Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, David Oktavianus
"Latar Belakang :
ICS merekomendasikan latihan Kegel, sebagai terapi konservatif untuk mengatasi inkontinensia urin tekanan untuk dilakukan selama 12 minggu. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa latihan kegel selama 4, dan 8 minggu dapat memperbaiki gejala inkontinensia, kualitas hidup, dan meningkatkan kekuatan otot dasar panggul.
Tujuan :
Mengetahui gambaran perbaikan gejala subjektif dan objektif, peningkatan kekuatan otot dasar panggul, perbaikan derajat keparahan dan perbaikan kualitas hidup wanita penderita inkontinensia urin tekanan yang menjalani antara latihan Kegel yang 4, 8, dan 12 minggu
Metode:
55 subjek terdiagnosis inkontinensia urin tekanan (berdasarkan nilai (QUID >4) dan tes pembalut positif 60 menit) diberikan latihan Kegel di Poliklinik Rehabilitasi Medik RSCM selama 12 minggu. Pengumpulan data, seperti kuesioner UDI-6; tes pembalut 60 menit; dan kuesioner IIQ-7 akan dicatat oleh subjek penelitian dalam buku kegiatan 4, 8, dan 12 minggu. Selain itu, evaluasi biofeedback(Myomed 932) dari kekuatan serat otot lambat dan serat otot cepat dilakukan setiap 2 minggu untuk menilai perbaikan.
Hasil:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan bermakna antara skor UDI-6 dan IIQ-7 subjek sebelum latihan dan setelah latihan 4, 8, dan 12 minggu (uji Wilcoxon; p<0.05). Selain itu, adanya perbedaan yang signifikan pada kekuatan serat otot lambat dan serat cepat antara sebelum latihan dengan pasca latihan 8 minggu dan sebelum latihan dengan pasca 12 minggu. (dengan uji Wilcoxon; p <0.05).
Kesimpulan :
Latihan Kegel yang dilakukan dengan durasi minimal 8 minggu dapat memperbaiki gejala, kekuatan otot dasar pangul dan kualitas hidup wanita dengan inkontinensia urin tekanan.

Introduction :
Kegel exercise is recommended by ICS, as a conservative therapy to improve stress urinary incontinence for 12 weeks. However, several studies have shown that Kegel exercise for 4 and 8 weeks can improve symptoms of incontinence, quality of life and increase pelvic floor muscle strength.
Objective:
To identify the improvement subjective and objective symptoms, increasing pelvic floor muscle strength, and improvement quality of life among women with stress urinary incontinence who performed kegel exercise 4, 8, and 12 weeks.
Method:
55 subjects were diagnosed with stress urinary incontinence (based on (QUID score >4) and positive result of pad test 60 minutes) and were given the Kegel exercise at RSCM for 12 weeks. Datas such as UDI-6, pad test 60 minutes, and IIQ-7 will be documented by each subject in the book for 4, 8, and 12 weeks. In addition, Pelvic floor muscle (slow and fast fibers twitch) were assessed by biofeedback (myomed 932) every 2 weeks.
Result:
The results show that there is a significant difference between the UDI-6 and IIQ-7 scores before, after 4, 8, and 12 weeks Kegel exercise. (Wilcoxon testp < 0.05).
In addition, there is a significant difference in the pelvic floor muscle strength (slow and fast fibers twitch) between before with after exercise for 8 weeks Kegel exercise and between before and after 12 weeks Kegel exercise. (Wilcoxon test; p <0.05).
Conclusion:
Performing Kegel exercise with a minimum duration of 8 weeks can improve symptoms, pelvic floor muscle strength and quality of life for women with stress urinary incontinence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Larasati
"Latar Belakang: Gangguan berkemih dalam kehamilan dapat mempengarui kualitas dari hidup seorang ibu hamil. Akan tetapi, Sampai saat ini belum didapatkan data mengenai hubungan paritas dan trimester kehamilan dengan kejadian gangguan berkemih di Indonesia.
Tujuan: Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan berbagai gangguan kejadian berkemih yang terjadi selama kehamilan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang. Subjek pada penelitian ini adalah ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Cempaka Putih dan Puskesmas Johar Baru menggunakan metode consecutive sampling pada Juli 2019 sampai Desember 2019. Data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengisian daftar harian berkemih, kuesioner Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) dan penilaian indeks sandvik.
