku prososial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang mendasari keputusan individual dalam perilaku prososial saat bencana alam terkait dengan faktor psikologis terfokus kepada tipe kepribadian agreeableness dan neuroticism. Dengan menggunakan metode penelitian korelasional, survey online diberikan kepada pengguna di sosial media (N = 327). Hasil menunjukan bahwa tipe kepribadian agreeableness memiliki korelasi positif dengan perilaku prososial dalam memberikan bantuan secara sukarela, sementara faktor neuroticism tidak terkait dengan keputusan individual dalam berperilaku prososial. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukan kecenderungan seseorang dalam berperilaku prososial, melihat faktor kepribadian yang mempengaruhi intensi dan keterlibatan seseorang dalam melakukan perilaku menolong saat bencana alam.

Prosocial behaviour characterised as the actions that benefit others, and personality is one of the factors that contribute to the likelihood of engaging in such behaviours including helping during natural disaster. Among the Big Five personality traits, certain traits have been found to have a relationship with prosocial and helping behaviours. This study analyses the underlying factors of helping decision and prosocial behaviour during natural disaster correlating to psychological factors more specifically on personality traits of agreeableness and neuroticism. Using correlational design, the relationship of agreeableness and neuroticism traits with prosocial behaviour is explored by conducting an online survey to the community (N = 327) shared through social media. Overall, these findings suggest that agreeableness and neuroticism correlate to the helping and intentions of prosocial behaviour. The results indicated that agreeableness has a positive correlation with prosocial behaviour while neuroticism was unrelated to individual decision of natural disaster helping behaviour."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>