Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Sebagai negara kepulauan , Indonesia harus dpt menjadi tuan rumah di negeri sendiri dlm sektor maritim, Apalagi UNCLOS 1982 telah memberikan legalitas hukum internasional tentang kedautan perairan Indonesia, termasuk keberadaan tiga jalur pelajaran internasional (ALKI 1, ALKI 2 & ALKI 3). Pembenahan yg mulai dirintis menyimpan harapan pd tumbuhnya kedigdayaan maritim di tingkat regional & global. Tidak ada alasan bg Indonesia utk berpangku tangan melihat potensi yg tersebar di depan mata. Reposisi maritim ini harus dimulai sekarang, pd sektor pelayaran, pembangunan kapal, serta perdaganagn. Kajian ini mengupas sektor kelautan, terutama yg terkait dengan industri kemaritiman. Dlm kajian ini ruang lingkup kajian difokuskan pd industri pelayaran (shiping) industri pembuatan kapal (shipbuilding) & perdaganagn internasional (internasional trade). Karena karakteristiknya, kajian ini akan menjabarkan kondisi kemaritiman Indonesia dlm ruang lingkup sejarah, kepentingan domestik, serta perkembangan regional & global."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Melda Kamil Ariadno
Jakarta: Lembaga Pengkajian Hukum Internasional FH UI, 2011
341.45 MEL w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abrahamsz, James
"Indonesia adalah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Perbandingan luas laut dan darat tiga berbanding satu menjadi dasar jastifikasi indonesia sebagai negara maritim. Implementasi kebijakan nasional, diharapkan dapat mengungkit pembangunan nasional melalui kekuatan dinamika pembangunan"
Jakarta: Seskoal Press, 2019
023.1 JMI 7:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Aryo Wijanarko
"ABSTRAK
Dalam lingkup perdagangan internasional, masing-masing pihak yang terlibat didalamnya akan mempunyai suatu 'kepentingan' yang bisa dinilai secara komersial. Terjadinya wan prestasi atau tidak terpenuhinya unsur-unsur dalam pelayanan di bidang transportasi laut maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan yurisdiksi negara atau konvensi internasional akan menjadi suatu konflik yang dalam istilah pelayaran didefinisikan sebagai sengketa maritim. Dengan adanya ketentuan Konvensi Internasional 1999 Tentang Penahanan Kapal, telah diatur bahwa penahanan kapal milik pihak tergugat bisa dilakukan menurut hukum nasional masing-masing negara guna memperoleh security/jaminan penyelesaian sengketa maritim yang mempunyai kekuatan eksekutorial atas putusan p,rbitrase maupun patusan pengadilan. Permasalahan yang menjadi wacana menarik ialah bagaimanakah keterkaitan antara sengketa maritim dengan ancaman penahanan kapal ? bagaimanakah implikasi pemberlakuan konvensi tersebut bagi industri pelayaran ? serta bagaimanakah suatu sengketa maritim itu bisa diselesaikan dan diantisipasi ?
Penelitian ini bersifat deskriptif karena bermaksud memberikan gambaran mengenai suatu permasalahan tertentu secara sistematis dengan metode kualitatif sehingga prasangka maupun penilaian subjektif dari penulis tertuang secara argumentatif. Data-data primer diperoleh melalui informan, institusi terkait maupun para ahli sedangkan data-data sekunder diperoleh melalui sumber-sumber tertulis seperti peraturan perundang-undangan, artikel maupun korespondensi. Penelitian ini dilakukan melalui prosedur pengamatan, wawancara sampai dengan penelusuran dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian.
Siklus kegiatan usaha (business cycle) dalam industri pelayaran sangat dipengaruhi oleh maju mundurnya perekonomian negara-negara industri utama dan seiring dengan hal itu, konflik antar perusahaan juga semakin berkembang dan bermacam-macam jenisnya. Keterkaitan antara sengketa maritim dengan ancaman penahanan kapal terletak pada security/jaminan yang dipakai oleh pihak penggugat untuk menaikkan posisi tawar dalam bemegosiasi pada tahap-tahap mediasi. Ketentuan ini menjamin kepastian hukum bagi penggugat atas kasus sengketa maritim yang dihadapi dan sebaliknya industri pelayaran dengan segala karakteristiknya harus memiliki prediksi jangka panjang dan strategi dalam menghadapi resiko maupun konflik intemasional.
Dari hasil penditian dapat disimpulkan bahwa, walaupun kasus sengketa maritime sedang dalam proses negosiasi maupun sidang, pihak penggugat tetap bisa mengajukan permohonan penahanan kapal milik tergugat sebagai jaminan. Bagi pemilik kapal, tentu saja hal ini sangat merugikan dan mengganggu kegiatan operasional perusahaan karena adanya ancaman loss on asset, loss of trust dan loss of earning sebagai akibat penahanan kapal. Besamya kerugian ini bisa lebih besar daripada nilai yang disengketakan itu sendiri. Apapllil h&sil putusan akhir, potensial loss ini tidal( bisa dialihkan kepada siapapun termasuk perusahaan asuransi karena coverage yang diberikan sangat terbatas dan belum tentu menjamin resiko ini.
