Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Scaufele, Christopher
New York: Harper and Collins, 1993
363.73 SCH e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Halmann, Martin M
Tokyo: CRC Press, 1993
665.89 HAL c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Suhartanto
"Reaksi reformasi metana dengan karbondioksida (CO2 reforming) untuk menghasilkan gas sintesis (campuran gas CO dan H2) belum dimanfaatkan pada skala industri. Pada beberapa aplikasi, reaksi ini lebih unggul dibandingkan reaksi reformasi dengan kukus (steam reforming) untuk menghasilkan gas sintesis.
Riset dan pengembangan pada saat ini terutama dititikberatkan pada pengembangan katalis dan reaktor untuk reaksi reformasi CO2 yang diaplikasikan sebagai reaksi termokimia untuk konversi dan transmisi energi matahari menjadi energi panas, pembuatan gas sintesis untuk sintesa metanol dan pemanfantan gas alam yang mengandung CO2.
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian katalis bermuatan logam M dari golongan VIIB dengan penyangga γ-Al2O3. Katalis dipersiapkan dengan metoda impregnation to incipient wetness, dengan muatan 1, 2 dan 3 % mol M/Al, dan dengan metoda impregnasi pelet. Sebagai pembanding, diuji katalis bermuatan 0,5 % mol Rh/Al.
Pengujian katalis dilakukan menggunakan reaktor unggun tetap pada suhu 600 - 850 °C dan tekanan 1 atm. Katalis berbentuk butiran berukuran 150 - 250 μm. Sebagai umpan digunakan campuran gas CH4 dan CO2 dengan perbandingan 1 : 1,1 pada laju alir 200 ml/min STP.
Hasil terbaik diberikan katalis 2 % mol M/γ-Al2O3 dimana konversi, selektivitas, yield, perbandingan CO/H2 dan parameter kinetika reaksinya lebih baik dari katalis bermuatan M lainnya.
Energi aktivasi rata-rata katalis bermuatan logam M yang diuji adalah 131 kJ/mol. Ada kemungkinan pembentukan deposit karbon pada suhu rendah."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Rafly Dewantara
"Latar Belakang: Pemanasan global merupakan peristiwa terjadinya kenaikan suhu pada permukaan bumi. Peristiwa tersebut terjadi akibat adanya kenaikan karbondioksida pada atmosfer sehingga mempengaruhi perubahan ikim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi sistem imun. Pada keadaan hiperkapnia terjadi penurunan pada pengeluaran sitokin dan kemokin serta hambatan pada proses fagositosis dan autofagi pada makrofag. Selain itu, dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan seperti sakit kepala dan muntah hingga terjadi penurunan kesadaran pada manusia. Terdapat berbagai respon yang ditunjukkan PBMC pada saat dipaparkan karbondioksida namun, penelitian ini difokuskan untuk melihat perubahan pH pada medium kultur sel PBMC. Tujuan: Mengetahui efek paparan karbondioksida terhadap perubahan pH pada medium kultur PBMC. Metode: Penelitian ini menggunakan sel PBMC yang telah diisolasi dan telah dipaparkan kadar karbondioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji masing-masing selama 24 jam dan 48 jam. Kemudian dilakukan pengukuran pH pada medium kultur sel PBMC pada masing-masing kelompok dengan menggunakan pH meter. Hasil yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil: Terdapat penurunan pH secara signifikan pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol (P<0.05). Paparan CO2 15 % terbukti menurunkan pH medium kultur PBMC secara signifikan pada 24 jam dan 48 jam dibandingkan dengan control (CO2 5%).
Hal ini juga didukung dengan hasil konsentrasi H+ yang meningkat setelah paparan CO2 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Kesimpulan: Terdapat perubahan pH dan konsentrasi ion H+ pada medium kultur PBMC sebagai respon terhadap pemaparan karbondioksida 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Background: Global warming is an event of an increase in temperature on the earth's surface. This event occurs due to an increase in carbon dioxide in the atmosphere so that it affects climate change. Increased carbon dioxide can affect the immune system. In hypercapnia, there is a decrease in the release of cytokines and chemokines as well as inhibition of the process of phagocytosis and autophagy in macrophages. In addition, it can cause health problems such as headaches and vomiting to a decrease in consciousness in humans. There are various responses shown by PBMCs when exposed to carbon dioxide, however, this study focused on looking at changes in pH in the PBMC cell culture medium. Objective: To determine the effect of carbon dioxide exposure on changes in pH in PBMC culture medium. Methods: This study used PBMC cells that had been isolated and exposed to carbon dioxide levels of 5% as control and 15% as test for 24 hours and 48 hours, respectively. Then measured the pH of the PBMC cell culture medium in each group using a pH meter. The results obtained will be analyzed using SPSS. Results: There was a significant decrease in pH in the test group compared to the control group (P<0.05). Exposure to 15% CO2 was shown to significantly reduce the pH of the PBMC culture medium at 24 and 48 hours compared to the control (CO2 5%).
