Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Niken Afifah Yudhakinanti
"Pengaturan mengenai narkotika seharusnya segera direvisi dengan menambahkan anestesi ketamine ke dalam lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagai daftar golongan I. Revisi Undang-Undang ini disebabkan karena peredaran anestesi ketamine belum memiliki pengaturan secara tegas dan terperinci dalam peraturan perundang-undangan. Adanya suatu ketetapan dalam peraturan mengenai narkotika dan lampiran dalam perubahan penggolongan akan mempengaruhi pemberian sanksi yang nantinya akan diberikan kepada setiap orang yang  terbukti memiliki, menyimpan, menguasai  atau menyediakan anestesi ketamine. Dibalik perkembangan paradigma mengenai peredaran anestesi ketamine ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah melampirkan anestesi ketamine sebagai obat injeksi umum melalui formulariun nasional. Namun usaha tersebut belum dapat memenuhi pengaturan atas tindakan penyalahgunaan dari sediaan perihal anestesi ketamine tersebut. Penelitian ini akan menganalisis permasalahan terkait pengaturan mengenai peredaran anestesi ketamine di Indonesia. Tanggung jawab pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia dalam menangani peredaran anestesi ketamine di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif dimana penelitian ini untuk memberikan data serinci dan seteliti mungkin mengenai informasi atau gejala yang ada yakni mengenai peredaran anestesi ketamine. Dalam hal ini juga mengkaji dan menganalisis literatur yang berkenaan dengan pengaturan anestesi ketamine. Dalam penelitian ini juga akan menganalis peredaran anestesi ketamine untuk masuk dalam lampiran golongan I Undang-Undang Narkotika serta saran-saran mengenai tindakan yang harus dilakukan dalam mengatasi permasalahan penyalahgunaan anestesi ketamine di Indonesia. 

Regulations regarding narcotics should be revised immediately by attachment ketamine anesthesia to the annex to Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics as a list of class I. The existence of a stipulation in the regulations regarding narcotics and the annex in the change of classification will affect the imposition of sanctions which will later be given to everyone who is proven to possess, store, control or provide ketamine anesthesia. Behind the development of this paradigm regarding the distribution of ketamine anesthetics, the government through the Ministry of Health has attached ketamine anesthetics as a general injection drug through the national formulary. However, these efforts have not been able to comply with regulations regarding the misuse of the ketamine anesthetic preparations. This study will analyze the problems related to the regulations regarding the distribution of ketamine anesthetics in Indonesia. The responsibility of the government through the Ministry of Health, the National Narcotics Agency of the Republic of Indonesia, the Food and Drug Monitoring Agency of the Republic of Indonesia in dealing with the distribution of ketamine anesthetics in Indonesia. This research is a juridical-normative research with a descriptive research type where this research is to provide data as detailed and accurate as possible regarding existing information or symptoms, namely regarding the distribution of ketamine anesthesia. In this case also reviewing and analyzing the literature relating to the ketamine anesthesia settings. This research will also analyze the circulation of ketamine anesthetic to be included in attach group I of the Narcotics Law as well as suggestions regarding actions that must be taken in overcoming the problem of misuse of ketamine anesthesia in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Natalia Ekawari
"Latar Belakang: Kecemasan sering terjadi pada anak terutama masa pranestesia dan merupakan suatu kondisi dan komplikasi yang sering terabaikan oleh dokter spesialis anestesiologi dalam pelayanan anestesia. Pada studi ini dibandingkan keefektifan ketamin 4 mg/kgbb dosis intranasal dengan ketamin 5 dosis mg/kgbb per oral dalam efek sedasi dan mengurangi kecemasan.
Metode: 104 anak secara acak tersamar ganda dibagi dalam 2 kelompok sama banyak. Kelompok pertama mendapat ketamin intranasal (N=51) dan kelompok kedua mendapat ketamin per oral (N=50).
Hasil: Anak yang tersedasi baik pada kelompok ketamin intranasal sebesar 45,1% sedangkan pada kelompok ketamin per oral hanya 24% (p<0,05; 2,13E-0,2;0,52). Sebagai anti kecemasan, 68,6% anak pada kelompok ketamin intranasal mudah dipisahkan dari orangtua (efektif) dan hanya 48% anak yang mudah dipisahkan dari orangtua pada kelompok ketamin per oral (p<0,05; 1,03E-0,2;0,48). Hipersalivasi terjadi pada 3,9% anak pada kedua kelompok sedangkan muntah sebesar 4,9% juga pada kedua kelompok.
Kesimpulan: sebagai premedikasi pada pasien anak, ketamin dosis 4 mg/kgbb intranasal memberikan efek sedasi dan anti kecemasan yang lebih baik bila dibandingkan dengan ketamin dosis 5 mg/kgbb peroral.
Kata kunci: premedikasi, ketamin, intranasal, per oral, sedasi, anti kecemasan.

