Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yosepine Christina
"Klithih merujuk pada aksi kekerasan di jalanan Yogyakarta pada malam hari. Fenomena ini tidak terbatas pada perilaku iseng remaja, namun telah berubah menjadi subkultur yang kompleks di Yogyakarta. Tugas karya akhir ini membahas bagaimana  klithih dilihat masyarakat sebagai perilaku yang bersifat kriminogenik sedangkan klithih dikontestasikan sebagai kegiatan kultural oleh pelaku klithih itu sendiri. Adanya perbedaan pandangan tersebut tidak lepas dari eksistensi konflik budaya. Pengumpulan data diperoleh melalui studi literatur. Pembahasan tulisan ini dibantu dengan perspektif kriminologi budaya dan teori subkultur delinkuen milik Albert Cohen, serta konsep kebudayaan, konfllik budaya dan subkultur. Hasilnya,  konflik budaya antara pelaku klithih dengan masyarakat Yogyakarta terjadi karena adanya perbedaan interpretasi terhadap nilai dan norma yang ada. Konflik budaya menjadi akar dari pembentukan wacana yang cenderung negatif terhadap klithih sebagai

Klithih refers to violent acts on the streets of Yogyakarta at night. This phenomenon is not limited to juvenile fad behavior, but has turned into a complex subculture in Yogyakarta. This final project discusses how klithih is seen by the community as criminogenic behavior while klithih is contested as a cultural activity by the klithih actors themselves. The existence of these different views cannot be separated from the existence of cultural conflicts. Data collection was obtained through literature study. The discussion of this paper is assisted by the perspective of cultural criminology and delinquent subculture theory by Albert Cohen, also the concept of culture, cultural conflict and subculture. As a result, cultural conflicts between klithih actors and the people of Yogyakarta occur because of different interpretations of existing values and norms. Cultural conflict is the root of the formation of discourse that tends to be negative towards klithih as a reactive subculture in society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rara Masrifah
"ABSTRAK
Fokus penelitian ini adalah analisis mengenai budaya Minangkabau dan konflik budaya di dalam novel Salah Pilih. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjelaskan budaya Minangkabau dan konflik budaya yang terdapat dalam novel Salah Pilih karya Nur Sutan Iskandar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat budaya Minangkabau, seperti kawin muda, perjodohan, tata cara perkawinan, pakaian adat, sistem kekerabatan matrilinel, merantau, harta pusaka, penghulu, adat sopan santun, rumah gadang, dan konflik budaya yang dilakukan tokoh lelaki di dalam novel ini.

ABSTRACT
This research is focused in analyzing about culture of Minangkabau and culture conflict in novel Salah Pilih by Nur Sutan Iskandar. The method of this research is analysis descriptive. The purpose of this research is to explain culture of Minangkabau and culture conflict in novel Salah Pilih by Nur Sutan Iskandar. The conclusion of this research is there are Minangkabau cultures, such marriage procedure, culture fashion, matriarchy, merantau, treasures, penghulu, attitude culture, gadang house, and culture conflict by male characters."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umanitya Fitri Hanryana
"Internalisasi misoginisme berdampak serius terhadap diskriminasi perempuan. Bukti nyata dari internalisasi misoginisme dapat dilihat dalam kasus kekerasan seksual saat perang yang digunakan untuk mengintimidasi, meneror, dan menghancurkan perempuan baik secara fisik maupun martabat kemanusiaanya. Hal ini sering berujung pada femisida atau pembunuhan perempuan karena identitasnya. Perempuan dalam situasi perang juga mengalami ketidakadilan yang berlapis baik karena gendernya maupun karena etnis, kebangsaan, maupun agamanya. Contoh kasus kekerasan seksual saat perang dapat kita lihat dalam konflik di Rwanda, Ukraina, Kongo, dan Yugoslavia. Tulisan menyajikan pandangan komprehensif mengenai bagaimana internalisasi misoginisme dapat menjadi bagian dari kekerasan seksual dalam peperangan dan bagaimana membayangkan upaya penyelesaian kasus kekerasan seksual di zona peperangan. Metode kritis feminis digunakan untuk membongkar adanya ketidakadilan yang dialami perempuan di zona konflik. Penulis juga melakukan pembacaan kritis terhadap wawancara kualitatif. Dari refleksi filosofis permasalahan ini, ditemukan bahwa terdapat normalisasi terhadap kekerasan akibat dari internalisasi misoginisme. Ini dikarenakan hak asasi manusia secara konseptual masih meluputkan soal partikularitas hak asasi perempuan. Untuk itu diperlukan upaya rekognisi terhadap kekerasan yang dialami perempuan dalam situasi perang guna mencapai keadilan bagi perempuan.

