Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
3d ed..: Press and Information Office of the Federal Government, 1961
943.087 GER
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Noack, Paul
Munchen : G.Olzog, 1960
JER 943.087 NOA d (1)
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Bonn: Federal Republic of Germany,, 1980
943.08 MAN
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Nina Saraswati Djajaprawira
"
ABSTRAKSkripsi ini menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan Mitterrand dalam kerjasama pertahanan Peranois dengan Jerman Barat Periode 1981-1987. Masalah ini menarik dibahas karena sebelum pemerintahan Mitterrand usaha kedua negara untuk untuk membina kerjasama pertahanan antara tersebut selalu menemui kegagalan. 1981-1987, kerjasama antara. Perancis dan Jerman Barat telah memperlihatkan hasil-hasil yang nyata. Ada beberapa masalah yang akan diuraikan untuk mengetahui kepentingan Perancis dibalik kerjasama ini. Pertama, berkaitan dengan masalah keamanan yang tentunya dipengaruhi oleh situasi perimbangan kekuatan di kawasan Eropa Barat. Selama tahun Ancaman Uni Soviet dirasakan semakin meningkat jika ditinjau dari perbandingan kekuatan dan kapabilitas militer antara NATO dan Pakta Warsawa. Perancis yang menganut kebijakan pertahanan independen, sejak menarik diri dari struktur militer terpadu NATO (1966), menyadari bahwa keamanan Perancis tidak terlepas dari keamanan Eropa yang dilindungi oleh NATO. Keraguan Perancis terhadap kredibilitas jaminan perlindungan AS, ditambah oleh gejala-gejala pasifisme dan netralisme yang melanda Jerman Barat, adalah faktor yang mendorong Perancis untuk membina kerjasama pertahanan dengan Jerman Barat. Kedua, kondisi dalam negeri Perancis yang ditandai oleh kegagalan kebijakan perekonomian sosialis menyebabkan Mitterrand melakukan konpensasi dalam kebijakan luar negerinya. Ketiga, Perancis ingin memainkan peranan di bidang pertahanan di Eropa bersama Jerman Barat dan diikuti oleh negara-negara Eropa Barat lainnya. Tujuan ini tidak terlepas dari cita-cita de Gaulle untuk meraih Grandeur (kebesaran, kekuatan, prestise). Untuk menelaah permasalahan ini, penulis mempergunakan kerangka pemikiran dari William D. Coplin mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara terhadap negara lain. Untuk melengkapi penjelasan masalah ini diketengahkan pula pendekatan K.J. Holsti mengenai tujuan-tujuan politik luar negeri."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dahimatul Afidah
"
ABSTRAKTesis ini membahas mengenai proses pembentukan pasar lelang tembakau Indonesia di Bremen sebagai sebuah keberhasilan diplomasi ekonomi. Pemutusan hubungan ekonomi maupun politik Indonesia dengan Belanda pada tahun 1958 berpengaruh terhadap kemacetan ekspor tembakau Indonesia. Sebagai konsekuensinya, pemerintah Indonesia harus memindahkan pasar lelang tembakaunya yang semula dipusatkan di Amsterdam, Belanda. Pada tahun 1959 pasar lelang tembakau Indonesia akhirnya dipindahkan ke Bremen, Jerman Barat. Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jerman Barat berhasil membentuk lembaga DITH Deutsch-Indonesische Tabak Handellschaft yang mana badan tersebut memiliki hak monopoli untuk memasarkan tembakau hasil produksi PPN dan perkebunan rakyat. Kesuksesan diplomasi ekonomi tersebut berpengaruh besar terhadap perubahan ekonomi ataupun sosial. Keputusan pemerintah Indonesia untuk mengambil sikap berani tersebut menjadi penanda bangkitnya ekonomi Indonesia yang mandiri dan terlepas dari penetrasi Belanda. Melalui penelitian dengan menggunakan sumber tertulis maupun tidak tertulis, tesis ini menjelaskan mengenai bagaimana pentingnya peranan diplomasi ekonomi dalam membangun perekonomian nasional pada masa Sukarno.
