Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cynthia Ariani
"ABSTRAK
Latar belakang: Berdasarkan Jakarta Cancer Registry tahun 2012, kanker kolorektal merupakan kanker terbanyak keempat pada wanita dan kedua pada pria di Indonesia. Penelitian menggunakan mRNA fekal sebagai penanda kanker kolorektal bersifat non invasif namun cukup representatif menggambarkan kelainan pada usus. Tujuan: Mengevaluasi peran pemeriksaan mRNA CEA feses pada pasien terduga keganasan kolorektal menggunakan nested RT-PCR. Metode: Uji diagnostik ini melibatkan 93 pasien terduga keganasan kolorektal yang ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh klinisi. Ekstraksi mRNA CEA fekal menggunakan metode Kanaoka dan sintesis DNA menggunakan metode cyclic temperature reverse transcription 2 CTRT-2 . Pemeriksaan mRNA CEA menggunakan metode nested RT-PCR. Hasil: mRNA CEA fekal positif ditemukan pada 22 pasien 23,7 . Penelitian ini mendapatkan sensitivitas 51,61 , spesifisitas 90,32 , nilai prediksi positif 72,73 dan nilai prediksi negatif 78,87 . Meskipun sensitivitas yang diperoleh rendah tetapi spesifisitas mRNA CEA fekal yang tinggi dapat mengkonfirmasi diagnosis lesi neoplastik pada pasien terduga keganasan kolorektal. Kesimpulan: Pemeriksaan mRNA CEA fekal tidak dapat digunakan sebagai penanda tunggal dalam skrining keganasan kolorektal. Pemeriksaan mRNA CEA fekal perlu dikombinasikan bersama penanda diagnostik lainnya agar dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan. Kata kunci: carcinoembryonic antigen; penanda fekal; nested
Background Based on the 2012 Jakarta Cancer Registry, colorectal cancer is the fourth of most common cancer in women and the second in men. Fecal carcinoembryonic antigen mRNA assay is a non invasive method, yet representatively describes abnormalities of the intestine. Objective To evaluate the role of fecal mRNA CEA assay in suspected colorectal cancer patients using nested RT PCR. Methods The diagnostic study included 93 suspected colorectal cancer patients which were determined by anamnesis and physical examination from the clinician. The fecal mRNA were extracted by Kanaoka method and cDNA were synthesized with cyclic temperature reverse transcription 2 CTRT 2 method. The fecal mRNA CEA assay used nested RT PCR method. Results Positive fecal mRNA CEA was detected in 22 patients 23.7 . Sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value were 51.61 , 90.32 , 72.73 , and 78.87 respectively. This study had low sensitivity but with high specificity. Therefore, fecal mRNA CEA could be used as a confirmatory assay. Conclusions It was not recommended to use fecal mRNA CEA as a single marker in colorectal cancer screening. A fecal mRNA CEA assay should be combined with other diagnostic markers in order to improve the sensitivity and specificity of the assay. Keywords carcinoembryonic antigen fecal marker nested "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetyadhie
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S34633
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Karunia Putri
"Momentum disahkannya UU no. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menjadi acuan awal pengembangan metode deteksi molekuler DNA porsin terhadap kehalalan produk. Undang-undang ini mewajibkan seluruh produk yang masuk dan beredar di Indonesia tersertifikasi halal, termasuk tidak boleh mengandung fragmen babi. Deteksi dilakukan pada jumlah sekelumit jejak DNA yang masih tersisa di dalam gelatin cangkang kapsul setelah melalui proses pembuatan yang panjang dengan pH dan suhu ekstrim. Untuk itu, optimasi metode ekstraksi sangat berperan penting agar mendapatkan jumlah DNA yang memadai.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan metode optimal perolehan DNA dan menentukan kondisi optimal metode deteksi molekular DNA porsin menggunakan metode Polymerase Chain Reaction yang sensitif. Metode PCR yang digunakan adalah PCR duplex dan PCR nested dengan target sekuens DNA ATP8 dan Cytb. Optimasi dilakukan pada metode ekstraksi DNA dengan mengubah jumlah replikat sampel, modifikasi komposisi proses resuspensi dan pelisisan sel, jumlah campuran saat tahap awal isolasi DNA, serta pemekatan pada tahap akhir pengisolasian DNA.
