Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Prastiwi Arum Sari
"Metformin HCl merupakan salah satu obat golongan biguanid untuk DM tipe 2. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara menurunkan produksi gula hepatik dan menurunkan penyerapan glukosa di usus halus. Metformin merupakan obat yang masuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional sehingga termasuk obat wajib Uji Bioekivalensi. Uji Bioekivalensi obat harus menggunakan metode bioanalisis yang tervalidasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis metformin HCl dalam sampel Dried Blood Spot DBS mulai dari pencarian kondisi kromatografi optimum, metode preparasi DBS optimum, hingga validasi metode analisis. Kondisi kromatografi optimum adalah kolom C-18 Waters, SunfireTM 5 m; 250 x 4,6 mm , suhu kolom 40 oC; fase gerak asetonitril - dapar fosfat pH 7,0 40 : 60 v/v ; laju alir 0,8 mL/menit; detektor photodiode array pada panjang gelombang 234 nm; dan atorvastatin kalsium sebagai baku dalam. Preparasi sampel menggunakan metode pengendapan protein dengan pelarut metanol 60 lalu dikeringkan menggunakan gas nitrogen pada suhu 60 oC selama 15 menit; dan direkonstitusi dengan fase gerak sebanyak 200 L. Hasil validasi terhadap metode analisis metformin HCl yang dilakukan memenuhi persyaratan validasi berdasarkan EMEA Bioanalytical Guideline tahun 2011. Metode yang diperoleh linear pada rentang konsentrasi 25,0 - 5000,0 ng/mL dengan r = 0,9997.

Metformin HCl is one of biguanid medicine for treating type 2 diabetes. Metformin lowering glucose level by reduce hepatic glucose production and reduce glucose absorption in intestinal. Metformin was national essential drugs that includes mandatory drug testing bioequivalence according to Regulation Head of National Agency of Drug and Food of the Republic of Indonesia about Mandatory Drug Testing equivalences. Drug bioequivalence trials should use validated bioanalytical method. This research aimed to develop analytical methods metformin in human Dried Blood Spot DBS from optimum chromatographic conditions, the optimum DBS preparation method, until the validation of analytical methods. The optimum chromatographic condition was obtain using C 18 column Waters, Sunfire trade 5 m 250 x 4.6 mm , column temperature 40 C mobile phase acetonitrile phosphate buffer pH 7.0 40 60 v v a flow rate of 0.8 mL min photodiode array detector at a wavelength of 234 nm and atorvastatin calcium as internal standard. Sample preparation using protein precipitation with methanol 60 as solvent and then dried using nitrogen gas at 60 C for 15 minutes and reconstituted using 200 L mobile phase. The results of validation fulfilled the acceptance criteria of validation method based on EMEA Bioanalytical Guideline 2011. The method was linear at concentration range of 25.0 to 5000.0 ng mL with r 0.9997.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Dara Malia
"ABSTRAK
Metformin merupakan obat yang secara luas digunakan sebagai agen hiperglikemia. Pada umumnya, biosampling metformin menggunakan teknik venipuncture. Namun dalam penelitian ini dikembangkan teknik biosampling Dried Blood Spot DBS yang memberikan lebih banyak keuntungan dibanding teknik biosampling lainnya. Metformin dilaporkan terpartisi pada eritrosit, sehingga teknik biosampling DBS dapat dipertimbangkan. Uji farmakokinetika terhadap metformin hidroklorida dengan teknik biosampling DBS menjadi yang pertama kali dilakukan. Analisis metformin dilakukan pada 6 subjek sehat yang mengkonsumsi tablet metformin hidroklorida 850 mg sebagai bentuk pengaplikasian in vivo metode yang telah tervalidasi. Pengambilan darah pada subjek akan dilakukan sebanyak 12 titik pada beberapa interval waktu hingga jam ke-12. Analisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi- photodiode array. Hasil validasi metode secara parsial menghasilkan akurasi dan presisi intra hari yang memenuhi persyaratan sesuai dengan EMEA Guidelines. Kurva kalibrasi yang linear didapat pada rentang 25-5000 ng/mL dengan r= 0,9990. Diperoleh profil farmakokinetika metformin dalam DBS 6 subjek sehat dengan rentang Cmax berkisar antara 347,3- 416,22 ng/mL. Diperoleh rata-rata tmax dan t1/2 sebesar 3 dan 2 jam secara berturut-turut, serta rata-rata AUC0-t dan AUC0- infin; 1571 dan 1621 ng/mL secara berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa metode ini dapat aplikasikan secara in vivo dengan beberapa pengembangan.

