Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nizar Ali Balgana
"Untuk mengatasi masalah kerak kalsium karbonat CaCO3 yang terbenluk dari air sadah dimana merupakan suatu gangguan besar dalam proses di industri dibutuhkan banyak metode altematif sehingga pada penerapannya efektif dan efesien. Salah satu metode yang saat ini sedang berusaha dikembangkan walaupun masih kontroversial adalah pengolahan air sadah dengan metode magnelisasi.
Dalam penelitian ini yang pertama-tama dilakukan adalah preparasi sampel yaitu membuat air sadah yang merupakan campuran dari 0.01 M CaCl; dan 0.01 M Na2CO3. Selanjutnya pengujian kuantitatif dilakukan dengan mencampurkan laruran pernbentuk air sadah kedalam beaker glass yang diberi perlakuan dan tanpa perlakuan magnetisasi untuk mendapatkan pengaruh magnetisasi terhadap endapan CaCO; yang terbentuk dan dilakukan pengujian terhadap konsentrasi ion Ca” di larutan hasil uji pengendapan tersebut. Uji kuantitatif lainnya adalah adalah uji total padatan terlarut dengan magnetisasi 5 menit dan tanpa magnetisasi dimana total padatan terlarulnya diukur selama 30 menit. Uji kualitatif dilakukan dengan uji foto mikroskop oplik dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan struktur klistal dan jumlah partikel dari air sadah dengan dan tanpa magnetisasi 10 menit. Pengujian dengan menggunakan X -Ray Diffraksi dilakukan untuk melihat dengan pasti struktur kristal yang terbentuk dari air sadah dengan dan tanpa perlakuan magnetisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara berat endapan kalsium karbonat yang terbentuk dengan waktu magnetisasi. Dimana semakin lama magnetisasi makajumlah endapan semakin kecil sementara uji ion Cal' pada larutan tersebut menunjukkan bahwa semakin lama magnetisasi, konsentrasi ion Ca” di larutan semakin besar. Uji foto mikroskop optik menunjukkan bahwa magnetisasi mempengaruhi struktur dan jumlah kristal CaCO3. Uji X - Ray Diffraksi menunjukkan bahwa jenis kristal CaCO; yang terbentuk endapan adalah kalsit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49771
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryagoeng CD
"Air secara alamiah mengandung ion-ion logam terlarut di dalamnya, salah satunya adalah ion Ca2+ yang dapat berpresipitasi dengan ion CO32- sehingga membentuk kerak. Anti-scale Magnetic Treatment (AMT) merupakan suatu metode yang dapat mengurangi pembentukan kerak tanpa mengubah sifat kimia dari air. Hingga saat ini, penelitian mengenai AMT dengan fluida dinamik masih terus dikembangkan. Data yang dihasilkan cukup lengkap, oleh karena itu diperlukan suatu pengembangan model matematis dari data-data yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya, sehingga dapat diperkirakan hasil yang diperoleh pada suatu kondisi operasi tertentu. Data yang dihasilkan dari pengembangan model mempunyai harga yang mendekati hasil percobaan. Pengembangan model ini didapat waktu efektif magnetisasi dan variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap presipitasi CaCO3, yaitu kecepatan alir dan konsentrasi larutan.