Hasil: Didapatkan sebanyak 279 ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan multiparitas berhubungan dengan terjadinya inkontinensa tekanan pada wanita hamil (P= 0,045, OR 2,59, CI 95% 1,002-6,73), tetapi tidak bermakna pada variabel yang lain (primipara dan nulipara dengan inkontinensia tekana; multipara, primipara dan nullipara dengan inkontinensia desakan, gangguan frekuensi dan nokturia; trimester kehamilan dengan inkontinensia tekanan, desakan, gangguan frekuensi dan nokturia) (P>0,05). Prevalensi inkontinensia tekanan yang terjadi pada kehamilan sebesar 11,1%, dimana pada trimester I,II,III yakni 12,7%, 12,4%, 10,9%. Prevalensi inkontinensia desakan yang terjadi pada kehamilan sebesar 5,0%, dimana trimester I,II,III yakni 4,6%, 2,8%, 8%. Prevalensi gangguan frekuensi yang terjadi pada kehamilan sebesar 75,6%, dimana trimester I,II,III yakni 67,3%, 74,7%, dan 79,1%. Prevalensi nokturia yang terjadi pada kehamilan 86% ,dimana pada trimester I,II,III, yakni 81,6%, 83,5%,dan 89,2%. Indeks keparahan inkontinensia urin terbanyak dalam kehamilan adalah pada tingkat ringan (93,3%) dan sedang (6,7%).
Kesimpulan: Adanya hubungan yang bermakna antara multiparitas dengan terjadinya inkontinensia tekanan pada wanita hamil. Dilakukan penelitian selanjutnya untuk menilai faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap gangguan berkemih pada ibu hamil dengan cakupan dan subjek yang lebih luas.

Background: Low urinary tract symptoms in pregnancy can affect the quality of life for a pregnant woman. However, until now there has been no data regarding the relationship between parity and trimester of pregnancy with the incidence of urinary disorders in Indonesia.
Objective: Analyzing the factors associated with various Low urinary tract symptoms has occur during pregnancy.
Methods: This research is an observational analytic study with cross sectional method. The subjects in this study were pregnant women who visited the Cempaka Putih Health Center and Johar Baru Health Center using the consecutive sampling method from July 2019 to December 2019. Data collected in the form of obstetric history through interviews, bladder dairy, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) Indonesian version and index sandvik
Results:Obtained as many as 279 pregnant women who met the inclusion and exclusion criteria. Obtained multiparity associated with the occurrence of pressure incontinence in pregnant women (P = 0.045, OR 2.59, 95% CI 1.00-6.73), but not significant in other variables (primipara and nulipara with stress incontinence; multipara, primipara and nullipara with urge incontinence, frecuency and nocturia; trimester with stress incontinence, urge incontinence, frecuency and nocturia) (P> 0.05). The prevalence of stress incontinence that occurs in pregnancy is 11.1%, where in the I, II, III trimesters that is 12.7%, 12.4%, 10.9%. The prevalence of urge incontinence that occurs in pregnancy is 5.0%, where I, II, III trimesters are 4.6%, 2.8%, 8%. The prevalence of frequency that occur in pregnancy is 75.6%, where I, II, III trimesters are 67.3%, 74.7%, and 79.1%. The prevalence of nocturia that occurs in pregnancy is 86%, where in the I, II, III trimesters, ie 81.6%, 83.5%, and 89.2%. The highest severity index in urinary incontinence in pregnancy was mild (93.3%) and moderate (6.7%).
Conclusion: There is a significant relationship between multiparity with the occurrence of stress incontinence in pregnant women. It is recommended to have further research to study other factors that may influence low urinary tract symptoms on pregnant women with broader scope and subjects background
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Surahman Hakim
"Inkontinensia urin tekanan (IUT) merupakan kondisi bocornya urin saat tekanan
intrabdominal meningkat. Tatalaksana konservatif seperti latihan kegel (LK) yang
merupakan pilihan pertama dalam penanganan kasus IUT. Namun, terdapat
hambatan seperti kepatuhan yang buruk serta ketidakmampuan pasien
mengontraksikan otot panggul, ketika menjalani program LK sehingga mengalami
kegagalan dan berlanjut pada tindakan operasi. Penelitian ini bertujuan menyusun
buku panduan LK untuk membantu kepatuhan pasien dalam melakukan LK dan
menganalisis luaran subjektif, klinis, kepatuhan, serta kekuatan kontraksi otot dasar
panggul pada pasien yang berlatih LK selama 12 minggu. Penelitian ini memiliki
desain eksplorasi sequential mixed-method research yang terdiri atas penelitian
kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif bertujuan menyusun buku
panduan LK baku menggunakan tahapan analyze, design, development,
implementation, and evaluation (ADDIE) dan penelitian kuantitatif
mengujicobakan buku panduan LK tersebut dalam praktik klinis dan dievaluasi
efektivitasnya dalam menangani IUT. Penelitian berlangsung sejak Agustus 2020
sampai September 2022, di berbagai rumah sakit seperti RS dr.
