Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Angka kematian meningitis tidak mengalami epnurunan walaupun terdapat penurunan angka kejadian meningitis dan berkembangnya penemuan antibiotik."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jofizal Jannis
"Angka kematian meningitis tidak mengalami penurunan walaupun terdapat penurunan angka kejadian meningitis dan berkembangnya penemuan antibiotik baru. Tujuan penelitian ini adalah melaporkan pola kematian meningitis dan niengetahui faktor yang berhubungan dengan kematian akibat meningitis pada penderita yang dirawat. Penelitian potong lintang menggunakan data rekam medis penderita meningitis yang dirawat di bangsal Neurologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dari Januari 1997 - Desember 2005. Data dilaporkan dalam bentuk tekstular dan table, dan kemudian dilakukan analisis mcnggunakan Chi-kuadrat untuk data kategorik dan Student's "t" rest untnk data numerical. Analisis menggunakan program SPSS v 13 for Windows. Penelitian ini mengikutsertakan 273 penderita, yang terdiri dari 81 wanila dan 192 pria, dengan usia antara 12 sampai 78 tahun. Seratuis empat belas penderita meninggal dan 159 hidup. Penurunan kesadaran, terutama sopor (OR 10.44, p 0.000) dun koma (OR 53.333, p 0.000), dan adanya himaparesis (OR 2.068, p 0.009) berhubungan dengan keluaran. Angka kematian meningitis masih tinggi (41.8%). Dari penelitian ini didapatkan tingkat kesadaran dan heiniparesis berhubungan dengan angka kematian. (Med J Indones 2006; 15:236-41).

Mortality rate of meningitis is not decreased even though there is decreasing meningitis rate and advanced development of antibiotics. The purpose of this study is to find out meningitis mortality pattern and to evaluate factors related to meningitis mortality in hospitalized patients. Study was done using retrospective data from medical records of the patients administered in llte Neurology ward of Cipto Mangunkusumo hospital from January 1997 - December 2005. Data were reported descriptively in text* and tables, and analyzed with Chi-square for categorical data and Student's "t" test for numerical data, then for final model using multinomial logistic regression analysis. Two hundred and seventy three patients were included in this study, consisted of 81 female patients and 192 male patients age between 12 to 78 years old. A hundred and fourteen patients died during am! 159 patients lived. Decreased level of consciousness, especially stupor (OR 10.44, p 0.000) and coma (OR 53.333, p 0.000), and presence of motor weakness (OR 2.068, p 0.009) had relationship with outcome. Mortality rate of meningitis is still high (41.8%) because there are some factors that affect its prognosis. From this study, onset, level of consciousness, and motor weakness are predictors for meningitis death. (Med J Indones 2006; 15:236-41)."
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-4-OctDec2006-236
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Johnson, Richard T. (Richard Tidball), 1931-
New York: Raven Press , 1982
616.8 JOH v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Robiatul Adawiyah
"Cryptococcosis is an infection caused by encapsulated yeast Crypococcus neofonnans, Before AIDS pandemic it was rarely reported, but nowadays its prevalence increasing sharply. The most common clinical manifestation in AIDS is meningitis. Mycology investigation for the diagnosis of cryptococcosis is obscure by the limitation of sensitivity and time consuming. It is necessary to use another method as the alternative. GXM antigen is distributed in body fluids such as spinal fluid, serum and urine. The detection of GXM in those body fluids can be used to support the diagnosis of Cryptococcus. The dilution that can be used for the diagnosis of cryptococcosis meningitis in Jakarta is not yet known. The method used fur GXM detection is latex agglutination test. For the purpose of this study neat, 100, 300 and 500 dilution of spinal fluid were tested. The gold standard of this study is mycology test i.e. india ink examination and culture.
The result of Prevalens Ratio (PR) showed male are more prone to infection (RP; 1,1), while the range of the age is 25 30 value. Sensitivity) specificity, negative predictive value and positive predictive value it can be concluded that 300 dilution of spinal fluid is cut off value fur the diagnosis of cryptoocccal meningitis in AIDS.

Kriptokokosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus sp. terutama Crypococcus neoformans. Sebelum pandemi AIDS kriptokokosis hanya berupa kasus sporadis, namun meningkat tajam setelah era AIDS, dengan manifestasi klinis terbanyak meningitis. Pemeriksaan mikofogi untuk diagnosis krlptokokosis memiliki keterbatasan sensitivitas dan waktu, sehingga dipertukan met
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak daripada perernpuan dan dari perhitungan Rasio Prevalens, diketahui laki-lal.i lebib berisiko mendapat kriptokokosis (RP: 1,1). Usia terbanyak terdapat pada rentang 25-30 tahun. Berdasarkan perhitungan Me Nemar, nilai kappa, sensitivitas, spesifisitas. Nilai Prediksi Positif dan Nilai Prediksi negatif disimpulkan bahwa pengenceran 300x merupakan nilai batas uji deteksi GXM untuk menegakkan diagnosis kriptokokosis."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T32426
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edward Nangoy
"Dalam peningkatan mutu berkesinambungan, diperlukan suatu instrumen yang dapat merangkum seluruh kegiatan dan upaya tersebut dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit melalui clinical pathway, dan mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pengguna rumah sakit, dengan mutu yang baik serta biaya BLU RS. Prof.DR.R.D. Kandou Manado, saat ini belum memiliki dapat diperkirakan clinical pathway khusus pasien meningitis, yangmerupakan salah satu penyakit neuroinfeksi terbanyak.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif, bertujuan membuat clinical pathway dengan mortalitas cukup tinggi, memiliki lama hari rawat panjang, biaya perawatan cukup tinggi, perjalanan penyakit dan hasilnya dapat diperkirakan. meningitis, berdasarkan data karakteristik pasien, kapasitas rumah sakit dan utilisasi pelayanan.
Hasil penelitian ini didapatkan tiga bentuk lembaran clinical pathway, untuk diagnosis meningitis di Departemen Neurologi BLU RSUP Prof.DR.R.D. Kandou yang hasilnya disesuaikan dengan keadaan rumah sakit, dan telah disetujui oleh pimpinan rumah sakit dan Departemen Neurologi divisi neuroinfeksi, untuk dapat digunakan.

In order to improve the quality continuosly, an instrument embracing the whole activities in performance of heath service in hospital is needed, through clinical pathway. BLU RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou Manado has no clinical pathway yet at the moment, for meningitis patient in particular, which is one of the most common neuro infection disease with high mortality, long lenght of stay, high cost of care, with predictable course of disease and outcome.
Method : This is a qualitative and quantitavie study, which aims to make a clinical pathway for meningitis, according to patien characteristic data, hospital capacity and service utility.
Result of this study is obatained three form of clinical pathway sheets for meningitis patients at neurology department BLU RSUP PROF.DR.R.D. Kandou Manado, which compatible with the hospital condition, approved by hospital administrators and division neuroinfection of Neurology department.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Dzatir Rohmah
"Meningitis bakterial dianggap sebagai kasus kegawatdaruratan neurologik dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Mortalitas akibat meningitis bakterial dapat mencapai 34% terutama pada infeksi yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan L. meningitidis. Sementara morbiditas pada pasien meningitis bakterial yaitu sekuele neurologis jangka panjang dapat mencapai 50% pada survivor meningitis. Terapi antibiotik dengan penggunaan yang rasional dapat menurunkan angka kematian. Sebaliknya, penggunaan terapi antibiotik yang tidak rasional akan meningkatkan terjadinya resistensi yang berdampak pada peningkatan morbiditas, mortalitas, dan biaya kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas penggunaan antibiotik pada pasien meningitis bakteri dengan metode Gyssens. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode retrospektif cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Fatmawati, Jakarta. Subyek penelitian adalah 27 pasien meningitis bakterial yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan evaluasi penggunaan antibiotik diagram alir Gyssen diperoleh hasil 11 (40,7%) subyek menggunakan antibiotik yang tepat dan 16 subyek (59,3%) menggunakan antibiotik yang tidak tepat. Penggunaan antibiotik yang belum tepat tersebar dalam beberapa kategori sebagai berikut yaitu kategori IVc sejumlah 2 subyek (7,4%), kategori IVd sejumlah 2 subyek (7,4%), kategori IIIA sejumlah 3 subyek (11,1%), kategori IIIB sejumlah 1 subyek (3,7%), kategori IIA sebanyak 13 subyek (48,1%), dan kategori IIB sebanyak 3 subyek (11,1%). Penggunaan antibiotik yang sesuai berdasarkan evaluasi menggunakan algoritma Gyssen pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap outcome pasien dengan nilai p=1,000 (nilai p>0.05). Variabel jenis kelamin merupakan variabel yang berpengaruh secara signifikan (p<00,5) terhadap kerasionalan antibiotik pada pasien meningitis bakterial.