ABSTRACTThis thesis describes about the process of the establishment international tobacco auction market in Bremen as a successful diplomacy economy. Discontinuance of economic and politic relation between Indonesia and the Netherlands in 1958 influence toward stagnation of Indonesian tobacco export. As consequences, Indonesian government should to move tobacco auction market from Amsterdam, Netherlands to another country. Finally in 1959, Indonesian tobacco auction market was moved to Bremen, West Germany. Indonesia and West Germany government establish the DITH Deutsch Indonesische Tabak Handellschaft committee that has monopoly right to sell all of Indonesian tobacco export from PPN The Estates Company of the Country and farmers. The successful of the establishment above has big impact for the countries and tobacco farmers especially in economy and social field. The brave decision taken by Indonesian government became the sign of the birth of Indonesian independent national economy that regardless from the Netherlands. Pass through using written and non written sources, this thesis describes the important of diplomacy economy to build national economy in Sukarno rsquo s era. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T50992
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nelson, Daniel J.
Boulder, Colorado: Westview Press, 1987
355.032 43 NEL d
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Dudy Syafruddin
"Globalisasi yang berkembang Pascaperang Dunia II telah meningkatkan mobilitas manusia dan informasi secara masif serta menyebabkan pertukaran budaya yang semakin luas dan intens. Masifnya pergerakan dan pertukaran tersebut mengubah paradigma dalam memandang ruang, waktu, dan budaya. Semua itu tidak lagi dianggap sebagai entitas yang homogen dan statis melainkan cair dan heterogen. Transkulturalitas menjadi salah satu fenomena yang muncul sebagai pembacaan ulang atas postkolonialisme yang telah berkembang sejak dua dekade akhir abad ke-20. Transkulturalitas melihat pertemuan budaya lebih dicirikan oleh porositas, pertukaran, keterjeratan, dan hibriditas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi wacana kolonial dalam novel Sturm über Südwest-Afrika, karya Ferdinand May (1962) yang terbit di Jerman Timur dan Morenga karya Uwe Timm (1978) yang terbit di Jerman Barat Pascaperang Dunia II melalui pendekatan transcultural. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis representasi dan rekonstruksi memori kolonial Jerman Pascaperang Dunia II dalam kedua novel tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan transkultural yang mencoba mendekonstruksi konsep-konsep pertemuan budaya dan memori budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ruang koloni terjadi relasi yang saling terjerat dan meresap sehingga memungkinkan adanya kesalingtergantungan di antara pendatang Jerman dan penduduk pribumi di Afrika Barat Daya. Kompleks pemukiman dan lahan pertanian menunjukkan adanya kesaling tergantungan tersebut. Sementara pertemuan spiritualitas kristen dan animisme menunjukkan adanya pori yang memungkinkan menyerapnya pengaruh ke dalam ajaran Kristen. Demikian pula dengan kapal dan pelabuhan yang menunjukkan keterjeratan antara metropolitan dan pinggiran melalui komoditas kolonial. Pertemuan budaya di ruang koloni tersebut telah berusaha dijembatani oleh para perantara budaya. Namun demikian, transkulturalitas secara makro tidak terbentuk karena transkulturalitas secara mikro masih belum dimiliki oleh kebanyakan pendatang Jerman. Sementara itu, konstruksi memori kolonial dalam kedua novel menunjukkan adanya pergerakan dan kesalingpengaruhan dalam memaknai memori kolonial. Kedua novel dibangun oleh kesamaan ideologi antikapitalisme dan antifasisme. Namun demikian terdapat perbedaan dalam mengungkapkan keduanya. Di Jerman Timur konstruksi memori kolonial terbentuk karena batasan yang dibuat oleh negara, Sementara di Jerman Barat memori kolonial lebih tampak sebagai memori yang dipengaruhi secara terbuka oleh berbagai pihak.
