Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fira Tania Khasanah
"Latar belakang: Jumlah populasi usia lanjut meningkat dan penurunan fungsi terkait usia seperti frailty menjadi salah satu isu penting. Selain itu, kesehatan mulut juga merupakan hal yang penting pada usia lanjut. Kondisi mulut yang buruk sering terjadi pada usia lanjut dan dapat berkontribusi pada kondisi frailty. Tujuan: Mengetahui hubungan faktor-faktor kesehatan mulut dengan frailty pada pasien usia lanjut rawat jalan. Metode: Desain studi potong lintang dengan data primer pada pasien geriatri rawat jalan di RS Cipto Mangunkusumo dari bulan Agustus sampai Oktober 2023. Dilakukan analisis univariat, bivariat, dan multivariat terhadap variabel jumlah gigi fungsional, penggunaan gigi palsu, periodontitis, oral hygiene, xerostomia, hiposalivasi, fungsi mastikasi, gangguan menelan, kemampuan motorik oral, dan kekuatan lidah. Hasil: Didapatkan 160 subyek yang dianalisis. Prevalensi frailty berdasakan kuesioner FRAIL sebesar 31,9%. Beberapa variabel yang berhubungan dengan frailty yaitu kemampuan motorik oral (PR 2,417 IK 95% 1,117-5,229), kekuatan lidah (PR 2,332 IK 95% 1,349-4,030), jumlah gigi fungsional (PR 1,790 IK 95% 1,082-2,959) dan gangguan menelan (PR 1,791 IK 95% 1,128-2,843). Sedangkan pada analisis multivariat, kekuatan lidah menjadi faktor yang berhubungan dengan frailty (adjusted PR 2,766 IK 95% 1,280- 5,980). Kesimpulan: Faktor kesehatan mulut yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap frailty adalah kekuatan lidah.

Background: The number of elderly populations is increasing and age-related functional decline such as frailty is becoming an important issue. Apart from that, oral health is also important in elderly. Poor oral conditions often occur in the elderly and can contribute to frailty. Objective: To determine the association between oral health factors and frailty in elderly outpatients. Method: A cross-sectional study design using primary data of geriatric outpatients at Cipto Mangunkusumo Hospital from August to October 2023. Univariate, bivariate, and multivariate analyses were carried performed on variables the number of functional teeth, the use of dentures, periodontitis, oral hygiene, xerostomia, hyposalivation, chewing function, swallowing function, oral motor ability, and tongue strength Results: 160 subjects were included. The prevalence of frailty based on the FRAIL questionnaire is 31.9%. Several variables related to frailty are oral motor ability (PR 2.417 CI 95% 1.117-5.229), tongue strength (PR 2.332 CI 95% 1.349-4.030), number of functional teeth (PR 1.790 CI 95% 1.082-2.959) and swallowing disorder (PR 1.791 CI 95% 1.128-2.843). In a multivariate analysis, tongue strength was factor associated with frailty (adjusted PR 2766 CI 95% 1.280-5.980). Conclusion: The oral health factors that are significantlt associated with frailty is tongue strength."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Clinical Research in Oral Health surveys the essentials of clinical research in oral health, anchoring these principles within the specific context of the oral health arena. Addressing research questions exclusively applicable to dentistry and oral health, the book thoroughly illustrates the principles and practice of oral health clinical research. Clinical Research in Oral Health also clarifies the framework of regulatory issues and presents emerging concepts in clinical translation, relating the research principles to clinical improvemen"
United States of America : Blackwell, 2010
617.600 CLI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Ariffa Sjarkawi
"[ABSTRAK
Latar Belakang: Cara pemberian makanan pada balita sedikit banyak
dipengaruhi oleh tradisi budaya di suatu daerah tertentu. diantaranya adalah tradisi
nasi papah atau seringkali juga disebut nasi papak yang masih banyak dilakukan
oleh para ibu di beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya di kabupaten Lombok
Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Tradisi nasi papah adalah nasi yang telah
dikunyah dan dilumatkan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada balita. Dari
segi kesehatan terutama kesehatan mulut, hal ini berisiko terhadap terjadinya
Early Childhood Caries(ECC). Perilaku tersebut dapat menyebabkan transmisi
mikroorganisme S.mutans dari mulut ibu ke mulut anak.Tujuan: Untuk
mengetahui kontribusi tradisi nasi papah terhadap risiko terjadinya Early
Childhood Caries. Metode :Desain yang digunakan adalah cross sectional
dengan jumlah total sampel subyek penelitian sebanyak 186 anak berusia 6 – 60
bulan yang didampingi oleh ibunya, yang bertempat tinggal di Desa Senyiur,
Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Pemeriksaan Intra Oral
dilakukan untuk mengukur karies gigi ibu dan anak dengan menggunakan indeks
DMFT/deft dan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku dan
pengetahuan kesehatan mulut ibu dan anak dilakukan wawancara pada ibu dengan
menggunakan kuesioner. Semua data yang terkumpul dianalisa menggunakan uji
Chi Square dan uji regresi logistik. Hasil: Risiko perilaku nasi papah terhadap
ECC adalah 5,46 (OR 5,46;CI 95% 4,24-36,55, p<0,001) dengan kontribusi
terhadap risiko ECC sebesar 41,8%. Kesimpulan: Tradisi nasi papah
berkontribusi terhadap risiko terjadinya ECC.

