Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosiana Waicang
"Inkontinensia urin setelah operasi BPH adalah hilangnya kontrol terhadap buang air kecil karena salah satu katup yang mengontrol urin diangkat bersamaan dengan prostat, apabila katub ini diangkat kemungkinan terjadi kerusakan sraf dan otot sehingga menyebabkan inkontinensia setelah operasi prostat. Inkontinensia urin dapat menyebabkan masalah fisik, psikologis, sosial dan ekonomi sehingga mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian inkontinensia urin setelah operasi prostat. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan pendekatan deskriptif korelatif, dan teknik consecutive sampling pada 90 responden. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara Usia dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,063, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan antara obesitas dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,020, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan anatara jenis operasi dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,038, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan antara volume prostat dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,038, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan antara lama operasi dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,036, ! = 0,05) dan tidak terdapat hubungan signifikan antara waktu operasi dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,925, ! = 0,05). Pada hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa jenis operasi berhubungan paling dominan dengan kejadian inkontinensia urin nilai OR yang terbesar yaitu (2,39) (95% CI: 0,955-5,988). Diharapkan tenaga keperawatan dapat meningkatkan pemahaman melalui pemberian informasi atau pendidikan kesehatan terkait dengan pencegahan inkontinensia urin umumnya generasi muda khususnya pada generasi tua di Kota Jayapura.

The increase in the life expectancy of the Indonesian population reaching the age of 66.2 years has contributed to an increase in the number of elderly people ( Aging Structured Population ). The aging process causes health problems in the elderly, one of which is urinary incontinence. Urinary incontinence is a bladder sphincter defect or neurological dysfunction that causes loss of control over urination. Urinary incontinence can cause physical, psychological, social and economic problems that affect the quality of life of the elderly. This study aims to identify factors associated with urinary incontinence in patients after prostate surgery at the Urology Polyclinic, Jayapura Hospital in 2023. This study used a cross-sectional design, correlative descriptive approach, and consecutive sampling technique in 90 post-prostate post-operative patients at the polyclinic. Jayapura Hospital Urology. The results showed that there was no significant relationship between age and the incidence of urinary incontinence ( p-value 0.063,! = 0,05) , there is a significant relationship between obesity and urinary incontinence ( p-value 0.020,! = 0,05) , there is a significant relationship between the type of operation and the incidence of urinary incontinence ( p-value 0.038,! = 0,05), there is a significant relationship between Prostate Volume and the incidence of Urinary Incontinence ( p-value 0.038,! = 0,05) , there is a significant relationship between the length of operation and the incidence of urinary incontinence ( p-value 0.036,! =0,05) and there was no significant relationship between operating time and urinary incontinence ( p-value 0.925,! = 0,05). The results of the multivariate analysis showed that the type of surgery was most dominantly related to the incidence of Urinary Incontinence with the largest OR value (2.39) (95% CI: 0.955-5.988). It is hoped that nursing staff can improve understanding through providing information or health education related to the prevention of Urinary Incontinence in general for the younger generation, especially the older generation in Jayapura City. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Larasati
"Latar Belakang: Gangguan berkemih dalam kehamilan dapat mempengarui kualitas dari hidup seorang ibu hamil. Akan tetapi, Sampai saat ini belum didapatkan data mengenai hubungan paritas dan trimester kehamilan dengan kejadian gangguan berkemih di Indonesia.
Tujuan: Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan berbagai gangguan kejadian berkemih yang terjadi selama kehamilan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang. Subjek pada penelitian ini adalah ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Cempaka Putih dan Puskesmas Johar Baru menggunakan metode consecutive sampling pada Juli 2019 sampai Desember 2019. Data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengisian daftar harian berkemih, kuesioner Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) dan penilaian indeks sandvik.
