Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Surastini Fitriasih
"Dari data yang tercatat dibiro pusat statistik tercatat bahwa sebagian besar hakim Pengadilan Negeri lebih memilih memidana seorang terpidana anak daripana memilih alternatif hukuman lainnya sebagaimana yang diatur oleh undang-undang. Kecenderungan ini menimbulkan suatu pertanyaan mengapa hakim-hakim tersebut memilih memidana anak ? Padahal jika melihat dampak dari dipidananya seorang anak akan sangat berpengaruh pada masa depan sianak tersebut. Dari hasil analisa ditemukan memang pada tingkat pengadilan negeri para hakim cenderung memilih pidana yang demikian namun dari kasus yang sengaja dipilih dalam tingkat kasasi terlihat bahwa hakim-hakim dipengadilan tinggi dan mahkamah agung mulai memberikan argumentasi berbeda dengan menjatuhkan hukuman yang merupakan suatu terobosan baru."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
K. Wantjik Saleh
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977
347.01 WAN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Mahkamah Agung R.I., 2003
347.01 IND p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chicago: ABA Standing Committee on Lawyers in the Armed Forces, 1974
347.73 ABA l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Robbi Irfani Maqoma
"Skripsi membahas aturan kriminalisasi hakim agung dalam memutus perkara yang tertuang dalam Pasal 98 juncto Pasal 97 huruf a, b dan c Rancangan Undang Undang tentang Mahkamah Agung (RUU MA) dikaitkan dengan kriteria kriminalisasi yang dinyatakan sejumlah pakar hukum pidana dan asas lex certa. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang berbentuk yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan aturan kriminalisasi hakim agung tidak sesuai dengan kriteria kriminalisasi. Hasil penelitian menunjukan dalam doktrin klasik, aturan kriminalisasi hakim agung tidak memenuhi asas lex certa. Jika menurut doktrin modern,aturan kriminalisasi tersebut memenuhi asas lex certa selama peran pemenuhannya juga menjadi tanggung jawab penegak hukum.

Thesis discusses criminalization of supreme judge rule on deciding case under Article 98 juncto Article 97 a, b and c Law on the Supreme Court Act (Draft) associated with criminalization criteria stated by law experts and the principle of lex certa. This is a normative research described form of literature studies. Results showed criminalization rule (Draft) of Supreme Judge didnt match with criteria of criminalization. According to classical doctrine, criminalization rule (draft) of supreme judge didnt meet lex certa principle. But according to modern doctrine, criminalization rules did match with lex certa principle within responsibility of judge to fulfill it."
Universitas Indonesia, 2014
S53476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habli Robbi Taqiyya
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pertimbangan hakim dalam menilai
hal-hal dan/atau keadaan-keadaan yang memberatkan dan meringankan pidana,
terkait penentuan berat ringannya pidana. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2008
tentang Kekuasaan Kehakiman mewajibkan hakim untuk mempertimbangkan
sifat baik dan sifat jahat dari terdakwa dalam mempertimbangkan berat ringannya
pidana. Namun hingga saat ini belum ada pengaturan yang jelas mengenai
pedoman pemidanaan bagi hakim terkait hal-hal dan/atau keadaan-keadaan yang
wajib dipertimbangkan dalam penentuan berat ringannya pidana tersebut.
Pedoman pemidanaan ini sangat penting untuk mengurangi subjektifitas hakim
dalam menilai hal-hal dan/atau keadaan yang meringankan dan memberatkan
pidana, sehingga dapat mengurangi disparitas pemidanaan. Dalam skripsi juga
dianalisa putusan hakim dalam perkara Adiguna Sutowo, terkait pertimbangan
hakim dalam putusan ini terhadap adanya perdamaian diluar sidang pengadilan
sebagai alasan yang meringankan pidana.

ABSTRACT
The Focus of this study is concerning the consideration of Judge in assessing
elaboration and/or any circumstance which could be a mitigation and an
incrimination of punishment, that related to the decision of punishment. Act
Number 4 year 2008 concerning Indonesia Judicial Power stipulates the duties of
judge to consider the behaviour of the accused to decide the final punishment.