Naturally water contains of ionics metal which dissolved within, one of the ionic metal is calcium ion (Ca2+) which could precipitate with CO32- forming scale. Anti-scale Magnetic Treatment (AMT) is an alternative method that could reduce the forming scale without changing it's chemical properties. Now a days, experiment about AMT with dynamic fluid is still being developed. The datas from the experiment that have been conducted are sufficient, because of that, the needs of mathematics modelling from the data from previous reseach is important to forecast the result that will be obtained from certain operation conditions. The modelling data obtained from modelling development were closed enough with the experiment data. From this modelling development the most influenced precipitation CaCO3 which were the liquid flow and the cocentration of the solution."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S52213
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Inez Nur Aulia Afiff
"ABSTRAK
Kebutuhan CaCO3 murni (>98%) baik di dunia maupun di Indonesia terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan ini Indonesia mengimpor CaCO3 murni dalam jumlah yang cukup besar tiap tahunnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Salah satu sumber daya alam yang melimpah di Indonesia adalah batuan dolomit. Dalam upaya meningkatkan nilai tambah mineral dolomit, perlu dilakukan kajian teknologi yang dapat diaplikasikan secara tepat dalam mengolah mineral dolomit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk dapat memisahkan kandungan CaCO3 dalam dolomit sehingga menghasilkan CaCO3 dengan tingkat kemurnian yang tinggi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi proses leaching yaitu berupa selective leaching dimana pada metode ini digunakan HCl dalam konsentrasi yang sangat rendah sehingga hanya ion Ca yang larut dalam HCl. Karakterisasi yang dilakukan meliputi komposisi dolomit dan produk CaCO3 menggunakan XRF dan metode penimbangan. Selective leaching dengan menggunakan HCl dilakukan pada variasi konsentrasi, waktu, rasio, dan kecepatan pengadukan. Kondisi optimum untuk menghasilkan CaCO3 dengan kemurnian diatas 98% didapat dengan menggunakan HCl 0.05M sebanyak 100mL selama 1 jam dan dilakukan tanpa pengadukan.

ABSTRACT
The needs of pure CaCO3 (>98%) both in the world and in Indonesia continues to increase every year. To meet this need, Indonesia imports CaCO3 in large quantities each year. This is very unfortunate because Indonesia has abundant natural resources, and one of them is dolomite. In an effort to increase the value of dolomites in Indonesia, it is necessary to study technologies that can be applied appropriately in processing the dolomites. This study aims to produce pure CaCO3 from dolomites in order to fulfill the needs in Indonesia. In this research, leaching process is modified into selective leaching. In this method, the concentrations of HCl that being used is very low that only Ca ion is dissolved in HCl. Characterization of dolomites composition is conducted by using XRF. Selective leaching using HCl performed at various concentrations, times, ratios, and stirring speeds. The optimum conditions to produse CaCO3 with a purity above 98% is obtained by using 100mL of 0.05M HCl for 1 hour and is done without stirring.
"
2015
S59778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Monica Rachelia
"Kalsium karbonat merupakan aditif padat yang dapat meningkatkan performa anti-wear pada pelumas gemuk. Kinerja aditif dalam mengurangi jumlah keausan dipengaruhi oleh ukuran partikelnya, dimana ukuran partikel yang semakin kecil akan memberikan sifat ketahanan aus yang semakin baik. Namun, partikel yang semakin kecil akan memiliki harga yang semakin mahal. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan performa gemuk dalam mengurangi jumlah keausan dan memaksimalkan efisiensi biaya dengan mengkombinasikan ukuran partikel aditif kalsium karbonat, yaitu ukuran mikro diatas asperities (Mb), ukuran mikro dibawah asperities (Mk) dan ukuran nano (N). Tiga ukuran tersebut dikombinasikan dengan komposisi berbeda. Pembuatan gemuk dilakukan melalui reaksi saponifikasi minyak sawit sebagai bahan dasar dengan asam 12-hidroksistearat, kalsium hidroksida, dan asam asetat sebagai pengental dan pengompleks. Gemuk bio kalsium kompleks dengan tingkat kekerasan gemuk multiguna (NLGI 2) yang dihasilkan selanjutnya dicampur dengan bubuk aditif kalsium karbonat sebanyak 1% dari basis gemuk, Partikel dikarakterisasi ukurannya menggunakan SEM. Gemuk yang dihasilkan dilakukan pengujian untuk mengetahui jumlah keausan menggunakan uji four ball dan untuk mengetahui pengaruh terhadap karakteristik gemuk yaitu konsistensi, kemuluran, dan dropping point. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kombinasi mikropartikel dibawah ukuran asperities dan nanopartikel dengan rasio 50% : 50% menghasilkan performa terbaik dalam mengurangi keausan dan mengurangi biaya bahan baku pembuatan gemuk. Penambahan aditif tidak terlalu memengaruhi tingkat penetrasi, kemuluran dan dropping point.

