Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Engelbertus Aur Bero
"Ritual dan modernitas merupakan dua isu yang akan selalu beririsan. Masyarakat adat disuatu daerah tertentu akan selalu berupaya untuk melestarikan nilai-nilai tradisi yang sudah ada terbentuk turun temurun. Kebudayaan yang selalu berkembang seiring berjalan waktu kemudian menghasilkan atau memperlihatkan proses-proses yang saling berkait meskipun berangkat dari latar belakang yang berbedasatu sama lain. Masyarakat Manggarai merupakan salah satu contoh dari sekian banyak masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai adat mereka. Pangble yang merupakan istirahat masyarakat lokal yaitu tempat bagi roh-roh yang sudah meninggal dunia yang juga menempati dunia yang sama namun berbeda bentuk. Berangkat dari kepercayaan tersebut, hampir semua ritual adat akan selalu berporos pada roh nenek moyang yang dijadikan perantara doa untuk Mori Kraeng (Tuhan), salah satunya yaitu Ritual Kepok. Isu modernitas yang akan dibahas kemudian erat kaitannya dengan proses politik elektoral. PILKADA merupakan sebuah proses pemilihan pemimpin di suatu daerah (provinsi). PILKADA yang merupakan buah dari sistem politik demokrasi dianggap asing bagi Masyarakat Manggarai. Tulisan ini ingin memaparkan sebuah analisis deskripsi terkait proses masa kampanye PILKADA NTT 2018 dari salah satu calon yaitu Benny K. Harman dengan Ritual Kepok menjadi mediator. Penggunaan Ritual Kepok dalam konteks politik elektoral kemudian menjadi menarik karena Ritual Kepok yang awalnya sebagai ritual penerima tamu kemudian diterapkan dalam proses masa kampanye.

Ritual and modernity will always intersect with each other. Indigenous people ini certain regions will always try to preserve traditional values that have been formed for generations. Culture always develops over time, then produces interrelated processes with itself even though it's departing from different backgrounds from one another. The Manggarai society is one example of many societies that still uphold their customary values. Pangble which is the term of the local society, known as a place for spirits who have died, but also occupy the same world with the living, but in different forms or dimensions. Departing from this belief, almost all customary rituals will always pivot on the spirits of the ancestors who were used as intermediaries in prayer ti Mori Kraeng (God), one of the rituals is the Kepok Ritual. The issue of modernity which will be discussed later is closely related to the electoral political process. PILKADA is a process of electing leader in province areas, which is a form of the democratic political system that the Manggarai Society considers foreign. This paper wishes to present a description analysis related the process of the 2018 NTT Tegional Election Campaign from one of the candidates, Benny K. Harman with the Kepok Ritual as the mediator. The use of the Kepok Ritual in the context of electoral politics then became intresting because the Kepok RItual which was originally a reception ritual was then applied in the process of the campaign period."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frederik Masri Gasa
"Tesis ini membahas tentang perjuangan Gerakan Selamatkan Pantai Pede dalam menolak rencana privatisasi Pantai Pede di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat oleh PT Sarana Investama Manggabar. Konsep pemikiran Pierre Bourdieu tentang habitus, kapital dan arena digunakan sebagai landasan konseptual dalam mendalami dan menganalisis konflik tersebut. Pantai Pede menjadi arena perjuangan beberapa aktor, diantaranya PT Sarana Investama Manggabar, Pemprov NTT, Pemkab Manggarai Barat, Gerakan Selamatkan Pantai Pede, dan masyarakat biasa. Setiap aktor memiliki dan menggunakan habitus dan kapital demi mememenangkan kompetisi dan meraih posisi atau kedudukan strategis dalam arena tersebut. Pantai Pede juga menjadi ruang publik yang merepresentasikan hak-hak politik masyarakat Manggarai Barat. Analisis wacana kritis Norman Fairclough digunakan sebagai metode penelitian untuk menganalisis beberapa teks, yakni poster, mural dan tulisan yang diamati dalam penelitian ini. Teks-teks ini menggambarkan perlawanan kelompok Gerakan Selamatkan Pantai Pede terhadap dominasi Pemprov NTT dan PT Sarana Investama Manggabar yang pada akhirnya juga mampu menggerakan kelompok lainnnya untuk bersama-sama menolak rencana privatisasi Pantai Pede.