Hasil: Didapatkan sebanyak 279 ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan multiparitas berhubungan dengan terjadinya inkontinensa tekanan pada wanita hamil (P= 0,045, OR 2,59, CI 95% 1,002-6,73), tetapi tidak bermakna pada variabel yang lain (primipara dan nulipara dengan inkontinensia tekana; multipara, primipara dan nullipara dengan inkontinensia desakan, gangguan frekuensi dan nokturia; trimester kehamilan dengan inkontinensia tekanan, desakan, gangguan frekuensi dan nokturia) (P>0,05). Prevalensi inkontinensia tekanan yang terjadi pada kehamilan sebesar 11,1%, dimana pada trimester I,II,III yakni 12,7%, 12,4%, 10,9%. Prevalensi inkontinensia desakan yang terjadi pada kehamilan sebesar 5,0%, dimana trimester I,II,III yakni 4,6%, 2,8%, 8%. Prevalensi gangguan frekuensi yang terjadi pada kehamilan sebesar 75,6%, dimana trimester I,II,III yakni 67,3%, 74,7%, dan 79,1%. Prevalensi nokturia yang terjadi pada kehamilan 86% ,dimana pada trimester I,II,III, yakni 81,6%, 83,5%,dan 89,2%. Indeks keparahan inkontinensia urin terbanyak dalam kehamilan adalah pada tingkat ringan (93,3%) dan sedang (6,7%).
Kesimpulan: Adanya hubungan yang bermakna antara multiparitas dengan terjadinya inkontinensia tekanan pada wanita hamil. Dilakukan penelitian selanjutnya untuk menilai faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap gangguan berkemih pada ibu hamil dengan cakupan dan subjek yang lebih luas.

Background: Low urinary tract symptoms in pregnancy can affect the quality of life for a pregnant woman. However, until now there has been no data regarding the relationship between parity and trimester of pregnancy with the incidence of urinary disorders in Indonesia.
Objective: Analyzing the factors associated with various Low urinary tract symptoms has occur during pregnancy.
Methods: This research is an observational analytic study with cross sectional method. The subjects in this study were pregnant women who visited the Cempaka Putih Health Center and Johar Baru Health Center using the consecutive sampling method from July 2019 to December 2019. Data collected in the form of obstetric history through interviews, bladder dairy, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) Indonesian version and index sandvik
Results:Obtained as many as 279 pregnant women who met the inclusion and exclusion criteria. Obtained multiparity associated with the occurrence of pressure incontinence in pregnant women (P = 0.045, OR 2.59, 95% CI 1.00-6.73), but not significant in other variables (primipara and nulipara with stress incontinence; multipara, primipara and nullipara with urge incontinence, frecuency and nocturia; trimester with stress incontinence, urge incontinence, frecuency and nocturia) (P> 0.05). The prevalence of stress incontinence that occurs in pregnancy is 11.1%, where in the I, II, III trimesters that is 12.7%, 12.4%, 10.9%. The prevalence of urge incontinence that occurs in pregnancy is 5.0%, where I, II, III trimesters are 4.6%, 2.8%, 8%. The prevalence of frequency that occur in pregnancy is 75.6%, where I, II, III trimesters are 67.3%, 74.7%, and 79.1%. The prevalence of nocturia that occurs in pregnancy is 86%, where in the I, II, III trimesters, ie 81.6%, 83.5%, and 89.2%. The highest severity index in urinary incontinence in pregnancy was mild (93.3%) and moderate (6.7%).
