Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saleh Abas
"Situasi politik Indonesia pascapemilu 1955 ternyata melahirkan ketidakstabilan politik yang berkepanjangan dan menimbulkan ketidakpuasan dari beberapa kalangan masyarakat. Presiden Sukarno yang terasing secara politik melihat celah untuk kembali ke panggung politik dengan memanfaatkan ketidakpuasan beberapa kalangan di masyarakat terhadap tingkah lake partai politik dalam menangani beberapa. Salah satunya adalab intervensi pada urusan militer. Pada pertengahan 1957 Sukarno mengungkapkan keinginannya terhadap kehidupan demokrasi di Indonesia. la ingin satu situasi politik yang stabil yang disebutnya demokrasi terpimpin.1 Kemudian, presiden mengajukan konsep yang intinya pertama, dalam kabinet seharusnya terdapat semua golongan masyarakat atau pembentukan sebuah kabinet koalisi berkaki banyak. Hal ini didasarkan pads selalu ditolaknya Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk masuk dalam kabinet oleh partai yang dominan kala itu, yaitu partai yang berbasis agama (Islam) seperti Masyumi dan Nahdlatul Ulama (NU). Kedua, dibentuknya sebuah dewan nasional yang berdasarkan pada sifat-sifat fungsional dan akan dipimpin langsung oleh Sukarno? Usul Sukarno itu mendapat tanggapan positif dari kalangan militer...."
2001
S12421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isfina Fadillah
"Artikel ini membahas tentang Kekerasan terhadap Perempuan Pasca Gerakan 30 September 1965 di Pulau Jawa (1965-1979). Pembahasan dimulai dengan peran TNI-Angkatan Darat dan kelompok sipil dalam aksi penangkapan, para perempuan yang mengalami penangkapan dan kekerasan, serta dampak kekerasan yang dialami oleh perempuan tersebut. Penelitian sebelumnya yang membahas tentang kekerasan terhadap perempuan dalam tragedi 1965 lebih menekankan pada budaya patriarki yang menjadi faktor utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan pasca G30S 1965. Pembahasan mengenai faktor-faktor lainnya serta kekerasan yang dialami para perempuan yang tidak terlibat dalam organisasi afiliasi PKI belum dibahas dalam penelitian sebelumnya. Penulisan artikel ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari langkah heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Dalam tahap heuristik, peneliti menggunakan wawancara lisan terhadap beberapa mantan tahanan politik ’65 serta perempuan yang anggota keluarganya pernah ditangkap, koran sezaman, buku, jurnal, dan majalah. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa perempuan yang mengalami penahanan dan kekerasan disebabkan oleh jalannya aksi pembersihan oleh Kopkamtib yang tidak sesuai prosedur hukum, informasi-informasi yang termuat dalam media TNI-AD, serta rendahnya budaya kritis dalam menerima informasi oleh masyarakat Indonesia. Kekerasan yang dialami oleh para perempuan yang ditahan begitu ragam, mulai dari kekerasan verbal, fisik, hingga seksual. Kekerasan tersebut mengakibatkan berbagai kerugian, baik secara fisik maupun psikologis.

This article discusses Violence against Women after the September 30th Movement in Java (1965-1979). The discussion begins with the role of the Indonesian Army and civilian groups in the arrests, women who experienced arrests and violence, and the impact of violence experienced by these women. Previous studies that discussed violence against women in the 1965 tragedy emphasized patriarchal culture as the main factor in violence against women after the 1965 G30S. Discussions on other factors and violence experienced by women who were not involved in PKI-affiliated organizations have not been discussed in previous studies. This article uses a historical method consisting of heuristic, verification, interpretation, and historiography steps. In the heuristic stage, the researcher used oral interviews with several former political prisoners of '65 and women whose family members had been arrested, contemporary newspapers, books, journals, and magazines. The results of this study revealed that women who experienced detention and violence were caused by the course of the Kopkamtib clean-up action that was not in accordance with legal procedures, information contained in the TNI-AD media, and the low critical culture in receiving information by the Indonesian people. The violence experienced by the women who were detained was very diverse, ranging from verbal, physical, to sexual violence. This violence resulted in various losses, both physically and psychologically."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library