Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sumpena
"Terdapatnya kotribusi PAD yang kecil terhadap APBD, padahal PAD memiliki arti yang strategis yaitu sebagai wujud nyata dari otonomi daerah. Kecepatan tuntutan masyarakat dalam pembangunan dan pelayanan, belum bisa diimbangi dengan kemampuan Pemerintah Daerah karena biaya banyak menguntungkan kepada Pemerintah Pusat sebagia akibat kecilnya PAD yang dapat dipungut dan dibelanjakan sendiri. Permasalahan selanjutnya faktor-faktor apakah yang bisa mempengaruhi PAD serta upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan PAD.
Penelitian ini bertujuan menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PAD serta upaya-upaya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan PAD di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang.
Data yang digunakan, yaitu data sekunder dengan mengumpulkannya dari Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA). Bagian Perekonomian Kabupaten. Bagian Hukum Kabupaten dan dinas-dinas yang menghasilkan PAD. Data ini ditarik dari data Tahun 1992 sanipai dengan 1997. Teknik analisa adalah deskriptif.
Dari penelitian ini diperoleh basil sebagai berikut :
  1. Faktor-faktor yang berpengaruh terrhadap PAD yaitu Kewenangan Daerah.
  2. Potensi Ekonomi Daerah, Efektivitas dan Efisiensi Pengelola PAD.
  3. Kinerja PAD Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang cukup baik, tetapi masih ada kesempatan untuk di tingkatkan.
Hasil analisis dari temuan penelitian ini memberikan saran, agar Pemerintah Pusat Daerah dalam menetapkan kebijakannya memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja PAD secara serasi dan seimbang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Basuki
"Pelaksanaan otonom daerah yang merupakan implementasi dan desentrahsasi di negara Indonesia telah menjadi konsensus nasional dalam setiap undang-undang dasar yang pernah berlaku selalu terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang penyelenggaraan pemenntah daerah di Indonesia
Pemerintah daerah adalah merupakan legimitasi rakyat untuk melaksanakan sesuatu pemerintahan lokal yang mandiri sehingga dan harus dapat mendorong berkembangnya prakarsa sendiri dalam pembentukan dan pelaksanaan kebijakan untuk kepentingan masyarakat setempat dengan berkembangnya prakarsa sendiri tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi yaitu pemerintahan dan oleh dan untuk rakyat
Didalam membangun masa depan mereka sendiri tentunya mereka harus dapat memberdayakan potensi yang ada baik itu sumber daya manusia sumber daya alam maupun sumber daya teknologi pemberdayaan sumber-sumber tadi adalah sarana daerah sebagai kemampuan untuk menumbuh kembangkan pemerintahan yang nyata dan bertanggung jawab.
Nyata pemberian otonomi daerah didasarkan pada fakto-faktor perhitungan-perhitungan tindakan kebijakan yang benar-benar menjamin daerah mampu mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Bertanggung jawab pembenan otonomi benar-benar sejalan dengan tujuan pembangunan yang tersebar di pelosok negara serasi dan tidak bertentangan dengan pembinaan poitik dan kesatuan bangsa menalani hubungan yang serasi antar pusat dan daerah.