Conclusion: There is a significant relationship between multiparity with the occurrence of stress incontinence in pregnant women. It is recommended to have further research to study other factors that may influence low urinary tract symptoms on pregnant women with broader scope and subjects background
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Gayatri
"Pada Lansia, masalah inkontinensia urin merupakan masalah yang sering terjadi. Prevalensi inkontinensia urin di komunitas pada orang yang berumur lebih dari 60 tahun berkisar 15-30 % dan angka kejadian pada wanita dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Appleby, 1995). Menurut Wetle, et all (1995) kemungkinan Lansia bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Di Indonesia data tentang Lansia dengan masalah inkontinensia urin belum ada, sehingga prevalensi pasti tentang hal tersebut tidak diketahui. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya laporan dari Lansia tentang masalah ini sehingga petugas kesehatan tidak menyadari adanya masalah ini. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa rata-rata sampel mempunyai pandangan bahwa inkontinensia urin merupakan bagian dari proses penuaan tetapi mereka yakin bahwa inkontinensia urin dapat disembuhkan. Dampak yang dirasakan oleh responden antara lain; merasa kurang percaya diri, malu menemui orang lain, sehingga mereka tidak ingin melakukan perjalanan jauh. Apabila mereka harus pergi keluar rumah sering membatasi minum agar tidak merepotkan bila sedang berkemah. Rasa malu dan menganggap masalah ini bukan sebagai sesuatu yang serius serta anggapan bahwa inkontinensia urin merupakan bagian dari proses penuaan menyebabkan mereka tidak pernah menanyakannya pada petugas kesehatan. Pada responden mempunyai tingkat pemahaman tentang inkontinensia urin yang tinggi akan segera mencari pertolongan pada tenaga kesehatan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Tutik Sri Hariyati
"Stroke sering menimbulkan gangguan fungsi eliminasi yaitu inkontinensia urin urin. Pada pasien stroke kondisi inkonrinensia urin sering menimbulkan masalah baru yang akan memperberat kondisi pasien. Latihan berkemih atau bladder training dari penelitian Fant, 1991 menunjukkan bahwa 50 % dari sampel percobaannya menjadi mampu mengontrol kencing, dan 12 % menjadi total kontinen. Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan selama tiga bulan dengan responden sebanyak 38 pasien stroke, dimana 19 sebagai kelompok intervensi, dan 19 sebagai kelompok kontrol. Karakteristik responden sebagai berikut: jumlah pasien stroke Hemoragie di ruang intervensi 0,59 % dan stroke iskemi 0,41%. Di ruang Kontrol jumlah stroke Hemoragie 0,47 %, sedangkan stroke Iskemia 0,53 %. Jika dibandingkan dengan usia, maka jumlah stroke Hemoragie dan lansia di ruang intervensi 0,21 %, di ruang kontrol 0,26 %. Hasil dari penelitian menunjukan ada perbedaan yang bermakna terhadap masa pemulihan inkontinensia urin urin pada pasien yang bladder retraining-nya terprogram dengan baik dan yang tidak terprogram dengan baik. Pada ruangan intervensi jika tidak dibedakan jenis strokenya dan usianya maka diperoleh lama inkontinensia urin rataratanya 13,11 hari, sedangkan di ruang kontrol 22,7 hari. Setelah dianalisa dengan CI 95% dengan uji T-test ternyata perbedaan ini bermakna dengan p= 0,012."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Rijal
"ABSTRAK
Tujuan: untuk mengetahui prevalensi inkontinensia urin, sebaran tipe inkontinensia urin dan faktor-faktor risiko yang berhubungan pada wanita yang berusia diatas 50 tahun.
Metode: penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Sebanyak 278 wanita berusia diatas 50 tahun yang tinggal di panti werdha, telah dilakukan wawancara secara terpimpin menggunakan kuesioner Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) yang telah diterjemahkan dan divalidasi. Hasil prevalensi inkontinensia urin disajikan dalam bentuk proporsi/persentase, sedangkan hubungan antara faktor risiko dengan kejadian inkontinensia urin dianalisa dengan uji chi square atau uji Fisher bila syarat uji chi square tidak terpenuhi, dan juga dilakukan uji multivariat.