This is also supported by the results of the increased H+ concentration after exposure to 15% CO2 for 24 hours and 48 hours.
Conclusion: There are changes in pH and concentration of H+ ions in PBMC culture medium in response to exposure to 15% carbon dioxide for 24 hours and 48 hours.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Dinuto Pancasasi
"ABSTRAK
Kandungan CO2 pada gas alam merupakan komponen yang harus diminimalisir keberadaanya agar gas alam lebih bernilai teknis dan ekonomis. Studi kasus pada penelitian ini adalah keterbatasan kemampuan unit absorbsi MDEA yang ada, hanya mampu mengolah gas alam dengan kadar CO2 dibawah 24 . Sehingga gas alam hasil produksi sumur baru berkadar CO2 > 33 tidak dapat diolah oleh unit tersebut untuk memenuhi spesifikasi produk gas yang ditentukan konsumen, yaitu berkadar CO2 maksimum 5 . Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dengan metode kuantitatif dan kualitatif sebagai studi kelayakan teknis dan ekonomis untuk memastikan penerapan teknologi membran, sebagai salah satu pilihan teknologi, untuk menurunkan kadar CO2 tinggi pada gas alam untuk meningkatkan laju produksi gas alam dan produk gas yang akan dikirim ke konsumen.Penelitian dimulai dengan perancangan peralatan membran pretreatment yang sesuai dengan kondisi gas umpan untuk mendukung operasi membran. Kemudian dibuat pemodelan menggunakan sistem membran satu langkah, elemen membran spiral-wound berbahan selulosa asetat serta menghitung luas permukaan membran yang dibutuhkan. Menurut hasil perhitungan teknis, penerapan teknologi ini terbukti dapat menurunkan 33 kadar CO2 pada gas umpan menjadi 13 sampai 20 serta berdampak pada kenaikan produksi gas alam dengan jumlah dan spesifikasi produk gas yang sesuai kebutuhan konsumen. Secara ekonomis, investasi pengadaan fasilitas membran juga dinilai menguntungkan, dengan nilai IRR sebesar 134,29 , nilai NPV sebesar USD 51.951.000, dan masa pengembalian investasi 3,33 tahun.

ABSTRACT
CO2 contents in natural gas is a component that should be minimized to increase the natural gas technical and economical values. The case study of this research is the limitation capability of existing MDEA absorption unit which could only processed natural gas with maximum 24 CO2 contents. Therefore, the natural gas produced from new wells with CO2 contents 33 could not be processed to meet customer rsquo s gas sales specification in maximum 5 CO2. A research should be carried out by using quantitative and qualitative methods as technical and economic feasibility to ensure the application of membrane technology, one of CO2 separation from natural gas technology choices, to reduce high CO2 contents from it natural gas to increase natural gas production and sales gas that will deliver to customer.The research started with designing the membrane pretreatment equipment which suitable with feed gas condition to support the membrane operation. Then it followed by modelling the single step membrane system with spiral wound of cellulose acetate membrane then calculated the required surface area. The technical calculation result shown this technology application could reduce the 33 of CO2 contents to 13 until 20 and gave natural gas production increase which could fulfill the customer demands, both quantity and it specification. From the economical review, the membrane facility investment would be had profitable values after shown 134,29 of IRR value, USD 51,951,000 of NPV value, within payback period 3.33 years."
2017
T48547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasanuddin
"Permintaan sulfur dalam negeri semakin meningkat hingga 220 ribu ton pada 2014 atau setara dengan 72 juta US dollar. 70% sulfur yang ada saat ini merupakan by product dari minyak bumi. Seiring dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dunia dan juga terbatasnya eksplorasi untuk penambangan sulfur menjadi pertimbangan untuk meningkatkan produksi sulfur dalam negeri. Proses pemurnian sulfur alam dengan sistem kontiniu dan tekanan tinggi yang telah ada, proses Frasch, membutuhkan modal dan biaya operasional yang besar. Proses Frasch membutuhkan air hingga 57 m3 untuk setiap ton sulfur yang dihasilkan dan juga biaya yang mahal. Pada penelitian sebelumnya dilakukan modifikasi proses produksi sulfur menggunakan autoclave dengan sistem batch untuk mereduksi biaya operasional dan dapat dilakukan pada skala kecil. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa proses ini dapat memurnikan batuan dengan kemurnian tinggi tetapi yield yang dihasilkan kurang optimum Pada penelitian ini dilakukan injeksi gas karbondioksida ke dalam sistem sebagai media transfer panas tambahan. Karbondioksida juga memiliki kemampuan untuk meningkatkan difusifitas uap air untuk penetrasi ke dalam formasi batuan yang membantu untuk melelehkan sulfur sehingga meningkatkan yield sulfur yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi operasi untuk proses pemurnian adalah pada suhu 140oC, tekanan injeksi karbondioksida sebesar 30 psi, rasio air dan batuan sebesar 10ml/g, serta lama waktu operasi 6 menit dengan yield dan kemurnian yang didapatkan masing-masing sebesar 86,8% dan 99,82%.

