Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosiah
"Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) adalah sebuah suatu usaha dibidang jasa pelayanan kesehatan yang dibentuk dan didirikan oleh Pemda Provinsi setempat untuk dapat memberikan pelayanan bagi masyarakat daerah tersebut dan sekitarnya. Salah satu kegiatan yang menunjang mutu pelayanan adalah logistik Rumah Sakit, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dibutuhkan penyediaan alat kedokteran yang berperan langsung terhadap pelayanan. RSUD Pasar Rebo adalah R.S. milik Pemda DKI Jakarta sehingga pengadaan barang alat kedokterannya harus mengaeu pada peraturan dan kebijakan pemerintah, dilaksanakan oleh PPBJU /Panitia Pengadaan Barang/jasa Unit. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu berupa analisa proses pengadaan alat-alat kedokteran yang dibutuhkan bagi pelayanan medis kepada pasien, yang berupa penelusuran dokumen,wawancara mendalam ataupun observasi dilapangan.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa dalam pengadaan barang di RSUD khususnya alat-alat kedokteran dibutuhkan tenaga PPBJU yang terampil dan memenuhi persyaratan, tenaga dengan kriteria persyaratan tersebut terbatasKendala lain terlambat turunnya anggaran dari pemda sehingga pengadaan barang Alat kedokteran menjadi terhambat karena terbatasnya waktu. Honor panitia yang jelas aturan kebijakannya berasal dari APBD sedangkan dari anggaran BLUD belum jelas aturan kebijakannya. Sistem penyusunan dokumenpun cukup rumit sehingga membutuhkan kecermatan, ketelitian,dan pengalaman dari PPBJU. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi RSUD Pasar Rebo khususnya bagi direktur clan tenaga PPBJU, maupun RSUD lain diwilayah DIU Jakarta sehingga dapat meningkatkan kinerja di bidang pengadaan barangijasa kebutuhan Rumah Sakit.
.....District General Hospital is a business in a health service which was formed and founded by the local Provincial Government to provide services for the community and surrounding area. One of the activities that support the quality of services is the Hospital Logistics, to improve health services must be needed availability of Medical Equipment that contribute directly to the services. RSUD Pasar Rebo is a Hospital owned by Jakarta Government's which the procurement of the medical equipment must refer to the regulations and government policies, implemented by PPBJU / Committee Procurement Goods/Services Unit. The method of research used is descriptive qualitative, with analysis of the procurement process of medical equipment required for medical services to patients, in the form of a document search, interviews or field observations.
The results of this study illustrate that in the procurement of goods in hospitals, especially medical devices, PPBJU required skilled manpower and to meet requirements, which is very rarely. Other constraints of any delay with local government budget for the implementation of the procurement progarns of medical equipments because of limited time frame. Remuneration for procurement committee has a clear regulation from APBD, but from BLUD budget is not clear yet the regulation. Document preparation system is quite complicated and requires accuracy, precision, concientious and the experience of PPBM. The results of this research can be the input for the Pasar Rebo Hospital, especially for Hospital Director and PPBJU staff, as well as other hospitals in the region of Jakarta in order to improve performance in the field of government procurement needs of the Hospital."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T34352
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Familia Maya Sari
"Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009, alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Pada intinya alkes memiliki fungsi untuk mendiagnosis dan meringankan penyakit serta mempertahankan bahkan meningkatkan kesehatan. Dalam proses pendistribusian nya, penyalur alat kesehatan (PAK) memiliki penanggung jawab yakni Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai perundang-undangan dimana pada pelaksanaan nya, seluruh kegiatan mengacu pada Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) untuk memastikan mutu obat sepanjang jalur distribusi sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. Apoteker di PBF maupun PAK memiliki andil dan tanggung jawab yang besar dalam pengelolaan perbekalan kesehatan yang didistribusikan, baik obat maupun alat kesehatan.

According to Law of the Republic of Indonesia no. 36 of 2009, medical devices are instruments, apparatus, machines and/or implants that do not contain drugs that are used to prevent, diagnose, cure and relieve disease, treat sick people, restore health to humans, and/or form structures and improve body functions. In essence, medical devices have the function of diagnosing and alleviating disease as well as maintaining and even improving health. In the distribution process, the medical device distributor (PAK) has a person in charge, namely a Pharmacist who meets the qualifications and competence according to the law, where in its implementation, all activities refer to the Good Medical Device Distribution Method (CDAKB) to ensure the quality of medicines along the distribution route. in accordance with the requirements and intended use. Pharmacists at PBF and PAK have a big role and responsibility in managing distributed health supplies, both medicines and medical devices."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Judiwan Delias Maswar
"Pengendalian Manajemen Farmasi di Rumah Sakit merupakan suatu sistem yang memegang peranan penting, oleh karena keberhasilan tujuan manajemen farmasi tergantung dari memadai atau tidaknya unsur-unsur pengendalian yang ada.