ABSTRACT
Metformin is a drug widely used as an agent of hyperglycemia. In general, metformin biosampling uses venipuncture technique. However in this research, Dried Blood Spot DBS biosampling technique is being developed because it gives more advantages compared to other biosampling techniques. Metformin is reported to be partitioned into erythrocytes, therefore DBS biosampling technique could be considered. Pharmacokinetics tests on metformin hydrochloride by DBS biosampling technique became the first performed. Further pharmacokinetic test data can be developed for bioequivalence test BE and other clinical trials. Metformin analysis was performed on 6 healthy subjects who consumed 850 mg metformin hydrochloride tablet as a form of applying in vivo validated method. Blood taking on the subjects will be taken in 12 points at several time intervals up to 12 hour. Analysis using high performance liquid chromatography photodiode array. This method validation result has met the requirements of intraday accuracy and precision in accordance with the EMEA Guidelines. The linear calibration curve was obtained in the range 25 5000 ng mL with r 0.9990. Pharmacokinetics profile of metformin was obtained in 6 healthy subjects rsquo DBS with Cmax 347.3 416,22 ng mL. The average tmax and t1 2 was on 3 and 2 hours, respectively, also the average AUC0 t and AUC0 infin was on 1571 and 1621 ng mL, respectively. These show that this method can be applied in vivo with some development."
2017
S67925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Indah Pratiwi
"Homosistein (Hcy) adalah asam amino yang mengandung tiol dan memiliki potensi sebagai penanda biologis dari komplikasi terkait diabetes melitus tipe 2, seperti makrovaskular dan mikrovaskular. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan homosistein serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan terapi metformin dan kombinasi metformin-glimepirid. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan metode consecutive sampling di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dan Puskesmas Depok Jaya. Sampel darah subjek penelitian dikumpulkan untuk pengukuran HbA1c dan kadar homosistein serum. Kadar homosistein serum diukur menggunakan Axis® Homocysteine EIA Kit. Total 125 partisipan dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengguna terapi metformin (n=57) dan kombinasi metformin-glimepirid (n=68). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada karakteristik dasar dan klinis kedua kelompok kecuali regimen terapi (metformin) (p=0,003). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,163) pada hasil pengukuran kadar homosistein serum pada kelompok metformin (12,03±3,45) dan kombinasi metformin-glimepirid (13,08±4,69). Hiperhomosisteinemia (µmol/L) lebih banyak ditemukan pada kelompok kombinasi metformin-glimepirid dibandingkan dengan kelompok metformin, namun tidak bermakna secara statistik (p=0,113). Terdapat faktor yang dapat memengaruhi kadar homosistein yaitu jenis kelamin, durasi menderita DMT2, rutinitas olahraga, dan regimen terapi (glimepirid). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar homosistein serum pada kelompok metformin dan kombinasi metformin-glimepirid.