Calcium carbonate is a solid additive that is well-known for improving the anti-wear performance of bio greases. The performance of additives in reducing the amount of wear can be affected by its particle size, where the smaller particle size will provide better anti-wear performance. However, smaller particles are more expensive. Therefore, research is needed on the particle size combination of calcium carbonate particles on tribological performance to reduce the amount of wear and achieve cost efficient grease. The grease is made through the saponification reaction of palm oil as base oil with 12-hydroxystearic acid, calcium hydroxide, and acetic acid as thickeners and complexing agents. The resulting NLGI 2 calcium complex bio-grease (multi-purpose grease) was then mixed with 1% w/w calcium carbonate powder. The additive particle size was varied into three sizes: micro size above asperities (Mb), micro size below asperities (Mk), and nano size (N). The sizes were varied by its compositions. Particles were characterized using SEM, meanwhile bio-grease using penetration, drop point, and four ball tests. The results showed that the combination of microparticles below asperities (Mk) and nanoparticles (N) with a ratio of 50% : 50% produced the best performance in reducing wear and reducing the cost of raw material for making grease. The addition of additives does not significantly affect the level of penetration, fibril texture and dropping point."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Hamijaya
"Rangkaian penelitian yang dilakukan merupakan investigasi yang didasarkan dari literatur yang tersedia. Menganalisa sebuah proses produksi mixed hydroxide precipitate (MHP), yang diawali dengan proses proses pelindian atmosferik yang menghasilkan pregnant leach solution (PLS), dilanjut dengan multi-stage iron removal yang bertujuan untuk mengurangi pengotor besi yang terdiri dari dua tahapan. Pada tahapan pertama, PLS akan dititrasi dengan kalsium karbonat (CaCO3) dengan kadar 25 wt% hingga pH 2 tercapai, setelah itu, sampel dipanaskan hingga 90oC selama 2 jam. Pada tahapan kedua, sampel dititrasi dengan CaCO3 berkadar 12,5 wt% hingga pH 2 tercapai, selanjutnya dipanaskan hingga temperatur 90oC selama 1 jam. Recovery total besi, nikel, kobalt, aluminium dan mangan dengan proses multi-stage iron removal masing-masing mencapai 23,711%, 57,395%, 34,202%, 50,048%, 14,201%, dimana hasil ini cukup baik namun tidak memuaskan karena loss nikel dan kobalt >1%. Hal ini kemungkinan terjadi karena selektivitas pengendapan yang rendah akibat penambahan agen pengendap yang terlau banyak. Terakhir, ditutup dengan proses presipitasi PLS yang telah direduksi kadar besinya, pada fase ini PLS hasil iron removal dititrasi dengan magnesia (MgO) dengan kadar 20 wt% hingga mencapai pH 7. Hasil yang diharapkan ialah terjadinya separasi antara pengotor dengan MHP yang mengandung banyak Ni dan Co. Namun, penelitian ini menemukan beberapa beberapa parameter yang menghalangi terjadinya separasi antara MHP dan pongotornya. Meningkatnya viskositas larutan pasca titrasi, dan tidak terjadinya separasi merupakan tanda dari tingginya derajat kejenuhan larutan. Kurang optimalnya proses pereduksian besi turut mempengaruhi tidak terjadinya separasi pada proses presipitasi yang membuat magnesia tidak bereaksi dengan Ni dan Co.