Hasil: dari 278 subyek penelitian, didapatkan sebanyak 95 orang (34,2%) menderita inkontinensia urin. Dengan sebaran tipenya adalah sebagai berikut: inkontinensia urin tipe campuran 67 orang (70,5%), inkontinensia urin tipe tekanan 17 orang (17,9%) dan inkontinensia urin tipe desakan 11 orang (11,6%). Indeks massa tubuh (IMT) berlebih dan obesitas tidak memiliki hubungan dengan kejadian inkontinensia urin (p> 0,05), mungkin pada penelitian ini jumlah subyek dengan IMT berlebih dan obesitas jumlahnya terlalu kecil. Sedangkan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan inkontinensia urin adalah: usia diatas 60 tahun (OR 7,79, p= 0,021), menopause >10 tahun (OR 5,08, p=0,004), dan multipara (OR 1,82, p=0,019). Pada saat dilakukan uji multivariat, faktor risiko usia diatas 60 tahun didapatkan menjadi tidak berhubungan dengan kejadian inkontinensia urin (p> 0,05). Hal ini disimpulkan bahwa faktor usia diatas 60 tahun bukan merupakan faktor tunggal akan terjadinya inkontinensia urin melainkan multifaktor.
Kesimpulan: penelitian ini mendapatkan angka prevalensi inkontinensia urin pada wanita yang tinggal di panti werdha adalah sebesar 34,2%. Sedangkan sebaran tipe inkontinensia urin adalah: inkontinensia urin tipe campuran 67 orang (70,5%), inkontinensia urin tipe tekanan 17 orang (17,9%) dan inkontinensia urin tipe desakan 11 orang (11,6%). Faktor-faktor risiko inkontinensia urin adalah: menopause >10 tahun dan multipara.

ABSTRACT
Aim: to identify the prevalence of urinary incontinence, the distribution of the type of urinary incontinence and and related risk factors in women older than 50 years.
Method: this is a descriptive study with cross sectional design. Two hundred and seventy eight women older than 50 years old living in nursing house were interviewed using the Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) that has been translated and validated previously. The prevalence result will be presented in the form of percentage; while the relationship between risk factors and the incidence or urinary incontinence will be analyzed using chi square test or Fisher’s exact test if the requirement for chi square test is not met, and multivariate analysis.
Result: Of 278 research subjects, we obtain 95 subjects (34,2%) suffering from urinary incontinence. And the distribution of the type is as follow: 67 subjects (70,5%) with mixed urinary incontinence, 17 (17,9%) with stress urinary incontinence and 11 subjects (11,6%) with urge incontinence. Overweight and obesity body mass index (BMI) are not related with the prevalence of urinary incontinence (p> 0,05), probably in this research the number of subjects with overweight and obesity is too small. While factors related to urinary incontinence are age older than 60 years (OR 7,79, p = 0,021), menopause ≥10 years (OR 5,08, p=0,004) and multiparity (OR 1,82, p = 0,019). When multivariate analysis was done, the risk factor age older than 60 years becomes not related to urinary incontinence (p>0,05). Thus it can be inferred that age older than 60 years is not a singular factor of urinary incontinence but rather a multifactor.
Conclusion: This study shows that the prevalence of urinary incontinence in women living in nursing home is 34,2%; while the distribution of the urinary incontinence is: 67 subjects (70,5%) with mixed urinary incontinence, 17 subjects with stress urinary incontinence (17,9%) and 11 subjects (11,6%) with urge urinary incontinence. Risk factors for urinary incontinence are: menopause ≥10 years and multiparity."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinem, Lina Herida
"Inkontinensia urin merupakan masalah yang umum terjadi pada periode nifas. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas ?paket latihan mandiri? terhadap pencegahan inkontinensia urin pada ibu nifas di Bogor. Penelitian ini menggunakan desain quasy experiment dengan rancangan pre-post test with control group. Sampel dengan tekhnik consecutive sampling, melibatkan 74 ibu pada periode nifas. Kejadian inkontinensia urin kelompok intervensi menurun dari 44,4% menjadi 16,7% setelah intervensi sedangkan pada kelompok kontrol meningkat dari 36,8% menjadi 44,7% (p= 0,02; α= 0,05). Berdasarkan hasil studi ini, direkomendasikan agar rumah sakit membuat program kelas prenatal dengan latihan mandiri sebagai salah satu komponen untuk pencegahan inkontinensia urin sejak kehamilan."