Hasil optimasi menunjukan jumlah replikat gelatin optimum adalah delapan sampel ekstraksi. Optimasi PCR dilakukan dengan membandingkan metode PCR duplex dan PCR nested pada uji sensitivitas, serta optimasi kondisi masing-masing PCR tersebut. Hasil positif mengandung DNA porsin dinyatakan dengan terbentuknya dua amplikon 212bp dan 398bp pada PCR duplex atau satu amplikon 387bp pada PCR nested. Dari enam titik konsentrasi DNA yang diujikan pada uji sensitivitas, PCR nested dapat mendeteksi konsentrasi DNA hingga 1 fg/ ??l sedangkan PCR duplex yang hanya dapat mendeteksi hingga 1 ng/ ??l. Deteksi terhadap sampel kapsul suplemen menunjukan bahwa terdeteksi DNA porsin dalam sampel dengan metode PCR nested dan PCR duplex. Metode duplex dan nested PCR dapat diterapkan sebagai metode deteksi awal secara kualitatif namun tidak kuantitatif.

Halal product assurance regulation, which was established under Law no. 33 year 2014, gave a major impact for the development of molecular detection method of porcines DNA in a product. This law obliges all products in Indonesia to have halal status, included no pigs fragment at all. Traces amount of DNA from gelatin and capsule shell which was still remaining after long manufacturing process under extreme pH and temperature, were detected and amplified. Thus, optimization of DNA extraction method is important to get the sufficient amount of DNA.
The aims of this study are to obtain an optimum DNA collection method and to determine optimum condition of sensitive molecular detection method of porcines DNA using PCR. The sequence DNA targets ATP8 and Cytb were amplified using duplex and nested PCR methods. The optimization on number of sample replication, on composition mix in resuspension and cell lysis process, on the amount of the solution used when starting the DNA isolation process, and the final concentration of DNA isolation process have done.
Result showed that the optimum numbers of replication for gelatin are eight times. Optimization of PCR was done by comparing nested PCR and duplex PCR for sensitivity test, also for both PCR conditions. Two amplicon of 212bp and 398bp in duplex PCR or one amplicon of 387bp in nested PCR were obtained only in sample that positive contains porcines DNA. Six different concentrations of template DNA that has been carried out for sensitivity test in both methods showed that nested PCR can detect as low as 1fg l DNA while duplex PCR can only detect 1ng l DNA concentration as the lowest. Porcines DNA has been detected in all capsule shell samples. Optimized duplex and nested PCR method could be applied as early qualitative detection.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Monita
"Diare karena rotavirus adalah masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Rotavirus grup A yang menyerang manusia adalah penyebab terbesar dari penyakit gastroenteritis akut pada anak - anak baik di negara maju maupun negara berkembang. Rotavirus saat ini menjadi subjek penelitian dan ujicoba untuk pencarian vaksin yang efektif dan aman. Penelitian dilakukan untuk menentukan prevalensi rotavirus grup A di daerah Makassar selama bulan Oktober 2005 sampai Oktober 2006. Sampel feses dengan gejala diare dikumpulkan dari pasien pediatri sebanyak 326 sampel. Sampel kemudian diuji dengan metode ELISA dan menunjukkan 26,07% positif terinfeksi rotavirus grup A. Sampel positif tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut dengan metode RT dan nested PCR menunjukkan bahwa prevalensi terbesar dari galur rotavirus grup A di daerah Makassar adalah serotipe G4G9P[8] sebanyak 36,55 (n = 31).