ABSTRACT
Background:The infant feeding practices usually affected by cultural tradition
especially in rural areas in Indonesia. One of that tradition is Nasi Papah or
sometimes called Nasi Papak, which one of that were done by mothers at East
Lombok regency , West Nusa Tenggara Province. Nasi papah is define as feeding
practice between mother to their infant through pre chewed rice by mother before
the food given to their child. For oral health, this behaviour is one of risk factors
for ECC, where vertical transmission frequently transmitted S.mutans from
mother to child through salivary contact. Aim: To analyzing the contribution of
nasi papah tradition towards occurence risk of Early Childhood Caries.
Materials and Methods: This study using cross sectional design with total
sampels are consists of 186 children between 6 – 60 months old accompanied by
his/her mother, whose living at Senyiur village,East Lombok regency,West Nusa
Tenggara Province. The intra oral examination had been done for valued caries
experience through DMFT/deft index and informations about oral health
behaviour and mother knowledges related to oral health derived from mothers
through questionnare and data analyzed by Chi Square and logistic regression
tests.Results:Risk of nasi papah tradition towards ECC has OR 5,46 (CI 95%
4,24-36,55. P<0,001)) and the contribution of this behaviour to ECC was 41,8%.
Conclusion: Nasi papah tradition contributes towards the occurence risk of
Early Childhood Caries., Background:The infant feeding practices usually affected by cultural tradition
especially in rural areas in Indonesia. One of that tradition is Nasi Papah or
sometimes called Nasi Papak, which one of that were done by mothers at East
Lombok regency , West Nusa Tenggara Province. Nasi papah is define as feeding
practice between mother to their infant through pre chewed rice by mother before
the food given to their child. For oral health, this behaviour is one of risk factors
for ECC, where vertical transmission frequently transmitted S.mutans from
mother to child through salivary contact. Aim: To analyzing the contribution of
nasi papah tradition towards occurence risk of Early Childhood Caries.
Materials and Methods: This study using cross sectional design with total
sampels are consists of 186 children between 6 – 60 months old accompanied by
his/her mother, whose living at Senyiur village,East Lombok regency,West Nusa
Tenggara Province. The intra oral examination had been done for valued caries
experience through DMFT/deft index and informations about oral health
behaviour and mother knowledges related to oral health derived from mothers
through questionnare and data analyzed by Chi Square and logistic regression
tests.Results:Risk of nasi papah tradition towards ECC has OR 5,46 (CI 95%
4,24-36,55. P<0,001)) and the contribution of this behaviour to ECC was 41,8%.
