Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Donny Ramdhon
"Dalam rangka pemberian kredit kepada nasabah peminjam, Bank juga mewajibkan nasabah peminjamnya untuk memberikan jaminan kepada Bank guna menjamin pelunasan utangnya. Akhir-akhir ini pemberian kredit oleh Bank kepada pengusaha kecil dan menengah untuk membiayai sewa tempat usahanya berupa kios semakin berkembang. Hal ini dapat dimaklumi mengingat biaya untuk sewa kios, khususnya kios-kios yang lokasinya di gedung pusat perbelanjaan (mall/plaza) yang berada di tengah kota cukup tinggi, ditambah dengan jangka waktu sewa yang lama. Adapun pokok permasalahannya adalah bagaimanakah kedudukan hak sewa atas kios dan apakah dapat diperlakukan sebagai suatu hak kebendaan. Selain itu, apakah hak sewa atas kios dapat dijadikan obyek jaminan kredit yang diikat dengan suatu lembaga jaminan kebendaan serta dokumen-dokumen apa saja yang perlu diperhatikan oleh Bank sebagai kreditur untuk dapat menerima hak sewa atas kios sebagai jaminan. Metode penelitian hukum yang digunakan di dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis, didukung dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier serta pengamatan/observasi di salah satu bank swasta nasional yang saat ini memberikan fasilitas pembiayaan untuk sewa kios. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak sewa atas kios merupakan hak perorangan, sehingga hak tersebut tidak dapat dijadikan obyek jaminan dalam bentuk gadai atau jaminan fidusia. Adapun praktek yang dilakukan selama ini untuk pengikatan jaminan hak sewa atas kios dalam bentuk lembaga jaminan fidusia tidak didukung dengan dasar hukum ataupun alasan yang kuat sehingga terdapat risiko ancaman pembatalan. Hak sewa atas kios tetap dapat dijadikan obyek jaminan dengan menggunakan media dalam bentuk perjanjian pemberian jaminan hak sewa atas kios meskipun perjanjian ini tidak dapat memberikan hak-hak kebendaan kepada kreditur sebagaimana layaknya jaminan kebendaan.

In respect on providing credit to the debtor, The Bank also requires the debtor to grant collateral to the Bank to ensure his/her payment. Lately, the credit facility given by the Bank to the small and medium enterprise for financing its business venue in a form of kiosk is become more developed. It is understandable considering the rental cost which is quite high, especially for kiosks located in mall/plaza in the central of the city, plus the long rental period. The main issue is how is the kiosk rental right standing, and is it possible to treat it as a property right. Moreover, is it possible to grant the kiosk rental right as credit collateral in a form of property security agreement and what kind of documents needs to be advised by the Bank as creditor to accept kiosk rental right as collateral. The legal research methodology used in this thesis is a normative research with analytical descriptive, supported by primary, secondary, and tertiary source of data also through observation in one of national private bank that granting banking facility for kiosk rental. Results of research shows that the kiosk rental right is an individual right, so that the said right can not be used as collateral object in the form of pawning or fiduciary security agreement. The practice carried out for security rights on the kiosks rental right in the form of a fiduciary security agreement is not supported with a strong legal basis or strong reason so that it may result a risk of nullification. Kiosk rental right can become a collateral object by using the security agreement on the kiosk rental right even though this agreement can not give property rights to the creditor like property security agreement."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T25866
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifa Salsabila
"Perkembangan teknologi yang pesat dan hadirnya fenomena pandemik COVID- 19 memaksa usaha restoran untuk memanfaatkan teknologi seperti self-service technology (SST) untuk beradaptasi dengan kondisi yang ada. Adopsi SST berupa selfservice kiosk juga dilakukan oleh perusahaan retail furnitur dalam menjalankan bisnis restoran mereka. Namun, pengguna menghadapi masalah terkait desain interface nya seperti layout yang tidak umum, tulisan sulit terbaca dan tombol yang sulit ditemukan saat mengoperasikan mesin self-service kiosk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengalaman menggunakan self-service kiosk dan memberikan rekomendasi perbaikan desain sesuai dengan hasil evaluasi yang didapatkan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi User-Centered Design (UCD) dan usability testing agar rekomendasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Evaluasi yang dilakukan didasarkan pada performance metrics berupa task success, time on task, time-based efficiency, dan error. Kuesioner