Demand of sulfur in Indonesia is increasing throughout the years reaching 220 thousand tones equivalent with 72 millio US Dollar in 2014. Nowadays, 70% of sulfur is coming from byproduct of petroleum industry. As long as the depletion of oil and gas resoources and the limited of exploration of sulfur mining as the consideration to enrich the production of sulfur in domestic.The existing sulfur purification process with continue system and high pressure, Frasch process, requires high capital and operational cost. Frasch process needs water up to 57 m3 in order to get one tone of sulfur. On the previous research, modified sulfur production process used autoclave in batch system to reduce the operational cost in order to use by small industry. The result is that process can purify sulfur with high purity but, the yield itself is not optimal. In this research, carbondioxyde is injected as an addition of heat transfer. In addition, carbon dioxide has an ability to enrich the diffusivity of steam to penetrate rock formations. The injection of carbon dioxide in this system can help in melting sulfur faster in order to increase the yield itself. Based on this research, the operation condition to purify sulfur is 140 oC of temperature, 30 psi of CO2 injection, 10 ml/g of ratio between water and native sulfur ore with 6 minutes of process. The result of yield and purity are 86,8% and 99,82%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64692
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Hilmi Taufikulhakim
"Latar belakang: Kadar karbondioksida (CO2) di atmosfer semakin meningkat dan sudah mendekati batas yang bisa ditoleransi oleh manusia dalam jangka paparan seumur hidup. Berdasarkan fakta tersebut, tentu manusia sudah mulai merasakan dampak dari peningkatan CO2. Pada penelitian ini akan dianalisis mengenai dampak paparan CO2 kadar tinggi terhadap proliferasi peripheral blood mononuclear cells (PBMC) manusia.
Metode: Sampel triplo PBMC dibagi kedalam kelompok uji (paparan CO2 15%) dan kelompok control (paparan CO2 5%) dengan jumlah sel awal tiap well sebanyak 250.000. Kedua kelompok diberikan paparan selama 24 jam dan 48 jam kemudian hasilnya dihitung menggunakan hemositometer.
Hasil: Kelompok sel yang diberikan paparan CO2 15% memiliki tingkat proliferasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol pada 24 dan 48 jam (P<0.001).
Kesimpulan: Paparan CO2 15% diduga menghambat proliferasi PBMC pada 24 dan 48 jam yang ditandai dengan jumlah akhir sel yang lebih rendah disbanding kontrol. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme yang mendasarinya yaitu apakah paparan CO2 15% menghambat siklsus sel atau memicu apoptosis yang berperan dalam penurunan proliferasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiyat Usman
"Sektor energi menjadi kontributor utama penghasil emisi karbondioksida (CO2) dalam kawasan ASEAN. Pertumbuhan populasi penduduk dan aktivitas ekonomi yang pesat hampir dua dekade terakhir memicu kenaikan permintaan energi yang tinggi dalam kawasan ASEAN. Kenaikan permintaan energi mendorong peningkatan emisi CO2, mengingat sumber energi fosil mendominasi bauran energi di negara-negara ASEAN. Studi ini menganalisis fenomena emisi CO2 berdasarkan aspek demografi, aktivitas ekonomi, dan teknologi dengan pendekatan model STIRPAT yang telah dimodifikasi. Studi ini dilakukan mengingat keterbatasan studi empiris terkait emisi CO2 dalam konteks ASEAN. Studi ini menemukan bahwa populasi penduduk, pendapatan per kapita, dan intensitas energi menjadi penggerak utama emisi CO2 di kawasan ASEAN. Penggunaan energi yang efisien dilihat dari seberapa besar intensitas energi yang dapat diturunkan. Konsumsi energi fosil berhubungan positif dengan emisi CO2, meskipun besaran kenaikan emisi yang ditimbulkan tergolong kecil dalam studi ini. Kenaikan persentase konsumsi energi terbarukan terbukti mampu mereduksi emisi CO2 di kawasan ASEAN. Hanya saja besaran kemampuan reduksi yang dihasilkan cenderung lebih kecil dibandingkan dengan studi serupa diluar konteks ASEAN. Temuan mengejutkan dalam studi ini adalah fenomena urbanisasi dan industrialiasi secara statistik tidak signifikan untuk menjelaskan emisi CO2 di kawasan ASEAN.