Conclusion: Nasi papah tradition contributes towards the occurence risk of
Early Childhood Caries.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernike Davitaswasti
"Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat oral health literacy (OHL)terhadap status klinis dan perilaku kesehatan gigi dan mulut serta denga faktor sosiodemografis pada lansia independen.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan total 195 subjek lansia di Kota Depok berusia 60 tahun ke atas dengan pengisian data sosiodemografis, kuesioner dengan metode wawancara mengenai tingkat oral health literacy menggunakan HeLD-29, dan kuesioner perilaku menjaga kesehatan gigi dan mulut. Status klinis dinilai melalui pemeriksaan klinis menggunakan indeks DMF-T, status periodontal menggunakan CPI-modified, status pemakaian gigi tiruan, status kebersihan mulut menggunakan indeks OHI-S, serta penilaian kemampuan mastikasi secara subjektif.
Hasil: Rerataskor oral health literacy pada penelitian ini adalah 3,45±0,67. Nilai Cronbachs alpha = 0.945. Validitas diskriminan memiliki hubungan signifikan dengan kemampuan mastikasi (p<0,01) dan validitas konvergen memiliki hubungan signifikan dengan gigi hilang, skor DMF-T, dan kemampuan mastikasi (p<0,01), serta gigi yang direstorasi (p<0,05). Terdapat hubungan bermakna antara beberapa domain HeLD-29 dengan status klinis kesehatan gigi dan mulut. Perbedaan bermakna secara statistik juga terdapat pada jumlah gigi yang hilang, gigi yang direstorasi, dan poket periodontal antara kelompok dengan oral health literacy rendah dengan kelompok dengan oral health literacy tinggi (p<0,05). Didapatkan pula perbedaan rerata skor oral health literacy yang bermakna pada variabel usia dan tingkat pendidikan, serta adanya hubungan signifikan antara nilai DMF-T dengan frekuensi kunjungan ke dokter gigi dan antara perdarahan gingiva dengan status merokok.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara tingkat oral health literacy dengan status klinis kesehatan gigi dan mulut serta dengan faktor sosiodemografis yaitu usia dan tingkat pendidikan pada lansia independen. Terdapat hubungan antara status klinis dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut.

Background: The aim of this study is to evaluate the association between oral health literacy(OHL), oral healthstatus, and oral health behavior of independent elderly.
Methods: Cross-sectional study involved 195 independent living elderly in Depok aged 60 and above. The subjects completed a self-administered questionnaire collectin information about socio-demographics, Health Literacy in Dentistry (HeLD-29) questionnaire to assessed oral health literacy, and oral health behavior questionnaire by interviewing subjects. Oral health status was recorded by clinical oral examination using DMF-T index, CPI-modified, denture status, OHI-S, and the masticatory performance wasassessed subjectively.
Results: Oral health literacy mean score in this study is 3,45±0,67. The Cronbachs alpha = 0.945. The discriminant validity were confirmed by HeLD scores being significantly associated with mastication ability(p<0.01). The convergent validity were confirmed by HeLD score being significantly associated with amount of tooth loss, DMF-T score, and mastication ability (p<0,01) also with amount of filled teeth (p<0,05). There were correlations between some HeLD-29 domain with oral health status. There were significant differences of amount of tooth loss (M-T), amount of filled teeth (F-T), and amount of deep pocket between the group with low oral health literacy and the group with high oral health literacy (p<0,05). Statistical differences were also found between oral health literacy mean score amongst age and education level group. There were also correlations between DMF-T score and dental visits and between amount of bleeding on probing and smoking status of the subjects.
Conclusion: Oral health literacy was associated with oral health status and the socio-demographics such as age and education level there is a relationship between oral health status and oral health behavior in independent elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Putri Rahmadita
"Latar Belakang : Kesehatan mulut merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang dapat mengenai semua kelompok populasi, dan kelompok anak usia dini penting untuk diperhatikan. Masalah kesehatan mulut yang paling penting pada masa ini adalah Early Childhood Caries (ECC). ECC dapat dicegah dengan pemberian pendidikan kesehatan kepada anak. Taman Kanak-Kanak (TK) tepat untuk dijadikan sebagai pusat pendidikan kesehatan bagi anak, dan guru TK memainkan peranan penting dalam hal ini. Namun ditemukan bahwa pengetahuan, sikap, dan praktik guru TK masih kurang serta terdapat beberapa faktor yang memengaruhi hal ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara berbagai karakteristik pribadi guru TK dan pengetahuan, sikap, dan praktik mengenai kesehatan mulut di Jakarta Selatan.
