Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulhasril
"ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), merupakan salah satu penyakit viral yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Sampai saat ini penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius, karena pada waktu-waktu tertentu dapat menyebabkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering berakibat fatal (P2M & PLP,1981). Insiden tertinggi kasus DBD di Indonesia terjadi pada tahun 1987 dan tahun 1988 yaitu 23846 kasus dan 47573 kasus, dengan angka kematian 4,7 % dan 3,2 % Pada tahun 1990 dan tahun 1991 kembali terjadi ledakan kasus DBD walaupun angkanya tidak setinggi seperti tahun sebelumnya, yaitu hanya 20692 kasus dan 21120 kasus dengan angka kematian 3,7 % dan 2,7 %. Dalam tahun 1992, terdapat 17620 jumlah penderita yang terjangkit DBD di Indonesia namun angka kematian hanya 2,9 % (cumber P2M & PLP yang dikutip dari Suroso 1991 dan Hoedojo 1993)
Nyamuk yang berperan sebagai penular utama penyakit DBD di Indonesia adalah Aedes aegypti. Selain sebagai penular penyakit DBD, nyamuk ini diketahui dapat pula menularkan demam chikungunya ( Oda, dkk, 1983 ), filariasis (Taylor, 1960 ), juga beberapa penyakit karena virus seperti demam-kuning dan ensefalitis (Faust, et.a1.,1973).
Pada umumnya di Asia Tenggara termasuk Indonesia, wabah DBD dikaitkan dengan distribusi Aedes Aegypti, karena nyamuk ini sangat dekat hubungannya dengan manusia seperti misalnya dalam berkembang biak, memilih tempat perindukan yang terdapat di dalam rumah dan nyamuk ini lebih bersifat antropofilik (Halstead, 1975 dalam Sumarmo, 1989). Kepadatan populasi Ae.aegypti yang tinggi merupakan faktor yang dapat menunjang terjadinya wabah penyakit DBD . Dengan melakukan pemantauan dan menekan populasi nyamuk ini memungkinkan untuk dapat membantu mengevaluasi adanya ancaman penyakit DBD, dan tnencegah terbentuknya suatu daerah endemik (P2M & PLP,1981) Salah satu program dalam upaya pemberantasan penyakit DBD adalah dengan memutuskan mata rantai penularan antara manusia sebagai hospes dan nyamuk penularnya.
Berbagai cara telah diupayakan oleh Instansi Pemberantasari Penyakit Menular (P2M), untuk mengendalikan vektor penyakit DBD ini antara lain: melakukan pengendalian lingkungan terutama meniadakan tempat perindukan nyamuk, yaitu dengan membersihkan Tempat Penampungan Air (TPA) satu minggu sekali. Program ini ternyata kurang berhasil dalam mencapai sasaran, terbukti masih adanya ledakan wabah penyakit DBD yang sering terjadi pad waktu-waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh karena masih kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya arti kebersihan dan kesehatan lingkungan, sehingga masyarakat kurang berperan aktif dalam mebabantu program. Faktor ini yang menyebabkan populasi vektor penyakit DBD meningkat, terutama pada waktu musim hujan karena lebih banyak terdapat tempat-tempat perindukan nyamuk tersebut, sehingga kasus penyakit DBD cenderung meningkat.
