Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bey, Astira
"Perawatan dengan gigi tiruan cekat merupakan perawatan yang cukup banyak dilakukan untuk mengatasi kasus kehilangan gigi. Salah satu perawatan dengan gigi tiruan cekat adalah gigi tiruan jembatan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan dengan gigi tiruan jembatan. Preparasi gigi merupakan hal yang paling penting karena preparasi gigi akan menghasilkan bentuk untuk menjadi fondasi bagi gigi tiruan tersebut. Preparasi gigi penyangga yang optimal untuk pembuatan gigi tiruan jembatan sukar dilakukan dengan sempurna. Pada preparasi gigi penyangga, syarat mekanis untuk mendapatkan retensi dan resistensi yang baik adalah pembentukan dinding aksial dengan derajat kemiringan/konvergensi tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat derajat konvergensi mesiodistal pada preparasi gigi penyangga berdasarkan lokasi gigi di RSGMP FKG UI. Data diperoleh dari 20 model kerja yang didapat dari pasien gigi tiruan jembatan di klinik Prostodonsia RSGMP FKG UI secara konsekutif. Penelitian dilakukan terhadap 40 gigi penyangga yang telah dipreparasi dengan satu kali pengamatan terhadap sudut konvergensi mesiodistal menggunakan kamera digital. Setelah itu dihitung rata-rata sudut konvergensi mesiodistal yang dibentuk dan dikelompokkan berdasarkan lokasi gigi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudut konvergensi mesiodistal yang paling kecil dibentuk adalah pada preparasi gigi anterior rahang atas kiri dan sudut konvergensi mesiodistal yang terbesar adalah pada preparasi gigi molar rahang atas kiri. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin posterior lokasi gigi yang dipreparasi, semakin besar derajat konvergensi mesiodistal yang dibentuk. Hal ini mungkin disebabkan karena akses untuk gigi posterior lebih sulit, yaitu berkaitan dengan visualisasi yang terbatas. Selain itu, gigi posterior memiliki bentuk anatomis dengan keliling/diameter permukaan yang lebih besar dibanding dengan gigi anterior sehingga sulit untuk mendeteksi sudut dengan derajat kecil.

Fixed prostheses is becoming more frequent and common treatment in field of dentistry for replacing a missing tooth. An example of such treatment is by utilizing a bridge. There are a number of factors that influences the successful outcome of bridge work treatment. Tooth preparation is considered as the most important stage in any dental restoration because it serves as the foundation in any restoration procedure. Optimal abutment tooth preparation in bridge construction is usually difficult and is rarely achieved perfectly. During abutment tooth preparation, mechanical requirements for good retention and resistance can be obtained by a form of convergence angle/taper. The objective of this study is to investigate the degree of mesiodistal convergence in abutment tooth preparation based on tooth location in Dental Hospital, Faculty of Dentistry, University of Indonesia. The data used are extracted consecutively from 20 working models developed for bridge patients in the hospital, and with 40 abutment teeth already prepared from a single observation of mesiodistal convergence angle using a digital camera. Mesiodistal convergence angle are measured in order to derive average values and, than, to be grouped based on teeth locations. This study reveals that the smallest mesiodistal convergence angle is formed in left upper jaw anterior tooth preparation, while left upper jaw molar tooth preparation produced the largest mesiodistal convergence angle. Based on the analysis derived in this study, it can be concluded that when the location of the treated tooth is more posterior, the angle of mesiodistal convergence will become larger. This may be due to the fact that posterior teeth are normally more difficult to be reached since visually it is more limited. In addition, posterior teeth have larger surface area due to wider circumference or diameter compared to anterior teeth and, hence, causing more difficulties in detecting angle with less degrees."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Siti Indiarti
"The purpose of the present study was to determine the standard mesiodistal' diameter and bucolingual diameter of the crown size and the dental arch size in the primary and permanent dentition of Indonesian-Jakarta children. The samples were obtained from dental plaster models of 400 Indonesian-Jakarta children who were selected from a cross section of the population and who ranged in age from 3 1/2 years to 6 1/2 years and from 10 I/2 years to 13 I/2 years. The mean values of the mesiodistal and bucolingual diameter of primary dentition are found tended to be larger in boys than in girls. The mean values of the mesiodistal and bucolingual diameter of permanent dentition are found tended to be larger in boys than in girls. Also for mean values of the dental arch width and length of primary and permanent dentition are found tended to be larger in boys than in girls."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ninda Putri Wahyuni
"Ukuran gigi merupakan informasi penting dalam bidang antropologi ragawi, forensik kedokteran gigi serta kedokteran gigi klinis. Ukuran mahkota gigi dapat diukur secara mesiodistal dan bukolingual. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi dan perbedaan ukuran mesiodistal dan bukolingual mahkota gigi molar satu sulung (dm1) dan molar dua sulung (dm2) rahang atas dan rahang bawah pada model studi anak laki-laki dan perempuan. Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif analitik pada 60 anak laki-laki dan 70 anak perempuan dengan teknik sampling menggunakan rumus analitik numerik tidak berpasangan, dengan uji t tidak berpasangan. Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna pada ukuran mesiodistal gigi dm1 rahang atas dan pada ukuran bukolingual gigi dm2 rahang atas (p<0,05). Didapatkan variasi ukuran mahkota dm1 dan dm2 laki-laki dan perempuan dalam bentuk tabel presentil. Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara ukuran mesiodistal dan bukolingual gigi anak laki-laki dan perempuan kecuali pada mesiodistal gigi dm1 rahang atas dan bukolingual gigi dm2 rahang atas. Variasi ukuran mesiodistal dan bukolingual gigi dm1 dan dm2 anak laki-laki lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan yang ditampilkan dalam bentuk tabel persentil yang dapat menjadi referensi ukuran mahkota.