Bacterial meningitis is considered as neurologic emergency with high morbidity and mortality rates. Mortality can reach 34%, especially in infections caused by S. pneumoniae and L. meningitides, while morbidity in bacterial meningitis patients, namely long-term neurologic sequelae, can reach 50% amongst survivors. If antibiotics are used properly, they can lower mortality rates. On the other hand, the irrational use of antibiotic therapy will raise the likelihood of resistance, which raises morbidity, mortality, and costs for health care. This study aims to determine the quality of antibiotic use in bacterial meningitis patients using the Gyssens method. It is an observational study employing the retrospective crosssectional method conducted at Fatmawati General Hospital, Jakarta. The research subjects were 27 patients with bacterial meningitis who met the inclusion criteria. In this study, 40.7% of the subjects had been administered appropriate antibiotics and 59.3% inappropriate ones, which were spread across several categories, namely category IVc for two subjects (7.4%); category IVd for two subjects (7.4%); category IIIA for three subjects (11.1%); category IIIB for one subject (3.7%); category IIA for 13 subjects (48.1%); and category IIB for three subjects (11.1%). The use of appropriate antibiotics based on evaluation using the Gyssens algorithm did not significantly affect patient outcomes (p=1,000). Gender is a variable that has a significant effect (p<00.5) on the rationale for antibiotics in patients with bacterial meningitis."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Wardhana
"Umrah dilaksanakan dengan cara melakukan beberapa tahapan ibadah di kota suci Mekkah, khususnya di Masjidil Haram. Berbeda dengan ibadah haji, ibadah umrah dapat dilakukan kapan saja dan tanpa dibatasi batasan umur. Umroh dan haji sebagai salah satu bentuk mass gathering yang rutin dan berulang dengan konsekuensi potensi masalah kesehatan antara lain penularan penyakit infeksi. Saat ini alat transportasi pilihan utama yang digunakan oleh jamaah umrah adalah menggunakan pesawat terbang. Lingkungan pesawat yang unik merupakan salah satu sarana penyebaran penyakit antar penumpang. Mobilitas yang tinggi dari perjalanan pesawat terbang akan menimbulkan penyebaran penyakit antar negara dan berpotensi menyebabkan pandemi. Disiplin Kedokteran Penerbangan berperan penting dalam mencegah terjadinya penularan penyakit pada jamaah umrah yaitu dengan cara memastikan seluruh Jemaah telah mendapatkan vaksinasi. Salah satu penyakit yang penularannya dapat terjadi di pesawat dan dapat dicegah dengan menggunakan vaksinasi adalah meningitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan jamaah umrah melaksanakan vaksinasi meningitis. Penelitian menggunakan potong lintang. Seratus jamaah umrah yang tiba di Bandara Soekarno Hatta diambil datanya menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukan faktor faktor yang berpengaruh adalah tingkat pendidikan, lokasi penyuntikan, dan asas manfaat. Jamaah umrah dengan tingkat pendidikan tinggi lebih patuh 3,56 kali daripada jamaah umrah yang berpendidikan rendah. Jamaah umrah yang melakukan vaksinasi di KKP lebih patuh 4,3 kali daripada jamaah umrah yang melakukan vaksinasi di klinik/rumah sakit. Sedangkan jamaah umrah dengan persepsi manfaat yang tinggi lebih patuh 4,82 kali daripada jamaah umrah dengan persepsi manfaat yang rendah