Adanya obat-obatan dan alat kesehatan yang rusak atau kadaluarsa, juga adanya kekosongan persediaan pada waktu tertentu mengindikasikan pengawasan terhadap pengelolaan obat dan alat kesehatan yang merupakan sebagian dari manajemen faramasi di rumah sakit masih kurang baik.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Puri Cinere; yang bertujuan untuk memperoleh gambaran unsur-unsur yang mempengaruhi pengendalian manajemen farmasi, mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi setiap unsur. Sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan saran dan masukan bagi manajemen Rumah Sakit Puri Cinere.
Hasil penelitian diperoleh melalui kegiatan survey, pengumpulan data melalui pengamatan dokumen dan observasi di lapangan serta wawancara mendalam dengan pejabat struktural dan staf pelaksana. Masalah yang timbul dalam Pengendalian Manajemen Farmasi di Rumah Sakit Puri Cinere ini disebabkan oleh berbagai hal yang saling berkaitan seperti pengorganisasian yang belum efektif, kebijakan yang belum terarah dan belum direview secara berkala, penyusunan rencana kerja belum optimal, sistem pencatatan dan pelaporan yang belum baik, pembinaan personil yang masih kurang dan SPI yang belum berfungsi dengan baik. Untuk masa mendatang, bagi manajemen Rumah Sakit Puri Cinere disarankan untuk melakukan beberapa langkah penyempurnaan; sehingga dapat dicapai tujuan yaitu tersedianya obat dan alat kesehatan secara efisien.

System Analysis of Controlling Pharmacy Management at Puri Cinere HospitalControlling Pharmacy Management at Puri Cinere Hospital is a system which is also being an important role, because the achievement of pharmacy management result depends on the sufficient or insufficient of the existing control.
Broken medical equipments and expired medicine, as well as out of stock of the provision occasionally indicate that the control of medicine and medical equipment a part of the pharmacy management of the hospital is not good enough.
This research was conducted at Puri Cinere Hospital which aims to get a picture of the factors that has influence to the control of the pharmacy management, to identify and analyze factors that has influence to each others. Therefore, result of the research is expected giving a suggestion and input for Puri Cinere Hospital.
Result of the research was obtained through a survey activity, collecting data looking for document and observation in the field, as well as an interview with the structural officer and operational staff. Problems arise in controlling pharmacy, management at Puri Cinere Hospital are caused by different factors connecting to each others; as the organization that is not effective yet, policies that is not clear and has not been reviewed periodically, planning set up is not optimum yet, recording and reporting system has to be improved, personal development is not sufficient as SPI does not function well.
In the future the management of Puri Cinere Hospital has to do some steps for improvement, to achieve the aim in providing medicine and medical equipment effectively."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hingawati Setio
"RS Husada adalah Rumah Sakit swasta yang didirikan pada tahun 1924 dengan misi sosial, berlokasi di Jalan Mangga Besar 134-137 Jakarta. Pada saat itu walaupun tidak seluruhnya berfungsi sosial, Rumah Sakit tetap mempertahankan fungsi sosial dan menjadi bagian dari Sistem Kesehatan Nasional. Dukungan Pemerintah antara lain dalam bentuk Piagam Gubenur DKI 25 Juni 1971 yang menyatakan bahwa RS Husada ditetapkan sebagai :"RS Umum Pusat II di Wilayah Jakarta Bagian Utara". Unit Gawat Darurat merupakan pintu gerbang Rumah Sakit yang berawal dari ruang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan yang mulai dibuka tahun 1974. Sarana dan prasarana UGD dilengkapi seperti tuntutan masyarakat dan tuntutan akreditasi 5 pelayanan dari Depkes. Pada bulan Mei 2001, UGD sebagai bagian dari Rumah Sakit diakreditasi kembali untuk l2 pelayanan dan dinyatakan terakreditasi penuh.
Didalam proses penyelenggaraan Rumah Sakit sehari-hari (termasuk UGD) dikeluarkan uang dalam jumlah yang cukup besar bagi pembelian barang-barang farmasi (termasuk obat dan alat kesehatan habis pakai). Selama tahun 1999 dikeluarkan biaya sebesar Rp 1.163.928.875,- (lebih dari satu milyar rupiah) untuk pembelian obat dan alat kesehatan habis pakai di UGD RS Husada. Untuk tahun 2001 biaya dapat dlkurangi menjadi Rp 745.906.100,- (tiga perempat milyar rupiah) walaupun jumlah pasien meningkat dari 24.375 kunjungan menjadi 25.200 kunjungan. Hal ini terjadi karena perubahan sistem penyediaan obat dan alat kesehatan habis pakai yang dimulai pada 1 Mei 2000.
