Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luthfi Sadra Sirozy
"Tokoh-tokoh rekaan dalam karya sastra menunjukkan berbagai perilaku serta watak yang berhubungan dengan pengalaman psikologis dan kejiwaan serta konflik-konflik selayaknya dialami individu dalam kehidupan nyata. Dalam menghadapi konfliknya, individu dapat melakukan beberapa hal, salah satunya dengan mekanisme pertahanan. Realitas yang tidak diinginkan juga dapat dihindari dengan adanya ilusi artistik dan ilusi keagamaan. Nama-nama tokoh dalam novel Lusifer! Lusifer! (2019) karya Venerdi Handoyo diambil dari tokoh-tokoh besar dalam Alkitab, tokoh-tokoh tersebut melakukan mekanisme pertahanan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud. Hasil analisis mengungkapkan bahwa tokoh-tokoh dalam novel melakukan mekanisme pertahanan, sebagian besar pengalihan, untuk mengatasi konflik yang dialaminya. Selain itu, ilusi artistik bersifat tidak agresif jika dibandingkan dengan ilusi keagamaan yang digunakan oleh para tokoh untuk menghindari realita. Meskipun nama-nama dalam novel diambil dari nama-nama dalam Alkitab, tidak ada hubungan antara keduanya. Nama-nama tersebut diambil untuk menyesuaikan semesta dalam cerita, latar belakang Kristen.

Fictional characters in literary works exhibit various behaviors and traits related to psychological and emotional experiences, as well as conflicts akin to those experienced by individuals in real life. When facing conflicts, individuals can employ various coping mechanisms, one of which is defense mechanisms. Undesirable realities can also be avoided through artistic and religious illusions. The names of the characters in the novel "Lusifer! Lusifer!" (2019) by Venerdi Handoyo are taken from prominent figures in the Bible, and these characters employ defense mechanisms. The method used in this research is descriptive qualitative with a Sigmund Freud psychoanalytic approach. The analysis results reveal that the characters in the novel employ defense mechanisms, with the majority utilizing displacement, to cope with the conflicts they face. Furthermore, artistic illusion is non-aggressive when compared to the religious illusion used by the characters to evade reality. Although the names in the novel are derived from names in the Bible, there is no direct connection between the two. These names are chosen to align with the story's universe and Christian background."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Armano Sarza
"Green capitalism merupakan sebuah konsep ekonomi yang menyatukan sistematika ekonomi dan lingkungan sebagai langkah mereduksi kerusakan lingkungan dalam kapitalisme konvensional yang telah hadir terlebih dahulu. Green capitalism melakukan ekspansi terhadap energi terbarukan yang dinilai lebih ramah lingkungan. Hal tersebut memunculkan permasalahan terkait eksploitasi baru atas sumber daya, yang berakibat pada kecenderungan green capitalism dalam ketidaktercapaian dalam mereduksi kerusakan lingkungan. Green capitalism menimbulkan sebuah ilusi terkait hasrat, di mana green capitalism terus di dorong meskipun tidak berorientasi seratus persen pada lingkungan. Deleuze Guattari menjelaskan manusia sebagai mesin hasrat yang selalu memproduksi hasrat dan bertukar simbol. Hasrat manusia yang tidak terbatas menimbulkan sebuah konsumsi atas eksklusivitas, sehingga memunculkan keberlanjutan dalam komoditas hijau. Manusia sebagai mesin hasrat akan selalu bertukar simbol yang membuat perkembangan green capitalism bergerak masif di dalam akumulasi sosial. Penulis menemukan bahwa ilusi green capitalism hadir dan terus dikonsumsi oleh masyarakat di balik ketidaktercapaiannya dalam menyelamatkan lingkungan.

