Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A.K. Syahmin
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006
346.02 SYA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Luthfan Dimas Pratama
"Tesis ini berjudul “Peran World Halal Food Council terkait sertifikasi halal di pelbagai negara”. bertujuan untuk menganalisis terjadinya keberagaman Sertifikasi Halal di pelbagai negara serta mengidentifikasi apakah World Halal Food Council dapat melakukan uniformasi atas Sertifikasi Halal Dunia yang berkaitan dengan kerangka hukum WTO.Tesis ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Sumber data berupa bahan hukum primer dan sekunder serta tersier. Tekhnik pengumpulan datanya dilakukan melalui penelaahan kepustakaan. Kerangka konsep yang penulis gunakan sebagai hipotesa dalam mengkaji hasil penelitian serta disisipkan juga definisi operasional untuk menyamakan persepsi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa World Halal Food Council (WHFC) merupakan kumpulan dari organisasi sertifikasi halal dunia yang mempunyai tujuan, visi, misi dan komitmen anggota yang sama yakni untuk menjaga implementasi skema Syariah, menjaga organisasi tetap bersatu dan kuat, serta mencapai standar Halal tunggal dan global. Perbedaan standar produk halal masih menjadi persoalan dalam perdagangan internasional, antara lain: Perbedaan standar yang dipakai dan sistem sertifikasi halal. Perbedaan sistem hukum. Perbedaan tanda halal dalam proses perdagangan produk halal, Perbedaan madzhab yang dianut pada tiap negara yang melakukan proses perdagangan. World Halal Food Council hadir dan ikut berpartisipasi dalam menanggulangi atau memberikan berbagai ide untuk meminimalisir permasalahan standarisasi produk makanan halal dunia yang juga perlu sejalan dengan prinsip WTO dalam Article-article-nya;

This thesis is entitled "The Role of the World Halal Food Council in relation to halal certification in various countries". aims to analyze the diversity of Halal Certification in various countries and identify whether the World Halal Food Council can uniformize the World Halal Certification related to the WTO legal framework. This thesis uses a qualitative research type with a normative juridical approach. Sources of data in the form of primary and secondary and tertiary legal materials. The data collection technique is done through literature review. The conceptual framework that the author uses as a hypothesis in reviewing the results of the research and also inserts operational definitions to equalize perceptions. The results of this study indicate that the World Halal Food Council (WHFC) is a collection of world halal certification organizations that have the same goals, vision, mission and commitment of members, namely to maintain the implementation of the Sharia scheme, keep the organization united and strong, and achieve a single Halal standard. and globally. Differences in halal product standards are still a problem in international trade, including: Differences in standards used and the halal certification system. Different legal systems. Differences in halal signs in the process of trading halal products, differences in the schools of thought adopted in each country that carries out the trading process. The World Halal Food Council is present and participates in tackling or providing various ideas to minimize the problem of standardization of world halal food products which also needs to be in line with WTO principles in its articles;"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prita Ditahapsari Priambodo
"Tulisan ini menitikberatkan pada permasalahan dalam penerapan quantitative restrictions yang dirumuskan dalam Pasal XI:1 GATT dalam WTO karena terdapat risiko tidak adanya kepastian hukum akibat terminologi yang digunakan tidak spesifik. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diterapkan oleh WTO dan wajib ditaati oleh seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Quantitative restrictions secara umum dilarang oleh WTO, terutama jika berbentuk kuota, lisensi, ataupun “other measures” sehingga pembatasan ekspor melalui tindakan ini melanggar Pasal XI:1 GATT. Namun, beberapa justifikasi dapat digunakan untuk mengecualikan penerapan tindakan quantitative restrictions yang dirumuskan dalam Pasal XI:2(a), (b), (c), serta Pasal XX GATT sebagai general exceptions. Permasalahan muncul ketika Dispute Settlement Body di WTO menetapkan beberapa tindakan di luar terminologi Pasal XI:1 GATT sebagai “other measures”. Unsur tidak memiliki standar hukum konkret sehingga sulit menentukan tindakan apa saja yang dapat ditentukan sebagai quantitative restrictions. Pasal pengecualian dalam GATT pun tidak memiliki kekuatan yang signifikan karena unsur yang terlalu sulit bagi responden untuk penuhi akibat parameter yang sangat buram. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya reformasi kebijakan dalam WTO beserta Indonesia terutama dalam peraturan ekspor dan impor sehingga kepastian hukum penerapan tindakan quantitative restrictions dapat dilindungi.