This thesis discusses about the struggle of Gerakan Selamatkan Pantai Pede in rejecting the privatization plan of Pede beach in Labuan Bajo, West Manggarai Regency by PT Sarana Investama Manggabar. The concept of thought of Pierre Bourdieu about habitus, capital and arena used as a conceptual basis to deepen and analyze the conflict. Pede beach became an arena of struggle of several actors, such as PT Sarana Investama Manggabar, Provincial Government of NTT, District Government of Manggarai Barat, Gerakan Selamatkan Pantai Pede, and the community. Every actor had and used the habitus and capital as a strategy for winning the competition and getting a better position. Pede beach also became a public sphere that represent political rights of the community of Manggarai Barat. Critical discourse analysis Norman Fairclough used as the research method to analyze texts, such as poster, mural and inscription that observed in this study. These texts described resistance of Gerakan Selamatkan Pantai Pede towards the domination of Provincial Government of NTT and PT Sarana Investama Manggabar and incapable of inspiring other groups to refuse privatization of Pede beach."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frederik Masri Gasa
"Tesis ini membahas tentang perjuangan Gerakan Selamatkan Pantai Pede dalam menolak rencana privatisasi Pantai Pede di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat oleh PT Sarana Investama Manggabar. Konsep pemikiran Pierre Bourdieu
tentang habitus, kapital dan arena digunakan sebagai landasan konseptual dalam mendalami dan menganalisis konflik tersebut. Pantai Pede menjadi arena perjuangan beberapa aktor, diantaranya PT Sarana Investama Manggabar, Pemprov NTT, Pemkab Manggarai Barat, Gerakan Selamatkan Pantai Pede, dan masyarakat biasa. Setiap aktor memiliki dan menggunakan habitus dan kapital demi mememenangkan kompetisi dan meraih posisi atau kedudukan strategis dalam arena tersebut. Pantai Pede juga menjadi ruang publik yang merepresentasikan hak-hak politik masyarakat Manggarai Barat. Analisis wacana
kritis Norman Fairclough digunakan sebagai metode penelitian untuk menganalisis beberapa teks, yakni poster, mural dan tulisan yang diamati dalam penelitian ini. Teks-teks ini menggambarkan perlawanan kelompok Gerakan Selamatkan Pantai Pede terhadap dominasi Pemprov NTT dan PT Sarana Investama Manggabar yang pada akhirnya juga mampu menggerakan kelompok
lainnnya untuk bersama-sama menolak rencana privatisasi Pantai Pede

This thesis discusses about the struggle of Gerakan Selamatkan Pantai Pede in rejecting the privatization plan of Pede beach in Labuan Bajo, West Manggarai Regency by PT Sarana Investama Manggabar. The concept of thought of Pierre
Bourdieu about habitus, capital and arena used as a conceptual basis to deepen and analyze the conflict. Pede beach became an arena of struggle of several actors, such as PT Sarana Investama Manggabar, Provincial Government of NTT,
District Government of Manggarai Barat, Gerakan Selamatkan Pantai Pede, and the community. Every actor had and used the habitus and capital as a strategy for winning the competition and getting a better position. Pede beach also became a public sphere that represent political rights of the community of Manggarai Barat. Critical discourse analysis Norman Fairclough used as the research method to
analyze texts, such as poster, mural and inscription that observed in this study. These texts described resistance of Gerakan Selamatkan Pantai Pede towards the domination of Provincial Government of NTT and PT Sarana Investama Manggabar and incapable of inspiring other groups to refuse privatization of Pede beach.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library