Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
Nadya Karima Melati
"Jaringan Islam Liberal adalah salah satu dari banyak organisasi Islam yang didirikan pada era reformasi. JIL, singkatannya, adalah gerakan dan organisasi yang cukup popular. JIL mengorganisir ide-ide tentang Islam Liberal pada tahun 2001-2005 karena tulisan-tulisan para aktivisnya menghiasi surat kabar ternama seperti Tempo, Kompas, Jawa Pos, dan The Jakarta Post. Pemikiran Islam yang diusung JIL menimbulkan banyak kontroversi. Penelitian ini ditujukan untuk melihat bagaimana terbentuknya Jaringan Islam Liberal dan sepak terjangnya sebagai gerakan dan organisasi dimulai sejak berdirinya di tahun 2001 hingga mati suri di tahun 2007 akibat keluarnya Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) di tahun 2005 yang melarang Liberalisme, Sekularisme, dan Pluralisme. Penelitian ini mengunakan metode sejarah, yakni heuristik, kritik, intepretasi dan historiografi. Sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari wawancara dan sumber literatur seperti buku dan surat kabar sejaman. Jaringan Islam Liberal menjadi pioneer dalam penggunaan dunia virtual sebagai wadah untuk berdiskusi (milis) dan berdakwah (web) tentang keislaman pertama kali di Indonesia. Dan sebagai organisasi politik, JIL berasal dari konflik kepentingan pada masa transisi pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke reformasi. Kegiatan JIL terus berkurang setelah tahun 2007 dan JIL berakhir sebagai cap negatif terhadap pemikiran Islam non-maintream di Indonesia.
Jaringan Islam Liberal is one of many organization that established on Indonesia reform era. Well known with its acronym, JIL, was a movement which organized Liberal Islamic thought ideas. It was very popular because the activists?s writings whom adorned on newspapers such as Tempo, Kompas, Jawa Pos, and The Jakarta Post during 2001-2005 and their thought gave many controversies. This research examines how Jaringan Islam Liberal was build as a movement and organization until they apparently death in 2007 because of MUI?s Fatwa (Majelis Ulama Indonesia) that banned secularism, pluralism, and liberalism in 2005. This research using historical method: heuristic, critics, intepretation, and historiography. Every resource was taken from interviews and literature studies from organization?s manuscript, books, and related newspapers. JIL was a pioneer of using a virtual media as a media to discussed (milis) and preach (web) about Islamic thought in Indonesia. As an political organization, JIL was built from the conflict of intrest in Indonesia?s shifting power from Orde Baru to reformation era. JIL?s activities was decreasing since 2005 and ended as negative label dor Indonesian non mainstream Islamic Thought."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S62115
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dwi Rizqa
"Masyarakat Muslim di Indonesia memiliki wajah yang beragam. Sistem demokrasi di Indonesia secara paradoksikal turut mendukung bangkitnya kelompok konservatisme yang menolak paradigma Barat. Sehingga seringkali terjadi perdebatan sengit mengenai pluralisme agama, hak asasi manusia, dan kebebasan. Salah satunya adalah perdebatan mengenai kebijakan penghapusan kekerasan seksual. Berbagai aksi menentang pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) salah satunya adalah Indonesia Tanpa Jaringan Islam Liberal (ITJ) yang hingga saat ini menyuarakan penolakannya terhadap RUU P-KS di media sosial. Mereka menyebarkan pesan melalui ruang digital dan gerakannya semakin meluas. Namun, dengan beragamnya khalayak ITJ, setiap penerimaan pesan pun terjadi secara spesifik. Khalayak tidak selalu pasif menerima setiap pesan yang diterima. Oleh karena itu, penelitian ini melihat bagaimana penerimaan pengikut akun ITJ terhadap konten ITJ mengenai penolakan RUU P-KS dengan menggunakan teori Encoding-Decoding Stuart Hall (1980). Selain itu, peneliti akan menggunakan konsep liberal, moderat dan konservatif dalam melihat latar belakang ideologi informan untuk menjelaskan posisi penerimaan informan terhadap konten ITJ. Penelitian ini menggunakan studi kasus untuk menjelaskan polemik RUU P-KS, khususnya dalam konten ITJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemaknaan informan terhadap konten ITJ mengenai RUU P-KS melalui berbagai pertimbangan. Ideologi setiap informan mempengaruhi pertimbangan terhadap pemaknaan.
