Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
W. M Herry Susilowati
"Lembaga negara penunjang di indonesia banyak lahir setelah amandemen UUD 1945. Saat ini menjadi suatu model kelembagaan negara yang menandai pelaksanaan demokrasi dalam kehidupan bernegara. ia mempunyai keunikan tersendiri karena dari sifatnya yang merupakan lembaga empowering bagi lembaga negara utama yang telah ada."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 11 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Iqbal Romadhoni
"Era reformasi ditandai dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang berdampak pada pesatnya perkembangan pembentukan lembaga-lembaga baru utamanya lembaga negara penunjang. Lembaga-lembaga tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan mulai dari undang-undang dasar hingga peraturan presiden. Hal ini dilakukan demi menyelenggarakan pemerintahan secara lebih efektif dan efisien apalagi ditambah dengan kompleksitas permasalahan suatu negara yang semakin rumit dan fungsi tersebut tidak dapat lagi dijalankan oleh lembaga yang ada sehingga dibutuhkan lembaga-lembaga baru untuk mengisi kekosongan tersebut. Salah satu dari lembaga-lembaga baru itu adalah Kantor Staf Presiden yang merupakan lembaga yang bertugas untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden dan Wakil Presiden. Meskipun demikian, pembentukan Kantor Staf Presiden menimbulkan pro kontra dari berbagai kalangan dari mulai adanya indikasi tumpang tindih hingga pemborosan anggaran. Indikasi tumpang tindih ini didasari atas banyaknya lembaga “penasihat” presiden yang sudah terlebih dahulu dibentuk sehingga hal tersebut berpotensi adanya pemborosan anggaran akibat menghabiskan anggaran terhadap lembaga yang sebenarnya fungsinya telah dijalankan oleh lembaga lain. Oleh karena itu, Skripsi ini membahas mengenai kedudukan dan kewenangan Kantor Staf Presiden.: Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian ini memberikan jawaban terkait kedudukan dan kewenangan Kantor Staf Presiden dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Kemudian, potensi tumpang tindih akibat dibentuknya Kantor Staf Presiden dengan Lembaga pemerintah yang lainnya terkait tugas dan fungsi yang melekat pada lembaga-lembaga tersebut
The Reformation era was marked by the amendments of UUD 1945 which had impacts on the rapid development of forming of new institutions, especially state auxiliary bodies. These institutions are formed with regulations ranging from the constitution to presidential regulations. This is done in order to organize government more effectively and efficiently, especially coupled with the complexity of a nation's problems that are increasingly complex and this function can no longer be carried out by existing institutions so that new institutions are needed to fill the gap. One of the new institutions is Presidential Staff Office (Kantor Staf Presiden) which is an institution that tasked to support the administration of government by the President and Vice President. Although, the formation of the Presidential Staff Office raises the pros and cons of various groups ranging from indications of overlapping to wasteful budgets. This overlapping indication is based on the number of presidential "advisory" institutions that have been formed beforehand so that there is potential for a waste of budget due to spending the budget on an institution whose function has been carried out by other institutions. Therefore, this thesis discusses the position and authority of the Presidential Staff Office. This research use normative legal research method. This research provides answers related to the position and authority of the Presidential Staff Office in the constitutional law system in Indonesia. Then, the potential for overlapping as a result of the existence of the Presidential Staff Office with other government institutions related to the tasks and functions attached to these institutions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dora Nina Lumban Gaol
"

Perkembangan lembaga negara mengalami dinamika sesuai dengan kebutuhan dalam menjalankan kekuasaan negara. Salah satu kebutuhan yang diangap penting oleh pengambil keputusan adalah pentingnya pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara yang berujung pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Lahirnya lembaga ini menjadi perdebatan mulai dari hal yang paling mendasar: ada tidaknya urgensi pembinaan ideologi di Indonesia. Pro kontra juga lahir terkait kedudukan, tugas, dan fungsinya yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Perbedaan pandangan mengenai hubungannya dengan lembaga negara lain pun menjadi perbincangan hangat dalam kajian Hukum Tata Negara. Dengan penelitian yuridis normatif, penelitian ini bertujuan menjelaskan kedudukan dan kewenangan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Penulis juga mengkaji potensi tumpang tindih dengan lembaga negara lain berkaitan tugas dan fungsinya. Sebagai pengayaan penulis membawa contoh pandangan konstitusi beberapa negara terkait ideologi.


