Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fajar Ramadhan
"Indonesia mempunyai sumber daya maupun cadangan bijih besi yang tersebar di berbagai daerah. Oleh karena itu, perlu dibuat sebuah teknologi sederhana yang dapat mengolah bijih besi sehingga didapatkan konsentrasi besi yang tinggi dengan biaya yang lebih rendah serta ramah lingkungan.
Bijih besi yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis Laterit yang berasal dari Kalimantan. Sedangkan reduktor yang digunakan ialah ampas tebu (bagasse). Rasio massa antara bijih besi dan ampas tebu adalah variabel yang diatur pada penelitian ini, yaitu 1:1, 1:2, 1:3, dan 1:4. Proses dilakukan di dalam muffle furnace dan dipanaskan pada temperatur 700° C dan 1000° C selama 30 menit agar terjadi proses reduksi. Untuk mengetahui optimalisasi proses dan melihat hasil reduksi secara kualitatif, maka dilakukan karakterisasi sampel dengan menggunakan uji XRD.
Hasil reduksi yang paling tinggi terdapat pada sampel dengan rasio massa 1:3 di kedua temperatur. Pada sampel tersebut, didapatkan produk reduksi, yaitu Magnetit (Fe3O4) serta Wustite (FeO) dengan jumlah peak yang paling banyak ataupun dengan intensitas peak yang paling tinggi.

Indonesia has the resources and reserves of iron ore scattered in various areas. Therefore, it should be made a simple technology that can process the iron ore to obtain a high concentration of iron with lower cost and environmentally friendly.
Iron ore that used in this study is the Laterite type from Kalimantan and the reducing agent is bagasse. The mass ratio between iron ore and bagasse is a variable that is set in this. The mass ratio that used is 1: 1, 1: 2, 1: 3 and 1: 4. The process operate in the muffle furnace and heated at temperature of 700o C and 1000o C for 30 minutes to a process of reduction. To find out the optimization of the process and see the reduction results qualitatively, then the sample characterized using XRD test.
The highest result is on the sample with 1: 3 of mass ratio in booth temperature. On these samples, Magnetite (Fe3O4) and Wustite (FeO) as the reduction product have the most number of peak or the highest peak intensity.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60255
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rininta Triaswinanti
"ABSTRAK
Bijih besi menjadi salah satu sumber daya mineral yang sangat berpotensial di Indonesia untuk dilakukan proses pengolahan dan diproduksi sehingga menjadi logam mineral yang memiliki nilai guna. Proses pengolahan bijih besi sudah banyak dikembangkan dengan cara reduksi langsung maupun reduksi tidak langsung, dimana kedua proses tersebut membutuhkan reduktor untuk mereduksi bijih besi menjadi logam murni. Reduktor yang digunakan pada proses reduksi bijih besi dalam bentuk padatan, seperti batu bara dan kokas maupun dalam bentuk gas, seperti gas metana. Pada penelitian kali ini, dilakukan pengembangan proses reduksi bijih besi menggunakan reduktor biomassa, yaitu cangkang kelapa sawit, yang merupakan limbah dari hasil perkebunan buah kelapa sawit. Dalam penelitian, digunakan bijih besi laterit Kalimantan dan cangkang kelapa sawit dari sisa perkebunan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Bijih besi direduksi ukurannya hingga membentuk partikel serbuk #18. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variabel temperatur reduksi, dengan waktu dan rasio massa yang konstan, terhadap hasil reduksi bijih besi. Variasi temperatur yang diuji dalam penelitian adalah 600oC, 700oC, 800oC, 900oC, dan 1.000oC. Seluruh sampel diuji dalam waktu 120 menit dan rasio bijih besi dengan cangkang kelapa sawit 1 : 3, yang dimasukkan ke sebuah krusibel dan perlakuan reduksi langsung dilakukan di dalam muffle furnace. Hasil XRD menunjukkan bahwa pada 1.000oC merupakan temperatur optimum dengan waktu reduksi selama 120 menit karena kandungan bijih besi seluruhnya berupa peak Fe metallic tanpa adanya kehadiran peak-peak besi oksida lainnya.