Pada bulan Agustus 2001 dilakukan evaluasi ulang atas sistem yang telah berjalan. Apabila mulai l Mei 2000 sampai 30 September 2001 pengendalian obat dan alat kesehatan habis pakai di bawah Kepala Unit Gawat Darurat, mulai 1 Oktober 2001 pengendalian dikembalikan ke Instalasi Farmasi dengan sistem, protap dan cara pelaksanaan yang berbeda untuk sebagian besar jenis obat dan alat kesehatan habis pakai. Perawat sebagai petugas pelaksana diganti petugas dari Instalasi Fanmasi.
Dengan latar belakang kondisi ini dilakukan penelitian yang bertujuan meneliti apakah sistem baru mempunyai dampak perbaikan. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi dengan type "outcome evaluation" yang bersifat kuantitatif didukung data kualitatif dengan data sekunder yang diambil dari UGD, Instalasi Farmasi dan Bagian Rekam Medis RS Husada dan data primer yang diambil dengan cara wawancara mendalam.
Disimpulkan bahwa dalam rangka penghematan, hasil kedua sistem sama baiknya. Tetapi sistem terakhir memungkinkan tertib administrasi berjalan lebih baik walaupun biaya yang dikeluarkan sedikit lebih besar. Biaya tersebut merupakan "opportunity cost" untuk mencegah terulangnya pemborosan. Juga terbukti bahwa kunjungan pasien rawat berpengaruh besar terhadap tindakan infus sehingga pemakaian alkes untuk penginfusan tidak boleh menyimpang jumlahnya
Saran : Setiap tahun dilakukan analisa ABC untuk mengetahui pola pemakaian alkes karena kelompok A merupakan kelompok yang perlu diwaspadai. Selain ini juga harus dilakukan pengecekan data silang berkala dari Farmasi UGD - Buku pasien UGD/status Rekam Medis; Farmasi UGD - Pemasukan keuangan UGD. Dengan demikian Unit Gawat Darurat tidak hanya sebagai sumber biaya ("cost center") tetapi juga merupakan sumber pendapatan ("revenue center") mengingat faktor kelanggengan financial ("financial sustainability").

Evaluation Procurement Systems on Disposable Medical Equipment in Emergency Deparment Husada Hospital In 2001Husada Hospital is a private hospital that established in 1924 with charity missions. Located at Mangga Besar 134-137 Jakarta. Nowadays although the charity function isn't entirely functioning, it has successfully defended its social function and became a part of National Health System. The government's support is given as DKI Governor's Charter at June 25th 1971 which declared that the Husada Hospital was established as "Central II General Hospital in the northern part of Central Jakarta". Emergency Department was built from "fast aid mom" in 1974. The task of emergency department was adapted by community demand and accreditation demand from Ministry of Health Care for five serving. In May 2001 Emergency Department as a part from hospital was re-accredited for 12 serving and was declared as full accredited.
In hospital included Emergency department a lot budgets were spend for drugs including disposable medical equipment during 1999 drugs were costly up to Rp 3,163,928,875 at Emergency Department Husada Hospital. In 2000, the cost could be reduced to Rp 745,906,100 although the patient was increased from 24,375 visits to 25,200 visits. These could be happened because of changing the system of procurement, which began on lst May 2001.
In August 2001 there was re-evaluation to the procurement system which has been running. If since May 2000 to September 2001 the management of procurement was under the head of emergency department, since lst October 2001 was returned to department of pharmacy with different system, fix procedure and the way of maintenance. The officers were changed from nurses to pharmacy staffs.
Given the background above, research was performed to figure out if there were improvements in the new system. This research is an evaluation research with outcome evaluation type, quantitative approach and qualitative approach that consist secondary data taken from Emergency Department, Pharmacy Department, and Medical Record department of Husada Hospital and primer data.
As conclusion for efficiency the both systems were same. But the last system could improve good administration, although the cost was a little bit higher. That costs were named opportunity cost to prevent unnecessary lost. Its also proved that the inpatients visits from emergency department had a great effects towards the amount of infuse acts; so that the amount usage of disposable intra -venous catheter and giving set may not deviate.