Muslim society in Indonesia have various faces. The democratic system in Indonesia paradoxically supports the rise of groups that refuse Wersternization. So that there is often debate about pluralism, human rights and freedom. Various actions against the ratification on the anti-sexual violence (RUU P-KS), also voiced through the Indonesia Tanpa Jaringan Islam Liberal (ITJ) which is currently voicing its decision on the RUU P-KS on social media. Their voices and movements expand through digital space. However, with the diversity of ITJ audiences, each message reception was carried out specifically. Audiences are not always passive in accepting every message received. Therefore, this study will look at how the acceptance of ITJ account followers towards ITJ content regarding the rejection of the the anti-sexual violence bill by using Stuart Halls encoding-decoding theory (1980). In addition, the researcher will look at the background of the informants ideology to explain the position of the informants acceptance of the ITJ content. This research will use to explain the polemic of the anti-sexual violence bill especially in the ITJ content. In addition, researcher will use the concepts of liberal, moderate and conservative in looking at the background of the informants ideology to explain the position of the informants acceptance of ITJ content. This research uses a case study to explain the polemic of the P-KS Bill, especially in the ITJ content. The results of this study indicate that the interpretation of the informants toward the content of ITJ about the the anti-sexual violence bill through various consideration. These consideration depend on the ideology of informants."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fakhruddin Anshori
"Kemunculan Jaringan Islam Liberal sesungguhnya adalah hasil dari sekularisasi-liberalisasi pemikiran yang dirancang pihak musuh Islam sejak era 1970an di Indonesia. Berbagai fakta dan bukti membenarkan hal tersebut. Salah satu agenda dan misi dari JIL adalah menyebarkan pemikiran liberal di Indonesia terutama di kalangan muda Islam. Dengan dasar kebebasan berpikir, Jaringan Islam Liberal seringkali mengeluarkan pandangan dan kritik terhadap Hukum Islam dengan argumen-argumen yang sebagian besar mereka contoh dari para tokoh liberal dunia, yang selalu mereka sebut sebagai cendekiawan dan pembaharu. Salah satu hukum yang sering mereka kritik adalah sanksi zina dalam Hukum Pidana Islam. Mereka mengatakan bahwa sanksi zina dalam Hukum Islam kejam, bertentangan dengan HAM, tidak sesuai dengan budaya modern, kuno, dan tidak efektif. Sayangnya, kritik ini tidak diimbangi dengan pemaparan delik dan sanksi zina secara komprehensif. Mereka hanya menekankan pada sisi sanksi atau hukuman zina saja. Padahal, pembahasan zina mendapat porsi yang cukup luas dalam Hukum Pidana Islam, yang jika dipaparkan seluruhnya secara proporsional akan menghilangkan persepsi negatif tentang had zina. Bahkan, jika diteliti secara historissosiologis, sesungguhnya had zina pernah diterapkan di Indonesia, dan hingga saat inipun masih cukup relevan untuk diterapkan di Indonesia. Meskipun diperlukan proses-proses dan langkah-langkah yang bersifat gradual dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Yang pasti, hukum pidana yang akan tetap eksis adalah yang dapat memberikan rasa keadilan dan ketenangan bagi masyarakat yang saat ini hilang.