Rotavirus diarrhea is a public health problem throughout the world. Group A human rotaviruses are a major cause of acute gastroenteritis in young children in both developing and developed countries. Rotaviruses are at present the subject of intense vaccine research and trials worldwide to find an effective and safety vaccine. The study was conducted to determine the prevalence of group A rotavirus in Makassar on October 2005 until October 2006. Three hundred twenty six stool samples were collected from pediatric patient with diarrhea symptoms. The samples were tested by ELISA method and resulted as 26,07% positive of group A rotavirus. The ELISA positive samples were then analyzed by RT and nested PCR method, subsequently, and result showed that the major prevalence of group A rotavirus in Makassar that is 36,55% (n = 31) were G4G9P[8] serotype."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S33049
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refda Husrima
"Menurut hasil beberapa kali SKRT (Survey Kesehatan dan Rumah Tangga) semenjak tahun 1980, 1986, 1992, 1995, penyakit diare tetap merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Begitu juga dengan Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001 masih menyimpulkan diare sebagai penyebab kematian bayi dan balita ke dua tertinggi (9,4% dari kematian bayi dan 13,2% dari kematian balita).
Rotavirus Grup A yang sangat banyak menyebabkan diare pada anakanak dideteksi dari sampel diare yang sudah dikumpulkan dari beberapa kota di Indonesia (Januari – April 2007) oleh pihak US-NAMRU2 bekerja sama dengan Litbang Depkes RI. Metode yang digunakan adalah Reverse Transcription – Nested Multiplex PCR dengan primer spesifik yang sudah teruji sangat sensitif dalam mendeteksi rotavirus.
Dari 421 sampel yang diperiksa, didapatkan 257 (61,05%) positif rotavirus, terdistribusi hampir merata di lima kota yang diperiksa. 47 (30,05%) diantara sampel positif merupakan tipe G1P[8]. Namun tipe ini tidak terdistribusi merata di kelima kota tersebut. Diantara sampel positif rotavirus, 119 (46,30%) tidak dapat ditentukan tipe gennya (nontipe). Nontipe P sebanyak 68 (26,46%) dan nontipe G sebanyak 51 (19,84%).
Diharapkan penelitian mengenai rotavirus di Indonesia terus dilanjutkan dengan menggunakan pengembangan metode yang lebih baik sehingga dapat menyelidiki lebih lanjut rotavirus nontipe yang sudah banyak ditemukan."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32604
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuspriyanto
"Control concurrency on RTDBS more complex than in conventional database system, Basides guarantee database consistency, on RTDBS control concurency can support transaction deadlines. Mean while validities and value of data item change depend on time. Conventional control concurrency algorithm can be devided to two groups: Pessimistic concurrency control (PCC) and Optimistic Concurrency Control (OCC). PCC prevent conflict between transactions executed while OCC overcome between transactions after that transaction executed that restarted in conflict happened. These algorithms have weakness if applied in RTDBS that gives tight time on transaction execution bacause as a parameter is number of transactions done before deadlines, not only number of concurrency maximum and throughput. To overcome those two algorithms weakness some researches done. Between results modifications is speculative concurrency control and Hybrid concurrency control for the Nested model. But between alternatives there are some weaknesses, so it needs development for better control concurrency for RTDBS. "
Penelitian Akademik Sekolah Tinggi Manajemen Informatika & Teknik Komputer Surabaya, 2007
001 GJMI 9:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Effendi
"ABSTRAK