This paper analyzes the quantitative restrictions complexities applied under Article XI:1 GATT at the WTO due to the legal uncertainty risk proneness from the terminologies. This paper employs normative legal research based upon the regulations obliged by the WTO for its members, including Indonesia. Quantitative restrictions are generally prohibited, particularly if implemented through export or import quotas, licenses, and “other measures”. However, several justifications have been set forth to exclude several measures from this provision by utilizing Article XI:1(a), (b), (c), and Article XX GATT as general exceptions. Perplexment arises when the WTO’s Dispute Settlement Body states several measures outside the explicit scope of Article XI:1 GATT as “other measures” with no concrete standards. These occurrences lead to difficulties in determining the ambit of Article XI:1 GATT. Justifications provided by GATT are inadequate as the parameters of each element are hardly structured straightforwardly bringing about respondent’s failures to meet the criteria. Regulatory reformations are direly necessary at the WTO and in Indonesia to ensure the assurance of legal protection for every member enacting quantitative restrictions measures."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chitra M. Lestari
"Skripsi ini membahas mengenai unifikasi kebiasaan internasional mengenai Documentary Credit atau yang lebih dikenal dengan nama Letter of Credit atau L/C dalam pembayaran transaksi perdagangan internasional. Bahan pembahasan menyangkut perkembangan Documentary Credit di dalam sejarah hukum perdagangan internasional, pengaturan Documentary Credit berdasarkan Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) 600, penggunaannya di dalam pembayaran transaksi perdagangan internasional dan aplikasinya di Indonesia.

The Focus of this study is the unification of international customs regarding Documentary Credit or which is better known as Letter of Credit or L/C as a method of payment in international trade transaction. The material that will be discussed consist of the development of Documentary Credit in the history of international trade law, the regulation of Documentary Credit based on Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) 600, the usage in international trade transaction and the application in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S26242
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sood
Jakarta: Rajawali, 2012
341.754 MUH h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Talissa Koentjoro
"ABSTRACT
This thesis analyzes the regulation of Local Content Requirement LCR underWTO agreements and the conformity of LCR provisions for 4G LTEcommunication devices in Indonesia with WTO agreements. Based on thenormative juridical research method employed by this thesis, it is found that thereis no specific agreement governing the use of LCR, but there are severalprovisions concerning the legality of LCR embedded in five WTO agreementsnamely the GATT, GATS, TRIMS, ASCM, and GPA. All five agreementsprincipally prohibit the use of LCR because it affords imported products treatmentless favorable than that accorded to local products. After analyzing relevant WTOagreements and rulings, it can be seen that Indonesia rsquo s LCR provisions in 4G LTEsector which are embodied in the form of Local Component Value TingkatKomponen Dalam Negeri may not be in conformity with Article III 4 of theGATT and Article 2.1 of the TRIMS. In light of those, this thesis recommendsthat there needs to be a specific agreement in the WTO concerning the use of LCRto enable ease of reference and brings more awareness to WTO membersregarding LCR as well as for the government of Indonesia to bring the LCRprovisions in 4G LTE sector into conformity with WTO laws to avoid potentialclaims from other WTO members.