Umrah is carried out by performing several stages of worship in the holy city of Mecca, especially at the Grand Mosque. Unlike the pilgrimage, Umrah can be done at any time and without age restrictions. Umrah and hajj are a form of routine and recurring mass gathering with potential consequences for health problems, including the transmission of infectious diseases. Currently, the main mode of transportation used by Umrah pilgrims is by airplane. The unique aircraft environment is one means of spreading disease between passengers. The high mobility of airplane travel will cause the spread of disease between countries and the potential to cause a pandemic. The Discipline of Aviation Medicine plays an important role in preventing the spread of disease in Umrah pilgrims, namely by ensuring that all Congregations have been vaccinated. One of the diseases that can be transmitted on board and can be prevented by using vaccination is meningitis. This study aims to determine the factors that influence the obedience of Umrah pilgrims in implementing meningitis vaccination. Research using cross sectional. One hundred Umrah pilgrims who arrived at Soekarno Hatta Airport were collected using a questionnaire. The results showed that the influencing factors were the level of education, the location of injection, and the principle of benefit. Umrah pilgrims with a higher level of education are 3.56 times more obedient than those with low education. Umrah pilgrims who vaccinate at the KKP are 4.3 times more obedient than Umrah pilgrims who vaccinate in clinics / hospitals. Meanwhile, those with a high perceived benefit were 4.82 times more obedient than those with a low perceived benefit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yunilda Andriyani
"[ABSTRAK
Toxoplasma gondii merupakan protozoa intraselular obligat yang tersebar di seluruh dunia. Infeksi yang diakibatkannya disebut toksoplasmosis, dan diperkirakan sekitar sepertiga populasi dunia terinfeksi T. gondii. Toksoplasmosis akan menjadi masalah bahkan dapat mengancam jiwa bila infeksi terjadi pada orang imunokompromi. Ensefalitis toksoplasma (ET) terjadi akibat reaktivasi infeksi laten T. gondii, dan merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien AIDS, terutama pada stadium akhir.
Untuk menegakkan diagnosis pasti penyebab kelainan SSP pada pasien AIDS sangatlah sulit, karena banyaknya kemungkinan penyebab infeksi lain seperti bakteri, virus, dan jamur. Diagnosis ET ditegakkan hanya berdasarkan asumsi dari gejala klinis, gambaran radiologi, dan respons terhadap terapi yang diberikan. Pemeriksaan kadar IgG anti-Toxoplasma pada cairan organ yang terinfeksi T. gondii jarang dilakukan. Selama ini studi-studi lebih banyak yang memeriksa kadar IgG anti-Toxoplasma pada serum. Oleh karena masih jarangnya penelitian yang menggunakan CSS untuk penegakan diagnosis ET dan untuk mengetahui apakah kadar IgG anti-Toxoplasma pada CSS bermakna dalam menegakkan diagnosis ET, maka penelitian mengenai hal tersebut dilakukan pada pasien HIV & AIDS dengan dugaan meningitis.
Dari 50 sampel CSS pasien AIDS yang dikirim ke Laboratorium Parasitologi FKUI, 24 (48%) positif dan 26 (52%) negatif IgG anti-Toxoplasma. Dari IgG positif, 5 (20,83%) kadar tinggi, dan 19 (79,17%) kadar rendah. Tidak ada perbedaan bermakna antara kadar IgG anti-Toxoplasma dengan hasil pencitraan maupun diagnosis klinis ET. Tidak ada hubungan antara kadar IgG anti-Toxoplasma dengan riwayat terapi profilaksis ko-trimoksazol.

ABSTRACT
Toxoplasma gondii is obligate intracellular parasite that spread over the world. Toxoplasmosis, infection of this parasite, infected over one third world population. Toxoplasmosis become problem and life threatening in immunocompromised patients. Toxoplasma encephalitis (TE) is reactivation of latent infection of T. gondii, and usually manifest in severe stage of AIDS.
Diagnosis of central nervous system infection in AIDS is very difficult, because many possibilities of infection that caused by bacteri, virus, and fungi. TE is only diagnosed by asumption of clinical signs, radiology, and therapeutic respons. The examination of IgG anti-Toxoplasma in organ fluid was rare. Because of this reason and to answer, is IgG anti-Toxoplasma in cerebro spinal fluid has important meaning for diagnosing TE, this study was done in HIV infection & AIDS patients with meningitis.
