Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 306 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Blumensath, Heinz
Koln Verlag: Kiepenheuer und Witsch, 1972
GER 801 BLU s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putten, Jan van der
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2006
808.8 Put d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York : Cambridge University Press, 2006
954 LOV
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Susetyo
Jakarta: Narasi, 2008
890 WAW r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
New York: McGraw-Hill, 2000
809 GLE IV
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, 1996
808 SIM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Purwanggan: Kepel Press, 2004
808.545 KET
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wulansari
"The Names dan White Noise adalah novel karya Don Delillo yang banyak berhubungan dengan masalah dunia dengan beragam orang dengan profesinya, nama-nama tempat dan budayanya. The Names adalah novel terbaik ke-tujuh yang pernah ditulis oleh Delillo yang tidak hanya menawarkan sebuah paparan melalui percakapan di dalamnya tetapi juga mampu membuka wawasan pembaca akan adanya wacana konsumerisme yang dilakukan oleh tokoh-tokohnya melalui beragam peran,dan profesinya. White Noise adalah novel terbaik ke-delapan karya Delillo, setelah The Names. Penghargaan National Book Award diberikan untuk karya Delillo, White Noise, sebagai bukti dari wujud kecerdasan dan kesetiaannya dalam sejarah kesusasteraan Amerika. Di dalam White Noise, Delillo mencoba menggali keberadaan budaya popular yang mempertajam dunia konsumerisme melalui kehidupan akademik dan intelektual.
Keragaman dari tokoh dengan kecerdasan berpikirnya, latar tempat dengan detil dan pernik-pemiknya yang jelas, dan budaya-budayanya mewakili perbedaan berfikir, berasal, dan alasan mereka dalam melibatkan mereka dalam memunculkan budaya konsumerisme. Kecenderungan tokoh-tokoh dalam bersaing dan memperlihatkan peran dan kemampuan mereka dalam menilai keterbaikan mereka dan keterburukan orang lain adalah keunikan mereka untuk semakin mengukuhkan keceradsan budaya konsumerisme. Konflik yang terjadi di dalam keluarga, perpecahan dalam rumahtangga, dan perkembangan mental anak yang tidak jelas adalah resiko yang tidak dapat dihindari dari proses pemahaman kemajuan dari media masa, elektronik, dan telekomunikasi yang tidak terkontrol. Kemajuan teknologi, dan cara berpikir yang intelek tidak mutlak mengubah budaya tradisional dan cara berpikir beberapa orang. lronisnya, The Names dan White Noise menunjukkan kegagalan dari kaum intelektual yang konsumtif dan teknologi dalam menciptakan struktur yang mapan seperti yang diharapkan masyarakat.
Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan pendekatan sosiokultual yang mendukung konsep dan aspek-aspek yang mengukuhkan budaya konsumerisme yang akan dianalisa melalui tokoh-tokoh, latar tempat, dan medianya dalam cerita. Teoriteori yang memperlihatkan peran media masa, elektronik, dan telekomunikasi dalam mendukung tokoh, sebagai agen, penghasil, dan target pasar konsumerisme diambil untuk memperjelas hubungan yang jelas dan panting diantara keduanya. Hasil penelitian diharapkan dapat memperlihatkan adanya keragaman pekerjaan, dan profesi tokoh-tokoh intelektual, latar-latar tempat tertentu, dan peran media dalam :aengukuhkan budaya konsumerisme. Tokoh dengan beragam pekerjaan, asal-usul, latar tempat, dan media bertindak dan melakukan praktek budaya konsumerisme demi kepentingan mereka dalam mengaktualisasi din mereka dan juga untuk mempergunakan orang lain untuk dikonsumsi. Kegagalan dari budaya konsumerisme yang diperlihatkan dalam penelitian ini adalah dehumanisasi yang telah dihasilkan dari telmologi dan cars berpikir yang konsumtif.
The Names and White Noise are Don Delillo's novels, which cover and deal much with the world that is full of plural people, places, and cultures. The Names is the seventh greatest novel of Delilo's work that does not offer a shared narration through conversation, but it also brings us to the implied consumerism done by the characters through their various roles, function, and profession. White Noise is the eight best literary works that Delillo has ever written. The convincing National Book Award addressed to his White. Noise was the evidence of his brilliant mind and loyalty in participating much his life in America's literary history. In White Noise, Delillo explores the existence of pop culture in sharpening the consumerism world through the world of the academic life and intellectual life.