Globalization developing after World War II has increased human mobility and massive information. In addition, it also contributes to cultural encounter which becomes wider and more intensive. This massive movement and exchange change paradigm in viewing space, time, and culture. All of those are no longer viewed as homogeny and static, but fluid and heterogenic. Transculturality has become one of the phenomena appearing as re-reading of post-colonialism which has developed since the last two decades at the end of the 20th century. Transculturality perceives that cultural encounter is marked as porosity, exchange, entanglement, and hybridity. This research aimed to analyze colonial discourse construction in the novel Sturm über Südwest-Afrika by Ferdinand May (1962) published in East German and Morenga by Uwe Timm (1978) published in West German after World War II through a transcultural approach. Moreover, this research also analyzed the representation and reconstruction of German colonial memory after World War II in those both novels. Furthermore, this research employed a transcultural approach attempting to deconstruct concepts of cultural encounters and cultural memory. The research result proved that in colonial space, entanglement might have happened, and then it was absorbed. As a result, it allowed interdependence among the German immigrants and native people of Southwest Africa. As a matter of fact, settlement complex and farming land identified the interdependence. On the other hand, Christian spirituality and animism showed a space allowing the influence to be absorbed in Christian values. Likewise, ships and harbors also indicated entanglement between metropolitan and suburban through colonial commodities. That cultural encounter in colonial space had been bridged by cultural agents. Nevertheless, macro transculturality was not established since micro transculturality was not owned by most German immigrants. Colonial memory construction in both novels identified movement and interdependence in interpreting the colonial memory. Both novels were created by similar ideologies; anti-capitalism and anti-fascism. Nonetheless, there are differences in expressing those terms. In East Germany, colonial memory construction was shaped due to restrictions made by the state. On the other hand, in West Germany it was viewed as a memory influenced openly by various parties."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Dudy Syafruddin
"Globalisasi yang berkembang Pascaperang Dunia II telah meningkatkan mobilitas manusia dan informasi secara masif serta menyebabkan pertukaran budaya yang semakin luas dan intens. Masifnya pergerakan dan pertukaran tersebut mengubah paradigma dalam memandang ruang, waktu, dan budaya. Semua itu tidak lagi dianggap sebagai entitas yang homogen dan statis melainkan cair dan heterogen. Transkulturalitas menjadi salah satu fenomena yang muncul sebagai pembacaan ulang atas postkolonialisme yang telah berkembang sejak dua dekade akhir abad ke-20. Transkulturalitas melihat pertemuan budaya lebih dicirikan oleh porositas, pertukaran, keterjeratan, dan hibriditas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi wacana kolonial dalam novel Sturm über Südwest-Afrika, karya Ferdinand May (1962) yang terbit di Jerman Timur dan Morenga karya Uwe Timm (1978) yang terbit di Jerman Barat Pascaperang Dunia II melalui pendekatan transcultural. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis representasi dan rekonstruksi memori kolonial Jerman Pascaperang Dunia II dalam kedua novel tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan transkultural yang mencoba mendekonstruksi konsep-konsep pertemuan budaya dan memori budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ruang koloni terjadi relasi yang saling terjerat dan meresap sehingga memungkinkan adanya kesalingtergantungan di antara pendatang Jerman dan penduduk pribumi di Afrika Barat Daya. Kompleks pemukiman dan lahan pertanian menunjukkan adanya kesaling tergantungan tersebut. Sementara pertemuan spiritualitas kristen dan animisme menunjukkan adanya pori yang memungkinkan menyerapnya pengaruh ke dalam ajaran Kristen. Demikian pula dengan kapal dan pelabuhan yang menunjukkan keterjeratan antara metropolitan dan pinggiran melalui komoditas kolonial. Pertemuan budaya di ruang koloni tersebut telah berusaha dijembatani oleh para perantara budaya. Namun demikian, transkulturalitas secara makro tidak terbentuk karena transkulturalitas secara mikro masih belum dimiliki oleh kebanyakan pendatang Jerman. Sementara itu, konstruksi memori kolonial dalam kedua novel menunjukkan adanya pergerakan dan kesalingpengaruhan dalam memaknai memori kolonial. Kedua novel dibangun oleh kesamaan ideologi antikapitalisme dan antifasisme. Namun demikian terdapat perbedaan dalam mengungkapkan keduanya. Di Jerman Timur konstruksi memori kolonial terbentuk karena batasan yang dibuat oleh negara, Sementara di Jerman Barat memori kolonial lebih tampak sebagai memori yang dipengaruhi secara terbuka oleh berbagai pihak.
