Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novrina Heragandhi
"Penyakit infeksi kulit bakterial pada anak masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang. Di Indonesia penyakit kulit menempati urutan ke-3 setelah infeksi saluran napas dan diare. Walaupun dapat mengenai semua orang, beberapa kelompok tertentu yang memiliki faktor predisposisi akan rentan terhadap penyakit infeksi kulit. Penyebaran penyakit ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain status imun pejamu, kuman penyebab, penyakit kulit lain yang menyertai, dan higiene. Data jumlah kunjungan pasien ke poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) selama tahun 2001 menunjukkan pasien pioderma anak sebesar 362 kasus (18,53%) dari 2190 kunjungan baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2 setelah dermatitis atopik. Sedangkan pada tahun 2002 terdapat 328 kasus (16,72%) dari 1962 kunjungan baru. Pioderma primer terbanyak secara berturut-turut adalah furunkulosis (19,32%), impetigo krustosa (15,0%), impetigo vesikobulosa (14,02%), dan ektima (11,59%). infeksi sekunder terbanyak dijumpai pada skabies dan dermatitis atopik. Data dari 8 rumah sakit di 6 kota besar di Indonesia pada tahun 2001 didapatkan 13,86% dari 8919 kunjungan baru pasien kulit anak adalah pioderma. Yang terbanyak adalah furunkulosis (26,35%), diikuti impetigo vesikobulosa (23,76%), dan impetigo krustosa (22,79%).5 Pioderma adalah infeksi kulit (epidermis, dermis) dan subkutan yang disebabkan oleh kuman stafilokokus dark streptokokus atau oleh keduanya. Terdiri atas beberapa bentuk klinis, yaitu impetigo, ektima, folikulitis, furunkel dan karbunkel, abses, erisipelas, selulitis, sefta infeksi sekunder pada kelainan kulit yang sudah ada. Pioderma superfisialis (PS) menggambarkan infeksi terjadi di bawah stratum korneum sampai dermis, atau di folikel rambut, sehingga semua bentuk di atas dapat dimasukkan ke dalam pioderma superfisialis, kecuali abses, erisipelas dan selulitis. Menurut beberapa kepustakaan bentuk PS yang tersering dijumpai adalah impetigo, sedangkan di Divisi Dermatologi Anak Departemen IKKK FKUI/RSCM penyakit ini menempati urutan kedua setelah furunkulosis. Impetigo terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus (S. aureus) dan kadang oleh Streptococcus pyogenes grup A (S. pyogenes). Penelitian Murniati (1996) terhadap pasien impetigo anak, didapatkan kuman penyebab terbanyak adalah S. aureus (70,41%) dan S. aureus bersama S. pyogenes (15,32%). Pengobatan pioderma diberikan atas dasar pengetahuan empiris yakni hasil beberapa penelitian yang telah ada mengenai kuman penyebab tersering dan golongan antibiotik yang efektif untuk kuman tersebut. Obat pilihan lini pertama dalam dua dekade terakhir untuk S. aureus dan S. pyogenes adalah eritromisin, dikloksasilin, kloksasilin, dan sefaleksin. Klindamisin dipakai untuk kasus yang berulang atau rekalsitran terhadap pengobatan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudolf Toman, editors
"Coxiella burnetii is the etiological agent of Q fever, a zoonotic disease found worldwide. The bacterium is a fascinating example of intracellular parasitism that has uniquely evolved to thrive in the most inhospitable of cellular compartments-the phagolysosome. Understanding how C. burnetii resists the degradative functions of this vacuole, and the host cell functions coopted for successful parasitism, are central to understanding Q fever pathogenesis. Recent achievements in glycomics and proteomics are guiding development of enhanced detection schemes for the bacterium in addition to shedding light on the host immune response to the pathogen. Several chapters survey immune functions that control or potentially exacerbate Coxiella infection and delve into correlates of protective immunity elicited by vaccination. Comparative genomics is also the foundation of chapters discussing diagnostic antigen discovery and molecular typing of the bacterium, with significance for development of new clinical, epidemiologic, and forensic tools."
Dordrecht: [Springer, ], 2012
e20417355
eBooks  Universitas Indonesia Library