The internalization of misogyny has serious implications for the discrimination against women. Concrete evidence of the internalization of misogyny can be seen in cases of sexual violence during wars, which are used to intimidate, terrorize, and degrade women both physically and in their human dignity. This often leads to femicide or the murder of women based on their identity. Women in wartime situations also experience layered injustices based on their gender, ethnicity, nationality, or religion. Examples of sexual violence during war can be observed in conflicts in Rwanda, Ukraine, Congo, and Yugoslavia. This text presents a comprehensive view of how the internalization of misogyny can be part of sexual violence in warfare and how to envision efforts to address cases of sexual violence in war zones. Critical feminist methods are employed to expose the injustices experienced by women in conflict zones. The author also critically analyzes qualitative interviews. Through philosophical reflection on this issue, it is found that there is a normalization of violence resulting from the internalization of misogyny. This is because human rights, conceptually, still overlook the particularities of women's rights. Therefore, recognition efforts are needed to address the violence experienced by women in war situations in order to achieve justice for women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zhang Guannan
"Sejarah pertukaran perdagangan dan budaya sudah sejak lama terjadi antara China dan Indonesia, sejak zaman Jalur Sutra pada abad-13 SM. Kedua bangsa ini sudah mulai berkomunikasi melalui perdagangan. Salah satu peristiwa yang terkenal
terkait kontak dagang ini adalah kisah pelayaran Zhenghe (郑和atau lebih dikenal dengan sebutan Chengho, seorang navigator dan Laksamana armada laut pada Dinasti Ming/1368-1644 M ) ke Indonesia. Kontak dagang China-Indonesia melalui Jalur Sutra di masa lalu bangkit kembali di masa sekarang dalam bentuk kerja sama bisnis, seiring dengan program One Belt One Road yang digagas oleh pemerintah China. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui sejauh mana interaksi budaya Indonesia-China di dalam dunia bisnis, konflik budaya yang terjadi, serta cara mengatasinya. Selain itu, penelitian ini bermaksud mengetahui seberapa jauh para pekerja di perusahaan multinasional China di Indonesia mengenal program One Belt One Road, khususnya dalam hubungan China dan Indonesia sebagai dasar pemahaman mereka atas kerja sama bisnis kedua
pihak tersebut. Melalui metode deskriptif-kualitatif, penulis melakukan penelitian
lapangan dan mewawancarai langsung para pelaku bisnis etnis Tionghoa di Indonesia dan beberapa pelaku bisnis China yang bekerja di Indonesia untuk menemukan jawabannya. Konsep yang digunakan untuk menganalisis adalah konsep konflik budaya. Penelitian ini menemukan bahwa pemahaman tentang OBOR tidak mempengaruhi interaksi bisnis antara etnis Tionghoa dengan China, serta menemukan bahwa perbedaan budaya kerja di Indonesia dan di China memungkinkan terjadinya konflik budaya.

The history of trade and cultural exchanges has been going on for a long time
between China and Indonesia, since the time of the Silk Road in the 13th century BC. The two nations have begun to communicate through trade. One of the well-known events related to this trade contact is the story of the voyage of Zheng He, or better known as Chengho, a navigator and Admiral of the naval fleet in the Ming Dynasty/1368-1644 AD) to Indonesia.
Chinese-Indonesian trade contacts through the Silk Road in the past have revived in the present in the form of business cooperation, following with the One Belt One Road program initiated by the Chinese government. This study intends to find out theextent of Indonesian-Chinese cultural interaction in the business world, cultural conflicts that occur, and how to overcome them. In addition, this study aims to figure out how far the workers in Chinese multinational companies in Indonesia are familiar with the One Belt One Road program, especially in China and Indonesia relations as
the basis for their understanding of the business cooperation of the two parties.
Through descriptive-qualitative methods, the author conducted field research and interviewed Chinese ethnic business people in Indonesia and several Chinese business people working in Indonesia to find answers. The concept used to analyze is the concept of cultural conflict. This study found that understanding of OBOR did not affect business interaction between ethnic Chinese and Chinese, also, the differences
in work culture between Indonesia and China made cultural conflicts possible.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosepine Christina
"Klithih merujuk pada aksi kekerasan di jalanan Yogyakarta pada malam hari. Fenomena ini tidak terbatas pada perilaku iseng remaja, namun telah berubah menjadi subkultur yang kompleks di Yogyakarta. Tugas karya akhir ini membahas bagaimana klithih dilihat masyarakat sebagai perilaku yang bersifat kriminogenik sedangkan klithih dikontestasikan sebagai kegiatan kultural oleh pelaku klithih itu sendiri. Adanya perbedaan pandangan tersebut tidak lepas dari eksistensi konflik budaya. Pengumpulan data diperoleh melalui studi literatur. Pembahasan tulisan ini dibantu dengan perspektif kriminologi budaya dan teori subkultur delinkuen milik Albert Cohen, serta konsep kebudayaan, konfllik budaya dan subkultur. Hasilnya, konflik budaya antara pelaku klithih dengan masyarakat Yogyakarta terjadi karena adanya perbedaan interpretasi terhadap nilai dan norma yang ada. Konflik budaya menjadi akar dari pembentukan wacana yang cenderung negatif terhadap klithih sebagai reactive subculture di masyarakat.

Klithih refers to violent acts on the streets of Yogyakarta at night. This phenomenon is not limited to juvenile fad behavior, but has turned into a complex subculture in Yogyakarta. This final project discusses how klithih is seen by the community as criminogenic behavior while klithih is contested as a cultural activity by the klithih actors themselves. The existence of these different views cannot be separated from the existence of cultural conflicts. Data collection was obtained through literature study. The discussion of this paper is assisted by the perspective of cultural criminology and delinquent subculture theory by Albert Cohen, also the concept of culture, cultural conflict and subculture. As a result, cultural conflicts between klithih actors and the people of Yogyakarta occur because of different interpretations of existing values and norms. Cultural conflict is the root of the formation of discourse that tends to be negative towards klithih as a reactive subculture in society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library