The development of state institutions experiences dynamics in accordance with the need to exercise state power. One of the needs that is considered important by decision makers is the importance of fostering the ideology of Pancasila to all state administrators which ended in the creation of new state institutions called Pancasila Ideology Guidance Agency (BPIP). The existence of this institution became something debatable s from the most basic: the urgency of fostering ideology in Indonesia. Pros and cons were also born related to the position, duties, and functions as written in Presidential Regulation Number 7 Year 2018 about the Pancasila Ideology Guidance Agency. Differences views regarding its relationship with other state institutions also became an issue in the study of Constitutional Law. With normative juridical research, this study aims to explain the position and authority of the Pancasila Ideology Guidance Agency in the constitutional system in Indonesia. The author also examines the potential for overlapping with other state institutions regarding their duties and functions. As an enrichment the author brings an example of the views of the constitutions of several countries related to ideology.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suha Qoriroh
"Keberadaan lembaga anti-korupsi dinilai penting untuk menanggulangi persoalan korupsi yang hampir terjadi di setiap negara. Penelitian ini akan mengkaji tentang mengapa diperlukan integrasi kewenangan lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia dan bagaimana model kelembagaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di masa yang akan datang. Metode penelitian ini berbentuk penelitian hukum normatif melalui studi kepustakaan dan komparasi dengan lima negara: Singapura, Hong Kong, Lithuania, Latvia dan Korea Selatan. Hasil penelitian menunjukkan ada dua urgensi untuk mengintegrasikan kewenangan lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia, yaitu: Pertama, tidak efektifnya sistem the multi agency yang melibatkan lembaga pemerintah (Kepolisian dan Kejaksaan) dalam pemberantasan korupsi. Salah satunya disebabkan karena tumpang tindih kewenangan penyidikan antara kepolisian, kejaksaan dan KPK. Kedua,kegagalan badan antikorupsi yang pernah ada yang melibatkan kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi sejak pasca kemerdekaan sampai era reformasi dan tingginya angka korupsi di indonesia yang melibatkan kedua lembaga tersebut. Penelitian ini mengusulkan model pemberantasan korupsi the single agency, dengan menjadikan KPK sebagaisatu-satunya lembaga yang berwenang dalam memberantas korupsi. Perbandingan dengan 5 negara lain menunjukkan model the single agency bukan hal yang baru dan sudah diterapkan oleh Singapura, Hong Kong dan Korea Selatan. Performa model ini terbukti dapat meningkatkan CPI masing-masing negara sehingga lebih efektif dalam memberantas korupsi. Lembaga antikorupsi adalah lembaga negara penunjang dalam cabang kekuasaan eksekutif yang independen, hal ini dapat dilihat berdasarkan fungsi, wewenang dan pertanggungjawaban lembaga antikorupsi tersebut. Penelitian ini memberikan tiga catatan terhadap perbaikan KPK di masa yang akan datang dengan menguatkan independensi structural, fungsional dan administrasi KPK. Saran kepada MPR agar mulai mengkaji dan menjadikan KPK sebagai lembaga negara penunjang yang independen dalam konstitusi dan bagi pembentuk undang-undang untuk menyelaraskan dan melengkapi instrument hukum yang mumpuni dalam pemberantasan korupsi.