CiptoMangunkusumo, RS Fatmawati, RSCM Kintani, RS Buah Hati Ciputat dan
Pamulang, RS Prikasih, dan RS YPK Mandiri. Luaran yang dievaluasi pada
penelitian kuantitatif adalah gejala subjektif yang diukur berdasarkan kuesioner
IIQ-7 dan UDI-6, gejala klinis yang diukur berdasarkan 1-hour pad test, kekuatan
otot dasar panggul dengan perineometer, dan kepatuhan pasien. Buku panduan LK
berhasil disusun menggunakan metode ADDIE dan diujicobakan pada tahap
penelitian kuantitatif. Subjek penelitian adalah 178 pasien IUT dari berbagai rumah
sakit dan 148 berhasil mengikuti penelitian hingga selesai. Setelah 12 minggu LK
terdapat perbaikan gejala subjektif, gejala klinis, dan kekuatan otot panggul yang
bermakna. Tidak ada perbedaan gejala subjektif yang bermakna antara kelompok
intervensi dan kontrol. Terdapat perbedaan gejala klinis, kekuatan otot dasar
panggul, dan kepatuhan yang bermakna pada kelompok intervensi dan kontrol.
Buku panduan LK yang berhasil disusun menggunakan metode ADDIE berhasil
meningkatkan gejala subjektif, klinis, kekuatan otot panggul, dan kepatuhan pasien
IUT dalam melakukan LK. Jika dibandingkan kontrol, pasien yang menggunakan
buku panduan LK memiliki perbaikan gejala klinis, peningkatan kekuatan otot
panggul, dan peningkatan kepatuhan yang bermakna.

Stress Urinary Incontinence (SUI) is a condition in which urine leaks when intraabdominal pressure increases. Worldwide, many women have suffered from SUI. Conservative management, one of which is Pelvic Floor Muscle Training (PFMT), is the first choice in handling IUT cases. However, various obstacles, such as poor compliance and the inability of women to contract the pelvic muscles, are often encountered by women undergoing the PFMT program. They would be likely to fail and undergo surgery. This study aimed to create a PFMT Guidebook and evaluate the effectiveness in improving subjective, clinical, compliance, and pelvic floor muscle contraction of SUI women after twelve weeks. This study was an exploratory sequential mixed-method research design consisting of qualitative and quantitative research. This qualitative study aims to compile a standardized PFMT guidebook using the ADDIE stage and quantitative research to test the PFMT guidebook in clinical practice and evaluate its effectiveness in dealing with SUI. This process took place from August 2020 untill September 2022 in various hospital centers such as CiptoMangunkusumo Hospital, Fatmawati Hospital, Kintani RSCM, Buah Hati Pamulang and Ciputat Hospitals, Prikasih Hospital, and YPK Mandiri Hospital. The outcomes evaluated in this quantitative study were subjective symptoms measured by the IIQ-7 and UDI-6 questionnaires, clinical symptoms measured by the 1-hour pad test, pelvic floor muscle strength using a perineometer, and patient compliance. ADDIE method helped us to create a PFMT guidebook. There were 178 SUI women from various hospitals recruited. 148 of them successfully followed this study to completion. After 12 weeks of PFMT, compared to the control group, there was no difference in clinical symptoms. There were significant differences in clinical symptoms, pelvic floor muscle strength, and adherence between the intervention and study groups. The PFMT guidebook created using the ADDIE method improved subjective, clinical symptoms, pelvic muscle strength, and SUI patient compliance in performing PFMT. Compared with controls, patients who used the PFMT manual significantly improved clinical symptoms, increased pelvic muscle strength, and increased compliance."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Astri Purnaningtyas
"Latar belakang: Inkontinensia urin tekanan (IUT) atau Stress Urinary Incontinence (SUI) didefinisikan sebagai kebocoran urin yang tidak disengaja saat aktivitas fisik atau saat bersin atau batuk. Jenis inkontinensia urin ini merupakan yang paling umum terjadi, dengan prevalensi sebesar 23–35% pada kelompok wanita dewasa. Biaya perawatan IUT diperkirakan lebih dari 16 milliar US dollar per tahunnya. Saat ini, terdapat beberapa pilihan terapi IUT, baik bedah hingga non–bedah. Jenis prosedur yang ditanggung oleh sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia adalah teknik Plikasi Kelly dengan efektifitas yang rendah dan rekurensi yang tinggi. Kemampuan regenerasi dari PRP (Platelet–Rich Plasma) menjadi salah satu pertimbangan yang dapat diberikan bagi pasien–pasien IUT yang dilakukan pembedahan Plikasi Kelly. Kemampuan PRP sebagai perekat, diharapkan mampu mengembalikan struktur dan fungsi Ligamentum Pubouretralis melalui aktivasi fibroblas untuk memacu pembentukan kolagen baru dengan biaya yang cukup murah menjadi pertimbangan untuk meningkatkan efektivitas tindakan Plikasi Kelly di Indonesia.