Implikasi atas pemberlakukar. konvensi ini lebih menempatkan pemilik kapal selaku tergugat kedalam posisi yang dirugikan. lmplikasi tersebut bisa berupa implikasi secara finansial (membengkaknya biaya untuk retensi resiko), ekonomis (Loss of earning), bisnis (pengaruh terhadap kompetisi dan pemasaran) dan psikologis (image dan ketakutan yang berlebihan). Untuk itu diperlukan strategi-strategi khusus untuk
menyelesaikan kasus sengketa maritim serta strategi untuk melakukan antisipasi terhadap kemungkinan penahanan kapal atau resiko maritim lainnya.
Penyelesaian sengketa maritim bisa dilakukan melalui jalur pengadilan maupun jalur arbitrase atau jalur mediasi. Penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase atau mediasi sifatnya tertutup sedangkan putusannya final dan langsung mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kemampuan dalam melakukan pendekatan dan negosiasi merupakan strategi kunci penyelesaian sengketa. Pendekatan bisa dilakukan baik dalam hal pemberian jaminan/security, pembuatan rumusan security wording maupun pada saat
sidang. Masalah biaya dan waktu merupakan faktor utama yang mendorong para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan kasus di luar jalur pengadiian dan sccara umum penanganan kasusnya terbukti lebih efektif dan efisien.
Sengketa maritim ialah resiko bisnis. Diperlukan kemampuan manajemen untuk melakukan minimalisasi resiko maupun penghilangan resiko. Gugatan berantai dalam suatu . sengketa maritim menyebabkan pelaku bisnis melakukan tindakan defensif dan antisipatif. Pemilik kapal bisa menerapkan tahapan-tahapan konsep manajemen resiko guna melakukan identifikasi dan analisis resiko sehingga interval resiko dalam perusahaan bisa terjangkau oleh manajemen. Konsep ini sangat berguna bagi manajemen
untuk mengambil keputusan apakah tindakan antisipasi terhadap sengketa maritim cukup dilakukan dengan retensi sendiri (self insurance) atau mengalihkan resiko terse but kepada pihak lain (institusi asuransi).
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djemat, Chandra Motik Yusuf
Jakarta: Ind-Hill, 2003
341.44 CHA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyono S. Kusumoprojo
Jakarta: Teraju, 2009
341.42 WAH i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Sumur Bandung, 1991
341.445 98 WIR h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Setiafitrie Yuniarti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S26266
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Wiranto
"Indonesia pada masa lampau memiliki pengaruh yang sangat dominan di wilayah Asia Tenggara dan bahkan seluruh Wilayah Asia, terutama melalui kekuatan maritim besar di bawah Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Majapahit. Indonesia memiliki keunggulan aspek budaya Maritim bentukan alamiah dari sejak dahulu bahkan sebelum konsep Indonesia lahir. Sebagai negara yang dikelilingi oleh laut hampir semua provinsinya memiliki wilayah perairan, kondisi geografis yang demikian menjadikan Indonesia negara Maritim. Jayanya maritim Indonesia perlu menjadi penyemangat dalam mendukung Pertahanan Maritim Indonesia. Pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Budaya maritim Indonesia merupakan salah satu poin kebijakan dalam lima pilar pembentukan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Budaya maritim menjadi dasar dalam pembentukan elemen elemen pertahanan maritim di Indonesia. Budaya maritim yang kuat akan membentuk pertahanan maritim yang kuat."
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia yang sangat luas, terutama kawasan lautnya; tapi pembangunannya lebih banyak berorientasi ke daratan. Laut yang seharusnya mampu memberikan kesejahteraan dan menjadi masa depan Bangsa Indonesia, seolah diabaikan. Kondisi itu tidak terlepas dari ulah Kolonial Belanda yang selama 350 tahun menjajah Indonesia. Tidak hanya menguras kekayaan alamnya, penjajah juga membodohi rakyat Indonesia Ikan yang mampu mencerdaskan rakyat kita disingkirkan dari lauk pauk rakyat Indonesia. Para penjajah menebarkan ”racun”, sehingga muncul mitos siapa yang makan ikan akan mengalami kecacingan. Karena itu, masyarakat Indonesia selama berpuluh tahun menghindari mengonsumsi ikan. Sedangkan di negara-negara lain, ikan yang dikonsumsi masyarakatnya sangatlah besar yang membuat rakyatnya cerdas. Kini, setelah kita tahu bahwa ikan sangat besar manfaatnya bagi kecerdasan dan kesehatan; maka sudah selayaknyalah jika masyarakat membudayakan mengonsumsi ikan dengan berbagai olahannya. Untuk mewujudkan itu semua, maka perlu dilakukan “revolusi mental” dan seluruh komponen bangsa ini membulatkan tekad agar Indonesia menjadi negara maritim. "
JKKM 5:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>