Akademi Keperawatan Mitra Keluarga Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
610 JKI 15:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, David Oktavianus
"Latar Belakang :
ICS merekomendasikan latihan Kegel, sebagai terapi konservatif untuk mengatasi inkontinensia urin tekanan untuk dilakukan selama 12 minggu. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa latihan kegel selama 4, dan 8 minggu dapat memperbaiki gejala inkontinensia, kualitas hidup, dan meningkatkan kekuatan otot dasar panggul.
Tujuan :
Mengetahui gambaran perbaikan gejala subjektif dan objektif, peningkatan kekuatan otot dasar panggul, perbaikan derajat keparahan dan perbaikan kualitas hidup wanita penderita inkontinensia urin tekanan yang menjalani antara latihan Kegel yang 4, 8, dan 12 minggu
Metode:
55 subjek terdiagnosis inkontinensia urin tekanan (berdasarkan nilai (QUID >4) dan tes pembalut positif 60 menit) diberikan latihan Kegel di Poliklinik Rehabilitasi Medik RSCM selama 12 minggu. Pengumpulan data, seperti kuesioner UDI-6; tes pembalut 60 menit; dan kuesioner IIQ-7 akan dicatat oleh subjek penelitian dalam buku kegiatan 4, 8, dan 12 minggu. Selain itu, evaluasi biofeedback(Myomed 932) dari kekuatan serat otot lambat dan serat otot cepat dilakukan setiap 2 minggu untuk menilai perbaikan.
Hasil:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan bermakna antara skor UDI-6 dan IIQ-7 subjek sebelum latihan dan setelah latihan 4, 8, dan 12 minggu (uji Wilcoxon; p<0.05). Selain itu, adanya perbedaan yang signifikan pada kekuatan serat otot lambat dan serat cepat antara sebelum latihan dengan pasca latihan 8 minggu dan sebelum latihan dengan pasca 12 minggu. (dengan uji Wilcoxon; p <0.05).
Kesimpulan :
Latihan Kegel yang dilakukan dengan durasi minimal 8 minggu dapat memperbaiki gejala, kekuatan otot dasar pangul dan kualitas hidup wanita dengan inkontinensia urin tekanan.

Introduction :
Kegel exercise is recommended by ICS, as a conservative therapy to improve stress urinary incontinence for 12 weeks. However, several studies have shown that Kegel exercise for 4 and 8 weeks can improve symptoms of incontinence, quality of life and increase pelvic floor muscle strength.
Objective:
To identify the improvement subjective and objective symptoms, increasing pelvic floor muscle strength, and improvement quality of life among women with stress urinary incontinence who performed kegel exercise 4, 8, and 12 weeks.
Method:
55 subjects were diagnosed with stress urinary incontinence (based on (QUID score >4) and positive result of pad test 60 minutes) and were given the Kegel exercise at RSCM for 12 weeks. Datas such as UDI-6, pad test 60 minutes, and IIQ-7 will be documented by each subject in the book for 4, 8, and 12 weeks. In addition, Pelvic floor muscle (slow and fast fibers twitch) were assessed by biofeedback (myomed 932) every 2 weeks.
Result:
The results show that there is a significant difference between the UDI-6 and IIQ-7 scores before, after 4, 8, and 12 weeks Kegel exercise. (Wilcoxon testp < 0.05).
In addition, there is a significant difference in the pelvic floor muscle strength (slow and fast fibers twitch) between before with after exercise for 8 weeks Kegel exercise and between before and after 12 weeks Kegel exercise. (Wilcoxon test; p <0.05).