Homocysteine (Hcy) is an amino acid that contains thiols and has the potential to be a biological marker of complications related to type 2 diabetes mellitus, such as macrovascular and microvascular. The purpose of this study was to determine the comparison of serum homocysteine in type 2 diabetes mellitus patients with metformin and metformin-glimepiride combination therapy. The study was conducted with a cross-sectional design with a consecutive sampling method at the Pasar Minggu Subdistrict Health Center and the Depok Jaya Health Center. Blood samples of the research subjects were collected for measurements of HbA1c and serum homocysteine levels. Serum homocysteine levels were measured using the Axis® Homocysteine EIA Kit. A total of 125 participants were divided into two groups, users of metformin therapy (n=57) and metformin-glimepiride combinations (n=68). There were no statistically significant differences in baseline and clinical characteristics among groups except for therapeutic regimen (metformin) (p=0,003). There was no significant difference (p=0,163) in the measurement results of serum homocysteine levels in the metformin (12,03±3,45) and metformin-glimepiride combination (13,08±4,69). Hyperhomocysteinemia (μmol/L) was more commonly found in the metformin-glimepiride combination group compared to the metformin group, but was no statistically significant difference (p=0.113). Gender, duration of T2DM, regular exercise, and therapeutic regimen (glimepiride) are factors that can affect homocysteine levels. Therefore, it can be said that there was no difference in serum homocysteine levels in the metformin and metformin-glimepiride groups.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Davita
"Glikosaminoglikan (GAG) adalah komponen utama dari membran basal dan memiliki" "potensi sebagai penanda yang baik serta penentuan adanya disfungsi endotel pada tahap awal penyakit ginjal diabetes dan perkembangan penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar GAG pada pasien dengan terapi metformin dan kombinasi metformin-glimepirid pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan metode consecutive sampling di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dan Puskesmas Depok Jaya. Sampel darah dan urin subjek penelitian akan dikumpulkan untuk pengukuran HbA1c, estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG), perbandingan albumin-kreatinin urin, dan kadar GAG. Kadar GAG dapat dianalisis menggunakan 1,9-dimetilmetilen biru (GAG-DMMB). Total123 subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengguna terapi metformin (n=57) dan kombinasi metformin-glimepirid (n=66). Nilai koefisien korelasi dari hasil penelitian secara berturut-turut yaitu 0,9972; 0,9240; 0,9980; 0,9983; 0,9997; 0,9997; dan 0,9975. Terdapat perbedaan yang bermakna hanya pada karakteristik dasar usia (p=0,034) dan karakteristik dasar klinis yaitu HbA1c (p=0,037). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=1,000) pada hasil pengukuran glikosaminoglikan urin pada kelompok metformin (2,00 (0,17-8,09)) dan kombinasi metfonnin-glimepirid (2,07 (0,24-13,99)). Terdapat faktor lain yang signifikan dapat meningkatkan nilai GAG yaitu durasi menderita DMT2 >5 tahun dan komorbid. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nilai GAG urin pada kelompok metformin dan kombinasi metformin­ glimepirid.

Glycosaminoglycans (GAGs) are major components of the basement membrane and have" "potential as good markers and determinations of endothelial dysfunction in the early stages of diabetic kidney disease and disease progression. The purpose of the study was to determine differences in GAG levels in patients treated with metformin and a combination of metformin-glimepiride in patients with type 2 diabetes mellitus. The study was conducted with a cross-sectional design with consecutive sampling method at Pasar Minggu Subdistrict Health Center and Depok Jaya Health Center. Blood and urine samples of research subjects will be collected for measurement of HbA1c, estimated glomerular filtration rate (eGFR), urine albumin-creatinine ratio, and GAG levels. GAG levels can be analyzed using 1,9-dimethylmethylene blue (GAG-DMMB). Total of 123 research subjects were divided into two groups, which are divided into users ofmetformin therapy (n=57) and metformin-glimepiride combinations (n=66). The value of the correlation coefficient from the results of the research in order is 0,9972; 0,9240; 0,9980;" "0,9983; 0,9997; 0,9997; and 0,9972. There was a significant difference only in the basic" "characteristics of age (p=0,034) and basic clinical characteristics, namely HbA1c (p=0,037). There was no significant difference (p=1,000) in the measurement results of urine glycosaminoglycans in the metformin (2.00 (0.17-8.09)) and metformin­ glimepiride combination (2.07 (0.24-13.99)). Patient with other comorbidities and have suffered by Diabetes Mellitus Type 2 >5 years can significantly increase the value of GAG. Therefore, it can be said that there was no difference in urinary GAG values in the metformin and metformin-glimepiride group."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pricellya
"Penyakit Diabetes Melitus bila tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan
berbagai komplikasi, salah satunya hipertensi. Losartan merupakan antihipertensi
golongan Angiotensin Receptor Blocker yang umum digunakan oleh penderita
hipertensi-diabetes. Metformin merupakan obat antidiabetes golongan biguanid
yang biasa digunakan oleh penderita diabetes tipe II. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pemberian losartan terhadap penurunan kadar glukosa
darah oleh metformin pada tikus putih jantan. Penelitian dilakukan dengan
rancangan acak lengkap menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague-
Dawley yang terbagi dalam 5 kelompok : (1) kontrol normal yang hanya diberi
akuades; (2) kontrol metformin (90mg/200 g bb); (3) kontrol losartan (18mg/200g
bb); (4) diberikan larutan kalium losartan dosis I (9 mg/200 g bb) dan larutan
metformin hidroklorida (90 mg/200 g bb); (5) diberikan larutan kalium losartan
dosis II (18 mg/200 g bb) dan larutan metformin hidroklorida (90 mg/200 g bb).