Sifilis merupakan penyakit multistadium yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual. Saat ini penggunaan uji polymerase chain reaction (PCR) untuk Treponema pallidum telah banyak digunakan dan diharapkan mampu mengurangi masalah dalam uji diagnostik sifilis. Hasil uji PCR Treponema pallidum dipengaruhi oleh jenis spesimen, metode PCR dan gen target. Penelitian ini ditujukan untuk menilai penggunaan darah dan serum untuk uji multiplex nested PCR dengan gen target 23S rRNA Treponema pallidum. Studi potong lintang dilakukan dari bulan April 2015 - April 2016. Pengambilan sampel secara konsekutif dari pasien dengan gambaran klinis sifilis sekunder yang datang ke poliklinik Infeksi Menular Seksual (IMS) di Jakarta. Uji PCR dilakukan terhadap 122 spesimen klinis (61 darah dan 61 serum). Uji serologi rapid plasma reagin (RPR) dan Treponema pallidum Haemagglutination Assay (TPHA) dilakukan pada semua serum. Hasil positif uji PCR darah sebesar 22,95% dan serum sebesar 6,56%, sedangkan hasil positif uji serologi sebesar 68,85%. Pada hasil uji serologi positif, proporsi hasil positif uji multiplex nested PCR Treponema pallidum darah sebesar 30,95% dibandingkan serum 9,52%. Uji PCR terhadap darah mampu mendeteksi 3,25 kali lebih tinggi daripada serum. Penggunaan darah memberikan nilai kepositivan yang lebih tinggi dibandingkan serum pada uji multiplex nested PCR Treponema pallidum menggunakan gen target 23S rRNA

ABSTRACT
Syphilis is a multistage disease transmitted primarily through sexual intercourse. Nowadays, polymerase chain reaction (PCR) test for Treponema pallidum has been widely used and expected to overcome problems in diagnostic test for syphilis. The PCR Treponema pallidum are influenced by type of specimens, PCR methods and gene targets. This study is aim to assess the use of blood and serum using multiplex nested PCR Treponema pallidum targeting 23S rRNA. Cross-sectional study was conducted from April 2015 - April 2016. Sampling was carried out consecutively from patients with clinical features of secondary syphilis who came to sexual transmitted infection (STI) clinics in Jakarta. PCR test performed on 122 clinical specimen ( 61 blood and 61 serum). All serum were tested with RPR and TPHA assay. The positive results of PCR test on blood was 22,95% and serum was 6,56%, while the positive results of serology was 68,85%. On positive serological test results, the proportion of positive results of multiplex nested PCR Treponema pallidum on blood was 30,95% compared to serum 9,52%. PCR test on blood is able to detect 3,25 times higher than serum. The use of blood give a higher positivity compared to serum in multiplex nested PCR Treponema pallidum using 23S rRNA gene target."
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maghfira
"ABSTRAK
Anti-HCV menjadi marker serologi utama yang digunakan untuk uji saring hepatitis C pada donor darah di Indonesia. Selain serologi anti-HCV, untuk lebih meningkatkan kemananan darah, Unit Transfusi Darah UTD DKI Jakarta juga menerapkan pemeriksaan Nucleic Acid Test NAT . Pemeriksaan anti-HCV tidak dapat membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah sembuh. Darah akan dianggap terifeksi HCV apabila salah satu dari pemeriksaan serologi atau molekuler positif, begitupula dengan darah donor dengan hasil pemeriksaan anti-HCV grayzone dan NAT negatif. Diperlukan kepastian atas berisiko tidaknya darah tersebut dalam menularkan infeksi HCV, mengingat kebutuhan darah di sebagian besar provinsi di Indonesia masih belum memenuhi target. Sehingga dibutuhkan uji molekuler lain untuk dijadikan pembanding dengan hasil NAT. Interpretasi hasil anti-HCV dilakukan berdasarkan rasio S/CO, yang dapat dijadikan prediksi status viremia donor, sehingga perlu dilakukan analisis hubungan antara S/CO dengan hasil pengujian molekuler dan HCV Ag-Ab. Nilai prediksi viremia diharapkan dapat menjadi alternatif bagi UTD yang belum mampu menerapkan NAT. Kemudian dipilih 93 sampel dengan kriteria anti-HCV positif dan NAT positif; anti-HCV positif dan NAT negatif serta anti-HCV grayzone dan NAT negatif untuk diuji dengan nested PCR kualitatif dan HCV Ag-Ab. Berdasarkan perbandingan hasil pengujian NAT dan nested PCR diperoleh nilai sensitivitas NAT sebesar 90, 63 , dengan Spesifisitasnya 96,71 . Dari hasil analisis chi-square diperoleh hubungan yang bermakna antara nilai S/CO anti-HCV dengan hasil pengujian NAT, nested PCR kualitatif dan HCV Ag-Ab P5 dapat dijadikan prediksi adanya infeksi aktif pada donor.