Conclusion:
Performing Kegel exercise with a minimum duration of 8 weeks can improve symptoms, pelvic floor muscle strength and quality of life for women with stress urinary incontinence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heltty
"Inkontinensia urin (IU) pasca stroke merupakan salah satu gejala sisa stroke yang mempengaruhi seluruh kehidupan pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pasien. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model asuhan keperawatan berbasis teori human becoming dan self-care deficit theory of nursing dan teridentifikasi pengaruhnya terhadap penurunan insomnia dan peningkatan kualitas hidup pasien IU pasca stroke. Penelitian ini terbagi atas dua tahap yaitu penelitian kualitatif (studi kasus) yang melibatkan 18 informan, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan model dan penelitian kuantitatif (non-equivalent control group pretest-posttest design) yang melibatkan 56 responden secara consecutive sampling, yang dibagi dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan lama intervensi 8 minggu. Penelitian tahap ini dilakukan di empat rumah sakit di Kota Kendari kemudian dilanjutkan di rumah pasien. Hasil penelitian tahap satu didapatkan lima tema dari hasil wawancara mendalam sehingga dihasilkan model pengelolaan IU pasca stroke beserta buku panduan intervensi model, modul untuk pasien dan perawat. Hasil penelitian tahap dua membuktikan bahwa model ini berpengaruh dalam menurunkan insomnia dan meningkatkan kualitas hidup dengan p value < 0,05. Kesimpulan hasil penelitian yaitu model asuhan keperawatan berbasis teori human becoming dan self-care deficit theory of nursing berpengaruh dalam menurunkan insomnia dan meningkatkan kualitas hidup pasien

Post-stroke urinary incontinence (UI) is one of the sequelae of stroke that affects the patient's entire life (physically, psychologically, socially, and spiritually). This study aims to develop a nursing care model based on the theory of human becoming and self-care deficit theory of nursing and identify its effect on decreasing insomnia and improving quality of life. This research was divided into two stages, namely qualitative research (case study) involving 18 informants, then continued with model development and quantitative research (non-equivalent control group pretest-posttest design) involving 56 respondents by consecutive sampling. Respondents were divided into the intervention group and the control group with an intervention duration of 8 weeks. This research was conducted in four hospitals in Kota Kendari and then continued at the patient's home. The results of the first phase of the study obtained five themes from the results of in-depth interviews so that a post-stroke UI management model was produced along with a model intervention guide, modules for patients and nurses. The results of the second stage of the study proved that the post-stroke UI management model had an effect on reducing insomnia and improving quality of life with p value <0.05. The conclusion of the research is that nursing care model based on the theory of human becoming and self-care deficit theory of nursing has an effect on reducing insomnia and improving the patient's quality of life"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rachmaniyah Fauziah
"TUJUAN: Mengetahui prevalensi serta karakteristik yang berhubungan dengan DDP, termasuk kasus POP, IU dan IF di poliklinik rawat jalan RSCM.
LATAR BELAKANG: Disfungsi dasar panggul DDP termasuk prolaps organ panggul POP. inkontinensia urin IU dan inkontinensia fekal IF. Prolaps organ panggul prevalensinya semakin meningkat seiring dengan usia. Perubahan pada demografi populasi dunia akan menghasilkan pula dampak yang lebih besar pada perempuan, yang akan meningkatkan kelainan ginekologi salah satunya adalah terhadap permintaan pelayanan kesehatan terkait DDP. Diperkirakan peningkatan jumlah permintaan akan pelayanan DDP pada 30 tahun mendatang akan meningkat sebanyak dua kali lipat dari populasi. Rasa malu dan tidak nyaman pada saat pemeriksaan dasar panggul merupakan batasan yang signifikan bagi perempuan yang datang ke poliklinik.
DESAIN DAN METODE: Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang, dengan populasi terjangkau yang dipilih secara konsekutif, berlangsung pada bulan Januari hingga April 2016 di poliklinik rawat jalan ginekologi, uroginekologi dan endokrinologi RSCM. Data diambil dari subjek penelitian menggunakan form penelitian serta dilakukan pemeriksaan dasar panggul menggunakan formulir POP-Q.