Objektif: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan–perbedaan perbaikan gejala klinis berupa perbaikan kualitas hidup (dinilai menggunakan kuisioner IIQ–7), penurunan berat Tes Pembalut serta kenaikan kadar serum IGF–1 pada pasien IUT yang diberikan penambahan PRP pada saat prosedur pembedahan Plikasi Kelly.
Metode: Uji klinis acak tersamar tunggal yang berlangsung di 2 center penelitian, yaitu di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2021 hingga Desember 2021. Sampel penelitian adalah wanita dengan IUT yang menjalani prosedur pembedahan Plikasi Kelly.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan kualitas hidup (berdasarkan skor kuisioner IIQ–7) antara kelompok studi yang menerima adjuvan PRP dengan kelompok kontrol (4,8 vs 14,3; p=0,104). Rerata perubahan delta Tes Pembalut pada kelompok studi didapatkan lebih tinggi bermakna dibanding kelompok kontrol (49,8 vs 10,8; p=0,03), namun perbedaan hasil ini dipengaruhi oleh derajat keparahan IUT. Rerata kenaikan kadar serum IGF–1 pada kelompok studi ditemukan lebih tinggi bermakna dibanding kelompok kontrol pasca 3 bulan tindakan operatif (33,5 vs 13; p = 0,000).
Kesimpulan: Pemberian PRP sebagai terapi adjuvan pada pasien IUT yang menjalani tindakan Plikasi Kelly memberikan manfaat perbaikan Ligamentum Pubouretralis yang dinilai berdasarkan perbaikan klinis (penurunan berat Tes Pembalut), kenaikan kadar IGF–1, dan peningkatan kualitas hidup (kuisioner IIQ–7). Prosedur injeksi PRP dinilai relatif aman dan efektif dalam meningkatkan efektifitas tindakan Plikasi Kelly. Hasil ini diharapkan dapat memberi bukti klinis untuk rejimen baru terapi IUT yang dapat dilakukan di Indonesia.

Background: Stress urinary incontinence (SUI) is defined as involuntary urine leakage that occurs during physical activity, sneezing, or coughing. It is the most common type of urinary incontinence, with a prevalence of 23–35% in adult women. The treatment cost for SUI was approximately more than 16 billion US dollars each year. There are plenty of choices for SUI management, from surgical to non–surgical therapies. The procedure covered by Indonesia’s National Health Insurance is Kelly Plication surgery with a low rate of effectiveness and a high chance of recurrent. The Platelet–Rich Plasma (PRP), with its regenerative ability, is considered to be given for patients with SUI that underwent Kelly Plication surgery. The PRP injection, with its ability to act as an adhesive agent, is expected to help restore the Pubourethal Ligament’s structure and function through fibroblast activation to help trigger new collagen formation. Due to it’s low cost required, the PRP injection could be considered to help improve the effectiveness of Kelly Plication Surgery in Indonesia.
Objective: The aim of this study was to find the differences in clinical improvements, including the quality of life (measured with IIQ–7 questionnaire), decreased in weight of Pad test results, and increase in IGF–1 serum level in patients with SUI that were given the PRP injection as an adjuvant during Kelly Plication surgery.
Methods: Experimental single–blind randomized control trial study in a group of women with SUI that underwent the Kelly Plication Surgery. The study was conducted at 2 study centers in Dr. Cipto Mangunkusumo Central General Hospital, Jakarta, and Dr. Kariadi Central General Hospital, Semarang, from March 2021 to December 2021.
Result: There was no significant difference in the quality of life (measured with IIQ–7 questionnaire scores), between the study group which received the PRP adjuvant with the control group (4,8 vs 14,3; p = 0,104). The mean difference score for the weight of Pad test results in the study group was significantly higher than the control group (49,8 vs 10,8; p = 0,03). But this result was influenced by the severity of IUT. The mean increased score for the IGF–1 serum level in the study group was significantly higher than the control group, 3 months after the surgery (33,5 vs 13; p = 0,000).
Conclusion: The PRP injection as adjuvant therapy is considered to give more benefits for patients with SUI that underwent Kelly Plication surgery. The repair of the Pubouretral Ligament is measured by the improvement of the symptom (decreased of the Pad Test score), increased IGF–1 serum level, and quality of life improvement (increased of IIQ–7 Questionnaire). The procedure is considered safe and helps improve the effectiveness of the surgery. This result helps to provide clinical evidence for a new therapy regimen that could be applied in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library