The series of research carried out is an investigation based on the available literature. Analysing a production process of mixed hydroxide precipitate (MHP), which begins with an atmospheric leaching process that produces a pregnant leach solution (PLS), followed by multi-stage iron removal which aims to reduce iron impurities which consists of two stages. In the first stage, PLS will be titrated with calcium carbonate (CaCO3) at a level of 25 wt% until pH 2 is reached, after that, the sample is heated to 90oC for 2 hours. In the second stage, the sample is titrated with CaCO3 at a level of 12.5 wt% until pH 2 is reached, then heated to a temperature of 90oC for 1 hour. The total recovery of iron, nickel, cobalt, aluminium and manganese with the multi-stage iron removal process reached 23.711%, 57.395%, 34.202%, 50.048%, 14.201%, where these results were quite good but not satisfactory due to loss of nickel and cobalt >1%. This may be due to the low selectivity of precipitation due to the addition of too much precipitating agent. Finally, with the PLS precipitation process where the iron content has been reduced, in this phase the iron removed PLS is titrated with magnesia (MgO) with a concentration of 20 wt% until it reaches pH 7. The expected result is separation between impurities and MHP which contains a lot of Ni. and Co. However, this study found several parameters that prevented the separation between MHP and its impurities. The increase in the viscosity of the solution after the titration, and the absence of separation is a sign of the high degree of saturation of the solution. The less than optimal iron reduction process also affects the absence of separation in the precipitation process which makes magnesia not react with Ni and Co"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew
"Kegiatan penelitian yang disajikan dalam karya ilmiah ini menentukan kondisi terbaik dari serangkaian proses pengurangan besi dari larutan hasil lindi bijih nikel laterit. Larutan hasil lindi nikel laterit berasal dari bijih yang ada di wilayah Sulawesi di Indonesia dengan hidrometalurgi. Larutan hasil lindi awalnya dinetralkan dan dimurnikan dari pengotor besi dengan dua tahapan proses yang memanfaatkan kalsium karbonat 25 % w/w dan 12% w/w. Pemanasan juga dilakukan setelah proses penetralan hingga temperatur 90°C dan 70°C dalam waktu 2 jam dan 1 jam. Hasil penelitian menemukan bahwa kombinasi pH 2 dan 2,5 pada proses pengurangan besi tahap I dan II sebagai kondisi paling baik diantara percobaan-percobaan lain yang dilakukan pada penelitian ini. Pengurangan besi pada proses tersebut dapat mencapai 84,242% dari konsentrasi besi semula larutan hasil lindi. Penelitian ini juga menemukan beberapa parameter yang menghalangi optimalisasi proses pengurangan besi. Pengurangan konsentrasi nikel dan kobalt yang tinggi, pengentalan larutan pasca titrasi, endapan yang tidak kristalin menjadi ciri dari tingginya derajat kejenuhan larutan. Adapun pengaruh waktu retensi sewaktu penyimpanan larutan pasca titrasi juga turut mereduksi jumlah nikel dalam larutan.

The research work presented in this paper determined the best conditions at which the two-stages iron removal process was executed from the leach liquor of lateritic nickel ore. The leach solution was obtained from lateritic nickel ores from the Sulawesi region in Indonesia by performing hydrometallurgical methods. The leach solution was initially neutralized and purified from its iron impurities by a two-step process utilizing 25% w/w and 12,5% w/w calcium carbonate. Heating is also carried out after the neutralization process to a temperature of 90°C and 70°C within 2 hours and 1 hour. The study results found that the combination of pH 2 and 2.5 in the iron removal process stages I and II was the best condition among other experiments conducted in this study. The iron reduction in this process can reach 84.242% of the initial iron concentration from the leach solution. This study also found several parameters that held back the optimization of the iron removal process. High nickel and cobalt losses, post-titration thickening of the solution, and non-crystalline precipitates characterize the high degree of saturation of the solution. The effect of retention time during post-titration solution storage also increases the nickel loss."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fachri Al Shidqi
"Pada penelitian ini, amoksisilin trihidrat telah berhasil dienkapsulasi ke dalam hidrogel kitosan-cangkok-poli(N-vinil pirrolidon) mengapung dengan agen pembentuk pori CaCO3 dan NaHCO3 untuk menghasilkan suatu sistem penghantaran obat mengapung. Komposisi agen pembentuk pori yang digunakan divariasikan 10%; 15%, 20% dan 25% terhadap total massa reagen. Karakterisasi matriks hidrogel dilakukan dengan spektrofotometer FTIR dan mikroskop stereo. Hidrogel yang mengandung CaCO3 mengalami perubahan sifat fisik dan kimia yang lebih nyata dibandingkan hidrogel yang mengandung NaHCO3 dan kontrol. NaHCO3 menghasilkan daya apung, porositas, dan efisiensi penjeratan obat yang lebih baik dari CaCO3. Semakin besar komposisi agen pembentuk pori, porositas (%) dan daya apung matriks hidrogel semakin meningkat tetapi efisiensi penjeratan obatnya menurun. Matriks hidrogel mengapung memiliki kemampuan mengapung di atas 180 menit dengan porositas tertinggi (47%) diperoleh pada komposisi NaHCO3 25%. Uji pelepasan amoksisilin trihidrat dilakukan pada larutan pH 1,2 dan karakter pelepasan obat pada hidrogel yang mengandung CaCO3 menunjukkan sifat yang lebih terkendali dibandingkan hidrogel yang mengandung NaHCO3. Formulasi matriks hidrogel mengapung optimum diperoleh pada komposisi 10% NaHCO3 dengan efisiensi penjeratan obat sebesar 57% dan total pelepasan obat sebesar 43%.