Dental size is important for physical anthropology, forensic dentistry and clinical dentistry. The size of the crown tooth can be measured in the dimension of mesiodistal and bucolingual. Aim: This study aims to determine the variation and difference of mesiodistal and bucolingual size of maxillary and mandibullary primary first molar and primary second molar of boys and girls’s study model. Method: The method of this study is descriptive analytic in 60 boys and 70 girls and above chosen with unpaired numerical analytic formula and analyzed using unpaired t-test. Results: The mesiodistal size of maxillary primary first molar and the buccolingual size of maxillary primary second molar was significantly different (p< 0.05). The variations of mesiodistal and buccolingual crown size of boys and girls organized by percentile table. Conclusions: There was no significant differences of mesiodistal and buccolingual crown size between boys and girls except the mesiodistal size of maxillary primary first molar and the buccolingual size of maxillary primary second molar. The mesiodistal and buccolingual variations of boys are greater than girls and organized by percentile table which can be use as a reference for dental crown size."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eriza Louis
"ABSTRAK
Diskrepansi rasio ukuran mesiodistal gigi dapat menjadi salah satu hambatan dalam mencapai oklusi yang ideal terutama jika terdapat pada maloklusi skeletal. Terdapat perbedaan pendapat beberapa penulis mengenai rasio mesiodistal gigi di antara kelompok maloklusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran serta melihat ada tidaknya perbedaan rasio ukuran mesiodistal gigi pada oklusi normal dan kelompok maloklusi. Subyek penelitian terdiri dari 4 kelompok, yaitu kelompok oklusi normal yang diperoleh dari mahasiswa/I FKG UI, dan kelompok maloklusi kelas I, maloklusi skeletal kelas II dan maloklusi skeletal kelas III yang diperoleh dari pasien Klinik Ortodonti RSGMP FKG UI. Setiap kelompok terdiri dari 16 orang dengan usia minimal 18 tahun. Kelompok dibagi berdasarkan sudut ANB. Pengukuran mesiodistal gigi menggunakan kaliper digital dengan ketelitian 0,01 mm. Uji intra observer menggunakan uji t berpasangan. Uji hipotesis menggunakan one way ANOVA. Hasil yang diperoleh gambaran rasio ukuran mesiodistal gigi pada kelompok oklusi normal dan maloklusi tidak menunjukkan pola tertentu. Rentang nilai rasio ukuran mesiodistal gigi pada kelompok maloklusi lebih besar dari kelompok oklusi normal. Tidak ada perbedaan bermakna pada rasio ukuran mesiodistal gigi antara kelompok oklusi normal dan berbagai maloklusi.