System Usability Scale (SUS), Single Ease Question (SEQ) dan in-depth interview juga digunakan untuk mendapatkan data kualitatif dan mengidentifikasi masalah yang ada. Saat melakukan performance measurement, responden mengalami kesulitan menyelesaikan task, terutama untuk task 2, 3, dan 4. Penggunaan kiosk makanan juga dinilai sulit berdasarkan hasil Single Ease Question (SEQ), terutama untuk task 2, 3 dan 4. Hasil dari System Usability Scale (SUS) berada di nilai 47.5, yang dimana masuk ke dalam kategori 'not acceptable'. Rekomendasi perbaikan desain dibuat berlandaskan prinsip-prinsip Law of UX dan Shneiderman's Eight Golden Rules. Berdasarkan hasil evaluasi rekomendasi perbaikan desain, ditemukan bahwa nilai metrik untuk semua task mengalami peningkatan dengan skor SEQ dan SUS secara keseluruhan masing-masing adalah 6,74 dan 89,8.

The rapid development of technology and the presence of the COVID-19 pandemic phenomenon have forced businesses to utilize technology such as Self- Service Technology (SST) to adapt to existing conditions. The adoption of SST in the form of self-service kiosk is also carried out by furniture retail companies in running their restaurant business. However, users face problems related to its interface design such as unfamiliar layouts, hard-to-read text and hard-to-find buttons when operating the self-service kiosk machine. The purpose of this research is to evaluate the experience of using the self-service kiosk and provide recommendations for design improvements according to the evaluation results obtained. This research was conducted using the User-Centered Design (UCD) methodology and usability testing so that the recommendations given are in accordance with user needs. The evaluation is based on performance metrics such as task success, time on task, time-based efficiency, and error. The System Usability Scale (SUS) questionnaire, Single Ease Question (SEQ) and indepth interviews were also used to obtain qualitative data and identify existing problems. When conducting performance measurement, respondents had difficulty completing tasks, especially for tasks 2, 3 and 4. The use of the food kiosk was also considered difficult based on the results of the Single Ease Question (SEQ), especially for task 2, 3, and 4. The results of the System Usability Scale (SUS) were 47.5, which falls into the 'not acceptable' category. Design improvement recommendations were made based on the principles of Law of UX and Shneiderman's Eight Golden Rules. Based on the evaluation results of the design improvement recommendations, it was found that the metric scores for all tasks had improved with the overall SEQ and SUS scores being 6.74 and 89.8 respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matina Israr
"Beberapa pusat perdagangan buah berbentuk kios banyak dikunjungi
masyarakat karena berbagai faktor, masyarakat lebih memilih tempat
tersebut daripada di supermarket atau toko buah modern. Perbedaan
karakteristik di masing-masing lokasi berkaitan dengan bagaimana sebuah
pusat perdagangan buah-buahan dapat menarik konsumen dan dengan
mudah dijangkau. Penelitian ini bertujuan mengetahui jangkauan kios
buah berdasarkan karekteristik lokasi, penjualan, dan konsumen. Analisa
yang dilakukan bersifat deskriptif nomotetik. Kemudian pembahasan data
yang diolah menjadi peta dan matriks. Wilayah jangkauan kios buah jalan
Kalimalang dan Jatinegara berada di sekitar kios buah dan di sepanjang
jalan utama yang melewati kedua kios buah tersebut. Pada wilayah
jangkauan tersebut, konsumen yang membeli pada akhir pekan di awal
bulan memilih berdasarkan fasilitas kemasan yang disediakan di kedua
lokasi kios buah."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34148
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Makmun
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ahmad Nur Ali
"ABSTRAK
Data dari konsultan Cushman and Wakefield Indonesia pada triwulan 1-2014 menyatakan bahwa tingkat hunian di shopping center strata hanya 69,1%. Kekosongan kios pada shopping center strata dirasakan akan terus meluas, hal ini menyebabkan kerugian bagi pelaku aktivitas di dalam shopping center strata terutama bagi pemilik kios. Penelitian ini mempertanyakan ?pengelolaan dan desain yang seperti apa yang bisa meminimalisir dampak dari permasalahan kios kosong pada shopping center strata? Untuk menjawab pertanyaan penelitian ini, saya melakukan pengamatan terhadap dua bentuk desain yang berbeda pada shopping center strata, untuk lebih memahami kenapa kekosongan kios dapat terjadi dan terus berkembang di shopping center strata. Setelah memahami permasalahan kekosongan kios, tahap selanjutnya saya memakai metode kausal komparatif yaitu analisis sebab-akibat yang digambarkan ke dalam skenario pengembangan shopping center strata terhadap kondisi yang sedang terjadi.