Semua larutan uji diberikan secara per oral. Satu setengah jam setelah perlakuan,
masing-masing tikus diberikan larutan glukosa monohidrat secara per oral dengan
dosis 440 mg/200 g bb tikus. Kadar glukosa darah diukur pada menit ke 0,90,
105,120,135,150,165,180,195,dan 210 menggunakan glukometer. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian losartan memberikan pengaruh terhadap
penurunan kadar glukosa darah oleh metformin pada tikus putih jantan dengan
menurunkan kadar glukosa darah pada waktu 15-120 menit setelah pemberian
glukosa."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33124
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Luciana
"ABSTRAK
Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan 2 atau lebih obat secara bersamaan contohnya pada pasien Diabetes Melitus yang mengalami komplikasi sehinggaharus mengkonsumsi baik obat antidiabetik maupun antihipertensi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui interaksi antara antidiabetik metformin HCl dan antihipertensi kaptopril yang difokuskan terhadap kadar menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang terbagi dalam 5 kelompok. Larutan uji diberikan secara per oral, yaitu metformin HCldiberikan hanya dengan 1 dosis (90 mg/200 g bb tikus), sedangkan larutan kaptopril diberikan dengan 2 dosis, yaitu dosis 1 (4,5 mg/200 g bb tikus) dan dosis 2 (9 mg/200 g bb tikus). Penelitian ini menggunakan 2 kelompok kontrol, yaitukontrol metformin (90 mg/200 mg bb tikus) dan kontrol kaptopril (9 mg/200 g bb tikus). Setelah perlakuan, 1 jam kemudian setiap kelompok diberikan larutan glukosa dengan dosis 440 mg/200 g bb tikus per oral. Darah diambil pada menitke 30, 60, 90, 120, dan 150 untuk dihitung kadar glukosanya mengunakan glukometer AccuCheck Active. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kaptopril dapat meningkatkan kadar glukosa darah pada menit ke 60-90 setelah pemberian glukosa sehingga mengganggu kerja metformin HCl dalam menurunkan glukosadarah namun masih dalam batas kadar glukosa darah normal.

ABSTRACT
Drug interaction can happen when 2 or more drugs were consumed altogether inthe same time, for example a diabetic patien who has hypertension as complication has to consume antidiabetic and antihypertensive drug altogether. This research has been done to know the interaction between antidiabeticmetformin HCl and antihypertensive captopril on blood glucose level, which using complete random design on 25 Sprague-Dawley male albino rats. The ratswere divided into 5 groups. Drug solution were given orally. There were no variant dose for metformin HC1 (90 mg/200 g body weight of rat), but captopril were given in 2 variant dose (4,5 and 9 mg/200 g body weight of rat). There were 2 control groups, metformin control group (90 mg/200 g body weight of rat) andcaptopril control group (9 mg/2o0 g body weight of rat). One hour after giving drug solution, each rat was given glucose solution 440 mg/200 g body weight of rat orally. Blood was collected at 30, 60, 90, 120, and 150 minutes. Glucose blood level was determined by glucometer AccuChek Active. The result of the researchshows that captopril can disturb the work of metformin on reducing blood glucose level by increasing blood glucose level on 60-90 minutes after giving glucose solution but still in normal blood glucose range."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33170
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Rachman
"Obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan di Puskesmas Indonesia adalah metformin atau kombinasi metformin dan sulfonilurea. Studi tentang metformin telah menunjukkan berbagai dampak penurunan kognitif pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, sedangkan sulfonilurea telah terbukti mengurangi dampak ini. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dampak metformin dan metformin-sulfonilurea pada fungsi kognitif dan menentukan faktor apa yang mempengaruhinya. Studi potong lintang ini dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu dengan melibatkan 142 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengonsumsi metformin atau metformin-sulfonilurea selama >6 bulan dan usia >36 tahun. Fungsi kognitif dinilai menggunakan kuesioner Montreal Cognitive Assessment versi bahasa Indonesia. Efek dari metformin dan metformin-sulfonylurea pada penurunan kognitif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, bahkan setelah mengontrol kovariat (aOR = 1,096; 95% CI =  13.008px;">0,523–2,297; nilai-p = 0,808). Analisis multivariat menunjukkan usia (OR = 4,131; 95% CI = 1,271–13,428; nilai-p = 0,018) dan pendidikan (OR = 2,746; 95% CI = 1.196–6.305; nilai-p = 0,017) mempengaruhi fungsi kognitif. Pendidikan yang lebih rendah dan usia yang lebih tua cenderung menyebabkan penurunan kognitif, tenaga kesehatan didorong untuk bekerja sama dengan ahli kesehatan masyarakat untuk mengatasi faktor risiko fungsi kognitif ini.

The most prescribed antidiabetic drugs in Indonesian primary health care are metformin or a combination of metformin and sulfonylurea. Studies on metformin have shown various impacts on cognitive decline in patients with type 2 diabetes mellitus, whereas sulfonylurea has been shown to reduce this impact. This study aimed to compare the impacts of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive function and determine what factors affected it. This crosssectional study was conducted at Pasar Minggu Primary Health Care involving 142 type 2 diabetes mellitus patients taking metformin or metformin-sulfonylurea for >6 months and aged >36 years. Cognitive function was assessed using the validated Montreal Cognitive Assessment Indonesian version. The effects of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive decline showed no significant difference, even after controlling for covariates (aOR = 1.096; 95% CI = 0.523–2.297; p-value = 0.808). Multivariate analysis showed age (OR = 4.131; 95% CI = 1.271–13.428; p-value = 0.018) and education (OR = 2.746; 95% CI = 1.196–6.305; p-value = 0.017) affected cognitive function. Since a lower education and older age are likely to cause cognitive decline, health professionals are encouraged to work with public health experts to address these risk factors for cognitive function."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Valentine
"Metformin adalah antidiabetika oral yang banyak digunakan pada
penderita diabetes yang overweight. Kadar metformin dalam darah harus
selalu dipantau agar tidak menyebabkan laktasidosis. Pada penelitian ini,
telah dilakukan validasi metode analisis metformin dalam plasma manusia in
vitro secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pasangan ion dengan
salbutamol sulfat sebagai baku dalam. Sampel plasma yang mengandung
metformin HCl dan salbutamol sulfat diekstraksi menggunakan asetonitril
sebagai pengendap protein. Metode KCKT menggunakan kolom Kromasil ®
C18 (5 μm, Akzo Nobel) dengan panjang kolom 250 x 4,6 mm. Fase gerak
dan pelarut yang digunakan campuran asetonitril , dapar kalium dihidrogen
fosfat 0,01 M dan natrium dodesil sulfat 0,01 M (30:70:0,5, v/v/v) pH 5,1 ,
dengan laju alir 1,0 mL/menit dan dideteksi dengan detektor UV-Vis pada
panjang gelombang 234 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ini
memberikan nilai linearitas pada rentang konsentrasi 0,05054-2,02 μg/mL
dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9999, Lower Limit of Quantitation
(LLOQ) 0,05054 μg/mL, presisi 4,31 hingga 4,83 % dan akurasi (% diff) -8,32
hingga 9,22 %. Uji perolehan kembali metformin berkisar antara 98,33
hingga 104,56 %. Hasil validasi metode memenuhi kriteria yang ditetapkan."