However, up until this moment, there is no lucid regulation concerning the
guideline of punishment for judge in connection with such elaboration and/or any
circumstance that should be taken into account in deciding the punishment. The
guideline of punishment is utterly necessary to redeem the subjectivity of judge in
assessing such elaboration and/or circumstance which could be a mitigation and
an incrimination of punishment, and in the end it will defect the punishment
disparity. This study also analyzes the judge verdict in case of Adiguna Sutowo,
in which related to judge consideration about any non-litigation settlement as a
mitigation of punishment."
2009
S22585
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Miqdad Abdul Halim
"Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, di antaranya peraturan perundang-undangan dan buku-buku hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut mengenai mekanisme pemilihan hakim konstitusi yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya oleh DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung. Dari penelitian ini diketahui bahwa mekanisme pemilihan hakim konstitusi tidak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, melainkan hanya diatur agar memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni syarat transparan dan partisipatif dalam pencalonannya dan syarat obyektif dan akuntabel dalam pemilihannya. Selain itu, penelitian ini juga membahas kaitan antara pemilihan hakim konstitusi dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), yakni penerapan AAUPB dalam pemilihan hakim konstitusi oleh Presiden. Dari penelitian ini ditemukan bahwa Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tidak memenuhi beberapa asas dalam AAUPB.

This study is a normative juridical law with using secondary data, consisting of primary legal materials, secondary legal materials, tertiary legal materials, including legislation and law books. This study aims to identify and understand more about the mechanism of selection of constitutional judges based on the legislation and its implementation by the Parliament, the President, and the Supreme Court. From this research it is known that the selection mechanism of constitutional judges are not strictly regulated in the Law of the Constitutional Court, but only organized to fulfill certain conditions, namely transparent and participatory terms in the candidacy and objective and accountable terms n the election. Furthermore, this study also discusses the correlation between constitutional judge elections with the General Principles of Good Governance, that is the application of The General Principles of Good Governance in the selection of constitutional judges by the President. From this study it was found that Presidential Decree Number 87/P in 2013 did not meet some of the principles of the General Principles of Good Governance."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Hermawan
"Sinetron tidak hanya dapat dipandang sebagai karya seni budaya tapi juga produk komunikasi di mana keduanya memiliki hubungan timbal balik. Artinya sinetron mencakup pengoperan simbol yang mengandung arti, sedangkan arti dari setiap lambang tersebut merupakan produk kebudayaan dari setiap sistem nilai. Sebab itu sinetron dapat dikategorikan sebagai suatu proses sosial. Konsekuensinya, keberhasilan sinetron tak hanya diukur dari ada tidaknya keterpaduan antara unsur komersial dengan kualitas tapi juga dari ada tidaknya faktor-faktor yang dapat menumbuhkan Berta rnendorong partisipasi sosial masyarakat dalam setiap proses perubahan ke arah yang lebih baik.
Kendati demikian dari data-data yang ditunjukkan oleh SRI dan FSI memperlihatkan bahwa karya-karya sinetron yang bisa di klasifikasikan sebagai sinetron menengah - yang mampu memadukan unsur komersial dengan kualitas - hampir tidak ada atau sulit didapat, apalagi sinetron menengah yang memuat pesan-pesan pembangunan. Ironinya justru sebagian menyuguhkan sinetron atas, yang mementingkan segi estetika dan sebagian lain sinetron bawah yang mengutamakan sisi komersial saja. Kenyataan ini dapat dilihat dari munculnya perbedaan apresiasi yang mencolok antara khalayak dengan Dewan Juri FSI.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa timbulnya perbedaan tersebut mencermin kan adanya perbedaan dalam tolak ukur serta motivasi antara khalayak dengan Dewan Juri FSI Barangkali perbedaan ini lebih bersifat `kodrati'. Tetapi tidak demikian jika kita melirik kepada karyanya, karena ia lah yang sebetulnya menjadi ajang pertemuan keduanya.