Analisis tersebut menghasilkan temuan bahwa pengelolaan sebagian jumlah kios pada shopping center strata masih lebih baik daripada tidak sama sekali, dan untuk mengatasi terbatasnya pengelolaan akibat status kepemilikan strata, maka diperlukan perjanjian serah kelola antara pemilik kios dengan pihak pengelola serta perlu adanya sifat fleksibel pada design shopping center strata, sehingga permasalahan kekosongan kios dapat diminimalisir.

ABSTRACT
Consultan Cushman and Wakefield Indonesia has noted that in quarter 1-2014 that the occupancy rate in shopping center strata is only 69.1%. the un-opened shop units that plague the shopping center strata in Indonesia, which gives negative impact to the shop owners and the whole shopping center. So this research have questioned ?management and design as what can minimize the impact of problems in un-opened in shopping center strata?. Early investigation reveals that the strata ownership and the layout design of the property are the reasons, which dis-allow the proper management of the shopping center. Investigation for to answer the research question about the problems are in the forms of situational development scenarios that represent intervention to the condition.
The finding of the research are: the ability to manage some of the strata shop units is better than none, and to overcome the inability to manage the strata shop units in the shopping center, it is neccesary to include the managing aggreement in the strata title and flexibility in design layout of the shopping center that makes possible to manage the shopping center properly.
"
2016
T45118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veda Rachmawati
"ABSTRAK
Perjanjian Kredit Kepemilikan Kios Pasar Parungpanjang dibuat antara Bank Jabar Cabang Bogor, Koperasi Pedagang Pasar Parung Panjang dan debitur sebagai anggota dari koperasi tersebut, guna pembelian kios atau los Pasar Parungpanjang yang dibangun oleh PT Bangun Bina Primasarana sebagai pengembang. Dalam Perjanjian Kredit tersebut Koperasi bertindak sebagai Penanggung yang menanggung utang debitur ketika debitur wanprestasi. Selain terikat dengan Perjanjian Kredit, antara Bank, Koperasi dan Debitur juga terikat dengan 'Kesepakatan Bersama' yang mengatur mengenai kewajiban para pihak, dimana dalam kewajiban pihak ketiga yaitu PT Bangun Bina Primasarana terdapat kewajiban untuk menyerahkan jaminan berupa Buy Back Guarantee atau jaminan beli-kembali yang diikat secara notariil, yang mengatur kewajiban pengembang untuk membeli kembali kios atau los tersebut apabila debitur menunggak angsuran minimal 3 (tiga) bulan berturut-turut serta dapat menjual kembali kios/los tersebut kepada pihak lain, dan menyediakan 25 % (dua puluh lima persen) Deposito Beku dari nilai kredit, di mama balk bunganya maupun pokoknya hanya dapat digunakan untuk menjamin kelancaran kredit. Dalam pemberian Kredit Pemilikan Kios ini ketika debitur dinyatakan telah wanprestasi, tindakan beli-kembali yang telah disepakati oleh Bank dengan pihak Pengembang harus dilaksanakan dan penanggungan oleh Koperasi hanya merupakan cadangan jika Perjanjian Beli kembali tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan hanya merupakan syarat yang diajukan oleh Bank bagi Koperasi Pedagang Pasar Parungpanjang dalam Perjanjian Kredit, agar pihak Koperasi ikut bertanggung jawab atas kelancaran pembayaran angsuran oleh debitur kepada Bank.