The emergence of the JIL (Liberal Islam Network) is actually the result of secularization, liberalization of thought which are designed by the enemy of Islam since the 1970s era in Indonesia. The facts and evidences justify it. One of the agenda and mission of JIL is to spread liberal ideas in Indonesia, especially among young Muslims. With the basic freedom of thought, the JIL often Express their views and criticisms of Islamic Law with the arguments that most of those are duplicate of liberal leaders of the world, which they always call as scholars and reformers. One of their frequent criticism of the Islamic Law is the punishment of adultery in Islamic Penal Code (zina). They say that the sanction of adultery in Islamic law is cruel, contrary to human rights, does not comply with modern culture, old and ineffective. Unfortunately, this criticism is not accompanied by the exposure of the offense and punishment of adultery in a comprehensive manner. They only emphasize on the side of the penalty or punishment of adultery alone. In fact, the adultery issues discussed very widely in the Islamic Penal Code, which if presented all proportion would eliminate negative perceptions about adultery sanction in Islamic Penal Code. Even when examined in socio-historically, sanction of adultery had indeed been implemented in the period of Islamic kingdom in Nusantara, and until this day is still relevant enough to be applied in Indonesia. Although there quired processes and steps that are gradual and it was not short. Certainly, the criminal law which will prevail are those who could provide justice and peace for the people that are currently missing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30096
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S7719
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sindhunata
"Pada awal tahun 2012 sebuah gerakan masyarakat sipil bernama #IndonesiaTanpaFPI menuntut negara untuk membubarkan sebuah ormas Islam fundamentalis bernama FPI (Front Pembela Islam) karena tindak kekerasan yang dilakukan oleh ormas tersebut kepada kaum Islam minoritas. #IndonesiaTanpaFPI sangat mengandalkan penggunaan situs sosial media untuk mengorganisir gerakannya, sehingga sebuah gerakan balasan yang muncul dari kalangan Islam pro-FPI pun dimulai dari Twitter; gerakan tersebut bernama #IndonesiaTanpaJIL. Gerakan balasan ini percaya bahwa #IndonesiaTanpaFPI sebenarnya adalah gerakan yang diorganisir oleh kaum Jaringan Islam Liberal (JIL), sentimen ideologi yang sebelumnya sudah terakumulasi bertahun-tahun karena pemikiran JIL yang dianggap kontroversial akhirnya terjewantah dalam #IndonesiaTanpaJIL. Sejak saat itu, #IndonesiaTanpaJIL dan JIL terus bertikai secara diskursif di dalam Twitter. Skripsi ini berkonsentrasi kepada pembentukan dua publik religius yang semata-mata dikonstitusi oleh tiap diskursusnya lewat topik diskursif yang terkait dengan kaum minoritas Islam tertindas, yaitu: Ahmadiyah, Syiah, dan Rohingya. Lewat interpretasi teks dan penelusuran lapangan skripsi ini telah mengidentifikasi berbagai titik temu diskursif antara ITJ dan JIL. Kedua publik religius menggunakan berbagai topik diskursif yang mereka anggap menarik semata-mata untuk menarik perhatian audiens, karena dalam konteks perang pemikiran banyaknya dukungan audiens adalah hal yang paling penting untuk melambungkan diskursusnya ke domain hegemoni. Skripsi ini menunjukkan bagaimana logika modernitas yang terobsesi pada tatanan ideal adalah faktor yang dapat menjelaskan budaya eksklusif pada arena sosial yang sejatinya inklusif.;Pada awal tahun 2012 sebuah gerakan masyarakat sipil bernama #IndonesiaTanpaFPI menuntut negara untuk membubarkan sebuah ormas Islam fundamentalis bernama FPI (Front Pembela Islam) karena tindak kekerasan yang dilakukan oleh ormas tersebut kepada kaum Islam minoritas. #IndonesiaTanpaFPI sangat mengandalkan penggunaan situs sosial media untuk mengorganisir gerakannya, sehingga sebuah gerakan balasan yang muncul dari kalangan Islam pro-FPI pun dimulai dari Twitter; gerakan tersebut bernama #IndonesiaTanpaJIL. Gerakan balasan ini percaya bahwa #IndonesiaTanpaFPI sebenarnya adalah gerakan yang diorganisir oleh kaum Jaringan Islam Liberal (JIL), sentimen ideologi yang sebelumnya sudah terakumulasi bertahun-tahun karena pemikiran JIL yang dianggap kontroversial akhirnya terjewantah dalam #IndonesiaTanpaJIL. Sejak saat itu, #IndonesiaTanpaJIL dan JIL terus bertikai secara diskursif di dalam Twitter. Skripsi ini berkonsentrasi kepada pembentukan dua publik religius yang semata-mata dikonstitusi oleh tiap diskursusnya lewat topik diskursif yang terkait dengan kaum minoritas Islam tertindas, yaitu: Ahmadiyah, Syiah, dan Rohingya. Lewat interpretasi teks dan penelusuran lapangan skripsi ini telah mengidentifikasi berbagai titik temu diskursif antara ITJ dan JIL. Kedua publik religius menggunakan berbagai topik diskursif yang mereka anggap menarik semata-mata untuk menarik perhatian audiens, karena dalam konteks perang pemikiran banyaknya dukungan audiens adalah hal yang paling penting untuk melambungkan diskursusnya ke domain hegemoni. Skripsi ini menunjukkan bagaimana logika modernitas yang terobsesi pada tatanan ideal adalah faktor yang dapat menjelaskan budaya eksklusif pada arena sosial yang sejatinya inklusif.
