Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vera Khoernia Sari
"ABSTRAK
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa yang terkait dalam perkawinan adalah seorang pria dengan seorang wanita, akan tetapi dalam ekadaan tertentu seorang pria boleh beristri lebih dari seorang dengan memenuhi persyaratan tertentu. Akan tetapi dalam melaksanakan poligami sering terjadi pelanggaran, sehingga timbul suatu sengketa di pengadilan. Pelanggaran terhadap perkawinan poligami tersebut dapat dibatalkan oleh Pengadilan dengan adanya gugatan dari para pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut maupun pihak ketiga yang berkepentingan. Pokok permasalahan yang dianalisis adalah pembatalan perkawnan oleh Mahamah Agung dan kekuatan menggunakan metode penelitian normatif dengan studi kepustakaan yang ditunjang dengan wawancara dan data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, sehingga menghasilkan uraian deskriptis yang dapat menjabarkan jawaban permasalahan. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sudah sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris adalah sempurna/kuat, dengan adanya pembatalan perkawinan maka tidak secara serta merta Akta Notaris tersebut menjadi batal. Batalnya suatu Akta Notaris hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan dan dalam Akta Notaris haruslah terdapat cacat. Apabila akta notaris tersebut mengikat pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut tidak boleh dirugikan, sehingga akta notaris tersebut masih tetap kuat pembuktiannya selama akta tersebut dibuat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan tidak melanggar kesusilaan. Agar tidak terdapat ketidakseimbangan dalam hukum, maka diperlukan kesadaran dari berbagai pihak untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

ABSTRAK
The marriage was the association was born the heart between a man and a woman as the husband and wife with the aim of forming the family, the happy and lasting household was based on the Deity the Lord. From this understanding was known that that was tied in the marriage was a man with a woman, but in the certain situation of a man might have wives more than a person by meeting the certain condition. But in the implementation of polygamy often the violation happened, so as to emerge a dispute in the Court. The violation of the marriage of this polygamy could be cancelled by the Court with the existence of the lawsuit from the sides that held this marriage and the interested third party. The subject of the problem that was analysed was the cancellation of the marriage by the Supreme Court and the strength of authentication of the notary's certificate after having the cancellation of the marriage. This writing used the normative research method with the study of the bibliography that was supported with the interview and the data that were received was analysed qualitatively, so as to produce the analysis deskriptis that could clarify the problem answer. The decision of the Republic of Indonesia Supreme Court."
2008
T24690
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Charissa
"Penelitian ini membahas mengenai peran notaris dalam membuat akta perjanjian perkawinan serta pentingnya pencatatan perjanjian perkawinan ke Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil (KCS) dalam Putusan No. 59/Pdt.G/2018/PN Bgr agar perjanjian tersebut memiliki kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa SHM XXXX/Ciriung merupakan harta bersama. Padahal, jika ditinjau dari UU Perkawinan serta Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015, seharusnya SHM XXXX/Ciriung bukan merupakan harta bersama sehingga jika terjadi pengalihan hak dikemudian hari atas aset tersebut dibutuhkan persetujuan pasangan. Metode penelitian yang digunakan adalah evaluatif dengan pendekatan kasus (case approach). Analisis didasarkan pada ketentuan dalam UUJN terkait kewenangan Notaris serta UU Perkawinan dan Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015 terkait harta benda dalam perkawinan. Hasil analisa adalah bahwa perjanjian perkawinan harus dibuat dalam akta notaris diikuti pelaporan ke Catatan Sipil sesuai Surat Edaran Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Nomor 472.2/5876. Maka dari itu, perjanjian perkawinan yang tidak dibuat dalam bentuk akta notaris dan tidak dicatatkan ke pegawai pencatat perkawinan hanya mengikat pihak yang membuatnya saja berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata dan tidak memiliki daya ikat terhadap pihak ketiga. Sehingga, berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa hakim telah keliru dalam memberi pertimbangan karena harta yang diperoleh semasa perkawinan dalam Putusan No. 59/Pdt.G/2018/PN Bgr seharusnya merupakan harta bersama.

This study discusses the role of a notary in making a marriage agreement deed and the importance of the ratification of a marriage agreement by the Marriage Registrar at the Civil Registry Office (CRO) in Decision No. 59/Pdt.G/2018/PN Bgr. The judges in their decision stated that SHM XXXX/Ciriung was a joint property. In fact, when viewed from the Marriage Law and the Constitutional Court's Decision No. 69/PUU-XIII/2015, SHM XXXX/Ciriung should not be a joint property so that if there is a transfer of rights in the future on the asset, the spouse's approval is required. The research method used is evaluative with a case approach. The analysis is based on the provisions in the UUJN related to the authority of the Notary and the Marriage Law as well as the Constitutional Court Decision No. 69/PUU-XIII/2015 related to property in the marriage. The result of the analysis is that the marriage agreement must be made in a notarial deed followed by reporting to the Civil Registry in accordance with the Circular Letter of the Directorate General of Population and Civil Registry Number 472.2/5876. Therefore, a marriage agreement that is not made in the form of a notarized deed and is not ratified by the marriage registrar is only binding on the party who made it based on Article 1338 of the Civil Code and has no binding force against third parties. Thus, based on the results of this study, it can be concluded that the judge has erred in giving consideration to the property acquired during the marriage in Decision No. 59/Pdt.G/2018/PN Bgr should be common property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library