ABSTRACT
Iron ore become one of mineral’s source that very pottential in Indonesia for process to have result value metallic mineral. Iron steel making process have been developed by direct reduction and indirect reduction process, which both of them need solid reducing agent for reduction iron ore, like coal and coke,or gas reduction agent, like methane gas. In this research, it develop renewable reduction iron ore process use biomass reductor, palm kernell shell, is waste from palm tree plantation. The research was conducted laterite ore from Kalimantan and palm kernel shell from residue plantation in Palangkaraya, Central Kalimantan. Before reduction process is started, iron ore must be crushing to reduce particle size, forming powder particles with size about 18#. The purpose of the research is to determine the effect of reduction temperature, with optimum time and mass ratio to result of reduction iron ore. Variation of temperature that be examined is 600oC, 700oC, 800oC, 900oC, and 1.000oC. All of samples is tested in 120 minutes and mass ratio 1 : 3 for iron ore and palm kernell shell. Mixed samples are put in crucible and reduction process take place in muffle furnace. XRD results showed that in 1.000oC is optimum temperature during 120 minutes, because all composition of iron ore is Fe metallic peaks, without other iron oxide peaks."
2016
S63957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjenvee Audrey Emmanuella
"At the forefront of cast iron production in Europe, Germany boasts a robust industry that plays a pivotal role in the manufacturing sector. Cast iron, a fundamental material in engineering and construction, exhibits exceptional properties crucial for automotive parts, pipes, and machinery. The categorization of cast iron according to graphite morphology, specifically in the case of cast iron with vermicular or nodular graphite, requires a precise desulphurization process and magnesium has been the preferred desulphurization agent. The overdependence on magnesium, a resource largely dominated by China, has created significant challenges. The scarcity and geopolitical implications of magnesium supply chain have spurred the exploration of alternative desulphurization methods.
In response to magnesium dependency, ongoing researches focus on finding subitution have been conducted and CaO, commonly known as lime, is one of the promising substitute. The EKALGU Project by the University of Duisburg Essen and partner companies has demonstrated lime's effectiveness in replacing magnesium for desulphurizing cast iron. However, the alkaline nature of lime conflicts with the acidic refractory materials integral to the process, such as SiO2 or silicon dioxide and Al2O3 or aluminum oxide. This disharmony raises concerns about potential reactions, including compound formation and refractory lining erosion.
This research aims to unveil the implications arising from the interaction between lime slag and acidic refractory materials during the desulphurization of cast iron. By identifying challenges, this study serves as a foundational exploration, offering insights to guide future investigations in overcoming the identified hurdles. As this topic is further explored, the knowledge gained is anticipated to significantly influence the future progress of the German cast iron industry.

Jerman merupakan manufaktur cast iron terbesar di Eropa. Cast iron, bahan dasar dalam rekayasa dan konstruksi, menunjukkan sifat-sifat luar biasa yang sangat penting untuk suku cadang otomotif, pipa, dan mesin. Klasifikasi cast iron berdasarkan morfologi grafit, khususnya pada cast iron dengan grafit vermicular atau nodular, memerlukan proses desulfurisasi yang teliti, dan magnesium telah lama menjadi agen desulfurisasi yang disukai. Ketergantungan berlebihan pada magnesium, sumber daya yang didominasi oleh Tiongkok, telah menciptakan tantangan signifikan. Kelangkaan dan implikasi geopolitik dari pasokan magnesium telah mendorong eksplorasi untuk mencari metode desulfurisasi alternatif.
Sebagai respons terhadap ketergantungan pada magnesium, penelitian terus dilakukan dan terfokus pada pencarian substitusi dari magnesium. CaO yang biasa dikenal sebagai kapur atau lime, menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan. Proyek EKALGU yang dilakukan oleh Universitas Duisburg Essen dan perusahaan mitra telah membuktikan efektivitas kapur dalam menggantikan magnesium untuk desulfurisasi cast iron. Namun, sifat alkalin kapur dapat menimbulkan masalah dengan bahan refraktori asam dalam proses tersebut, seperti silikon dioksida dan aluminium oksida. Ketidakharmonisan ini menimbulkan kekhawatiran tentang reaksi potensial, termasuk pembentukan senyawa dan erosi lapisan refraktori.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap implikasi yang timbul dari interaksi antara slag kapur yang bersifat basa dan bahan refraktori yang bersifat asam selama desulfurisasi cast iron. Dengan mengidentifikasi tantangan, studi ini berfungsi sebagai eksplorasi dasar, memberikan wawasan untuk membimbing penyelidikan masa depan dalam mengatasi hambatan yang diidentifikasi. Seiring dengan eksplorasi lebih lanjut mengenai topik ini, pengetahuan yang diperoleh diharapkan akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemajuan masa depan industri cast iron di Jerman.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library