The plurality of characters with different intellectual mind, many settings with their explicit details and accessories, and cultures represent the different ways of thinking, origins, and reasons in getting involved in emerging the consumerism culture. The characters' tendencies to compete and show off their roles and competences in judging their best and the others' worst are their idiosyncrasies in constructing the existed consumerism culture. The conflicts happen in family, the friction in marriage, and the unpredictable mental growth of children are just only the unavoidable risks of the process in understanding the advance of the uncontrollable sophisticated mass, electronics, and telecommunication media. The advance of technology, and the intellectual mind cannot easily change the traditional culture and mind of some people. Ironically, The Names and White Noise show the failure of the consumed intellectuals and technology in establishing the settled structure of expected society.
Applying the socio-cultural approach in which the supporting concepts and elements in constructing the consumerism culture are analyzed through the characters, settings, and media in both novels does the study. The theories on how mass media, electronic media, and telecommunication media back up much the characters as the agent, the producer and the marketer of consumerism culture and also the settings usually used in the transaction of consumerism are taken to clarify their significant correlation. The result of the discussion presents the answer that the existed various jobs, professions of the intellectual characters, the specific settings, and the roles of media participate much in either constructing and criticizing the existed consumerism culture. The characters with different jobs, origins, and from different places and different media act, and practice the consumerism culture for the sake of their own needs in actualizing themselves and exploiting others to be consumed as well. The failure of consumerism in this study is proven by the dehumanization done by the consumed technology and mind.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yoesoef
"Latar Belakang
Membaca lakon-lakon Rendra baik asli, saduran maupun terjemahan dan menyaksikan pementasan teaternya merupakan "pertemuan" dengan sejumlah kegelisahan, kekerasan, kelicikan, dan muslihat. Di samping itu juga perjumpaan dengan kepasrahan, kesetiaan, ketabahan, keindahan hubungan manusia. Di sisi lain, dengan membaca lakon dan menonton pertunjukan teatemya kita bertemu pula dengan sejumlah pemikiran Rendra tentang berbagai hal, seperti pemikirannya teatang kebudayaan, tradisi dan inovasi, dan sejumlah masalah kemasyarakatan yang menyangkut persoalan sosial, politik, dan ekonomi yang ada di sekelilingnya. Dari pertemuan itu lahirlah sebuah dialog yang mengarah pada usaha pemahaman dan upaya menghadapi kemauan serta perkembangan zaman.
Sebagai seorang seniman Rendra adalah seorang saksi. Ia menjadi saksi zaman atas segala persoalan, perkembangan, dan perubahan yang muncul dalam masyarakat. Kesaksiannya itu, lebih tepat jika disebut sebagai sebuah reaksi, ia tuliskan dalam bentuk puisi dan lakon. Selain itu ia wujudkan pula melalui pementasan lakon-lakon karya pengarang asing yang diadaptasinya atau diterjemahkannya.
Persoalan lain yang muncul apabila kita membicarakan Rendra, terutama dalam kaitannya dengan perkembangan teater modern di Indonesia, adalah bahwa kita akan membicarakan seorang pembaharu. Dalam hal ini, ia telah menumbuhkan tradisi pertunjukan teater yang baru di Indonesia. Tradisi baru itu adalah tumbuhnya kesadaran akan perlunya sebuah bentuk teater yang mampu menyampaikan persoalan-persoalan masyarakat modern. Teater tradisional menurut Rendra tidak lagi mampu menjadi media yang efektif untuk menyampaikan dinamika masyarakat modern. Pemikiran ini kemudian diwujudkan dalam pelaksanaan di pentas teatemya. Dalam mewujudkan pembaharuannya ia juga memanfaatkan unsur-unsur pertunjukan tradisional dalam pertunjukannya, antara lain dalam pementasan Oidipus Sang Raja dan Hamlet yang bergaya kesenian ketoprak pada awal tahun 1970-an. Pemanfaatan unsur tradisi seperti itu barangkali telah disadari dan diinginkan pula oleh dramawan-dramawan lainnya, seperti Suyatna Anirum di Bandung. Akan tetapi, kecenderungan itu belum menggejala dan tidak dipandang sebagai suatu hal yang mengejutkan dalam kehidupan teater modern di Indonesia. Namun, ketika Rendra menggunakan perangkat tradisional dalam teatemya, orang mulai melihat sebuah usaha memodernkan pertunjukan teater dengan tidak meninggalkan unsur tradisi.