ABSTRACT
ntroduction :Toothwidthdiscrepancymaybe one of theobstaclesin achievingthe
idealocclusion,Tooth width discrepancy maybe one of the obstacles in achieving the ideal occlusion, especially if present in skeletal malocclusions. There are differences of opinion regarding tooth-width ratio among malocclusion groups.
This research is aimed to determine whether there is a specific pattern and see the difference in tooth width ratios among normal occlusion and malocclusion groups
Subjects consisted of four groups, normal occlusion group obtained from Faculty of Dentistry students, and a group of Class I, skeletal Class II malocclusion and skeletal Class III malocclusion were obtained from Orthodontic patients. Each group consisted of 16 people with a minimum age of 18 years. Malocclusion groups were based on ANB angle. Mitutoyo digital calipers were used to measure the mesiodistal width of each tooth to an accuracy of 0.01mm. Paired t test were used to compare intra-observer measurements on ANB angle and tooth width. One way ANOVA were performed to compare the difference of tooth width ratios among normal occlusion and malocclusion groups.The result showed tooth width ratios in normal occlusion and malocclusion group showed no particular pattern. The range of value of mesiodistal tooth size ratios in malocclusion groups are larger than normal occlusion group. No significant differences in mesiodistal tooth size ratio between the normal occlusion and different malocclusion groups."
2013
T35040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albar Abshar Muhamad
"Latar Belakang: Model cetakan gigi memiliki peranan penting dalam bidang prostodonsia untuk menentukan diagnosis dan rencana perawatan. Model yang saat ini sering digunakan adalah model konvensional. Model tersebut mempunyai beberapa kekurangan yaitu kemungkinan hilang dan rusak, membutuhkan tempat penyimpanan dan menyulitkan komunikasi dengan laboratorium. Perkembangan teknologi khususnya CAD/CAM diharapkan mampu mengatasi kekurangan tersebut dengan penggunaan intraoral scanner (IOS). IOS mampu menghasilkan model digital dengan cara pemindaian secara langsung di dalam mulut dan menghasilkan file dengan format standard tesselation language (STL). File ini kemudian dapat dicetak menggunakan 3D printer dengan teknik stereolithography (STL) menjadi model 3D printing. Tujuan: Untuk menganalisis perbedaan akurasi antara pengukuran langsung pada pasien, model konvensional, digital, dan 3D printing kasus kelas III Kennedy. Metode: Penelitian observasi analitik dengan desain studi potong lintang. Total sampel sebanyak 9. Dilakukan pengukuran masing-masing variabel sebanyak 3 kali kemudian diambil nilai reratanya. Pengukuran langsung pada pasien dijadikan kontrol dan dibandingkan dengan pengukuran pada model konvensional yang dicetak dengan PVS, model digital, dan 3D printing. Pengukuran dilakukan pada lebar mesiodistal, tinggi servikooklusal/insisal gigi dan lebar span edentulus. Dilakukan pengukuran langsung pada pasien, model konvensional dan 3D printing dengan digital calliper sedangkan model digital menggunakan piranti lunak Trios. Analisis data dilakukan dengan uji statistik Saphiro Wilk dan uji Kruskal Wallis. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0.05) pada seluruh pengukuran dibandingkan dengan kontrol dan juga antara variabel yang berbeda. Kesimpulan: Penggunaan IOS dalam menghasilkan model digital yang kemudian dicetak menggunakan 3D printer dapat menjadi alternatif pembuatan model kerja dalam menentukan diagnosis dan perawatan pasien dalam bidang prostodonsia.

Background: Models play a crucial role in the field of prosthodontics for determining diagnosis and treatment plans. The conventional model is frequently used, but it has some drawbacks, such as the possibility of loss and damage, the need for storage space, and difficulties in communication with laboratories. Technological advancements, especially in CAD CAM, aim to address these limitations by utilizing intraoral scanners (IOS). IOS can produce digital models by scanning directly inside the mouth and generating files in standard tessellation language (STL) format. These files can then be printed with a 3D printer using stereolithography (STL) techniques to create a 3D printed model. Objective: To determine the accuracy differences between direct measurements on patients, conventional models, digital models, and 3D printed models in Class III Kennedy cases. Method: An analytical observational study with a cross-sectional design was conducted. A total of 9 samples were measured three times each and the mean value will be anyalzed. Direct measurements on patients were used as controls and compared with conventional models printed with PVS, digital models, and 3D printing. Measurements included mesiodistal width, cervico-occlusal/ incisal height of teeth, and edentulous span width. Direct measurements on patients, conventional models, and 3D printing used digital calipers, while digital models used Trios software. Statistical tests, including the Shapiro-Wilk test for data normality and the Kruskal-Wallis test for data analysis, were performed in this study. Results: There were no significant differences (p > 0.05) in all measurements compared to the control and among different variables. Conclusion: The use of IOS to produce digital models, subsequently printed with a 3D printer, can be an alternative for model fabrication in determining diagnosis and patient treatment in prosthodontics."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Honey Sumardi
"Penentuan jenis kelamin dan ras penting untuk identifikasi forensik.
Tujuan: Menentukan jenis kelamin dan ras berdasarkan nilai referensi dan ukuran mesiodistal (MD) dan bukolingual (BL) gigi.
Metode: Dilakukan pengukuran lebar MD dan BL pada 80 gigi molar satu rahang atas (M1 RA) dari laki-laki dan perempuan Batak dan Tionghoa.
Hasil: Terdapat perbedaan ukuran gigi M1 RA antar jenis kelamin dan ras (p<0,05), kecuali pada ukuran BL perempuan Batak dengan Tionghoa. Nilai referensi penentuan jenis kelamin ukuran BL 11,48 mm; MD 10,35 mm, penentuan suku laki-laki ukuran BL 11.88 mm; MD 10,65 mm, sedangkan perempuan BL 11,27 mm; MD 10,08 mm.
Kesimpulan: Ukuran gigi M1 RA dapat dijadikan parameter penentuan jenis kelamin dan ras pada populasi suku Batak dan Tionghoa di Indonesia.