In this research, the floating drug delivery system of amoxicillin trihydrate encapsulated in floating chitosan-graft-poly(N-vinyl pyrrolidone) hydrogels containing CaCO3 and NaHCO3 as pore forming agents has been successfully prepared. Pore forming agents used was varied 10%; 15%; 20%; and 25% in respect to total mass of the used materials. Characterization of the hydrogels were carried out using FTIR spectrophotometer and stereo microscope. Hydrogels containing CaCO3 exhibited profound physical and chemical differences over NaHCO3 containing hydrogels and control. NaHCO3 showed better floating properties, porosity, and drug entrapment efficiency than CaCO3. As pore forming agents compositions increased, the porosity (%) and floating properties increase but followed by decrease in drug entrapment efficiency. The floating hydrogel possessed floating abilities longer than 180 minutes and the highest porosity was found in hydrogel containing 25% NaHCO3. Amoxicillin trihydrate release was performed in pH 1,2 solution and hydrogel containing CaCO3 showed better drug release profile than hydrogel containing NaHCO3. The optimum formulation was achieved at composition of 10% NaHCO3 with 57% of drug entrapped within the hydrogel and 43% drug released."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65186
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Inayatulloh
"Penelitian ini menggunakan sampel bijih nikel laterit yang telah dilindi dengan metode pelindian atmosferik di lab Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Penelitian ini berfokus untuk mengendapkan pengotor pada PLS, terutama pengotor besi, yang bertujuan untuk menghasilkan mixed hydroxide precipitate pada produk akhirnya. Untuk mengendapkan pengotor tersebut, dilakukan proses yang disebut iron removal sebanyak tiga tahap, yaitu dengan secara berurutan dilakukan titrasi reagen kalsium karbonat (CaCO3) dengan kandungan 25%w/w, 15%w/w, dan 12,5%w/w kedalam PLS hingga mencapai pH 2, 3, dan 3,5. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan dengan temperatur 90oC selama 2, 1,5, dan 1 jam. Pada penelitian diakhiri dengan proses titrasi MHP dengan dilakukan titrasi reagen magnesia (MgO) dengan kandungan 20%w/w kedalam PLS hingga mencapai pH 7. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan dengan temperatur 50oC selama 0,5 jam. Secara keseluruhan hasil penelitian, ditemukan bahwa proses iron removal sebanyak 3 tahap mampu mengurangi kadar pengotor, terutama besi, secara signifikan. Kadar besi mampu berkurang dengan %recovery total mencapai 7,46%. Berbeda dengan kadar nikel dan kobalt yang banyak terbuang pada proses iron removal dengan %recovery nikel sebesar 66,63% dan kobalt sebesar 12,51%. Pada hasil proses titrasi MHP menunjukkan hasil yang belum optimal, hal tersebut diindikasikan oleh kadar nikel dan kobal yang tidak bertambah secara signifikan dan kadar pengotor yang masih ada pada MHP. Kadar nikel pada endapan hanya sebesar 19,3%.