Metode: Studi analitik observasional cross-sectional dengan metode convenience sampling dilakukan pada beberapa TK di Jakarta Selatan dengan menggunakan kuesioner secara daring yang disebarluaskan melalui pesan grup WhatsApp dan melibatkan 253 guru TK. Kuesioner digunakan untuk pengambilan data karakteristik pribadi serta pengetahuan, sikap, dan praktik guru TK mengenai kesehatan mulut. Analisis statistik meliputi statistik deskriptif, uji korelasi Spearman, dan uji bivariat (p < 0,05).
Hasil: 66,4% guru TK memiliki pengetahuan yang baik, 53% guru TK memiliki sikap yang baik, dan 55,7% guru TK memiliki praktik yang baik mengenai kesehatan mulut. Terdapat hubungan positif signifikan antara pengetahuan dan sikap, pengetahuan dan praktik, dan sikap dan praktik guru TK mengenai kesehatan mulut. Terdapat perbedaan signifikan antara status pernikahan, anak, dan pengalaman pelatihan kesehatan mulut dengan pengetahuan mengenai kesehatan mulut (p < 0,05).
Kesimpulan: Sebagian besar guru TK sudah memiliki pengetahuan, sikap, dan praktik yang baik mengenai kesehatan mulut. Terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap, pengetahuan dan praktik, dan sikap dan praktik guru TK mengenai kesehatan mulut. Karakteristik pribadi guru TK seperti status pernikahan, anak, dan pengalaman pelatihan kesehatan mulut memiliki hubungan dengan pengetahuan mengenai kesehatan mulut.

Background: Oral health is a major public health problem that can affects all population group, and it is important to pay attention to early childhood group. The most important oral health problem at this time is Early Childhood Caries (ECC). ECC can be prevented by providing health education to children. Kindergarten has become an approriate place as a center for health education for children and kindergarten teacher plays important role in this. However, it was found that teachers were still lacking in knowledge, attitude, and practice and there were several factors that influenced this. This study aims to determine the relationship between kindergarten teachers’ various personal characteristics and knowledge, attitude, and practice regarding oral health in South Jakarta.
Methods: A cross-sectional observational analytic study using the convenience sampling method was conducted in several kindergartens in South Jakarta using an online questionnaire which was distributed via WhatsApp group message and involved 253 kindergarten teachers. The questionnaire was used to collect data on kindergarten teachers’ personal characteristics and knowledge, attitude, and practice regarding oral health. Statistical analysis included descriptive statistics, Spearman correlation test, and bivariate test (p < 0,05).
Results: 66,4% of kindergarten teachers had good knowledge, 53% of kindergarten teachers had good attitude, and 55,7% of kindergarten teachers had good practice regarding oral health. There was a significant positive correlation between kindergarten teachers’ knowledge and attitude, knowledge and practice, and attitude and practice regarding oral health. There was a significant difference between marital status, children, and oral health training experience with knowledge regarding oral health (p < 0,05).
Conclusion: Most kindergarten teachers already had good knowledge, attitude, and practice regarding oral health. There was a correlation between kindergarten teachers’ knowledge and attitude, knowledge and practice, and attitude and practice regarding oral health. Kindergarten teachers’ personal characteristics such as marital status, children, and oral health training experience were associated with knowledge regarding oral health.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ariani
"

Latar belakang: Populasi lansia di Indonesia meningkat, sebagian ada yang hidup di PSTW binaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah memiliki wewenang untuk menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendampingan bagi lansia. Namun hanya sedikit penelitian mengenai lesi mulut pada lansia di Indonesia. Tujuan: Untuk menganalisis kondisi rongga mulut dan penyakit sistemik pada lansia di PSTW DKI Jakarta. Metode: Subjek penelitian didapat melalui metode consecutive sampling pada populasi lansia di 5 PSTW di 3 wilayah DKI Jakarta. Dari 1185 penghuni PSTW diperoleh 273 yang memenuhi kriteria inklusi. Data sosiodemografi dan riwayat penyakit sistemik diambil dari rekam medis di panti. Semua subjek dilakukan pemeriksaan oral, yaitu Oral Hygiene Index-Simplified (OHI-S), Papilary Bleeding Index (PBI), Decay, Missing, Filling-Teeth (DMF-T), Skor Indeks Mukosa Plak (MPS), dan pemeriksaan laju alir dan pH saliva, lesi mulut dan topografi lesi mulut. Subjek diwawancarai tentang kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan mulut. Hasil: Prevalensi lesi mulut terbanyak adalah gingivitis dan prevalensi penyakit sistemik terbanyak adalah hipertensi. Kategori OHI-S buruk, kategori PBI baik, kategori DMF-T sangat tinggi, kategori indeks MPS baik. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dan jenis pekerjaan dengan penyakit sistemik pada lansia. Lansia dengan kebiasaan merokok, menyirih, dan minum alkohol cenderung memiliki penyakit sistemik. Lansia dengan penyakit sistemik cenderung memiliki lesi mulut. Kesimpulan: Kondisi mulut dan penyakit sistemik pada lansia yang tinggal di PSTW DKI Jakarta dalam keadaan tidak baik. 