Selain Cara pengendalian tersebut di atas, telah pula dilaksanakan program pengendalian vektor penyakit DBD dengan menggunakan insektisida, terutama fogging dengan malation dan abatisasi dengan temefos. Keuntungan cara pengendalian ini hasilnya dapat terlihat dengan cepat, tetapi bila dalam pelaksanaan program hanya digunakan satu macam insektisida secara terus menerus, tanpa memperhitungkan dosis yang digunakan dengan tepat dan tanpa pengawasan yang baik memungkinkan terjadinya resistensi nyamuk vektor terhadap insektisida tersebut. Kerugian lain yang mungkin timbul dari cara pengendalian ini adalah terjadinya polusi terhadap lingkungan, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada organisme yang bukan sasaran dan menyebabkan gangguan keseimbangan lingkungan."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baehaki
Bandung: Angkasa, 1993
632.951 BAE i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawati Djojonegoro
"ABSTRAK
Ekstraksi langsung dengan pelarut organik dalam mengisolasi insektisida dari isi lambung atau bagian tubuh lain nya merupakan cara yang sukar di lakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari cara isolasi dan pemurnian yang terbaik terhadap insektisida klor organik, fosfor organik dan karbamat dari isi lambung. Selain itu juga mencari cara identifikasi dengan cepat, mudah pengerjaannya sesuai dengan fasilitas laboratorium sederhana serta biaya yang relatif rendah. Isolasi insektisida dari isi lambung dilakukan dengan cara dianalisa, sedangkan pemurnian dialisat menggunakan karbon aktif atau kieselgel. Pada penelitian ini identifikasi insektisida dilakukan dengan cara reaksi kristal aceton air dan kromatografi lapisan tipis. Pemeriksaan dengan kromatografi lapisan tipis menggunakan variasi fasa bergerak dan penampak noda yang sesuai untuk masing-masing golongan insektisida. Dialisat yang diperoleh seringkali masih mengandung minyak tanah. Hasil pemurnian dialisat berupa kristal. Kecuali insektisida fosfor organik, berupa cairan seperti minyak. Pada kromatografi lapisan tipis, diperoleh hasil yang berbeda dalam jumlah bercak, nilai Rf dan warna yang timbul. Ternyata dialisat yang diperoleh memberikan hasil yang dapat ditentukan secara kwalitatif. Pada proses pemurnian, karbon aktif mempunyai kelebihan tekhnis dari pada kieselgel. Sedang cara terbaik untuk pemurnian dialisat yang mengandung minyak tanah, dengan menggunakan centrifuge. Disarankan pemeriksaan lebih lanjut dilakukan secara kwantitatif. Juga terhadap insektisida dalam darah atau jaringan tubuh lainnya secara kwalitatif dan kwantitatif."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1981
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yu, Simon J.
London: CRC Press/Taylor and Francis Group, 2015
632.9517 YUS t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yoyo
"ABSTRAK
Kasus DBD secara global maupun nasional terus mengalami peningkatan walaupun terjadi penuruan yang cukup signifikan pada tahun 2017. Penurunan jumlah kasus tersebut tentu tidak terlepas dari adanya berbagai upaya yang telah dilakukan, tetapi kita juga tidak dapat mengesampingkan adanya fakta bahwa siklus trend kasus DBD masih terjadi dalam periode waktu tertentu. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi penggunaan insektisida secara umum dalam mencegah gigitan nyamuk sebesar 12,2 , sedangkan diperkotaan proporsinya lebih tinggi 17,9 dibandingkan dengan pedesaan 6,4 . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penggunaan insektisida rumah tangga dengan kejadian penyakit DBD. Penelitian ini adalah studi analitik dengan rancangan kasus kontrol yang dilakukan terhadap 320 sampel yang terdiri atas 80 kasus dan 240 kontrol. Sampel kasus dipilih dengan metode consecutive sampling yang diambil dari laporan kasus DBD dan sampel kontrol dipilih secara acak sederhana yang diambil dari tetangga kasus dalam radius 100 meter. Analisis multivariat dilakukan dengan regresi logistik berganda yang bertujuan untuk menganalisis hubungan penggunaan insektisida rumah tangga dengan kejadian penyakit DBD setelah mengendalikan faktor umur, gender, pendidikan, pekerjaan, kepadatan hunian, kasa nyamuk, PSN, breeding place, dan resting place. penelitian ini dilakukan di Kota Kendari pada bulan Mei ndash; Juni 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis insektisida berhubungan dengan kejadian penyakit DBD dengan nilai OR 0,081 95 CI: 0,03-0,19 dan nilai P 0,000 untuk anti nyamuk bakar, OR 0,36 95 CI: 0,16-0,75 dan nilai P 0,007 untuk anti nyamuk spray, dan OR 0,16 95 CI: 0,06-0,37 dan nilai P 0,000 untuk anti nyamuk lainnya setelah mengendalikan faktor umur, kepadatan hunian, dan breeding place. Kombinasi insektisida berhubungan dengan kejadian penyakit DBD dengan nilai OR 0,17 95 CI: 0,07-0,34 dan nilai P 0,000 untuk 1 jenis anti nyamuk bakar dan OR 0,21 95 CI: 0,10-0,41 dan nilai P 0,000 untuk >1 jenis anti nyamuk setelah mengendalikan faktor umur, pendidikan, PSN dan breeding place. Waktu penggunaan insektisida berhubungan dengan kejadian penyakit DBD dengan nilai OR 0,19 95 CI: 0,08-0,39 dan nilai P 0,000 untuk malam hari dan OR 0,17 95 CI: 0,08-0,37 dan nilai P 0,000 untuk pagi dan sore hari setelah mengendalikan faktor umur, pendidikan, dan breeding place. Frekuensi penggunaan insektisida tidak berhubungan dengan kejadian penyakit DBD setelah berinteraksi dengan gender dan setelah mengendalikan faktor umur, pendidikan, pekerjaan, kasa nyamuk, dan breeding place. Edukasi dapat difokuskan untuk mengurangi kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai dan melaksanakan PSN secara rutin. Sasarannya dapat dipersempit pada kelompok usia sekolah.