Background: Anxiety often accompanied children, especially during pre anesthesia and this condition and complication often overlooked by the anesthesiologist in practices. The purpose of our study was to investigate, whether premeditation with ketamine 4 mg/kgbb intranasal or ketamine 5 mg/kgbb orally is more effective to gives sedation and ant anxiety.
Method: Hundred and four pediatric patient, in randomized, divided into two equal groups. First group received ketamine intranasal (N=51) and the second group received ketamine orally (N=50).
Result: 45.1% children had good sedation in intranasal group, while in oral group is only 24% (p<0,05; 2,13E-0,2;0,52). As for anti anxiety, 68.6% children in intranasal group is easy to be separated from the parents (effective) and only 48% children in oral (p<0,05; 1,03E-0,2;0,48). Hyper salivation occurs in 3.9% children in both groups, while 4.9% children vomit in both groups.
Conclusion: 4 mg/kgbb intranasal ketamine gives better sedation effect and better anti anxiety effect compare to 5 mg/kgbb oral ketamine as premedication to pediatric patient.
Key words: premedication, ketamine, intranasal, orally, sedation, ant anxiety.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Adnyana
"Latar belakang. Nyeri tenggorok paseaoperasi merupakan komplikasi yang umum terjadi setelah anestesia umum dengan intubasi endotrakeal. 8erbagai macam usaha pencegahan telah dilakukan baik nonfarmakologis maupun farmakologis dengan keuntungan dan kerugian masing-masing. Pemberian ketamin seeara perifer memiliki efek analgetik dan antiinflamasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek pemberian obat kumur ketamin untuk mengurangi nyeri tenggorok pascaoperasi setelah intubasi endotrakeal. Metode. Penelitian ini mengikutkan 146 pasien yang menjalani anestesia umum dengan intubasi endotrakeal. Pasien dikelompokkan secara aeak untuk menerima ketamin kumur 40 mg dalam NaCI 0,9% sebanyak 30 mL atau larutan NaCI 0,9% sebanyak 30 mL sebelum induksi anestesia. Premedikasi menggunakan midazolam 0,05 mglkg88 dan petidin 1 mglkgBB. Induksi anestesia dengan propofol 1 % 2 mg/kg8B. Intubasi difasilitasi dengan atrakurium 0,5 mg/kg8B. Pemeliharaan anestesia menggunakan N20:02=2:1 dan isofluran 1-2 vol%. Penilaian nyeri tenggorok dilakukan tiga kali pada jam ke 0, 2 dan 24 setelah operasi. Derajat nyeri tenggorok dinilai dengan menggunakan Visual Analogue Score 0JAS). HasH. Pada akhir penelitian 4 orang pasien dikeluarkan dari penelitian. Pada kelompok ketamin insiden nyeri tenggorok 31 ,9% dan pada kelompok kontrol sebesar 78,6% dengan Number Needed to Treat sebesar 2. Berdasarkan uji statistik didapatkan perbedaan berrnakna antara kedua kelompok (P

Background. Postoperative sore throat ( POST) is a common complication general anaesthesia with endo.tracheal intubation. Various non-pharmacological and pharmacological methods have been used to prevent this complication, but some have it own advantages and disadvantages. Peripherally administration of ketamine has analgetic and anti-inflammatory effects. We compared the effectiveness of ketamine gargle with placebo for prevention of POST after oral endotracheal intubation. Methods. We studied 146 ASA I or 1/ adult patients who received general anaesthesia with endotracheal intubation. Patients randomly allocated to recieve either 40mg ketamine gargles in nomal saline 30 mL or normal saline 30 mL before induction of anaesthesia. Premedication using midazolam 0,05mg/kgBB and pethidine 1 mglkgBB. Induction of anaesthesia using propofol2mglkgBB. Tracheal intubation was facilitated by atracurium 0,5mglkgBB. Anaesthesia was maintained with N20 : 02 = 2 : 1 and isoflurane 1-2 %. Evaluation of POST was done three times at 0,2 and 24 hours postoperative with visual analogue score (VAS). Results. At the end of study there were four patients excluded from the study. 142 patients completed the study. The insidence of POST in ketamine group was 31,9% and in placebo group was 78,6% with number needed to treat was 2. There was significant difference (P<0,05) between groups in POST. Conclusions. Administered ketamine gargle before insertion of endotracheal tube reduced incidence and severity of POST.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T59054
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sumi Yustiningsih
"Tujuan: Mengetahui pengurangan dosis induksi propofol pada kelompok yang diberikan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB dibandingkan dengan kelompok yang diberikan koinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB.
Metode: Uji Klinik Tersamar Ganda. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSCM pada hulan November sampai dengan Desember 2006, dengan jumlah sampel 46 pasien dewasa yang menjalani operasi berencana dan anestesia umum. Pasien dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok; 23 pasien mendapatkan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB dan 23 pasien Iainnya mendapatkan midazolam 0,03 mg/kgBB 2 menit sebelum induksi propofol. Induksi propofol dilakukan secara titrasi 30 mg/i0 detik. Dilakukan pencatatan dosis induksi propofol pada end point hilangnya respon verbal dan hilangnya respon terhadap jaw thrust serta respon hemodinamik 1 menit setelah induksi. Analisa statistik untuk melihat perbedaan rerata antara kedua periakuan menggunakan uji-t, sedangkan perbedaan pada dua kelompok data kategori diuji dengan uji chi-square dengan nilai signilikansi p<0,05 dengan interval kepercayaan 93%.
Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok perlakuan dalarn hal pengurangan dosis induksi propofol dan penurunan tekanan darah 1 manic setelah induksi propofol. Dosis induksi propofol pada kelompok ketamin 0,3 mg/kgBB lebih sedikit dibandingkan dengan midazolam 0,03 mg/kgBB. Ketamin 0,3 mg/kgBB lebih sedikit dalam efek penurunan tekanan darah akibat induksi propofol dibandingkan dengan midazolam 0,03 mg/kgBB.