As suggestion, every year ABC analysis will be made to find out what the pattern of usage of medical disposable because A group is the most risky group. Besides that there must be a cross check between Pharmacy in emergency department - Patient book/medical record; Pharmacy in emergency department -- Income emergency department. Those actions, hopefully make Emergency department are not only as "cost center" but also as "revenue center" consider financial sustainability.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7849
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mardiyati Yuliningsih
"Pengelolaan obat/alat kesehatan di Rumah Sakit merupakan segi manajemen yang penting dan perlu dikelola dengan baik guna menjamin kelancaran pelayanan pasien. Obat/alat kesehatan persediaan ruangan adalah obat/alat kesehatan yang vital dan esensial yang diperlukan oleh ruangan untuk tindakan pelayanan dan harus tersedia setiap saat diperlukan. Ketidak tersediaan obat/alkes keperluan ruangan sangat berpengaruh pada kinerja pelayanan dan berakibat hilangnya pendapatan Rumah Sakit. Kebijakan pelayanan obat/alkes persediaan ruangan di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita dilaksanakan oleh Unit Farmasi dan diatur kebijakan pemakaiannya dengan standarisasi kebutuhan oleh Panitia Farmasi dan Terapi. Ketersediaan obat/alkes di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita sangat tergantung pada sistem pengelolaan yang telah ditetapkan sesuai ketentuan Dep Kes RI.
Dalam tahun 2001, ketidaktersediaan obat/alkes persediaan ruangan frekwensinya mencapai rata-rata ± 22,5 % dan mencakup ± 8,5 % dari jumlah item yang diperlukan setiap bulan, sehingga sangat mengganggu pelayanan. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran tentang ketidaktersediaan obat/alkes dan mengetahui masalah-masalah yang timbul didalamnya.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan study kasus dengan metode kwalitatif karena menghasilkan data dekriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku yang diamati. Penelitian dilakukan secara retrospektif untuk memperoleh data sekundcr dan prospektif untuk memperoleh data primer, melalui wawancara mendalam dan pengamatan langsung. Sebagai unit analisa adalah Unit Farmasi dan unit lain atau kepanitiaan yang terkait dengan sistem pengelolaan obat/alkes.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa ketidaktersediaan obat/alkes persediaan ruangan tergantung pada sistem pengelolaan yang sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur manajemen yaitu kebijakan pelayanan, organisasi, SDM, sarana/prasarana, metode dan sistem informasi, serta aspek logistik yang meliputi proses perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengawasan/pengendalian.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa sistem pengelolaan obat/alkes persediaan ruangan di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI, namun pada pelaksanaannya masih banyak terjadi kendala antara lain, kebijakan pcmakaian Formularium dan standart kebutuhan ruangan tidak pernah dimonitor sccara berkala oleh Panitia Farmasi dan Terapi. Sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan sudah tersedia cukup dan dilengkapi Sistim Informasi Manajemen, namun SIM yang ada kurang bermanfaat karena tidak didukung dengan sumber daya manusia yang memadai. Dari segi aspek logistik dapat disimpulkan bahwa proses perencanaan belum dilaksanakan dengan optimal. Dalam proses penganggaran belum ada koordinasi yang baik sehingga masih terjadi kesenjangan antara usulan dengan alokasi anggaran yang tersedia. Proses pengadaan melalui Keppres memakan waktu cukup lama yaitu ± 2 Bulan. Proses penerimaan sudah berjalan cukup baik, namun karena proses pengadaan lama menyebabkan waktu penerimaan dilaksanakan sebelum SPK/Kontrak terbit sehingga mempengaruhi administrasi penyimpanan. Proses penyimpanan barang farmasi di gudang sentral dan terminal sudah berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Pada proses pendistribusian sudah ada jadwal kegiatan pelayanan namun belum ditaati sepenuhnya oleh unit pelayanan schingga masih banyak pernyataan diluar jadwal yang telah ditetapkan. Pola proses pengendalian sudah dilaksanakan dengan baik mulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian oleh Unit Farmasi, akan tetapi pengendalian pemakaian obat/alkes diruangan belum berjalan karena tidak tersedia tenaga khusus.

Analysis of Management System of Drugs / Medical Equipment Floor Stock in Wards in Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan KitaManagement of drugs / medical equipment in hospital is an important management side and need to be well managed to ensure the smoothness of patient services. Drugs / medical equipment's available in wards are those that are vital and essential and must be available anytime needed. The unavailability of drugs / medical equipment much influence for the services given and may cause loss of hospital income. Service policy of drugs / medical equipment availability in wards of Rumah Sakit Anak dan Bcrsalin Harapan Kita is carried out by Pharmacy unit and the use policy is managed by standardization of need by Pharmacy and Therapy committee. The availability of drugs / medical equipment in Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita is much depends on management system issues in line with Indonesian Department of health. In 2001, the unavailability of drugs / medical equipment in wards reaches approx. 25 % in frequency and covered 8,5 % from the number item needed in a month and this is much disturb the services.