Globalization developing after World War II has increased human mobility and massive information. In addition, it also contributes to cultural encounter which becomes wider and more intensive. This massive movement and exchange change paradigm in viewing space, time, and culture. All of those are no longer viewed as homogeny and static, but fluid and heterogenic. Transculturality has become one of the phenomena appearing as re-reading of post-colonialism which has developed since the last two decades at the end of the 20th century. Transculturality perceives that cultural encounter is marked as porosity, exchange, entanglement, and hybridity. This research aimed to analyze colonial discourse construction in the novel Sturm über Südwest-Afrika by Ferdinand May (1962) published in East German and Morenga by Uwe Timm (1978) published in West German after World War II through a transcultural approach. Moreover, this research also analyzed the representation and reconstruction of German colonial memory after World War II in those both novels. Furthermore, this research employed a transcultural approach attempting to deconstruct concepts of cultural encounters and cultural memory. The research result proved that in colonial space, entanglement might have happened, and then it was absorbed. As a result, it allowed interdependence among the German immigrants and native people of Southwest Africa. As a matter of fact, settlement complex and farming land identified the interdependence. On the other hand, Christian spirituality and animism showed a space allowing the influence to be absorbed in Christian values. Likewise, ships and harbors also indicated entanglement between metropolitan and suburban through colonial commodities. That cultural encounter in colonial space had been bridged by cultural agents. Nevertheless, macro transculturality was not established since micro transculturality was not owned by most German immigrants. Colonial memory construction in both novels identified movement and interdependence in interpreting the colonial memory. Both novels were created by similar ideologies; anti-capitalism and anti-fascism. Nonetheless, there are differences in expressing those terms. In East Germany, colonial memory construction was shaped due to restrictions made by the state. On the other hand, in West Germany it was viewed as a memory influenced openly by various parties."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Munchen Gunter: Olzag Verlag, 1975
Jer 320.943 DEM (1)
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Sri Handayani
"
ABSTRAKTulisan skripsi ini berbicara tentang salah satu aspek
dari gerakan-gerakan perdamaian yang ada di Eropa Barat yaitu Pengaruh Green Peace di Jerman Barat dalam Bidang
Senjata Nuklir pada kurun waktu 1979 1985. Skripsi ini
berusaha untuk mengidentifikasi apakan gerakan Green Peace. benar-benar dapat mempengaruhi Kebijkakan Luar Negeri Jerman Barat terutama dalam bidang senjata nuklir. Kemudian penulis mencoba mengemukakan usaha-usaha apa saja yang dilakukan Green Peace untuk mencoba mempengaruhi setiap kebijakan yang berhubungan dengan senjata nuklir. Untuk tujuan tersebut, penulis menggunakan kerangka teori atau konsep pengaruh politional dikemukakan oleh K.J. Holsti. Walaupun demikian, kerangka influenceA yang Holsti tersebut masih bersifat agak umum dan kurang lengkap sehinnga penulis akan melakukan pengetatan dan penambahan terhadap variabel-variabel kerangka Holsti dengan menggunakan juga konsep mengenai pengaruh yang dikemukakan oleh Robert Dahi. Pembahasan dimulai penulis dengan melihat pada latar belakang Eropa Barat secara keseluruhan dan Jerman Barat khususnya setelah Perang Dunia II dan gerakan-gerakan di Eropa Barat yang muncul pada masa-masa setelah itu. Kemudian penulis memasuki secara khusus pada lahirnya Green Peace di Jerman Barat serta perkembangannya setelah tahun 1979. Terakhir penulis mencoba menganalisa lebih jauh kedudukan Green Peace di peta politik Jerman Barat dengan menguraikan kebijakan kebijakan Green Peace serta bagaimana tanggapan pemerintah Jerman Barat terhadap kebijakan kebijakan tersebut. Secara garis besar, pembahasan yang menarik dalam skripsi ini adalah nyatanya meskipun pengaruh Green Peace ini sangat kuat bukan hanya di Jerman melainkan juga berpengaruh terhadap negara-negara Eropa lainnya, namun mereka terbentur pada masalah senjata nuklir sebab masyarakat cenderung menanggapi spontan terhadap masalah ini tapi cepat pula terlupakan sebab masyarakat setempat lebih memprioritaskan masalah ekonomi, sosial serta masalah lingkungan hidup secara keseluruhan. Wawasan pemikiran mengenai senjata nuklir dianggap terlalu luas untuk ditanggapi secara serius dan dilain pihak Jerman mempunyai kebanggaan sendiri terhadap kemajuan tehnologi industri militernya diantara anggota-anggota NATO lainnya Meskipun demikian, memang menarik untuk melihat kegiatan kegiatan Green Peace karena selalu mempunyai ciri khas untuk menarik khalayak ramai dengan berbagai atribut seperti penggunaan bunga matahari sebagai lambang mereka, penggunaan hiasan berwarna-warni bila berkampanye. Secara singkat Green Peaoe dapat dikatakan berhasil dengan baik dalam program program lingkungan hidupnya serta program bantuan terhadap Dunia III ketimbang programnya mengenai senjata nuklir."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library