The existence of an anti-corruption agency is considered important to overcome the problem of corruption that occurs in almost every country. This research will examine why it is necessary to integrate the authority of corruption eradication agencies in Indonesia and how the institutional model for the Corruption Eradication Commission will be in the future. This research method is in the form of normative legal research through literature studies and comparisons with five countries: Singapore, Hong Kong, Lithuania, Latvia, and South Korea. The results of the study show that there are two urgencies to integrate the authority of corruption eradication agencies in Indonesia, namely: First, the ineffectiveness of the multi-agency system involving government agencies (the Police and the Attorney General's Office) in eradicating corruption. One reason is the overlapping investigative powers between the police, prosecutors, and the KPK. Second, the failure of anti-corruption agencies that have involved the police and prosecutors in eradicating corruption from the post-independence era to the reform era and the high rate of corruption in Indonesia involving these two institutions. This study proposes the single agency model of eradicating corruption, by making the KPK the only institution authorized to eradicate corruption. Comparison with 5 other countries shows that the single-agency model is not new and has been implemented by Singapore, Hong Kong, and South Korea. The performance of this model is proven to be able to increase the CPI of each country so that it is more effective in eradicating corruption. The anti-corruption agency is a supporting state institution in the independent branch of executive power, this can be seen based on the function, authority, and accountability of the anti-corruption agency. This research provides three notes on future improvements to the KPK by strengthening the structural, functional, and administrative independence of the KPK. Suggestions to the MPR to start reviewing and making the KPK an independent supporting state institution in the constitution and for legislators to align and complement qualified legal instruments in eradicating corruption."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Rionaldo Fernandez
"Tesis ini membahas tentang kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU dalam struktur ketatanegaraan, mekanisme penegakan hukum persaingan usaha dan kekuatan hukum Putusan KPPU, serta analisis mengenai apakah seharusnya mekanisme penegakan hukum persaingan menggunakan sistem peradilan administratif mengingat KPPU merupakan lembaga dengan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif. Tesis ini menggunakan metode penelitian normatif doktrinal dengan melakukan analisis permasalahan melalui pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, dimana sumber data dititikberatkan pada data sekunder yang diperoleh dari berbagai bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan internet yang dinilai relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, KPPU merupakan lembaga negara penunjang auxiliary state rsquo;s organ bersifat independen yang dibentuk untuk membantu kinerja lembaga negara utama dibidang penegakkan hukum persaingan usaha. Kedua, Kekuatan putusan KPPU sangat tergantung dari reaksi terlapor, akan mempunyai kekuatan hukum tetap bila : 1 Pelaku Usaha tidak mengajukan keberatan, 2 alasan keberatan terhadap putusan KPPU ditolak oleh pengadilan negeri dan pelaku usaha tidak mengajukan kasasi kepada MA, dan 3 alasan-alasan Kasasi yang diajukan ditolak oleh MA. Ketiga, sistem peradilan administrasi di Indonesia diselenggarakan oleh PTUN, dan PTUN telah mengatur secara tegas bahwa yang menjadi wewenangnya adalah persengketaan yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara, sedangkan KPPU bukanlah pejabat Tata Usaha Negara dan Putusan KPPU bukan keputusan Tata Usaha Negara, sehingga KPPU bukanlah termasuk dalam lingkup kewenangan dari peradilan administrasi negara.

This thesis discusses the position of Business Competition Supervisory Commission KPPU in the constitutional structure, mechanism of law enforcement business competition and legal force of KPPU 39 s Decision, and an analysis of whether the competition law enforcement mechanisms should use administrative court system considering KPPU is an institution with the authority to impose administrative sanctions. This thesis uses normative doctrinal research method by conducting problem analysis through law principles approach and referring to legal norms existed in laws, where the data sources are focused on secondary data obtained from various literatures such as legislation, books, and internet sources which are considered as relevant. The results show that First, KPPU is an independent auxiliary state 39 s organ formed to assist the performance of main state organs in field of business competition law enforcement. Secondly, the KPPU rsquo s decision force depends very much on the reaction of convict, will have legal force decision if 1 the business actor does not object 2 the reason for objection to KPPU 39 s decision is rejected by district court and business actor does not appeal to Supreme Court 3 proposed cassation reasons was rejected by Supreme Court. Thirdly, the administrative court system in Indonesia is administered by the State Administrative Court, and the Administrative Court has stipulates that its authority is a dispute arising in field of State Administration, while KPPU is not a State Administrative Officer and KPPU 39 s Decision is not a State Administrative Decision, so that KPPU is not within the scope of authority of state administrative court."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library