Universitas Indonesia, 2007
S32633
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Valentina Astari
"[ABSTRAK
Latar belakang. Patogenesis dari pre-diabetes terhadap vascular sudah terjadi sejak awal sebelum ada manifestasi klinis sehingga sudah seharusnya ditatalaksana sejak awal untuk mencegah komplikasi lanjut. Metformin sebagai terapi antihiperglikemik oral memiliki efek pleiotropik yang dapat memperbaiki disfungsi endotel pada keadaan resistensi insulin.
Metode. Penelitian ini merupakan suatu studi longitudinal observasi-intervensi non randomisasi. Observasi dilakukan pada 62 pasien hipertensi dan IGT di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dari bulan Agustus 2014 hingga bulan Januari 2015. Pasien dibagi menjadi tiga kelompok yaitu plasebo (n=18 orang), kelompok metformin 1x500 mg (n=21 orang) dan kelompok metformin 2x500 mg (n=23 orang). Pemeriksaan FMD diambil dua kali (0 dan 3 bulan). Dilakukan analisis statistik untuk menilai efek pemberian Metformin yang dinilai dengan delta FMD dan melihat perbandingan efektifitas dosis 1x500 mg dibandingkan dengan dosis 2x500 mg.
Hasil. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada data dasar ketiga kelompok dalam hal umur, jenis kelamin dan terapi hipertensi yang diberikan. Nilai delta FMD menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok Metformin 2x500 mg (p <0,001). Analisa regresi linear (adjusted analysis; sesuai usia, jenis kelamin, riwayat merokok dan BMI) menunjukkan koefisiensi 0,89 dengan nilai p 0,394 pada kelompok metformin 1x500 mg dan koefisien 7,88 dengan nilai p <0,001 pada kelompok metformin 2x500 mg.
Kesimpulan. Pemberian Metformin 2x500 mg pada subjek pre-diabetes dengan hipertensi dapat memperbaiki fungsi endothel pembuluh darah yang ditandai dengan perbaikan nilai FMD setelah 3 bulan.

ABSTRACT
Background : The vascular effect of insulin resistance had been known to cause serious damage on endothelial function, especially nitric oxide (NO) system, that may cause an earlier onset of cardiovascular disease.
Objective : To explore the pleiotropic effect of Metformin on improving endothelial function.
Method and Results : A quasi experimental study of 62 hypertensive and pre-diabetic (IGT) patients showed a significant improvement of Flow Mediated Dilatation (FMD) within 3 months in those who received added theraphy of Metformin 500 mg twice daily (n=23) on their routine anti-hypertensive drugs (p<0,001). It also showed a moderate correlation between improvement of FMD that reflects the endothelial function with good achivement of targeted blood pressure (R 0,421). Linear regression analysis (adjusted analysis to confounder factors such as age, sex, BMI, history of smoking, aspilet added therapy, anti-hypertensive drugs) showed Metformin as the only factor that influenced the improvement FMD (OR 7,88; p<0,001).
Conclusion : This study showed that Metformin 2x500 mg as an add-on therapy in hypertensive pre-diabetic subject plays a positive role in improving the endothelial function as seen on the FMD measurement, Background : The vascular effect of insulin resistance had been known to cause serious damage on endothelial function, especially nitric oxide (NO) system, that may cause an earlier onset of cardiovascular disease.
Objective : To explore the pleiotropic effect of Metformin on improving endothelial function.
Method and Results : A quasi experimental study of 62 hypertensive and pre-diabetic (IGT) patients showed a significant improvement of Flow Mediated Dilatation (FMD) within 3 months in those who received added theraphy of Metformin 500 mg twice daily (n=23) on their routine anti-hypertensive drugs (p<0,001). It also showed a moderate correlation between improvement of FMD that reflects the endothelial function with good achivement of targeted blood pressure (R 0,421). Linear regression analysis (adjusted analysis to confounder factors such as age, sex, BMI, history of smoking, aspilet added therapy, anti-hypertensive drugs) showed Metformin as the only factor that influenced the improvement FMD (OR 7,88; p<0,001).
Conclusion : This study showed that Metformin 2x500 mg as an add-on therapy in hypertensive pre-diabetic subject plays a positive role in improving the endothelial function as seen on the FMD measurement]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>