ABSTRACT
The case of DHF globally and nationally continues to increase despite the significant decline in 2017. The decline in the number of cases is certainly not independent of the various efforts that have been done, but we also can not rule out the fact that the dengue trend cycle still occurs in the certain period. The results of Basic Health Research in 2013 shows that the proportion of insecticide use in general in preventing mosquito bites was 12.2 , while urban proportion is higher 17.9 than rural 6.4 . This study aims to determine the relationship of household insecticide use with the incidence of DHF disease. This study was an analytic with case control design that conducted on 320 samples consisting of 80 cases and 240 controls. The case samples were selected by the consecutive sampling method taken from the DHF case report and a simple randomized control sample taken from the neighboring case within 100 meters radius. Multivariate analysis was performed by multiple logistic regression which was aimed to analyze the relationship of household insecticide use with the incidence of DHF after controlling for age, gender, education, occupation, housing density, mosquito net, PSN, breeding place and resting place. This study was conducted in Kendari City in May June 2018. The results showed that the type of insecticide was related to the incidence of DHF with OR 0,081 95 CI 0,03 0,19 and P 0,000 for burn mosquito repellent, OR 0,36 95 CI 0,16 0,75 and P value 0,007 for spray mosquito, and OR 0,16 95 CI 0,06 0,37 and value of P 0,000 for others mosquito repellent after controlling for age, housing density, and breeding place. The combination of insecticides was associated with the incidence of DHF with OR 0.17 95 CI 0.07 0.34 and P 0,000 for 1 type of mosquito repellent and OR 0.21 95 CI 0.10 0.41 and P 0,000 for 1 mosquito repellent after controlling for age, education, PSN and breeding place. The time of insecticide use was related to incidence of DHF with OR 0.19 95 CI 0,08 0,39 and P 0,000 for night use and OR 0.17 95 CI 0,08 0, 37 and P 0,000 for day and night use after controlling for age, education, and breeding place. Frequency of insecticide use is not related to the incidence of DHF after interaction with gender and after controlling for age, education, occupation, mosquito nets, and breeding place. Education can be focused on reducing hanging habits and carrying out PSN on a regular basis. The targets can be focused in the school age group."
2018
T51340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Bunuh diri di Jakarta dalam kurun waktu 1993-2005 masa pra krisis,masa krisis dan masa pasca krisis dimensional menunjukkan pilihan metoda bergeser dari minum insektisida (non-violent) ke gantung diri(violent)...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ghany Hendra Wijaya
"ABSTRAK
Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD) dan tempat yang tersering terkena penyakit ini, salah satunya adalah di daerah Kecamatan Bayah. Untuk menanggulangi serta memberantas penyakit DBD, diperlukan data dasar yaitu pengetahuan dasar warga. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan warga mengenai pemberantasan DBD menggunakan insektisida di kecamatan Bayah. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional; dengan menggunakan metode wawancara mengisi kuisioner berisi pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan mengenai pemberantasan DBD menggunakan insektisida. Data diambil pada tanggal 12 - 14 Agustus 2009 dan diolah dengan uji chi square. Hasil dari penelitian ini menunjukkan warga yang mempunyai tingkat pengetahuan baik adalah 10 orang (9,4%), cukup 27 (25,5%) dan tingkat pengetahuan kurang 69 orang (65,1%%). Kelompok usia 18-34 tahun sebanyak 45 orang (42,5%), kelompok usia 35-50 tahun sebanyak 39 orang (36,8%), dan kelompok usia > 50 tahun sebanyak 22 orang (20,8%). Warga yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah yaitu sebanyak 68 orang (64,2%) dan tidak bekerja sebanyak 63 orang (59,4%). Kebanyakan dari warga berjenis kelamin perempuan 83 orang (72,3%) . Sebagian besar warga hanya mendapatkan informasi dari 1 sumber (43%) dan sumber informasi yang paling berkesan adalah media elektronik (48,1%). Dari uji chi square tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan mengenai pemberantasan menggunakan insektisida dengan usia dan tingkat pendidikan. Tingkat pengetahuan mengenai pemberantasan menggunakan insektisida dengan jenis kelamin, jumlah sumber informasi, sumber informasi yang paling berkesan, dan status pekerjaan tidak terdapat perbedaan bermakna. Disimpulkan tingkat pengetahuan warga mengenai cara pencegahan dan pemberantasan DBD sangat kurang dengan adanya pengaruh yang signifikan dari faktor usia dan tingkat pendidikan.