Sex and race determination are crucial aspects in human identification.
Objective: To determine sex and race of an individual based on maxillary first molar crown dimensions.
Methods: 160 Maxillary first molars of Chinese and Batak population were measured.
Results: The differences between male and female; Batak and Chinese in all dimensions measured were statistically significant (p<0.05) except for the right and left buccolingual dimensions of Batak females and Chinese females. Sex determination reference point for buccolingual (BL) was 11.48 mm; mesiodistal (MD) was 10.35 mm, male race determination for BL was 11.88 mm; for MD was 10.65 mm, female race determination for BL was 11.27 mm; and for MD was 10.08 mm.
Conclusion: Permanent Maxillary first molar crown dimensions can be used to determine sex and race in Batak and Chinese population in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Godjali
"Latar Belakang: Dalam identifikasi odontologi forensik, diperlukan penentuan jenis kelamin dan ras.
Tujuan: Menenentukan jenis kelamin dan ras berdasarkan ukuran mesiodistal (MD) dan bukolingual (BL) gigi kaninus rahang bawah, beserta nilai referensinya.
Metode: Dilakukan pengukuran MD dan BL gigi C RB pada populasi suku Batak dan Tionghoa, selanjutnya ditetapkan nilai referensinya.
Hasil: Ditemukan perbedaan signifikan ukuran MD dan BL pada pengujian antar jenis kelamin (p<0,05). Pada pengujian antar ras ditemukan perbedaan signifikan ukuran MD, namun tidak pada ukuran BL. Pada penentuan jenis kelamin nilai referensi ukuran MD 6,942 mm dan BL 7,527 mm. Pada penentuan ras, nilai referensi pada laki-laki ukuran MD 7,529 mm dan BL 7,845 mm, sedangkan perempuan MD 6,643 mm dan BL 7,210 mm.
Kesimpulan: Ukuran MD dan BL gigi kaninus rahang bawah dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin dan ras.

Background: In odontologic forensic identification, determining sex and race are important.
Objectives: To determine race and sex by using mesiodistal (MD) and buccolingual (BL) measurements of mandibular canines and to obtain their reference points.
Methods: Measured MD and BL mandibular canines measurements of Batak and Chinese in Indonesia, then calculated the reference points.
Results: There is significant difference of MD and BL measurements between sex (p<0,05). There is significant difference of MD measurement between races but there isn’t on BL measurement. To determine sex, reference point for MD measurement is 6,942 mm and BL is 7,527 mm. To determine race, reference point for men is 7,529 mm for MD and 7,845 mm for BL, for women is 6,643 mm for MD and 7,210 mm for BL.
Conclusions: Mesiodistal and buccolingual measurements can be used to determine sex and race in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Yuli Andari
"Latar Belakang: Penentuan jenis kelamin merupakan hal yang penting dalam identifikasi forensik dan salah satu metodenya adalah melalui pengukuran gigi geligi. Tujuan: Mengetahui perbedaan ukuran gigi kaninus rahang bawah pada laki-laki dan perempuan serta mendapatkan nilai indeks standar untuk menentukan jenis kelamin. Metode: Dilakukan pengukuran mesiodistal kaninus rahang bawah dan jarak interkaninus, dihitung nilai indeks standar dengan rumus indeks standar kaninus rahang bawah. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna (p<0.05) ukuran gigi kaninus rahang bawah antara laki-laki dan perempuan. Nilai indeks standar kaninus kanan 0.2546 mm, kaninus kiri 0.2456 mm. Kesimpulan: Gigi kaninus rahang bawah dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin individu.

Background: Sex determination is important in forensic identification and one of the methods is teeth measurement. Objectives: To obtain the differences of mandibular canine size between males and females and to get mandibular canine index standard (MCIs) for sex determination. Methods: Measured mesiodistal width and intercanine distance of mandibular canine, index standard value is calculated with MCIs formula. Results: There was a highly significant differences is mandibular canine size between males and females (p value<0.05). MCIs value for right canine is 0.2546 mm, for left canine is 0.2456 mm. Conclusion: Mandibular canine can be used for sex determination."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library