This study is carried out to know the picture of the unavailability of drugs / medical equipment as well as the problems raised. Method used in this study is case study with qualitative method for the results descriptive data i.e. written words or verbal from the behavior observed. The study is conducted retrospectively to gain secular data and prospectively to gain primary data through deep interview and direct observation. As analytical unit is Pharmacy unit and other committee involved.
Result of the study depicts that the unavailability of drugs / medical equipment in wards is much influenced by managerial aspects i.e., service policy, organization, tools, method & information system and logistic aspects that cover planning process, purchasing, acceptance, storage, distribution and control.
This study summarized that management system of drugs / medical equipment in wards in Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita is in line with regulation issued by Indonesian Health Department but in field there are still many handicaps among others are; policy of usage, Formularies and standard need of wards never been monitored periodically by pharmacy and therapy committee. Tools and means to conduct such activity existed enough already and completed with Management Information System however MIS is not functioning well because of inadequate human resources. From logistic point of view resumed that planning process has not been carried out optimally. In budgeting process, good coordination has not been established since there is lack between proposal and allocation of fund available. The processes of allocation through Kepres takes long time enough approx. 2 moths. The receiving process is good but because the former process takes time, the receiving process is conducted before SPK / Contract issued therefore influencing storage administration. Storage process in Central or terminal is running on schedule. In distribution process schedule of activity exist but is not followed by service unit and this causes proposal beyond schedule. In controlling process the handicap lies on wards, lack of dedicated person to handle it."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T10374
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Iva Diansari
"Distribusi merupakan salah satu fungsi dalam siklus logistik dimana dilakukan kegiatan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan pemindahan barang farmasi dari tempat penyimpanan (gudang farmasi) ke tempat pemakai, sehingga terjamin kelancaran pelayanan farmasi bermutu yang pada gilirannya akan menentukan keberhasilan terapi yang diberikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh garnbaran proses distribusi obat dan alat kesehatan di Instalasi Farmasi RSPC, yaitu dengan Cara mengidentifikasi faktor yang menghambat proses pendistribusian mulai dan gudang farmasi sampai ke pemakai (pasien rawat inap RSPC). Disamping itu juga melakukan analisis untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari sistem distribusi yang sedang berjalan.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode telaah kasus dengan pendekatan deskriptif dengan menggunakan data primer yaitu observasi di Instalasi Farmasi RSPC dan wawancara langsung dengan Manajer Menengah, Manajer Puncak serta Petugas Pelaksana, data sekunder diperoleh dengan cara survey lapangan dan dari data penunjang lainnya Dari data yang diperoleh, Standart Operating Procedure tentang distribusi walau ada di tingkat manajer puncak belum dijabarkan secara tertulis hingga tingkat pelaksana, adanya pemisahan gudang obat dan gudang alkes, sarana dan fasilitas alat angkut belum sempurna, adanya sisa obat pada pasien rawat inap.
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa distribusi obat di RSPC sudah berjalan cukup baik Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pendistribusian obat dan alkes di RSPC segera dibuat standart of procedur baku dan tertulis sampai petugas pelaksana dan untuk memudahkan distribusi obat ke ruang rawat inap. Diusulkan pemberian secara dosis unit serta penggabungan gudang obat dan gudang alkes menjadi Gudang Farmasi, sehingga distribusi obat dan alkes dari gudang farmasi ke Apotik lalu ke unit pemakai.

Analysis Of Medicine Distribution And Medical Equipment In The Pharmacist Puri Cinere HospitalDistribution is one of the function in logistic cycle when management, arrangement and removing arrangement of medicine from warehouse in the user and guarantee the flow of service of qualified medicine to ascertain the success of therapy.
The aim of this research is to get a picture in distribution of medicine and medical equipments in the Installation Pharmacist RSPC by indicating the obstruct factor of distribution process beginning from warehouse to the user (patients in the Hospital RSPC). Besides conducts of analyze in order to know the benefit and weakness of the distribution system in process.
The method which is used in this research is descriptive method using primer data such as observation in Pharmacy Installation of RSPC and direct interviewed with top manager, middle manager and the workers, second data was received from field survey and from other data. From data which received, standard procedure of distribution in the top management was not analyzed in worker level, where warehouse of medical equipments were not in one unit, not complete, unused medicine left by patient.