ABSTRACT
Skripsi ini menganalisa peraturan ketentuan Local Content Requirement LCR berdasarkan perjanjian-perjanjian WTO dan kesesuaian antara ketentuan LCRuntuk perangkat komunikasi 4G LTE di Indonesia dengan perjanjian-perjanjianWTO. Berdasarkan metode penelitian yuridis normatif yang digunakan olehskripsi ini, tidak ada perjanjian WTO yang khusus mengatur tentang penggunaanLCR, namun ada beberapa ketentuan mengenai legalitas LCR yang terdapat didalam lima kesepakatan WTO yaitu GATT, GATS, TRIMS, ASCM, dan GPA.Kelima perjanjian tersebut melarang penggunaan LCR karena LCR memberikanperlakuan yang kurang menguntungkan bagi produk impor apabila dibandingkandengan produk lokal. Setelah menganalisa perjanjian dan peraturan WTO yangrelevan, terdapat kemungkinan bahwa ketentuan LCR Indonesia di sektor 4G LTEyang diwujudkan dalam bentuk Tingkat Komponen Dalam Negeri kurang sesuaidengan Pasal III:4 GATT dan Pasal 2.1 TRIMS. Karena itu, skripsi inimerekomendasikan bahwa diperlukan adanya perjanjian khusus di WTOmengenai penggunaan LCR untuk kemudahan referensi dan menghimbaukesadaran kepada anggota WTO tentang penggunaan LCR, dan juga agarpemerintah Indonesia menyesuaikan ketentuan LCR di sektor 4G LTE denganperjanjian-perjanjian WTO untuk menghindari kemungkinan tuntutan darianggota WTO lainnya."
2017
S69919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Safira
"Dalam upaya menjaga lingkungan, Uni Eropa memberlakukan peraturan Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II). Gagasan perubahan penggunaan lahan tidak langsung (ILUC), yang membatasi perdagangan minyak sawit mentah (CPO) sementara barang domestik setara lainnya bebas dari pengurangan tersebut, akan menjadi area utama di mana penulis menilai bagaimana RED II diskriminatif terhadap perdagangan Indonesia. dari CPO. Indonesia meminta WTO untuk menyelidiki apakah RED II sesuai dengan komitmen internasional yang digariskan dalam WTO setelah kebijakan ini diumumkan. Penulis akan mengkaji non-diskriminasi berdasarkan hukum WTO, terutama berdasarkan persyaratan Pasal 2.1, 2.2 Technical Barriers to Trade (TBT) serta Pasal I:1 dan III:4 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 bersama dengan kasus hukum WTO terkait. Dengan menggunakan data sekunder dan sumber pustaka, dalam penelitian ini digunakan teknik yuridis-normatif. Kesimpulan dari analisis ini menunjukkan bahwa RED II melanggar kewajiban non-diskriminasi berdasarkan GATT dan TBT karena memperlakukan item yang sebanding secara berbeda, yang menghasilkan perlakuan yang kurang menguntungkan dan kemungkinan persaingan yang tidak merata untuk CPO.

In an effort to safeguard the environment, the European Union enacted the Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II) regulation. The idea of indirect land use change (ILUC), which restricts trade toward crude palm oil (CPO) while other domestically equivalent goods are free from such reduction, will be the main area in which the authors assess how RED II is discriminatory toward Indonesian trade of CPO. Indonesia asked the WTO to investigate whether RED II complies with the international commitments outlined in the WTO after this policy was announced. The author will examine non-discrimination under WTO law, especially based on the requirements of Articles 2.1, 2.2, of the Technical Barriers to Trade as well as Articles I: 1 and III:4 of the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994, along with pertinent WTO case law. Using secondary data and library resources, the juridical-normative technique is being used for this research. The conclusion of this analysis demonstrates that RED II does break the non-discrimination duties based on GATT and TBT since it treats comparable items differently, which results in less favorable treatment and uneven possibilities for competition for CPO."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Setiawan Cahyo Nugroho
"Tesis ini membahas tentang sejauhmana hak asasi manusia internasional diperhitungkan dalam hukum perdagangan internasional di World Trade Organization (WTO). Penelitian ini adalah penelitian yuridis-kualitatif. Perjanjian multilateral di WTO dikaji kesesuiannya dengan hokum hak asasi manusia dan pasal-pasal pengecualian umum sistem hukum perdagangan internasional serta perlakuan berbeda dan khusus bagi negara berkembang ditimbang sejauhmana telah memanifestasikan hak asasi manusia. Penelitian ini menyimpulkan hukum perdagangan internasional di WTO belum memberi perhatian yang serius kepada nilai hak asas manusia. Penelitian ini merekomendasikan nilai hak asasi manusia dijadikan rambu-rambu untuk mencapai keadilan global dalam liberalisasi perdagangan betapapun kompleks dan sulitnya hal tersebut terwujud

The current thesis discusses the extent of international human rights law being accounted within the international trade law of World Trade Organization (WTO). The current study takes on a juridical qualitative research approach: multilateral agreements at WTO are analyzed in their consistency with the human rights law as well as articles on general exemptions within the international trade law system additionally, special and differential treatments to developing countries are also assessed on the extent of their manifestation on human rights. Current findings concluded that international trade law of WTO has not provided sufficient attention towards human rights values. Therefore, the study recommends for the value of human rights law to be established as guidelines toward global justice within trade liberalization despite of the complex and intricate-natured challenges that may arise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library