Salah satu dan upaya memperoleh kemampuan dalam bidang keuangan adalah membuka peluang kepada investor untuk menamkan modalnya dengan membenkan kepastian hukum perlindungan investasi penyelenggaraan pemerintahan yang bersih keamanan ketenagakerjaan yang kondusif perlindungan terhadap investasi dapat mengakibat peluang berinvestasi lebih besar peluang bennvestasi yang besar adalah peluang berinvestasi yang kondusif dan dapat memberikan dampak kepada penerimaan daerah dan segi perpajakan pembangunan infra struktur dan kesejahteraan masyarakat
Di dalam mencapai kesejahteraan masyarakat yang ditimbulkan dan kondusifnya investor menanamkan modal di daerah karena didukung oleh perangkat hukum yang memberikan rasa aman dan kepastlan sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Indonesia telah meratifikasi ketentuan-ketentuan WfO melalui undang-undang nomor 7 tahun 1994 manakala peraturan-peraturan daerah yang mengatur penyelenggaraan pemenntahan daerah dalam bidang investasi bertentangan dengan perjanjian-perjanjian internasional khususnya dikawasan Asean maka tata cara yang digunakan adalah dengan mengajukan yudicial review kepada Mahkamah Agung. Dengan adanya mekanisme ini adalah merupakan jaminan harmonisnya hubungan antara peraturan daerah dengan ketentuan-ketentuan perdagangan bebas dikemudian hari."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T25047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurasni
"ABSTRAK
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dibagi ke dalam daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang bersifat otonom. Berdasarkan Undang-Undang tersebut maka seluruh wilayah Indonesia telah terbagi habis ke dalam wilayah-wilayah dengan memiliki kewenangan-kewenangan tertentu. Sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah, Pulau Batam ditetapkan menjadi Kota Batam sesuai Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999. Pembentukan Kota Batam menuai polemik karena sebelum lahir sebagai daerah otonom, segala urusan pemerintahan yang ada dilaksanakan oleh Otorita Batam. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 Batam ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun. Namun peralihan dari Otorita Batam menjadi BP Batam terkesan hanya sekedar mengganti baju karena Pemerintah tidak secara tegas membagi kewenangan antara kedua lembaga tersebut. Bahkan Pemerintah mencampuradukkan praktek penyelenggaraan pemerintahan desentralisasi teritorial, desentralisasi fungsional, dan dekonsentrasi dalam satu wilayah Kota Batam. Penelitian ini menggunakan data sekunder berdasarkan peraturan perundang-undangan (yuridis normatif). Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyelenggaraan tata kelola Pemerintah Kota Batam dengan BP Batam, Pemerintah Pusat menerapkan dekonsentrasi dan desentralisasi fungsional secara bersamaan. BP Batam dengan dekonsentrasi memiliki kewenangan yang lebih dominan dalam mengelola urusan strategis di Kota Batam daripada Pemerintah Kota Batam selaku daerah otonom.

ABSTRACT
ABSTRAK
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dibagi ke dalam daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan daerah kota yang bersifat otonom. Berdasarkan Undang-Undang tersebut
maka seluruh wilayah Indonesia telah terbagi habis ke dalam wilayah-wilayah dengan
memiliki kewenangan-kewenangan tertentu. Sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah,
Pulau Batam ditetapkan menjadi Kota Batam sesuai Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999.
Pembentukan Kota Batam menuai polemik karena sebelum lahir sebagai daerah otonom,
segala urusan pemerintahan yang ada dilaksanakan oleh Otorita Batam. Melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 Batam ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun. Namun peralihan
dari Otorita Batam menjadi BP Batam terkesan hanya sekedar mengganti baju karena
Pemerintah tidak secara tegas membagi kewenangan antara kedua lembaga tersebut. Bahkan
Pemerintah mencampuradukkan praktek penyelenggaraan pemerintahan desentralisasi
teritorial, desentralisasi fungsional, dan dekonsentrasi dalam satu wilayah Kota Batam.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berdasarkan peraturan perundang-undangan
(yuridis normatif). Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyelenggaraan tata kelola
Pemerintah Kota Batam dengan BP Batam, Pemerintah Pusat menerapkan dekonsentrasi dan
desentralisasi fungsional secara bersamaan. BP Batam dengan dekonsentrasi memiliki
kewenangan yang lebih dominan dalam mengelola urusan strategis di Kota Batam daripada
Pemerintah Kota Batam selaku daerah otonom.