Di samping Rendra upaya memodernkan teater Indonesia telah banyak dilakukan orang, antara lain oleh Jim Adilimas di Bandung dan Asul Sani dengan ATNI-nya di Jakarta pada awal tahun 1960-an. Kedua tokoh ini tidak mengambil jalur tradisi dalam memodernkan teater, mereka justru banyak mengambil lakon-lakon dari Eropa dan Amerika sesuai dengan karakter lakon yang dimainkannya. Jim Adilimas, misalnya, banyak mementaskan dan menerjemahkan lakon-lakon karya Iouesca serta memperkenalkan bentuk konsep teater realis yang dikembangkan oleh Stanislavsky. Dari kalangan ATNI antara lain muncul pertunjukan "Monsserrat" dan "Bebek Liar"."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarwit Sarwono
"ABSTRAK
Penelitian ini diberi judul Juarian Beringin: Suntingan Naskah dan Tinjauan Bentuk. Tujuan pokok penelitian ini adalah menyajikan suntingan naskah Juarian Beringin (JB), dan menyajikan uraian tentang bentuk teks juarian. Oleh karena naskah-naskah JB dapat dikelompokkan sebagai naskah-naskah Ka-Ga-Nga kelompok Melayu Tengah, maka saya memandang perlu untuk menguraikan sekadarnya tentang bahasa dan konvensi penulisan teks dalam naskah-naskah Ka-Ga-Nga kelompok ini. Untuk kepentingan pembicaraan ini, saya mempergunakan sejumlah naskah Ka-Ga-Nga koleksi Perpustakaan Nasional Jakarta, Museum Negeri Bengkulu, KITLV dan Rijksuniversiteit Bibliotheek Leiden.
Pengamatan dan analisis terhadap data, memperlihatkan kenyataan-kenyataan sebagai berikut.
1. Dalam naskah-naskah Ka-Ga-Nga kelompok ini, terdapat variasi bentuk aksara yang menyatakan silaba yang sama, atau bentuk aksara yang sama yang mewakili silaba yang berbeda, dan adanya variasi bentuk sandangan yang berfungsi sama.
2. Terdapat kecenderungan yang tertentu dalam penulisan kata, di samping adanya lebih dari satu cara untuk menuliskan kata-kata yang sama. Kenyataan ini kiranya bertalian dengan persepsi saya teks tentang bahasa lisan dan bahasa tulis, misalnya dalam hal
penulisan kata berimbuhan, dan penulisan bunyi glotal.
3. Terdapat petunjuk yang memperlihatkan adanya kekeliruan dalam penulisan kata, dengan atau tanpa perbaikannya. Sifat bahan naskah (bambu, kulit kayu, tanduk, ratan), dan kecepatan mengeja teks yang tidak sama dengan kecepatan menulis, kiranya menjadi faktor penyebab kenyataan ini.
4. Terdapat penyingkatan dan pengulangan kata, atau pengu-langan larik. Hal ini tampaknya bertalian dengan sifat teks-teks Ka-Ga-Nga, yang pada awalnya adalah teks-teks lisan yang lazim dibawakan dalam kesempatan tertentu dan dengan demikian memiliki irama yang tertentu. Pada saat teks ditransformasikan, diduga penulis teks melagukannya sesuai dengan irama teks yang bersangkutan. Gejala penyingkatan kata, pengulangan kata atau larik dapat di_pandang sebagai wujud penyesuaian larik dalam bait-bait teks dengan iramanya. Cara penulisan kata yang tertentu agaknya juga mencerminkan irama dari teks yang bersangkutan.
5. Naskah-naskah JB tidak memperlihatkan hubungan genealogic, dalam arti, yang satu adalah turunan atau salinan dari yang lain, melainkan masing-masing diduga diturunkan dari saksi lisan. Hal ini tampak dari persamaan dan perbedaan dalam hal bentuk aksara dan sandangan, bahasa (dialek), dan muatan yang dikandungnya. Untuk kepentingan suntingan naskah, dipilih naskah C (Rijksuniversiteit Bibliotheek Leiden), dengan pertimbangan bahwa naskah ini merupakan naskah yang utuh. Naskah C ditulis dalam dielek /e/, diduga berasal dari Ogan Ilir atau Kikim, tampak antara lain dari adanya gugus mp, nt, nc, dan ngk.
6. Teks JB dapat dikelompokkan sebagai teks kejadian yaitu teks-teks yang menguraikan perihal terjadinya dan susunan atau struktur alam semesta dan seisinya . Dalam kaitan ini, teks JB menguraikan asal sejatinya manusia, hakikat sejatinya manusia dan Tuhan, dan tempat kembalinya sejatinya manusia. Dalam teks JB juga diuraikan susunan beringin sebagai simbol semesta.
7. Ciri khas teks juarian terletak pada bentuknya, yaitu dialog, tanya jawab antara dua pelaku (laki-laki dan perempuan). Satuan-satuan dialog, tersusun atas unsur-unsur pembentuk yang tetap dan cenderung berulang. Ciri ini membedakannya dari bentuk dialog pada teks-teks yang bukan juarian. Selain itu, larik-larik dalam dialog pada teks juarian juga memperlihatkan struktur yang paralel, dan memuat kata-kata yang secara semantis paralel. "
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>