From the survey concluded that the distribution of medicine in RSPC is running well. To achieve the optimum result from medicine and medical equipments at RSPC, standard of procedure will be made in written as soon as possible up to the worker level in order to make easy the distribution of medicine to the patient, suggested the giving medicine of medicine in doses unit and joining together warehouse of medicine and warehouse of medical equipments in to one warehouse of Pharmacy, the distribution of medicine and medical equipments from warehouse to dispensary and then to the user.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katharina Kartini
"ABSTRAK
Rumah sakit dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara efektif dan efisien perlu ditunjang dengan pengadaan sarana-sarana antara lain penyediaan alat-alat baik untuk pengobatan, penunjang diagnosa maupun membantu penyembuhan pasien. Peralatan yang dibutuhkan diantaranya adalah peralatan yang berteknologi tinggi dan disebut dengan peralatan medis canggih. Investasi peralatan medis canggih jelas akan melibatkan penyediaan dana yang relatif besar. Sedangkan utilisasi yang rendah akan menyulitkan dalam pembiayaannya.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapat gambaran tentang persentase utilisasi USG Mata dan Operating Microscope terhadap kapasitas alat dan kemampuan pembiayaannya dengan pendapatan yang diperoleh dari pasien sebagai hasil dari utilisasi alat-alat tersebut.
Analisa Cost Recovery dilakukan dengan membandingkan pendapatan alat terhadap biaya pemeliharaan, biaya operasional dan biaya penyusutan/depresiasi pada tahun yang sama.
Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa utilisasi USG Mata masih sangat rendah (3,4% pada tahun I dan 3,9% pada tahun II), maka dipandang perlu untuk dilakukan upaya pemasaran dan kerja sama dengan rumah sakit lain. Sedangkan utilisasi Operating Microscope juga belum optimal (33,5 % pada tahun I dan 31,3 % pada tahun II).
Walaupun pendapatan baik dari USG Mata maupun Operating Microscope belum mampu menutup semua pembiayaan masingmasing, namun penyediaan alat-alat tersebut dinilai layak.

ABSTRACT
Assessment Of Utilization About Investment of Sophisticated Medical Equipment For Providing Health Care (Production) and For Giving Support in Dr. Kariadi Hospital on Equipment Acquisition In The Fiscal Year 1993/1994. Hospital, in its activities to provide healthcare service for the need of the society properly, effectively and efficiently, needs to be supported by acquisition of equipment such as the availability of instruments both for treatment, to support diagnosis and to help the healing process of the patients.
Among the necessary equipments, there are high technology equipments and are called sophisticated medical equipments. Obviously, investment in sophisticated medical equipment will involve the availability of fund in relatively large amount. Whereas the low utilization will cause difficulties in its funding.
This study was performed to obtain a picture about the percentage of utilization of Ophthalmic USG and Ophthalmic Operating Microscope in comparison with its capacity ; and the hospital's ability to pay its costs by using revenue earned from patients as a result of the utilization of the equipment. Analysis of Cost Recovery was performed by making a comparison between revenue from the equipment and its maintenance cost, operating cost and depreciation cost in the same year.
The results of this study showed that Ophthalmic USG utilization was still very low (3,4 % in the first year and 3,9% in the second year). Therefore it was necessary to make marketing efforts and to establish a joint cooperation with other hospitals. Whereas the utilization of Ophthalmic Operating Microscope was neither optimal (33,5 % in the first year and 31,3 % in the second year). The revenue from both Ophthalmic USG and Ophthalmic Operating Microscope still could not cover all cost from both equipments. How ever the acquisition of the equipments was considered as feasible."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhartono
"Hasil pemeliharaan korektif (perbaikan) alat kesehatan di RSUP Sanglah Denpasar mengalami penurunan yaitu tahun 2012 adalah 53% dan tahun 2013 adalah 49%. Sementara target Standar Pelayanan Minimal (SPM) RSUP Sanglah adalah 75%, dan target Kementerian Kesehatan RI adalah 100%. Kondisi ini merugikan pasien yang memerlukan pelayanan alat, dan rumah sakit dari sisi finansial. Penelitian ini bertujuan mencari faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya hasil pemeliharaan ini, dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan teori sistem (input-proses-output). Hasil dan pembahasan penelitian menyimpulkan bahwa penyebab rendahnya hasil pemeliharaan korektif adalah kurang siapnya faktor-faktor perencanaan pemeliharaan, organisasi IPSRS, pelaksanaan pemeliharaan, dan pengendalian mutu pemeliharaan alat kesehatan. Saran ditujukan kepada manajemen RSUP Sanglah adalah perlunya penambahan minimal 7 orang dan pelatihan berkala terhadap teknisi dan operator; Pengendalian peredaran merek-merek dan alat-alat yang kurang berkualitas di rumah sakit; Penyederhanaan prosedur pengadaan barang/ jasa internal dan mempercepat proses pengadaan suku cadang; Pemanfaatan pihak ketiga untuk pemeliharaan alat-alat berteknologi tinggi, dan KSO alat kesehatan yang menguntungkan rumah sakit; Perencanaan yang berbasis kebutuhan aktual di lapangan; Pelaksanaan pemeliharaan preventif yang sesuai rekomendasi pabrik; serta peningkatan motivasi staf agar bekerja untuk mencapai target.