Dengan demikian perbedaan penilaian tersebut, secara umum, juga mencerminkan bahwa hasil rating SRI lebih merujuk kepada kegagalan para sineas kita dalam konsepsinya namun berhasil dalam eksekusinya Sedangkan program unggulan FSI lebih menunjukkan keberhasilan para sineas dalam segi konsepsi tetapi gagal dalam eksekusinya.
Di samping itu, ternyata pula, peranan stasiun televisi dalam menyeleksi karya karya sinetron serta para produser tuna menentukan tinggi rendahnya kualitas sinetron Indonesia. Dari hasil temuan dapat dikemukakan bahwa bagian terbesar produsen lebih menelaankan pada pencapaian basil rating atau lebih menekankan kepada kepentingan bisnis. Begitu juga selektivitas yang dilakukan stasiun stasiun televisi masih kurang.
Tentu saja semua ini tak dapat dilepaskan dari faktor lingkungan. Artinya perbedaan penilaian ini juga mengindikasikan lingkungan masyarakat yang belum dapat sepenuhnya melahirkan atau menciptakan kreator-kreator sinetron yang handal. Di samping itu adanya regulasi pemerintah yang sangat ketat turut memasung kreativitas para sineas Indonesia.
Berdasarkan penelaahan yang dilakukan dapatlah dikemukakan beberapa proposisi sebagai berikut :
Jika suatu sinetron mampu memadukan antara unsur komersial dengan kualitas maka di samping akan diminati khalayak juga akan masuk nominasi unggulan Dewan Juri serta Komite Seleksi FS1.
Suatu sinetron yang marnpu memadukan antara unsure komersial dengan kualitas akan dapat menjangkau khalayak lebih luas dibandingkan jika menekankan pada salah satu aspek saja, komersial atau kualitas.
Suatu sinetron yang dapat memadukan kedua unsur, komersial dan kualitas, jika diberi muatan atau pecan-pecan yang konsiruktif akan mampu menumbuhkan serta mendorong partisipasi sosial masyarakat dalam proses pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evie Zoelvia
"Masyarakat mengeluhkan, bahwa badan peradilan tidak dapat dipercaya. Alasannya adalah bahwa putusan-putusan hakim kurang berkualitas, proses beracara di pengadilan tidak memuaskan.
Akibat dari ketidak percayaan masyarakat tersebut, berdampak pada kecurigaan terhadap kinerja hakim dan keputus asaan untuk berperkara di pengadilan. Bahkan pandangan masyarakat cenderung melecehkan serta menghinakan badan peradilan tersebut.
Berdasarkan penelitian penulis, didapat bahwa permasalahan yang ada adalah dikarenakan masih kurangnya ilmu, pengetahuan dan pengalaman dari hakim yang bersangkutan. Selain itu belum adanya pendidikan lanjutan dan pembinaan bagi hakim setelah menjadi hakim. Dan selebihnya adalah bergantung pada sikap dan moral hakim itu sendiri dalam memerankan tugasnya.
Sebelum menjadi hakim, calon hakim dididik dan dilatih oleh Pusdiklat Mahkamah Agung. Pendidikan dan pelatihan itu mencakup tentang lmu hukum dan teknik beracara di pengadilan. Namun di dalam silabus pendidkan calon hakim tahun 2006, tidak mengajarkan pendidikan moral yang berhubungan dengan perilaku bagi calon hakim tersebut.
Dalam memutuskan perkara, seorang hakim diharapkan oleh masyarakat terutama bagi pihak-pihak berperkara untuk adil, bijaksana, berhati-hati, tidak memihak dan dapat mengendalikan kemauan pribadi yang dapat merugikan pihak-pihak berperkara.
Guna meningkatkan pengendalian diri seorang hakim terhadap kemuan pribadinya, penulis bermaksud melakukan intervensi terhadap pendidikan calon hakim melalui program pelatihan Self Control (pengendalian diri), agar calon hakim merasa membutuhkan ilmu tersebut, dapat memahami inti pokok pelatihan dan pengetahuan tentang pengendalian dirinya bertambah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
TA17795
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
McWhinney, Edward
Boston: Martinus Nijhoff, 1986
347.035 MCW s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>