In early 2012, a civil-initiated movement called #IndonesiaTanpaFPI urged the government to disband an Islamic fundamentalist group called FPI (Front Pembela Islam) because of the violence to Islamic minority group that FPI had done earlier. #IndonesiaTanpaFPI heavily relied upon Twitter in organizing their movement, so when a counter-movement from the pro-FPI emerged, it was on Twitter as well; the counter-movement called themselves #IndonesiaTanpaJIL. This counter-movement believes that #IndonesiaTanpaFPI was actually initiated and organized by Jaringan Islam Liberal (JIL), the long accumulated negative ideological sentiment towards JIL then finally manifested in #IndonesiaTanpaJIL. Since then, #IndonesiaTanpaJIL and JIL have been fighting discursively on Twitter. This undergraduate thesis concentrates on the formation of two religious publics constituted solely by their discourses articulation, particularly topic related to suppressed Islamic minority groups; those are: Ahmadiyah, Syiah, and Rohingya. Through tweets interpretation and fieldwork, this undergraduate thesis has identified various discourse nexuses between ITJ and JIL. Both of the religious publics articulate interesting or controversial discourses on Twitter just to grasp the audience’s attention, because in the context of ideological war the number of support is the only important thing to toss their discourses to hegemonic domain. Furthermore, this undergraduate thesis shows how the logic of modernity with its obsession to ideal order is a factor that can explain the culture of exclusivity inside a social arena that was designed for inclusivity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ahmad Bunyan Wahib
"Tulisan ini membahas tentang respons terhadap pemikiran yang dilontarkan oleh para pendukung Jaringan Islam Liberal (JIL), sebuah jaringan yang beranggotakan anak-anak muda yang menyebarkan gagasangagasan pemikiran liberal. JIL telah menjadi salah satu ikon pemikiran Islam liberal di Indonesia. Banyak di antara gagasan-gagasan pemikiran yang diusung oleh para anggotanya menjadi gagasan yang kontroversial. Sebuah artikel berjudul “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam” yang ditulis oleh Ulil Abshar-Abdalla dan dimuat dalam harian Kompas menjadi salah satu artikel yang paling kontroversial. Berbagai respons dan kritik telah dilontarkan terhadap artikel tersebut, baik respons metodologis kritis ataupun apologetis, respons yang bersifat teoretis normatif maupun praktis. Bahkan fatwa mati telah dikeluarkan oleh sekelompok orang bagi penulis artikel tersebut. Dalam banyak hal, respons dan kritik tersebut bukanlah hal baru dalam sejarah perjalanan Islam di Indonesia. Berbagai kritik serupa juga telah dilontarkan oleh berbagai kalangan terhadap Nurcholish Madjid di era 1970-an ketika melontarkan gagasan yang sangat kontroversial, yaitu gagasan tentang pembaharuan pemikiran Islam. Hanya fatwa mati saja yang tidak pernah keluar bagi Nurcholish Madjid"
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006
297 JAMI 44:1 (2006)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library