ABSTRACT
Credit agreement of an ownership Parungpanjang market kiosk made by and between Jabar Bogor Bank, Koperasi of Parungpanjang market merchants, and Debtor as a member of the Koperasi, for buying a kiosk or a lot in Parungpanjang market which is build by Bangun Bina Primasarana Company as the developer. In the credit agreement, Koperasi of Parungpanjang market merchants acted as a guarantor that guarantees the full payment of the debtor's debt in case the debtor defaults. Besides the credit agreement with the Bank, Koperasi and debtor also legally binded by an "Agreement" that regulates the parties obligations, whereas in the third party obligations which is Bangun Bina Primasarana Company, there is an obligation to give as collateral in form of a notaries buy back guarantee clause, that stipulated developer's obligation to buy back the kiosk or the lot if the debtor had not paid the minimum payment 3 (three) months in a row and the right to sell the kiosk/lot to other parties, and to provide 25% (twenty five percent) from fixed deposit of the credit value, where the interest and the main deposit can only be used for the liquidity of the credit. When the debtor is stated default, the buy back which already agreed by the bank and the developer must be executed and guarantor obligation by Koperasi will only be applied when the effort of the collection and the effort of collateral take over to be sold or to be bought back by the developer were not successful. So it can be said that the guarantee by the Koperasi will only be a requirement stated by the Bank for Koperasi of Parungpanjang market merchants in the Credit Agreement, so that the Koperasi will also be held responsible for the liquidity of debtor payment to the Bank."
2007
T19562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Desi Putriani Ramadhanty
"Notaris semestinya membuat akta autentik untuk semua perbuatan dan perjanjian yang diminta oleh pihak yang berkepentingan sepanjang syarat subjektif dan objektif dari perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dipenuhi. Namun dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2853K/Pdt/2019 ditemukan bahwa notaris menunda bahkan menolak pembuatan akta dengan mengembalikan uang muka pembayaran pembuatan akta. Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan mengangkat permasalahan terkait tanggung jawab notaris terhadap penundaan pembuatan akta yang dilakukan dan upaya hukum yang seharusnya dilakukan pembeli untuk mendapatkan kepastian hukum. Penelitian hukum doktrinal ini, mengkaji objek hukum dalam konsepnya sebagai peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Objek hukum yang diteliti tersebut dikumpulkan melalui studi dokumen dalam bentuk bahan-bahan hukum, baik primer dan sekunder, yang selanjutnya dianalisis untuk menjawab permasalahan penelitian. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, notaris tidak dapat dikatakan sebagai pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum karena penundaan pembuatan akta didasarkan pada tidak adanya bukti peralihan hak yang sah dan juga tidak adanya izin persetujuan dari Direksi Perusahaan Daerah Pasar Jaya. Kedua, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada penjual karena meskipun penjual bukanlah pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum, penjual tetap melakukannya

Notaries should make authentic deeds for all actions and agreements requested by interested parties as long as the subjective and objective conditions of the agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code are met. However, in the Supreme Court Decision Number 2853K/Pdt/2019 it was found that the notary delayed and even refused to make the deed by returning the down payment for making the deed. For this reason, this research was carried out by raising issues related to the notary's responsibility for the delay in making the deed and the legal remedies that the buyer should have taken to obtain legal certainty. This doctrinal legal research examines legal objects in their concept as statutory regulations and court decisions. The legal objects studied were collected through document studies in the form of legal materials, both primary and secondary, which were then analyzed to answer research problems. Based on the results of the analysis carried out, it can be explained as follows: First, the notary cannot be said to be a party who committed an unlawful act because the delay in making the deed was based on the absence of evidence of legal transfer of rights and also the absence of approval from the Directors of the Pasar Jaya Regional Company. Second, the aggrieved party can file a lawsuit against the seller because even though the seller is not the party authorized to take legal action, the seller still does it. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arisha Khairunnisha