ABSTRACT
Anti HCV is the main serological marker for hepatitis C screening in blood donors in Indonesia. Besides anti HCV, UTD DKI Jakarta also implementing Nucleic Acid Test NAT to improve blood transfusion safety. Anti HCV assay can not distinguish between active infection and cured infection. Blood will be considered HCV infected if either from a positive serologic or molecular test, including blood with anti HCV grayzone and NAT negative. There is a requirement to ensure the risk status of blood with anti HCV grayzone and NAT negative, because the supply of blood in most provinces in Indonesia still insufficient. So, it takes another molecular test to compare with NAT result. Interpretation of anti HCV results was calculating by S CO ratio, which could be a predictor of viremia status. It is necessary to analyze the correlation between S CO with molecular test and HCV Ag Ab results.Viremia prediction value is expected to be an alternative for UTDs who have not been able to apply NAT. There are 93 samples collected then tested with NAT and anti HCV. Sample with concondantly positive anti HCV and NAT anti HCV positive and NAT negative and anti HCV grayzone and NAT negative. These samples then tested with nested PCR and HCV Ag Ab. Based on comparison of NAT and nested PCR, obtained NAT sensitivity value of 90, 63 , with Specificity 96.71 . The result of chi square analysis shows a significant correlation between S CO anti HCV with NAT, qualitative nested PCR and HCV Ag Ab P 5 can be used as predictors of active infection in donors. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Ika Saskia
"Disahkannya UU NO. 33 tahun 2104 tentang jaminan Produk Halal menjadi latar belakang dilakukannya pengembangan metode deteksi molekuler terhadap DNA porsin untuk penentuan kehalalan produk. DNA yang diamplifikasi adalah sekelumit DNA yang masih terkandung dalam gelatin asal porsin setelah melalui proses pembuatan dengan melibatkan suhu dan pH ekstrem. Oleh karena itu, optimasi metode ekstraksi adalah tahapan terpenting untuk memperoleh jumlah DNA yang memadai.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode optimal untuk memperoleh DNA, menentukan metode deteksi molekular DNA porsin menggunakan metode Polymerase Chain Reaction PCR yang sensitif, serta untuk mendeteksi fragmen DNA porsin yang terdapat pada sampel sediaan obat antibiotik.
Jenis metode PCR yang digunakan adalah PCR duplex dan PCR nested yang merupakan metode deteksi molekuler berbasis DNA dengan dua target sekuens DNA, yaitu DNA cyt b dan ATP8. Optimasi perolehan DNA dilakukan dengan mengubah beberapa parameter yang terdiri dari jumlah replikat sampel yang akan diekstraksi, modifikasi komposisi proses resuspensi dan pelisisan sel, jumlah campuran saat tahap awal isolasi DNA, serta tingkat kepekatan dalam pengisolasian DNA tahap akhir. Jumlah replikat gelatin optimum untuk mendapatkan DNA yang memadai adalah sebanyak delapan sampel ekstraksi.
Pada penelitian ini dilakukan optimasi kondisi dua jenis PCR yaitu PCR duplex dan PCR nested, serta membandingkan sensitivitas antara kedua metode PCR tersebut. Hasil dikatakan positif mengandung DNA porsin jika terbentuk dua pita hasil amplifikasi 212bp dan 398bp untuk PCR duplex dan satu pita 387bp untuk PCR nested.
Hasil uji sensitivitas yang dilakukan di enam titik konsentrasi menunjukan bahwa PCR nested mampu mendeteksi hingga 1 fg/ L sedangkan PCR duplex hanya mampu mendeteksi hingga 1 ng/ L. Hal ini disebabkan oleh PCR nested melalui dua tahapan sedangkan PCR nested hanya melalui satu tahapan PCR. Deteksi yang dilakukan terhadap sampel antibiotik menunjukkan bahwa DNA porsin tidak mampu terdeteksi menggunakan PCR duplex namun mampu terdeteksi mengguunakan PCR nested, sehingga PCR nested lebih efektif untuk diterapkan sebagai metode deteksi awal secara kualitatif namun tidak kuantitatif.