From 50 LCS of AIDS patients that sent to Parasitology Laboratorium FKUI, 24 (48%) were positive, and 26 (52%) were negative of IgG anti-Toxoplasma. From IgG positive samples, 5 (20,83%) were high, and 19 (79,17%) were in low level. There is no difference between IgG anti-Toxoplasma level with radiology appearence, and with clinical diagnose for TE. No difference between IgG anti-Toxoplasma level with history of cotrimoxazole as prophylaxis therapy.;Toxoplasma gondii is obligate intracellular parasite that spread over the world. Toxoplasmosis, infection of this parasite, infected over one third world population. Toxoplasmosis become problem and life threatening in immunocompromised patients. Toxoplasma encephalitis (TE) is reactivation of latent infection of T. gondii, and usually manifest in severe stage of AIDS.
Diagnosis of central nervous system infection in AIDS is very difficult, because many possibilities of infection that caused by bacteri, virus, and fungi. TE is only diagnosed by asumption of clinical signs, radiology, and therapeutic respons. The examination of IgG anti-Toxoplasma in organ fluid was rare. Because of this reason and to answer, is IgG anti-Toxoplasma in cerebro spinal fluid has important meaning for diagnosing TE, this study was done in HIV infection & AIDS patients with meningitis.
From 50 LCS of AIDS patients that sent to Parasitology Laboratorium FKUI, 24 (48%) were positive, and 26 (52%) were negative of IgG anti-Toxoplasma. From IgG positive samples, 5 (20,83%) were high, and 19 (79,17%) were in low level. There is no difference between IgG anti-Toxoplasma level with radiology appearence, and with clinical diagnose for TE. No difference between IgG anti-Toxoplasma level with history of cotrimoxazole as prophylaxis therapy., Toxoplasma gondii is obligate intracellular parasite that spread over the world. Toxoplasmosis, infection of this parasite, infected over one third world population. Toxoplasmosis become problem and life threatening in immunocompromised patients. Toxoplasma encephalitis (TE) is reactivation of latent infection of T. gondii, and usually manifest in severe stage of AIDS.
Diagnosis of central nervous system infection in AIDS is very difficult, because many possibilities of infection that caused by bacteri, virus, and fungi. TE is only diagnosed by asumption of clinical signs, radiology, and therapeutic respons. The examination of IgG anti-Toxoplasma in organ fluid was rare. Because of this reason and to answer, is IgG anti-Toxoplasma in cerebro spinal fluid has important meaning for diagnosing TE, this study was done in HIV infection & AIDS patients with meningitis.
From 50 LCS of AIDS patients that sent to Parasitology Laboratorium FKUI, 24 (48%) were positive, and 26 (52%) were negative of IgG anti-Toxoplasma. From IgG positive samples, 5 (20,83%) were high, and 19 (79,17%) were in low level. There is no difference between IgG anti-Toxoplasma level with radiology appearence, and with clinical diagnose for TE. No difference between IgG anti-Toxoplasma level with history of cotrimoxazole as prophylaxis therapy.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Widya Andini
"Latar Belakang: Meningitis tuberkulosis (TBM) memiliki angka kematian yang tinggi khususnya pada kelompok HIV positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik klinis dan prediktor kesintasan TBM dalam masa perawatan dan 6 bulan berdasarkan status infeksi HIV.
Metode: Studi kohort retrospektif menggunakan data Indonesian Brain Infection Study bulan April 2019-September 2021 dengan diagnosis akhir TBM. Analisis faktor yang berhubungan dengan kesintasan masa perawatan dilakukan dengan regresi logistik. Estimasi probabilitas kesintasan 6 bulan dan prediktor yang berperan dinilai menggunakan kurva Kaplan-Meier dan uji regresi Cox.
Hasil: Sebanyak 133 subjek TBM dimasukkan ke dalam studi (HIV positif 39,8%, TBM definite 31,6%). HIV positif memiliki temuan TBM definite yang lebih rendah, peningkatan sel dan protein cairan serebrospinal (CSS) yang lebih rendah, penurunan rasio glukosa CSS:serum yang lebih rendah, dan temuan TB milier yang lebih tinggi. Kesintasan dalam masa perawatan secara umum adalah 73,7% (HIV positif 67,9% vs. HIV negatif 77,5%, p=0,2), dipengaruhi oleh TBM probable dan TBM derajat 3. Estimasi probabilitas kesintasan 6 bulan adalah 57,9% (HIV positif 54,7% vs. HIV negatif 60%, p=0,4), dipengaruhi oleh waktu inisiasi obat antituberkulosis (OAT) dan TBM derajat 3. Tidak didapatkan perbedaan prediktor kesintasan masa perawatan dan 6 bulan berdasarkan status HIV.