"Bawang merah dikenal sebagai komoditas nasional yang selalu dikaitkan dengan kegiatan impor. Komoditas ini dikatakan berfluktuatif tinggi karena sewaktu-waktu harganya bisa melonjak naik atau turun, bergantung pada keadaan pasar yang didasari oleh tingkat kuantitas dan kualitas hasil produksi saat musim-musim tertentu. Tentu saja petani tidak mampu mengatasi hal ini secara mandiri. Pemerintah berusaha mengatasi permasalahan tersebut melalui pemberian penyuluhan hingga bantuan modal terhadap petani komoditas di desa-desa yang ada di Indonesia. Di Desa Gebang yang terletak di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, regulasi tersebut diupayakan melalui peran UPT (Unit Pelaksana Teknis) dan BPP (Balai Penyuluh Pertanian) sebagai organisasi yang terkait dengan Pemerintah (Governmental Organization) di tataran desa. Pemerintah berusaha membentuk solusi pendirian Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dengan terdiri dari beberapa kelompok tani di dalamnya. Melalui beberapa strategi program, UPT dan BPP berusaha menyatukan tujuan menyejahterakan perekonomian dan efisiensi usaha petani dan juga tujuan pemenuhan kebutuhan nasional. Disamping itu, di lingkungan desa juga terdapat dua kios pertanian yang dikelola oleh dua warga lokal dan lepas dari pengaruh organisasi pemerintah (Non-Governmental Organization). Kios-kios ini didirikan secara pribadi dengan harapan mampu memenuhi kebutuhan usaha tani yang bersifat kompleks. Dengan beragam program dan promosi yang diberikan, petani merasa peran kios juga menjadi vital bagi permodalan mereka. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam bentuk respons petani terhadap beragam program bantuan dari kelembagaan lokal yang ada. Berdasarkan alternatif bantuan tersebut, petani pada kasus ini cenderung memberikan respons yang berarti terhadap program bantuan modal yang berasal dari kios pertanian. Saya juga akan mengkaji aspek-aspek yang menjadi bahan pertimbangan petani dalam pengambilan keputusan tersebut.

Red onion is always known as national commodity that related to import activity. This commodity has highly scale of fluctuation, because sometimes the prize gets  unstable. The prize can suddenly go up and down. It depends on market situation that firstly based on the red onion harvest productivity (quantity & quality) by any seasons. Of course the farmers can not solve this problem autonomously. The government have been trying to solved the problem by giving the counselling activity and giving capital farming needs for almost all farmers in Indonesia. Here in Gebang Village, Cirebon District, that regulations have been aided by UPT (Unit Pelaksana Teknis/Technical Implementer Unit) and BPP (Farming Counselor Office) as the Governmental Organization at the local level. The government has trying to solve the problem by formed the Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani/Integrated Farming Teams) for each villages in one sub-district area. UPT and BPP working the strategies together with the purpose of eficiency for fulfill the capital needs of the farmers, morover to solve the national needs problem. On the other side, in this village, there are 2 (two) farming kiosks which managed by two local citizens and apart from governmental influence (Non-Governmental Organization). These two kiosks were built privately with hope: could help the farmers fulfill their needs which are very complex. With many programs and promotions, the farmers consider that the kiosk’s role has become vital for their capital needs. The aim of this study is for reviewing deeper the forms of farmer’s response toward some capital farming programs aided by local institutions. Based on that some kind of alternatives, the farmers in this case prefer give their response toward kiosk’s programs. By this research too, i will reviewing some aspects that underlie their decision-making for that response.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library