HASIL: Sebanyak total 197 subjek, didapatkan prevalensi pasien DDP di poliklinik rawat jalan RSCM sebesar 33. Prevalensi kasus POP adalah 26,4. kasus IU sebesar 15,3 serta kasus IF sebesar 2,5. Dilakukan uji Chi square untuk menilai hubungan antara masing-masing karakteristik dengan kejadian DDP didapatkan kelompok usia. 60 tahun sebanyak 69 kali berisiko terjadinya DDP dan 14 kali pada kelompok usia 40-56 tahun; sebanyak 76 kali risiko terjadinya DDP pada kelompok multiparitas dan 14,2 kali pada primiparitas. Kelompok perempuan dengan persalinan pervaginam mempunyai risiko sebanyak 1,9 kali terjadinya DDP. Kelompok postmenopause mempunyai risiko terjadinya DDP sebesar 18 kali. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian DDP ddidapatkan terbesar adalah usia diikuti oleh paritas, suku, cara persalinan dan menopause.
KESIMPULAN: Disfungsi dasar panggul mempunyai pengaruh cukup besar terhadap perempuan dan meningkat dengan usia, paritas serta penuaan.

AIM: To determine the prevalence and characteristics related to pelvic floor dysfunction PFD. including pelvic organ prolapse POP. urinary incontinence UI. and fecal incontinence FI in RSCM outpatient clinic.
BACKGROUND: Pelvic floor dysfunction including pelvic organ prolapse, urinary incontinence and fecal incontinence. Prevalence of pelvic organ prolapse increasing with age. Changes in the demographics of the world population will generate. greater impact on women, which will increase gynecological disorders which will impact the services demand related to PFD. It is estimated that demand of DDP services in the next 30 years will increased as much as twice of the population. The embarrassment and discomfort during the pelvic floor examination is. significant limitation for those who come to the clinic.
DESIGN AND METHODOLOGY: Cross sectional study was conducted in the RSCM outpatient clinic, patients selected using consecutively sampling lasted from January until April 2016 at the gynecology, endocrinology and uroginekologi RSCM outpatient clinic. Data were taken from the study subjects using research form and pelvic floor examination using POP. form.
RESULTS: total of 197 subjects obtained in this study, the prevalence of patients with PFD found 33. The prevalence of POP was 26.4 UI case of 15.3 and the case of FI of 2.5. Chi square test performed to assess the relation between individual characteristics and PFD, found women aged 60 years and aged 40 59 years have probability 69 and 14 times respectively to developed PFD.The probability of developing PFD are 76 and 14,2 times in multiparity and primiparity. Woman with vaginal delivery had. change to developed PFD 1,9 times. Postmenopausal woman had. probability 18 times developing PFD. Strongest risk factor in PFD are age parity, race, mode of delivery and postmenopausal women.