Background: The population of elderly in Indonesia is increasing, some are living on government institutions in Jakarta. The government has the authority to ensure the availability of health facilities and assistance for the elderly. There are only a few studies on oral lesions of elderly in Indonesia. Objective: To analyze the condition of the oral lesion and systemic disease of elderly on government institutions in Jakarta. Method: Subjects were obtained through consecutive sampling method of elderly population in 5 governent institutions in 3 areas of Jakarta. Of the 1185 residents, 273 were obtained inclusion criteria. Sociodemographic data and history of systemic diseases were taken from medical records in the institution. All subjects had oral examinations, which are Simplified Oral Hygiene Index (OHI-S), Papilary Bleeding Index (PBI), Decay, Missing, Filling-Teeth (DMF-T), Mucosal Plaque Index Score (MPS), and examination of flow rate and salivary pH, oral lesions and oral lesions topography. Subjects were interviewed about oral health related habits. Results: The most common oral lesions was gingivitis and most common systemic diseases was hypertension. OHI-Scategory is bad, PBI category is good, DMF-T category is very high, MPS index category is good. There is a relationship between gender and type of work with systemic diseases in the elderly. Elderly with the habit of smoking, snacking, and drinking alcohol tend to have systemic diseases. Elderly with systemic diseases tend to have oral lesions. Conclusion: Oral conditions and systemic diseases in elderly who living in institution in Jakarta are not good.

"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astari Larasati
"Latar belakang: Keadaan mulut yang buruk berdampak pada kualitas hidup lansia. Studi sebelumnya telah mendapatkan alat ukur kualitas hidup namun subjek yang digunakan adalah pasien geriatri. Oleh karena itu diperlukan alat ukur yang baru yang dapat digunakan pada lansia yang sehat.
Tujuan: Mendapatkan alat ukur kualitas hidup lansia yang baru ditinjau dari aspek kesehatan gigi dan mulut, menganalisis hubungan antara kualitas hidup dengan kesehatan gigi dan mulut dan mengetahui faktor yang paling mempengaruhi kualitas hidup lansia.
Metode: Cross-sectional pada 101 lansia. Pencatatan data sosiodemografis dan pemeriksaan intraoral. Wawancara untuk pengisian kuesioner kualitas hidup lansia dengan alat ukur yang telah divalidasi.
Hasil: Uji validitas dan reliabilitas menunjukkan hasil yang baik. Hasil uji chisquare untuk variabel sosiodemografik, OHI-S berhubungan bermakna dengan penghasilan (p=0.01) dan pendidikan (p=0.004) dan DMF-T berhubungan bermakna dengan usia (p=0.04). Faktor risiko yang masuk ke dalam model multivariat adalah variabel usia (p<0.250), variabel penghasilan (p=0.006), variabel skor OHI-S (p=0.001) dan variabel skor DMF-T (p=0.004). Faktor yang paling berkontribusi pada kualitas hidup adalah skor DMF-T (p=0,006; OR=3,328), diikuti skor OHI-S (p=0,009; OR= 3,289), dan tingkat ekonomi (p=0,005; OR=3,318).
Kesimpulan: Diperoleh alat ukur kualitas hidup yang valid dan reliabel. Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup lansia antara lain DMF-T, OHI-S dan tingkat ekonomi.