ABSTRACT
The enactment of Law Number 22 Year 1999 concerning Regional Government, the territory
of the Unitary State of the Republic of Indonesia has been divided into autonomous
provincial, district, and urban areas. Based on the Act, all regions of Indonesia have been
divided into regions by having certain authorities. As a form of implementation of regional
autonomy, Batam Island was established as Batam City according to Law Number 53 of
1999. The establishment of Batam City was polemic because before it was born as an
autonomous region, all existing government affairs were carried out by the Batam Authority
Agency. Through Government Regulation Number 46 of 2007 Batam is designated as a Free
Trade and Free Port Zone for a period of 70 (seventy) years. But the transition from the
Batam Authority to BP Batam seemed to be merely changing clothes because the Government
did not expressly divide the authority between the two institutions. Even the Government
confuses the practice of administering territorial decentralization, functional
decentralization, and deconcentration in one area of Batam City. This study uses secondary
data based on legislation (normative juridical). Conclusion of the research has known that
the Central Government implements deconcentration and functional decentralization
simultaneously in terms of governancing Batam. BP Batam with deconcentration has more
dominant authority in managing strategic affairs in Batam City than the Batam City
Government as an autonomous region.
"
2019
T53770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audhilla Novieta Putri
"Penelitian ini berangkat dari adanya perbedaan kebijakan yang diterapkan di dalam pelaksanaan pemerintahan daerah yang bersifat Istimewa. Keistimewaan DIY diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 18B. Kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 dan dalam bidang pertanahan secara lengkap diatur dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten di Yogyakarta.
Rumusan permasalahan penelitian ini, Bagaimana kewenangan DIY berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan DIY, bagaimana peran pemerintah dalam urusan pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan bagaimana hubungan pengelolaan dan pemanfaatan tanah terhadap tanah yang memiliki sertifikat hak milik. Tujuannya adalah menganalisis bagaimana kewenangan, peran pemerintah dan hubungan pengelolaan dan pemanfaatan tanah dengan tanah yang memiliki sertifikat. Metodologi yang digunakan adalah studi normatif dengan model deskriptif analitis.
Hasil yang diperoleh adalah bahwa terdapat pendelegasian peraturan yang berasal dari undang-undang kepada peraturan dibawahnya yang dalam pendelegasian peraturan tersebut melekat pula kewenangan pemerintah daerah yang bersifat atribusi untuk merumuskan peraturan-peraturan dibawahnya dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan diatasnya. Peran pemerintah daerah telah diatur dalam Peraturan Gubernur No. 33 Tahun 2017 dan terdapat beberapa perbedaan dengan peran daerah lainnya. Terkait dengan tanah yang memiliki sertifikat, Peraturan Daerah Istimewa No. 1 Tahun 2017 tidak mengatur karena peraturan tersebut hanya mengatur mengenai pengelolaan dan pemanfaatan tanah saja.

This study departs from the existence of differences in policies that are applied in the implementation of special regional administrations. DIY features mandated in the 1945 Constitution Article 18B. The authority of the Special Region of Yogyakarta is regulated in Law No. 13 of 2012 and in the field of land completely regulated in the Special Region Regulation of Yogyakarta No. 1 of 2017 concerning Management and Utilization of the Sultanate and Duchy Land in Yogyakarta.
Formulation of the problem of this research, How is the authority of DIY based on Law No. 13 of 2012 concerning the Privileges of DIY, what is the role of the government in matters of management and utilization of land and how is the relationship between management and utilization of land to land that has a certificate of ownership. The aim is to analyze how the authority, the role of government and the relationship of management and use of land with land that has a certificate. The methodology used is normative study with analytical descriptive model.
The results obtained are that there is a delegation of regulations originating from the law to the rules below which in the delegation of these regulations also attaches the authority of the regional government that has the character of attribution to formulate the rules below by referring to the laws and regulations above. The role of the regional government has been regulated in Governor Regulation No. 33 of 2017 and there are some differences with other regional roles. Regarding land that has a certificate, Special District Regulation No. 1 of 2017 does not regulate because the regulation only regulates land management and utilization.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library