Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Khodijah Damayanti
"Tesis ini menganalisis tanggung jawab terhadap APHTyang dipalsukan dan pelindungan hukum terhadap kreditur akibat APHT dipalsukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor 56/Pid.B/2022/PN.Mgg. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan melakukan studi kepustakaan guna mengumpulkan data sekunder yang selanjutnya dianalisis dan dipaparkansecara eksplanatoris analisis. Hail Penelitian ini menunjukkan bahwa seorang yang melakukan tindak pidana pemalsuan surat terhadap suatu akta autentik yaitu akta pemberian hak tanggungan bertanggungjawab atas perbuatannya sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 264 KUHP. Tanggung jawab tersebut dengan cara menghukum secara pidana terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana pemalsuan. Adapun berkenaan dengan pelindungan hukum terhadap kreditur akibat APHT yang dipalsukan berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata pelindungannya yaitu debitur harus melunasi hutang-hutangnya kepada kreditur dengan cara kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. APHT yang merupakan akta autentik seharusnya dibuat dengan jujur dan tidak melanggar peraturan yang ada sehingga APHT yang dibuat dengan cara jujur tersebut tidak merugikan orang lain
Abstrak Berbahasa Inggris:
This thesis analyzes the liability for forged APHT and the legal protection for creditors due to forged APHT in the Magelang District Court Decision Number 56/Pid.B/2022/PN.Mgg. This study employs a doctrinal research method by conducting a literature review to collect secondary data, which is then analyzed and presented in an explanatory manner. The results of this research indicate that an individual who commits the criminal act of document forgery regarding an authentic deed, specifically a deed of mortgage grant, is liable for their actions as regulated in Article 264 of the Indonesian Criminal Code. This liability is enforced by criminally punishing the individual who has committed the forgery. Regarding the legal protection for creditors affected by forged APHT, based on Article 1131 of the Indonesian Civil Code, the protection stipulates that the debtor must settle their debts to the creditor through the assets that are subject to the debt, whether movable or immovable, existing or future, becoming collateral for all personal obligations. APHT, an authentic deed, should be made honestly and not in violation of existing regulations so that an honestly made APHT does not harm others."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Letycia Minerva Pariela
"Korupsi merupakan masalah yang menjadi perhatian dari masyarakat internasional. Untuk menghadapi masalah tersebut, negara-negara di dunia kemudian membuat dan menandatangani perjanjian internasional yakni United Nation Convention Againts Corruptions UNCAC , dimana didalam UNCAC ini dikenal suatu konsep baru perampasan aset yang dikenal dengan Non-Conviction Based Asset Forfeiture yang memungkinkan negara untuk merampas aset hasil korupsi tanpa memidana pelaku korupsi tersebut. Akan tetapi bagaimana jika terdapat suatu kepentingan dari pihak lain terhadap aset tersebut, dalam hal ini kreditor. Dalam hal ini konsep Non-Conviction Based Asset Forfeiture ini dapat memberikan perlindungan kepada kreditor dalam bentuk pihak ketiga yang beritikad baik dan juga pemberian hak untuk mengajukan keberatan terhadap permohonan perampasan aset yang diajukan. Hal ini serupa dengan pengaturan tentang perlindungan bagi kreditor di Amerika, Australia dan juga Filipina.

Corruption is an issue of concern from the international community. To address these issues, the countries in the world then create and sign international treaties named United Nations Convention Against corruptions UNCAC . There is a new concept of assets forfeiture within UNCAC, known as Non Conviction Based Asset forfeiture which allows the state to seize assets resulting from corruption without convict perpetrators of corruption. But what if there is an interest of the other party to such assets, in this case the creditor. In this case the concept of Non Conviction Based Asset forfeiture is to provide protection to creditors in the form of third parties acting in good faith and also granting the right to raise objections against the petition filed confiscation of assets. This is similar to the setting of protection for creditors in the United States, Australia and the Philippines."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library