The energy sector is the most significant contributor to carbon dioxide (CO2) emissions in ASEAN countries. Rapidly growth in population and economy in the last two decades has driven up energy demand in ASEAN countries. The increase in energy demand leads to an increase in CO2 emissions due to fossil energy dominating the energy mix in ASEAN countries. This study analyzes the phenomenon of CO2 emissions based on aspects of demography, economic activity, and technology with a modified STIRPAT model. This study conducted because of the limited empirical studies related to CO2 emissions in ASEAN. This study found that population, per capita income, and energy intensity as the main drivers of CO2 emissions in ASEAN countries. Energy intensity has a positive impact on CO2 emissions and indicates the inefficiency of energy use. The consumption of fossil energy is positively related to CO2 emissions, although the magnitude is small. An increase in the share consumption of renewable energy proved to reduce CO2 emissions. However, the amount of emission reduction tends to be smaller than similar studies. Surprisingly, this study found that urbanization and industrialization were statistically not significant to explain CO2 emissions in ASEAN countries.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Putra Temagangka
"Cold storage untuk kebutuhan biomedis disyaratkan dapat mencapai -80°C dan untuk itu digunakan sistem refrigerasi cascade (Tianing et al, 2002). sistem refrigerasi cascade masih menggunakan refrigeran CFC dan HCFC. Campuran azeotropis karbondioksida dan ethane merupakan refrigerant alternatif yang menjanjikan. Studi simulasi dan eksperimen mengindikasikan campuran karbondioksida dan ethane mampu mencapai temperatur -80°C (Darwin et.al, 2008). Namun demikian, temperatur minimum tersebut masih belum stabil. Hal ini diduga karena adanya perubahan komposisi saat refrigeran campuran bersirkulasi dalam sistem refrigerasi. Hal ini dibuktikan oleh Kim et al. (2008) yang melakukan studi campuran CO2/propane mendapati bahwa kompsisi CO2 lebih besar 0,03 (fraksi mole) daripada komposisi pengisiannya. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini akan berkonsentrasi pada pengaruh perubahan komposisi refrigeran yang bersirkulasi pada sistem refrigerasi cascade melalui metode simulasi dan eksperimen. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi optimal campuran karbondioksida dan dalam sirkuit temperature rendah pada sistem refrigerasi cascade.

Cold storage for biomedical need is required to achieve -80°C, therefore cascade refrigeration system is applied (Tianing et al, 2002). Cascade refrigeration system still uses refrigerant CFC and HCFC. An azeotropic mixture of carbon dioxide and ethane is a promising alternative refrigerant. Past simulation and experiment studies indicate that this carbondioxide and ethane mixture was able to achieve temperature of -80°C (Darwin et al, 2008). However, this temperature is still not stable because of the refrigerant ring circulation inside the refrigeration system. This has been proved by Kim et al. (2008) who study carbon dioxide/propane mixture that the CO2 composition. As such, this study will be concentrating on the effect of a change in cascade refrigeration system through simulation and experiment. The main objective of this study is to obtain the optimum composition mixture of carbondioxide/ethane used in a low temperature cascade refrigeration system."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S993
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iswanto Purnomo
"Cold storage untuk kebutuhan biomedis disyaratkan dapat mencapai -80oC dan untuk itu digunakan sistem refrigerasi cascade (Tianing et al, 2002). Sistem refrigerasi cascade masih menggunakan refrigeran CFC dan HCFC. Campuran azeotropis karbondioksida dan ethane merupakan refrigeran alternatif yang menjanjikan. Studi simulasi dan eksperimen mengindikasikan campuran karbondioksida dan ethane mampu mencapai temperatur -80oC (Darwin et.al, 2008). Namun demikian, temperatur minimum tersebut masih belum stabil. Hal ini diduga karena pengaruh temperatur evaporasi High Stage /HS yang tidak optimal dalam mngalirkan panas ke sistem Low Stage. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini akan berkonsentrasi pada pengaruh temperatur evaporasi terhadap kerja sistem cascade dengan variasi pembebanan.

Abstract
Cold storage for biomedical needs required to achieve-it's -80 ° C and used for cascade refrigeration system (Tianing et al, 2002). Cascade refrigeration system is still using CFC and HCFC refrigerants. Azeotropis mixture of carbon dioxide and Ethane is a promising alternative refrigerants. Simulation and experimental studies indicate a mixture of carbon dioxide and Ethane capable of reaching temperatures -80 ° C (Darwin et.al, 2008). However, the minimum temperature is still not stable. This is presumably because the effect of temperature evaporation Stage High / HS that is not optimal in transferring heat to Low Stage system. Based on these two studies will concentrate on the effect of temperature on the evaporation cascade system works with a variety ofloading.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1765
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>