Objective:
To observe the reduction of propofol induction dose in ketamin co induction 0,3 Mg/Kg BB compare with midazolam coinduction 0,03 mg/kgBB
Methods:
Double blinded randomized clinical trial. The study was conducted at Cipto Mangunkusuma Hospital Central-Surgery Room from November until December 2006 to 46 adult patients who went to elective surgery and general anesthesia Patients were divided randomly into two groups: The group consist of twenty-three patients give co induction ketamin 0,3 mg/kgBW The other twenty-three patients was given with 0,03 mg/kgBW of midazolam coinduction two minutes before the induction propofol. The records doses propofol induction using loss of response to verbal commands and loss. of response to jaw thrust stimulation as end point of induction. This study also observed the homodynamic response one minute after induction. T-test method was performed to identfy the mean difference between the two groups, while Chi Square method was performed to identify the frequency difference (categorical data) between the two groups. A 'p' value of <0.05 was considered statistically significant: with 95% confidence interval.
Conclusion:
There were .significant statistical differences between the two groups in a matter of reducing propofol induction doses and hemodynamic effects one minute after propofol induction. Propofol induction dose was less at ketamine group. Hemodynamic elects one minute after propofol induction, Ketamine 0,3 mg/kgBW was less in reducing blood pressure compared with midazolam 0,03 mg/kgBW.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Deni Hamdani
"Latar Belakang: Ansietas sering terjadi pada anak terutama dalam masa prabedah dan merupakan suatu kondisi dan komplikasi yang sering terabaikan oleh dokter anestesi dalam pelayanan rutin.
Tujuan: Menelaah efek sedasi dan anti ansietas dari premedikasi midazolam oral dan ketamin oral dalam memfasilitasi pemisahan dari orang tua pada pasien pediatrik, Metode: 96 orang anak secara acak dibagi dalam 2 kelompok sama banyak. Kelompok pertama mendapat midazolam 0,25 mg/kg BB peroral dan kelompok kedua mendapat ketamin 5 mg/kg BB peroral.
Hasil: Anak-anak yang mendapatkan premedikasi midazolam oral efektif tersedasi sebesar 81% sedangkan anak-anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral hanya 32% (p<0,05) dengan 1K (0,32 ; 0,66). Sebagai anti ansietas anak-anak yang mendapat premedikasi midazolam oral efektif sebesar 89% sedangkan pada anak-anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral hanya 54% (p<0,05) dengan IK (0,18 ; 0,52).Hipersalivasi terjadi pada 25% anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral (p
Kesimpulan: Midazolam 0,25 mg/kg BB lebih baik dalam memberikan efek sedasi dan sebagai anti ansietas bila dibandingkan dengan ketamin 5 mg/kg BB peroral.

Background: Anxiety often accompanied children during preoperative. This is a condition and complication often overlooked by anesthesiologists in routine practices. Aim: To asses sedation and anti anxiety effect of midazolam and ketamine as premedication given orally in order to facilitate separation from the parents. Method: Ninety six pediatric patients, in a randomized, double blind manner divided in two groups equally, received orally midazolam 0.25mg/kg or ketamine 5 mg/kg.
Result: Children who received midazolam were sedated 81%, while children with ketamine only 32% (CI: 4.32;0.66). As for antianxiety effect, patients who received midazolam were effective 89%, those who received ketamine only 54% (p<0.05) with CI (0.18:0.52). Hypersalivation was found in 25% patients with premedication oral ketamine (p<0.05)
Conclusion: Oral midazolam 0.25mglkg gives better sedation and antianxiety effect compared to oral ketamine 5 mg/kg.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library