CONCLUSION: Pelvic floor disorder affect. substantial of women and increases with age, parity and aging.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajar Ekaputra
"ABSTRAK
Nama Program Studi Judul ABSTRAK : Muhamad Fajar Ekaputra: Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi: Dampak Penyuluhan Disfungsi Dasar Panggul Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil lebih dari 36 minggu dalam Pemilihan Metode Persalinan di Wilayah DKI Jakarta TUJUAN: Mengetahui tingkat pengetahuan ibu mengenai disfungsi dasar panggul sebelum dan setelah penyuluhan dan mengetahui adakah perbedaan perubahan sikap dalam pemilihan metode persalinan sebelum dengan setelah penyuluhan LATAR BELAKANG: Pada negara berkembang sekarang ini, terdapat ketakutan akan proses persalinan secara pervaginam yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan dasar panggul dan prolaps organ panggul di kemudian hari. Alasan ini yang memperkuat seorang wanita untuk memilih persalinan secara seksio cesaria. Sehingga pada negara berkembang, terdapat pandangan bahwa seksio cesaria merupakan jalan yang paling aman untuk melahirkan. Okonkwo melaporkan bahwa terdapat peningkatan permintaan seksio cesaria pada ibu hamil di Nigeria karena ketakutan terjadinya suatu disfungsi dasar panggul berdasarkan informasi yang diberikan oleh dokter. Di Indonesia saat ini masih belum ada penelitian mengenai tingkat pengetahuan wanita tentang disfungsi dasar panggul. Pengetahuan dan pemahaman yang tidak tepat akan menyebabkan pemilihan metode persalinan yang keliru. Peneliti meyakini bahwa dengan suatu pemberian edukasi yang baik, benar dan komprehensif. Seorang wanita dapat memilih metode persalinan yang diinginkannya secara lebih rasional dan bukan karena ketakutan akan terjadinya suatu disfungsi dasar panggul. DESAIN DAN METODE: Penelitian ini menggunakan desain pre ndash; post tes. Pada awal penelitian kita memberikan semacam tes tertulis untuk mengetahui pengetahuan awal peserta sebelum dilakukan penyuluhan dan pemilihan metode persalinan yang diinginkan. Setelah didapatkan hasil tes, dilanjutkan dengan pemberian edukasi tentang disfungsi dasar panggul. Kemudian dilakukan post tes untuk mengetahui tingkat pengetahuan subyek penelitian dan cara persalinan yang akan ditempuh. Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari hingga Mei 2016 di 5 Puskesmas Wilayah DKI Jakarta yaitu PKM Warakas Jakarta Utara , PKM Tanah Abang Jakarta Pusat , PKM Cengkareng Jakarta Barat , PKM Jatinegara Jakarta Timur dan PKM Jagakarsa Jakarta Selatan . Subjek penelitian yang diteliti sebanyak 102 orang. viii HASIL: Sebanyak 102 subjek penelitian yang mengikuti penelitian ini memberikan hasil mean pretes 71 10,49 p

ABSTRACT
ABSTRACT Muhammad Fajar Ekaputra Obstetrics and Gynecology Comparison Level of Knowledge About Pelvic Floor Dysfunction Beforeand After counseling in Term Pregnancy in the Jakarta AIM Knowing the level of knowledge about pelvic floor dysfunction before and after counseling in term pregnancy women and knowing is there a difference a change of attitude in the selection method of delivery before and after counseling BACKGROUND In developing countries today, there is a fear of vaginal childbirth process that will cause damage to the pelvic floor and pelvic organ prolapse later in life. These reason is that reinforces a woman to choose childbirth Cesarian section. So in developing countries, there was supposition that Cesarian section is the safest way to give birth. Okonkwo reported that there is an increasing demand for Cesaria section in pregnant women in Nigeria because of fear of the occurrence of pelvic floor dysfunction based on the information given by the doctor. In Indonesia, there is still no research on the level of knowledge about the female pelvic floor dysfunction. Incorrect education and misunderstanding are will lead to the selection of the wrong method of delivery. Researchers believe that by giving a good education, correct and comprehensive. A woman can choose the method of delivery that wants a more rational and not because of fears of a pelvic floor dysfunction. DESIGN AND METHODOLOGY This study design using pre post test. At the beginning of our study provide some sort of written test to determine the initial knowledge of participants prior to the extension and the selection of the desired method of delivery. Having obtained the results of the test, followed by education about pelvic floor dysfunction. Then do the post test to determine the level of knowledge of the subject and mode of delivery that will be pursued. The study took place between February and May 2016 in 5 Public Health Center PHC in Jakarta that PHC Warakas North Jakarta , PHC Tanah Abang Central Jakarta , PHC Cengkareng West Jakarta , PHC Jatinegara East Jakarta and PHC Jagakarsa South Jakarta . Subjects were examined as many as 102 people. RESULTS A total of 102 study subjects who began the study gives the results of the pretest mean 71 10.49 p "
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>