Kesimpulan: Kelompok HIV positif memiliki gambaran inflamasi CSS yang lebih rendah namun cenderung memiliki kesintasan rawat inap dan 6 bulan yang lebih rendah. TBM stadium lanjut berperan pada kesintasan jangka pendek dan panjang, sementara penundaan inisiasi OAT sejak admisi berhubungan dengan kesintasan jangka panjang.

Background: Tuberculous meningitis (TBM) has a high mortality rate, especially in the HIV positive group. This study aims to define the clinical characteristics, as well as to analyze the inhospital and 6 month-survival and the following predictors of TBM patients with and without HIV infection.
Methods: Cohort retrospective study using Indonesian Brain Infection Study data with final diagnosis of TBM, between April 2019 and September 2021. Logistic regression was used to determine the predictors of inhospital survival. Meanwhile, 6-months probability survival was estimated using Kaplan-Meier curves and Cox regression analysis.
Results: A total of 133 subjects were included in the study (HIV positive 39.8%, definite TBM 31.6%). HIV positive group had less TBM definite, lower cerebrospinal fluids (CSF) cells and protein increases, smaller decrease in CSF:serum glucose ratio, and more miliary TB cases. Overall inhospital survival was 73.7% (HIV positive 67.9% vs. HIV negative 77.5%, p=0.2), with predictors of TBM probable and TBM grade 3. Six-month probability survival estimates was 57.9% (HIV positive 54.7% vs. HIV negative 60%, p-=0,4), with predictors of initiation of TB drug timing and TBM grade 3. We found no significant differences of inhospital and 6-month predictors according to HIV status.
Conclusions: Despite less inflammatory profile, HIV positive group had lower inhospital and 6-month survival. Advanced stage TBM had lower inhospital and 6-month survival, while delayed TB drug initiation was more related to the 6-month survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisaul Masruroh
"Meningitis kriptokokal merupakan infeksi oportunistik yang umum dijumpai pada pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Menurunnya sistem kekebalan tubuh mengakibatkan pasien mudah mengalami infeksi patogen, salah satunya jamur Cryptococcus. Peningkatan tekanan intrakranial menjadi salah satu komplikasi dari meningitis kriptokokal yang dapat mengancam keselamatan jiwa. Berbagai intervensi dilakukan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan meningkatkan perfusi ke jaringan otak, salah satunya dengan intervensi keperawatan manajemen peningkatan tekanan intrakranial. Studi kasus ini bertujuan untuk mengalisis asuhan keperawatan pada pasien meningitis kriptokokal dengan intervensi manajemen peningkatan tekanan intrakranial. Pasien berjenis kelamin perempuan, usia 26 tahun dengan HIV tahap akhir dan infeksi Cryptococcus pada lapisan meninges. Desain penelitian yang digunakan adalah analisis literatur. Intervensi dilakukan selama 5 hari yang terdiri dari tindakan mandiri keperawatan dan kolaborasi. Hasil intervensi memperlihatkan bahwa integrasi antara intervensi mandiri keperawatan dan kolaborasi dapat memberikan dampak yang baik bagi pasien yang ditunjukkan dengan adanya perbaikan prognosis pada pasien. Oleh karena itu, studi kasus ini dapat dijadikan acuan praktik keperawatan pada pasien meningitis kriptokokal dengan masalah peningkatan tekanan intrakranial.

Cryptococcal meningitis is a common opportunistic infection in patient with Human Immunodeficiency Virus (HIV). The decrease in the immune system cause patient susceptible to pathogen infection, such as Cryptococcus. Increased intracranial pressure is one of the complication of cryptococcal meningitis that can be life threatening. Various interventions were carried out to decrease intracranial pressure and increase perfusion to brain tissue, including intracranial pressure management. This study aims to analyze nursing care in patient with cryptococcal meningitis using intracranial pressure management intervention. Patient is 26 years old woman with final stage HIV and meningeal infection by Cryptococcus. This study used literature analysis design. Intervention was carried out for 5 days including independent and collaborative. Result showed that integration between them have a good impact on patients and patient shows a better prognosis. Therefore, this case study can be used as a reference for improving practice in cryptococcal meningitis patients with increased intracranial pressure problems."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>