ABSTRACT
One of the public health problem in Indonesia is Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). With one of the area is Bayah District. In order to combat and eradicate dengue, the basic data about basic knowledge of people are needed.Therefore this study aims to determine the level of people knowledge about dengue eradication using insecticides in district Bayah. This study uses cross sectional design. The data collected by interviewing people to fill the questionnaire contains questions related to knowledge about dengue eradication using insecticides. Data was taken on 12 to 14 August 2009 and processed by chi square test. Results from this study showed that subjects have a good knowledge level is 10 people (9.4%), fair 27 (25.5%) and poor knowledge level about 69 people (65.1%%). With the age group 18-34 year were 45 men (42.5%), age group 35-50 years were 39 men (36.8%), and the age group> 50 years were 22 men (20.8%). Residents who have a low education level is 68 people (64.2%) and not working is 63 people (59.4%). Most of the research subjects are female gender with 83 people (72.3%). Most of people only get the information from 1 source of information (43%) and the most memorable one was the electronic media (48.1%). From the chi square test there was no significant association between the level of knowledge about the eradication using insecticides with age and education level. And there was no significant difference between the level of knowledge about the eradication using insecticides with gender, number of sources of information, the most memorable source of information, and employment status. Inferred that people knowledge level about how to prevent and eradicate dengue is less with the existence of significant influence of age and education level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sherafina Reni Cahayanti
"Penggunaan insektisida yang intensif pada bawang merah berdampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan. Pengurangan dampak insektisida tanpa mengganggu pendapatan petani sekarang dan mendatang adalah harapan pertanian berkelanjutan. Tujuan penelitian untuk mengetahui perilaku petani terhadap insektisida dan membangun model penilaian risiko penggunaan insektisida dengan memadukan aspek ancaman, kerentanan dan kapasitas secara komprehensif. Metode probit dan SEM digunakan untuk menganalisis perilaku petani, sedangkan metode indeks risiko komprehensif dan geospasial digunakan untuk membangun model penilaian risiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua petani menggunakan insektisida secara intensif dan melebihi dosis anjuran. Perilaku tersebut dipengaruhi secara signifikan oleh faktor sosiodemografi, pengalaman, sumber informasi, dan persepsi. Petani yang memiliki sikap menghindari risiko gagal panen bersedia mengeluarkan biaya lebih tinggi dibanding petani netral dan suka risiko. Berdasarkan peta model penilaian risiko yang dibangun menunjukkan desa Tanjungsari dan Klampok tergolong berisiko tinggi. Model penilaian risiko penggunaan insektisida menghasilkan pemeringkatan risiko sekaligus rekomendasi secara komprehensif.