The result of medical equipment corrective maintenance (repair) in Sanglah General Hospital, Denpasar, year 2012 and 2013, were low (53% in 2012 and 49% in 2013), while target of Sanglah Hospital is 75%, and of Ministry of Health (MOH) standard is 100%. This condition will adverse to the pasien, and hospital because of financial loss. The study used qualitative and system approaches (input-process-output), and to find out the factors that affect those low result. The result concluded that the problem was caused by lack of technician and at least additional of 7 persons is needed. This study suggested to restrict the unqualified medical equipment at Sanglah Hospital, simplify and faster the spareparts procurement procedures, involve third party participation to maintain the advance medical equipment and joint operasional (KSO) of medical equipment, planning based on the actual target, implementation of maintenance based on manufacturer recommendation, and improve staff motivation to achieve the hospital target on quality improvement.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahrul Fuaddi
"Prototipe sistem informasi manajemen pemeliharan peralatan medis berbasis web adalah sebuah aplikasi sistem informasi yang dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu teknisi elektromedis dalam melakukan kegiatan pemeliharaan dan kalibrasi peralatan medis. Riset ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah prototipe sistem informasi berbasis Computerized Maintenance Management Systems CMMS yang dapat diimplementasikan pada unit/instalasi pemeliharan sarana dan prasana rumah sakit IPSRS . Penelitian dilakukan dengan metode kuasi eksperimental posttest only. Analisis pengembangan dan perancangan sistem yang didasarkan pada siklus hidup pengembangan sistem Systems Development Life Cycle model waterfall. Pengembangan sistem menggunakan PHP sebagai bahasa pemrograman dan MySQL sebagai database dan web server apache, sedangkan untuk design nya menggunakan HTML 5, CSS, JavaScipt dan Framework CSS Bootstrap.
Hasil pengujian yang dilakukan oleh tiga programer dan sepuluh pengguna menunjukkan bahwa aspek usabilitas sistem yang dihitung berdasarkan kategori skala Likert diperoleh persentase masing-masing sebesar 88 dan 83,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa usabilitas prototipe sistem informasi manajemen pemeliharaan peralatan medis berbasi web sangat mudah dipergunakan dan dapat digunakan untuk memenuhi dokumen penilaian akreditasi maupuen re-akreditasi rumah sakit berdasarkan MFK.8. dan MFK. 8.1. Untuk pengembangan lebih lanjut, sistem informasi manajemen pemeliharaan peralatan medis berbasis web ini diharapkan dapat diintegrasikan dengan sistem informasi manajemen aset dan sistem informasi manajemen rumah sakit dengan menambah beberapa modul lainnya seperti modul data spare-part, capaian kinerja teknisi, library dan lain lain.

The web based prototype of medical equipment maintenance management information system is an information system application used as a means to assist electromedical technicians in performing maintenance activities and calibration of medical equipment. This research aims to produce a prototype of information system based on computerized maintenance management systems CMMS that can be applied to the hospital facility maintenance units IPSRS . The research employed the posttest only quasi experimental method. The analysis of the systems planning and development was based on systems development life cycle waterfall model . The prototype used PHP programming language for its system development, MySQL for its Database and Apache Web Server, and HTML 5, CSS, JavaScipt and Bootstrap CSS Framework for its design.
The results of the test administered to three programmers and ten users indicate that the usability of the application based on the Likert scale is at 88 and 83.6 respectively. Thus, it can be concluded that the usability of the web based prototype of medical equipment maintenance management information system is easy to use and applicable to meet the accreditation and re accreditation assessment documents of hospitals based on MFK.8. and MFK. 8.1. For further development, it is suggested that the web based medical equipment maintenance management information system integrate with asset management and hospital management information system by adding some other modules such as data modules of spare part, technician performance, library and others.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, K. Chandra
"Perkembangan teknologi dalam peralatan kedokteran, menyebabkan adanya alternatif baru dalam pelayanan kesehatan. Laparoskopik yang terbuat dari fiber optik dipergunakan dalam tindakan bedah radang apendiks, tindakan bedah ini disebut dengan metode laparoskopi apendiks. Efektivitas biaya dari metode laparoskopi apendik perlu diteliti untuk dibandingkan dengan metode apendiktomi yang selama ini dipergunakan dalam pembedahan radang apendiks.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode bedah radang apendiks yang efektif biaya diantara metode apendiktomi dan laparoskopi apendiks.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif menggunakan data sekunder yang diambil secara cross sectional tahun 2000 di RS MMC Jakarta. Analisa data biaya investasi menggunakan biaya investasi setahun (Annualized Investment Cost). Distribusi biaya rumah sakit dari unit penunjang ke unit produksi, menggunakan metode distribusi ganda. Pada unit produksi penghitungan biaya pelayanan dilakukan dengan dasar proporsi waktu pada masing-masing tindakan atau pemeriksaan. Sedangkan biaya satuan aktual diperoleh dengan menghitung total biaya dan dibagi dengan besarnya output pada kegiatan tersebut.