Background: Poor oral health can impact elderly's quality of life. Previous study has already create a new Oral Health related Quality of Life but the index was mainly use for geriatric patients, therefore the new OHRQoL index was needed for healthy elderly.
Objective: to get a new oral health related quality of life (OHRQoL) index for elderly, to analyze the correlation between eldery quality of life and their oral health conditions and to determine factors that contribute the most in their quality of life.
Methods: Cross-sectional study was performed towards 101 elderly. Their demographic data was collected, intra oral examination was performed. OHRQoL status was measured using a new index that combines several index and already tested its validity and reliability in a personal interview.
Result: the new OHRQoL index had a good validity and reliability.Chi-square test showed, OHI-S score was strongly associated with income (p=0.01) and education (p=0.004) and DMF-T score was strongly associated with age (p=0.04). OHI-S (p=0.001), age (p<0.025), income (p=0.006) and DMF-T score (p=0.004) are risk factors that were incorporated into multivariate model. From the final multivariate model, DMF-T score (p=0,006; OR=3,328), contributed most to OHRQoL, followed by OHI-S score (p=0,009; OR= 3,289), and income (p=0,005; OR=3,318).
Conclusion: The new OHRQoL index is valid and realiable to measure the elderly OHRQoL. DMF-T score is the factor that contribute the most in elderly OHRQoL followed with OHI-S score and income.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Nathania Martayoga
"Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status kesehatan gigi dan mulut dengan kualitas hidup lansia. Metode Total 93 subjek dinilai status kesehatan gigi dan mulutnya menggunakan indeks DMFT dan status periodontal standart WHO, sedangkan kemampuan mastikasi menggunakan skor color changing chewing gum. Tingkat kualitas hidup dinilai menggunakan kuesioner GOHAI versi Bahasa Indonesia dan kuesioner WHO.
Hasil: Nilai mean kuesioner WHO adalah 24,3. Kesulitan menggigit dan mengunyah makanan memiliki hubungan bermakna dengan jumlah gigi asli r=0,3; r=0,3 dan kemampuan mastikasi r=-0,4; r=-0,3. DT memiliki hubungan bermakna dengan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari r=0,2. Nilai mean GOHAI adalah 51,5. Kemampuan mastikasi memiliki hubungan bermakna dengan limitasi fungsi r=0,3, aspek psikologis r=0,2, dan pengaruh terhadap kehidupan sehari-hari r=0,3. Rasa sakit dan ketidaknyamanan memiliki hubungan bermakna dengan DT r=0,3 dan BOP r=-0,3.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut terhadap kualitas hidup lansia.

Background: This study aims to examine the relationship between oral health status and quality of life of independent living elderly. Methods Total of 93 subjects oral health status was recorded using DMFT index and WHO standarts periodontal index, and masticatory performance was recorded using color changing chewing gum. Quality of life was recorded using GOHAI and WHO questionnaire.
Results: Mean scores WHO questionnaire is 24,3. Significant relationship exist between difficulty in biting and chewing food with natural teeth r 0,3 r 0,3 and masticatory performance r 0,4 r 0,3. DT was positively correlate with difficulties doing usual activities r 0,2. Mean scores GOHAI Indonesian version is 51,5. Masticatory performance was positively correlate with functional limitation r 0,3, pshycology aspects r 0,2, and effect on daily performance r 0,3. Significant relationship exists between pain and discomfort with DT r 0,3 and BOP r 0,3.
Conclusion: There is significant relationship between oral health and quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Getha Gazela Yuniendra
"Latar Belakang: Komponen terbesar pada indeks DMFT ialah kehilangan gigi dan terjadi paling banyak pada kelompok lansia. Kehilangan gigi dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengunyah makanan sehingga berdampak pada kurangnya asupan nutrisi.
Metode: Metode potong lintang yang dilakukan di 4 Puskesmas di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Jumlah subjek lansia ialah sebanyak 93 subjek dan didapatkan melalui teknik convenience sampling. Pada subjek dilakukan pemeriksaan intraoral, pengukuran antropometri BMI dan diwawancara menggunakan kuesioner Mini Nutritional Assessment MNA.