This research used samples of lateritic nickel ore that had been leached using the atmospheric leaching method at Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) lab. This research focuses on precipitating impurities in PLS, especially iron impurities, which aims to produce mixed hydroxide precipitate in the final product. To precipitate these impurities, a process called iron removal was carried out in three stages, iron removal is carried out in series by titrating calcium carbonate reagent (CaCO3) with a content of 25%w/w, 15%w/w, and 12,5%w/w into PLS until it reaches a pH of 2, 3, and 3,5. Furthermore, the sample was heated to a temperature of 90oC for 2, 1,5, and 1 hours. The research ended with the MHP titration process by titrating magnesia reagent (MgO) with a content of 20% w/w into PLS until it reached pH 7. Then the sample was heated to a temperature of 50oC for 0,5 hour. Overall, the results of the study found that the 3-stage iron removal process was able to significantly reduce the levels of impurities, especially iron. Iron content can be reduced with total % recovery reaching 7,46%. In contrast to the nickel and cobalt content, which was mostly precipitate in the iron removal process, with % nickel recovery of 66.63% and cobalt of 12,51%. The results of the MHP titration process showed results that were not optimal, this was indicated by the levels of nickel and cobalt which did not increase significantly and the levels of impurities that were still present in the MHP. The nickel content in the precipitate is only 19,3%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Rafif Prasetyo
"Penelitian ini merupakan rangkaian dari proses pengolahan bijih nikel laterit hingga menjadi produk antara yakni mixed hydroxide precipitate (MHP) menggunakan proses hidrometalurgi. Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi kandungan pengotor utama besi dan pengotor lainnya serta meningkatkan efisiensi kandungan elemen berharga seperti nikel dan kobalt. Sampel awal yang digunakan pada penelitian ini berbentuk pregnant leach solution (PLS). Selanjutnya, PLS akan dilakukan proses multistage iron removal dengan menggunakan kalsium karbonat (CaCO3) dengan kadar 25% w/w, 15% w/w, dan 12,5% w/w pada masing-masing tahap. Kemudian sampel dipanaskan pada temperatur 90oC selama 2, 1,5, dan 1 jam pada setiap tahap. Kemudian, penelitian dilanjutkan dengan melakukan presipitasi MHP pada sampel yang telah melewati multistage iron removal. Proses presipitasi MHP dilakukan dengan menggunakan reagen natrium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi 2,5M. Presipitasi dilakukan hingga mencapai pH 9 lalu dilanjutkan dengan pemanasan pada temperatur 90oC selama 1 jam. Pada penelitian ini, ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan tidak meningkatnya kadar nikel secara signifikan sehingga belum terbentuk produk yang diinginkan. Faktor tersebut diantaranya kadar pengotor lain seperti sulfur dan mangan yang masih cukup tinggi, ageing time yang terlalu lama, kecepatan titrasi yang terlalu tinggi, dan tingkat kejenuhan sampel yang tinggi. Hasil dari proses multistage iron removal menunjukkan bahwa terjadi pengurangan kandungan besi hingga 92% melalui pengujian ICP OES. Sementara itu, pada proses presipitasi MHP dihasilkan nikel dengan kandungan mencapai 18,83%.

This research is a series of processing of lateritic nickel ore to become an intermediate product, namely mixed hydroxide precipitate (MHP) using a hydrometallurgical process. This research aims to reduce the content of the main impurities iron and other impurities and increase the efficiency of the content of valuable elements such as nickel and cobalt. The initial sample used in this study was in the form of pregnant leach solution (PLS). Furthermore, PLS will be carried out a multistage iron removal process using calcium carbonate (CaCO3) with levels of 25% w/w, 15% w/w, and 12.5% w/w at each stage. Then the samples were heated at 90oC for 2, 1.5, and 1 hour at each stage. Then, the research was continued by conducting MHP precipitation on samples that had undergone multistage iron removal. The MHP precipitation process was carried out using sodium hydroxide (NaOH) reagent with a concentration of 2.5M. Precipitation was carried out until it reached pH 9 and then followed by heating at 90oC for 1 hour. In this study, several factors were found that caused the nickel content not to increase significantly so that the desired product had not been formed. These factors include the levels of other impurities such as sulfur and manganese which are still quite high, the aging time is too long, the titration speed is too high, and the sample saturation level is high. The results of the multistage iron removal process show that there is a reduction in the iron content of up to 92% through the ICP OES test. Meanwhile, the MHP precipitation process produces nickel with a content of up to 18.83%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intaniar Wahyu Trivany