The establ shment of Law No. 33 years 2104 on the guarantee of halal products became the background of the development of molecular detection methods of DNA porsin for the determination of halal products. The amplified DNA is a trace of DNA still contained in the porcine gelatin after going through a manufacturing process involving extreme temperature and pH. Therefore, the optimization of the extraction method is the most important step to obtain adequate amount of DNA.
The aim of this study was to obtain the optimal method of obtaining DNA, to determine the method of detecting molecular DNA of porcine using sensitive Polymerase Chain Reaction PCR method, and to detect porcine DNA fragments found in the sample of antibiotics.
The type of PCR method used is duplex PCR and nested PCR which is a DNA based molecular detection method with two DNA sequence targets, DNA cyt b and ATP8. Optimization of DNA acquisition was done by changing some parameters consisting of the number of replicate samples to be extracted, the modification of the resuspension and cellular composition, the amount of mixture at the initial stage of DNA isolation, and the level of concentration in final stage of DNA isolation. The optimum amount of gelatin replicates to obtain sufficient DNA is eight extraction samples.
This research conclude optimization of two PCR conditions, PCR duplex and PCR nested, and also comparing the sensitivity between the two PCR methods. The results are said to positively contain porsin DNA if two amplified bands 212bp and 398bp are formed for duplex PCR and one band 387bp for nested PCR.
Sensitivity test results performed at six points of concentration showed that nested PCR was able to detect up to 1 fg L while the duplex PCR was only capable of detecting up to 1 ng L. This is caused by PCR nested through two stages while PCR is nested only through one PCR stage. Detection of antibiotic samples showed that porcine DNA could not be detected using duplex PCR but was able to be detected using PCR nested, so that nested PCR was more effective to be applied as a qualitative, but not quantitative, method of early detection.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Jandra
"Dalam dunia penerbangan, terutama penerbangan jenis helikopter ditemukan adanya awak pesawat yang mengalami gangguan pada penglihatan yakni berupa penurunan ketajaman penglihatan (miopia), yang akan mengganggu penerbangan. Faktor yang berperan untuk terjadi miopia ini, berasal dari dalam ataupun luar lingkup penerbangan.
Metode: Penelitian dilakukan terthadap 172 awak pesawat helikopter (pilot dan juru mesin udara) TNIAU dan TNIAD. Untuk menentukan prevalensi serta mencari faktor yang berperan pada terjadinya miopia reversibel dilakukan pendekatan nested case-control. Penelitian dilakukan dengan cara mempergunakan data dari hasil rekaman medis berkala dari tahun 1972 sampai tahun 1994 dan dari log board masing-masing awak pesawat.
Hasil: Prevalensi miopia pada awak pesawat sebesar 30,2% (2,9% diantaranya adalah miopi reversibel) dari 172 subyek yang diteliti. Analisis statistik terhadap faktor risiko yang diperkirakan berkaitan dengan terjadinya miopia reversibel dari 47 kasus dan 94 kontrol, menunjukkan bahwa terdapat sejumlah faktor yang berpengaruh yaitu: vibrasi helikopter, jabatan awak pesawat dalam penerbangan, dan golongan pangkat. Jika dibandingkan yang terpajan dengan vibrasi lemah, maka awak pesawat helikopter yang mengalami vibrasi kuat mempunyai risiko sebesar 3,75 kali lipat mengalami miop reversibel (95%CI:1,25-12,O3). Jabatan awak pesawat sebagai juru mesin udara dibandingkan dengan penerbang mempunyai risiko mendapat miop reversibel sebesar 3,89 kali lipat (95%CI : 1,50 - 10,21). Golongan pangkat Bintara dibandingkan Perwira mempunyai risiko terkena miop reversibel sebesar 9,78 kali lipat {95% CI : 2,49 - 24,05).
Kesimpulan: Prevalensi miop dikalangan awak pesawat helikopter TNIAU dan TNIAD cukup tinggi {30,2%). Vibrasi helikopter merupakan faktor risiko untuk terjadinya miopia. Disamping itu golongan pangkat Bintara dan Juru mesin udara perlu perhatian yang khusus, supaya risiko untuk mendapat miop reversibel dapat dikurangi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>