Pada penelitian ini untuk mendapatkan biaya satuan aktual bedah radang apendiks, dilakukan penghitungan biaya satuan aktual pemeriksaan darah rutin di patologi anatomi unit laboratorium, foto thorax dan apendikogram pada unit radiologi, apendiktomi dan laparoskopi apendiks di operating theater serta biaya rawat inap pada masing-masing kelas perawatan di unit perawatan lantai VIP RS MMC Jakarta.
Dari penghitungan biaya satuan aktual pelayanan bedah radang apendiks, diketahui bahwa besarnya biaya sangat dipengaruhi oleh biaya ruang rawat inap yang dipergunakan untuk merawat pasca bedah.
Analisa biaya hasil dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu : membandingkan biaya satuan aktual metode bedah radang apendiks dan penghitungan simulasi biaya total untuk menentukan besarnya output. Kedua metode penghitungan tersebut menunjukkan bahwa jika pasien dirawat pada ruang rawat super VIP, maka pelayanan bedah radang apendiks dengan metode laparoskopi apendiks Ieblh efektif biaya dibandingkan dengan metode apendiktomi. Sebaliknya jika pasien dirawat pada ruang rawat VIP, kelas-l, kelas-2, atau kelas-3, maka tindakan bedah radang apendiks dengan metode apendiktomi lebih efektif biaya dibandingkan dengan metode laparoskopi apendiks.
Dan penelitian dapat disimpulkan bahwa pelayanan bedah radang apendiks yang paling efektif biaya adalah metode apendiktomi dan pasien dirawat pada ruang rawat kelas-3, dimana biaya hanya 65,32 % dibandingkan dengan biaya dengan metode laparoskopi apendiks. Sedangkan jika menggunakan ruang rawat super VIP maka tindakan bedah radang apendiks yang efektif biaya adalah metode laparoskopi apendiks, dimana biaya metode apendiktomi sebesar 102,19 % dibandingkan dengan metode laparoskopi apendiics.

The development of technology in the medical equipment, results a new alternative in health care services. Laparoscope's which is made of fiber optic to be used in the abscess appendix surgery and this kind of surgery namely appendices laparoscope's method. Cost Effectiveness of the appendix laparoscope's method need to be research to be compared with appendectomy, the method that commonly applied in the abscess appendix surgery.
The purpose of this research is to find out which one is the most cost effective method, between appendectomy and appendix laparoscope's in the abscess appendix surgery.
The research made was descriptive, by the usage of secondary data taken in a cross sectional method, in the year 2000 at the MMC Hospital Jakarta The data analysis on the investment cost using an Annualized Investment Cost, hospital cost distribution from supporting unit to production unit using a double distribution method. At the production unit, the cost calculation was done based on time spent in each measure or examination taken. While the Actual Cost is obtained from the calculation of the Total Cost to be divided with the Total Output of the related activity.
In this research to have an actual unit cost of abscess appendix surgery was obtained through a finding on the actual unit cost of the blood routine at pathology unit of the Laboratory Department, thorax and appendecogram at Radiology Department, appendectomy and appendix laparoscope's at the operating theater also the cost of bed services of each class at the Ward Unit third floor of MMC Hospital Jakarta.
By calculating the actual unit cost of abscess appendix surgery was found out that the high or low cost is directly affected by the cost of bed services in the post-operating period.
Cost analysis was made on two (2) ways as follows: compare the actual unit cost of abscess appendix surgery and simulated calculation of the total cost to find the out put. Both methods showing that if the patient is treated at super VIP ward then abscess appendix surgery through appendix laparoscope's method is more cost effective than appendectomy method. On the contrary if the one is treated at VIP ward, Class-I, Class-2 or Class-3, resulting the abscess appendix surgery through appendectomy method will be more cost effective compared with one through laparoscope's appendix method.
The conclusion of this investigation is that the most cost effective on abscess appendix surgery is appendectomy method but the patient is treated at Class-3 ward, where the cost is 65,32 % lower than the cost of laparoscope's appendix method. In case of super VIP ward is applied then the cost effective abscess appendix surgery is laparoscope's appendix method, where the cost of appendectomy method as much as 102,19 % higher than laparoscope's appendix method.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4298
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>