"Kalsium karbonat nanopartikel disitesis menggunakan metode presipitasi dengan mereaksikan larutan CaCl2 dan larutan Na2CO3 yang ditambahkan capping agent untuk mencegah aglomerasi. Tahapan sintesis CaCO3 nanopartike, yaitu preparasi larutan CaCl2 dan Na2CO3 (0,15 M), preparasi larutan capping agent, dan tahap sintesis CaCO3 dengan kecepatan pengadukan sebesar 700 rpm. Pada penelitian ini, variasi yang dilakukan adalah variasi laju pencampuran reaktan 1,683 mL/menit; 0,842 mL/menit; 0,561 mL/menit dan jenis capping agent (asam malat dan PEG 400) dengan variasi konsentrasi 0,5-1%. Partikel CaCO3 dikarakterisasi dengan bebrapa instrument, yaitu SEM, XRD, dan FTIR. Dengan atau tidak adanya capping agent gugus fungsi O-H, C-H, C-C, Ca-O, dan -CO3 teridentifikasi dari hasil FTIR. Pada sampel tanpa capping agent, pencampuran CaCl2 dan Na2CO3 dalam larutan air menyebabkan pembentukan kristal vaterit berbentuk spherical dengan ukuran partikel 0,2-7µm. Konsentrasi 0,5% dan 1% capping agent membentuk 2 fasa kristal, yaitu vaterit dan kalsit berbentuk spherical dan kubus dengan ukuran partikel 207 – 926 nm pada asam malat dan 276 nm – 3 µm pada PEG 400. Sehingga partikel yang dihasilkan masih tergolong partikel sub-mikro. CaCO3 yang diperoleh dengan menambahkan capping agent menghasilkan ukuran partikel berukuran lebih kecil dibandingkan dengan tanpa agent. Ditemukan juga bahwaemakin besar laju penambahan reaktan maka ukuran anopartikel yang diasilkan semakin kecil, demikian semakin besar konsentrasi capping agent yang digunakan maka semakin besar pula ukuran nanopartikel yang terbentuk. Saat ini CaCO3 nanopartikel berpotensi untuk diaplikasikan di berbagai bidang seperti sebagai bahan aditif pelumas gemuk, material filler, biomedis, industri makanan, industri pertanian, dan lingkungan. Khususnya digunakan sebagai bahan aditif pembuatan pelumas gemuk, CaCO3 yang dihasilkan dapat menuutup asperities yang berukuran 4,5 µm.

Calcium carbonate nanoparticles were synthesized using the precipitation method by reacting a CaCl2 solution and a Na2CO3 solution with a capping agent added to prevent agglomeration. The steps of the synthesis of CaCO3 nanoparticles were the preparation of CaCl2 and Na2CO3 solutions (0,15 M), the preparation of a capping agent solution, and the CaCO3 synthesis stage with a stirring speed of 700 rpm. In this research, the variations carried out were variations in the mixing rate of the reactants 1,683 mL/min; 0,842 mL/min; 0,561 mL/min and the type of capping agent (malic acid and PEG 400) with a concentration variation of 0,5-1%. CaCO3 particles were characterized by several instruments, namely SEM, XRD, and FTIR. With or without a capping agent the functional groups O-H, C-H, C-C, Ca-O, and -CO3 were identified from the FTIR results. In samples without a capping agent, mixing CaCl2 and Na2CO3 in aqueous solution causes the formation of spherical vaterite crystals with a particle size of 0,2-7µm. Concentrations of 0.5% and 1% of capping agents formed two crystalline phases, namely spherical and cubic vaterite and calcite with particle sizes of 207 – 926 nm in malic acid and 276 nm – 3 m in PEG 400. So that the resulting particles are still classified as sub-micron particles. CaCO3 obtained by adding a capping agent produces a smaller particle size than without the agent, this is because the capping agent can inhibit the formation reaction time in the agglomeration process. Also found that the greater the rate of addition of reactants, the smaller the size of the nanoparticles produced, thus the greater the concentration of the capping agent used, the greater the size of the nanoparticles formed. Currently, CaCO3 nanoparticles have the potential to be applied in various fields such as lubricants, grease additives, filler materials, biomedicine, the food industry, the agricultural industry, and the environment. Primarily used as an additive for the manufacture of grease lubricants, the CaCO3 produced can cover asperities measuring 4,5 µm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library