Hasil: Ditemukan bahwa 53,8 subjek masih memiliki jumlah gigi sebanyak 20 buah atau lebih. Sebanyak 55,9 subjek memiliki risiko terhadap malnutrisi. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah gigi yang tersisa, gigi karies, gigi hilang, gigi yang ditambal dan kemampuan mastikasi p > 0,05 dengan status nutrisi.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut dan kemampuan mastikasi terhadap status nutrisi pada lansia.

Background: The biggest component in DMFT index is tooth loss, and mostly occur in elderly. Tooth loss can affect the ability in chewing food then it may affect the lack of nutrition intake.
Methods: The cross sectional study was performed in 4 community health center in Central Jakarta, South Jakarta and East Jakarta. It was involving 93 elderly age ge 60. The sampling method was convenience sampling. Subjects were submitted to intraoral examination, anthropometric measurement BMI and as well as interview using Mini Nutritional Assessment MNA.
Results: 53,8 subjects have 20 or more sum of natural teeth. 55,9 subjects have risk at malnutrition. The results of correlation test showed that sum of natural teeth, decay teeth, missing teeth, filling teeth, and masticatory performance p 0,05 were not significantly correlated with nutritional status BMI and MNA.
Conclusion: There is no relationship between oral health status and masticatory performance with nutritional status in elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhaina Kirana Arishanti
"Latar Belakang: Media sosial digunakan oleh sebagian besar remaja sebagai salah satu sumber informasi kesehatan oral, salah satunya masalah gusi berdarah. Tujuan: Mengetahui hubungan penggunaan media sosial mengenai gusi berdarah dengan literasi kesehatan mulut pada murid SMA di DKI Jakarta. Metode: Studi potong lintang pada 500 murid kelas X SMA di DKI Jakarta pada bulan Agustus hingga September 2022 menggunakan kuesioner daring berisi 68 pertanyaan. Digunakan uji korelasi Spearman. Penilaian kualitas studi dilakukan berdasarkan panduan STROBE yang terdiri dari 22 domain. Hasil: Mayoritas murid kelas X SMA melakukan pencarian informasi gusi berdarah di Youtube (43%) dan Instagram (33,4%) dan terdapat perbedaan bermakna skor literasi kesehatan mulut antara mereka yang pernah melakukan pencarian informasi gusi berdarah di kedua platform tersebut dengan mereka yang tidak pernah. Selain itu, terdapat korelasi positif lemah (r = 0,148 (Instagram); r = 0,090 (Twitter); r = 0,153 (Youtube); r = 0,110 (Tiktok)) antara frekuensi penggunaan media sosial dalam mencari informasi gusi berdarah dengan tingkat literasi kesehatan mulut. Kesimpulan: Edukasi kesehatan gigi dan mulut melalui platform media sosial dapat dijadikan pertimbangan, mengingat banyaknya remaja yang memiliki dan menggunakan media sosial secara aktif. Namun, perlu diperhatikan pula mengenai kualitas dan kredibilitas informasi kesehatan gigi dan mulut yang tersedia di media sosial

Background: Social media is used by most of adolescents as a source of oral health information, for example gum bleeding. Objectives: To determine the relationship between social media use about gum bleeding and oral health literacy among high school students in Jakarta. Methods: A cross-sectional study of 500 of 10th grade high school students in Jakarta from August to September 2022 using an online questionnaire containing 68 questions. Spearman correlation was used. The study quality assessment was carried out based on the STROBE guidelines consisting of 22 domains. Results: Most 10th grade high school students searched information about gum bleeding in Youtube (43%) dan Instagram (33,4%) and there are significant differences in oral health literacy score between those who have ever searched information about gum bleeding on both platform and those who have never. Furthermore, there are weak positive correlations (r = 0,148 (Instagram); r = 0,090 (Twitter); r = 0,153 (Youtube); r = 0,110 (Tiktok)) between frequency of social media use in searching information about gum bleeding and oral health literacy score. Conclusions: Dental and oral health education through social media platforms can be considered, given that there are most of adolescents who own and use social media actively. However, it is also necessary to pay attention to the quality and credibility of dental and oral health information available on social media."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>