The intensive use of insecticides on shallots has a negative impact on health and the environment. Reducing the impact of insecticides without disrupting present and future income of farmers is the hope of sustainable agriculture. The aim of this research is to find out the behavior of farmers towards insecticides and to build a risk assessment model for using insecticides by comprehensively integrating aspects of threat, vulnerability and capacity. The probit and SEM methods are used to analyze farmer behavior, while the comprehensive risk index and geospatial methods are used to build a risk assessment model. The results showed that all farmers used insecticides intensively and exceeded the recommended dosage. This behavior is significantly influenced by sociodemographic factors, experience, sources of information, and perceptions. Farmers who have an attitude of avoiding the risk of crop failure are willing to pay higher costs than neutral and risk-averse farmers. Based on the risk assessment model map built, it shows that the villages of Tanjungsari and Klampok are classified as high risk. The risk assessment model for the use of insecticides produces a comprehensive risk rating as well as recommendations."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Jeconiah Glenslova
"Tanaman nanas di Indonesia sering kali dijangkit hama seperti kutu putih (Dysmicoccus neobrevipes). Spesies tersebut merupakan vektor utama penularan virus layu kutu putih nanas (pineapple mealybug wilt-associated virus/PMWaV) yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman nanas, sehingga menurunkan produktivitas dan kualitas hasil panen. Di sisi lain, limbah nanas merupakan salah satu limbah pertanian yang melimpah di Indonesia. Limbah ini mengandung berbagai metabolit sekunder yang memiliki kemampuan insektisida. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi proses ekstraksi maserasi rendemen ekstrak dari limbah nanas dengan pelarut semipolar aseton 70%, sebagai insektisida nabati yang efektif bagi Dysmicoccus neobrevipes. Optimasi dilakukan menggunakan pendekatan response surface methodology dengan desain Box–Behnken, pada variasi parameter operasi, yaitu suhu ekstraksi, waktu ekstraksi, dan rasio simplisia dengan pelarut (w/v). Kondisi optimal untuk ekstraksi adalah pada suhu 36 °C, waktu 8 jam, dan rasio simplisia terhadap pelarut 1:40 g/mL, dengan rendemen aktual 30,45% ± 0,78%, dari rendemen prediksi 31%. Uji efektivitas dilakukan pada tiga variasi konsentrasi (25, 50, dan 75 mg/mL), dan kontrol positif yakni insektisida komersial Bifenthrin 0,1% sebagai pembanding. Uji efektivitas dilakukan pada empat pengulangan masing-masing variasi terhadap D. neobrevipes instar ketiga. Secara statistik, hasil uji efektivitas menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak limbah nanas pada konsentrasi 25 mg/mL lebih efisien tanpa penurunan efektivitas yang signifikan. Nilai mortalitas pada konsentrasi 25, 50, dan 75 mg/mL berturut-turut adalah 43,58% ± 14,58%, 43,72% ± 16,45%, dan 50,09% ± 16,88%; tidak ada perbedaan signifikan dengan konsentrasi yang lebih tinggi dan kontrol positif. Karakterisasi senyawa-senyawa aktif dalam ekstrak dengan liquid chromatography-mass spectrometry, menunjukkan keberadaan senyawa-senyawa alkaloid, fenolik, dan saponin, yang memiliki kapasitas sebagai insektisida.

Pineapple plants in Indonesia are often infected by pests such as mealybugs (Dysmicoccus neobrevipes). This species is the main vector for transmitting the pineapple mealybug wilt virus (PMWaV) which can cause damage to pineapple plants, thereby reducing productivity and quality of harvest. On the other hand, pineapple waste is one of the agricultural wastes that is abundant in Indonesia. This waste contains various secondary metabolites that have insecticidal capabilities. This research aims to optimize the maceration extraction process for the yield of extract from pineapple waste with the semipolar solvent acetone 70%, as an effective botanical insecticide for Dysmicoccus neobrevipes. Optimization was carried out using a response surface methodology approach with a Box–Behnken design, with variations in operating parameters, namely extraction temperature, extraction time, and simplicia to solvent ratio (w/v). The optimal conditions for extraction were at a temperature of 36 °C, a time of 8 hours, and a simplicia to solvent ratio of 1:40 g/mL, with an actual yield of 30.45% ± 0.78%, with a predicted yield of 31%. The effectiveness test was carried out at three concentration variations (25, 50, and 75 mg/mL), and the positive control was the commercial insecticide Bifenthrin 0.1% as a comparison. The effectiveness test was carried out on four repetitions of each variation on third instar of D. neobrevipes. Statistically, the results of the effectiveness test showed that the use of pineapple waste extract at a concentration of 25 mg/mL was more efficient without a significant decrease in effectiveness. Mortality values at concentrations of 25, 50, and 75 mg/mL were 43.58% ± 14.58%, 43.72% ± 16.45%, and 50.09% ± 16.88%, respectively; there was no significant difference with higher concentrations and positive controls. Characterization of the active compounds in the extract using liquid chromatography-mass spectrometry showed the presence of alkaloid, phenolic and saponin compounds, which have the capacity to act as insecticides."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>