Green capitalism is an economic concept that unifies economic and environmental systematics as a step to reduce environmental damage rooted in conventional capitalism that was present beforehand. Green capitalism is expanding into renewable energy which is considered more environmentally friendly. This raises problems related to new exploitation of resources, which results in the tendency of green capitalism in not achieving reduction of environmental damage. Green capitalism creates an illusion related to desire, where green capitalism continues to be pushed even though it is not one hundred percent oriented towards the environment. Deleuze Guattari describes humans as desire machines that are always producing desires and exchanging symbols. Unlimited human desires give rise to a consumption of exclusivity, so that exclusivity will continue to be consumed, giving rise to sustainability in green commodities. Humans as desire machines will always exchange symbols. So that the development of green capitalism moves massively in social accumulation. The author finds that the illusion of green capitalism is present and continues to be consumed by the people behind their failure to save the environment."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Amalia
"Manusia secara berkesinambungan mendpatkan pola aan berbagai obyek yang dilihatnya, berusaha rnencari ani sehingga dapat dipahami kehadiran obyek tersebut. Melalui indera pengamatan visualnya, yakni indera mata menerima berbagai stimulus dicerap dalam otak yang mengacu pada proses mental dari persepsi. Kadangkala dalam persepsi terjadi salah tafsir mengenai hubungan antara stimulus yang diberikan sehingga apa yang dihayati tidak ada hubungannya dengan kenyataan fisik. Keadaan yang berbeda ini sering disebut sebagai ilusi.
Interakasi manusia dengan obyek arsitektur, acapkaii menghadirkan ilusi dalam ruang yang dibentuk. Kehadiran iiusi ini tidak selalu berarti negatif. Tulisan ini berisi hal-hal berarsiiektur yang dapat mempengaruhi timbulnya ilusi mengacu pada teori sistem persepsi. Melalui tulisan ini diharapkan llusl dapat memberikan sumbangan unluk memperkaya kualitas desain berarsitektur."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S48261
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariza Dear Gharinda
"ABSTRAK
Penerapan mekanisme ilusi atau distorsi visual sebagai representasi konsep kreatif dapat menjadi faktor yang sangat memicu atensi visual pengamat. Skripsi ini mencoba mengungkap fenomena ilusi dan cara penerjemahannya dalam ruang nyata, serta bagaimana dialami pengamat dengan menganalisis Louis Vuitton Exhibition Series 3 di London. Ekshibisi ini menceritakan perjalanan koleksi Louis Vuitton dari masih berada dalam imajinasi perancang busananya hingga hasil akhir. Dengan mempertimbangkan proses perseptual manusia, didapatkan efek-efek seperti berada dalam new dimension, infinity, hingga dizzying experience. Disimpulkan dalam skripsi ini bahwa melalui ilusi, realitas dapat didisdorsikan, dan perancang eksebisi ini dapat menciptakan persepsi 'baru' yang menarik pengamat.

ABSTRACT
The implementation of illusion mechanism or visual distortion that represent creative concepts can be a factor that triggers the viewer's attention. This undergraduate thesis tries to uncover the illusion phenomenon and its abbreviation in reality, and how the they affect viewers by analyzing the Louis Vuitton Exhibition Series 3 in London. This exhibition tells the journey of Louis Vuitton collections beginning from the imagination of the fashion designer until it becomes a finished product. Through considering human's perceptual process, it can be implied that the effects found such as being in a new dimension, infinity, up to dizzying experience. It is concluded in this work that through illusion, reality can be distorted, and the exhibition designer managed to create a new perception that attracts viewers."
2016
S63519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Rifqa Marisa
"Teknologi adalah sebuah alat yang manusia gunakan untuk merespon kondisi scarcity. Melihat perkembangan teknologi saat ini, terkhususnya internet, teknologi menghasilkan kondisi kelimpahan baru dalam hal akses informasi. Namun, kelimpahan baru yang dihasilkan teknologi menyebabkan terjadinya manipulasi sudut pandang sehingga terjadi kondisi scarcity baru. Tugas akhir ini bertujuan mencari cara untuk merespon kondisi tersebut dengan arsitektur. Dalam prosesnya, digunakan pemahaman ilusi anamorphic sebagai metodenya, sebab melihat kemampuan anamorphic dalam menghasilkan dualitas kondisi dalam sebuah ruang. Konteks yang dipilih untuk diintervensi pada tugas akhir ini adalah Pondok Cina, sebagai sebuah kawasan gerbang masuk dengan image chaos yang melekat padanya akibat informasi yang internet berikan. Proyek ini akan mencoba menggunakan anamorphic pada Pondok Cina dengan tujuan memberikan variasi persepsi pengunjung akan tempat tersebut. Dengan demikian, pengunjung tidak hanya akan melihat Pondok Cina dengan satu cara.

Technology is a tool that is used by humans to respond to scarcity. Seeing from current technology development, especially the internet, technology creates new abundance condition in information access. Yet, the new abundance in technology causing manipulation of point of view therefore create new kind of scarcity. This final project is aimed to find a way to respond to the condition through architecture. During the process, anamorphic is being used as the method, seeing its ability to create duality in space. The chosen context to be intervened for this project is Pondok Cina, as an entrance area with a chaotic image that has been labelled to it due to information from the internet. This project tries to use anamorphic in Pondok Cina with intention to variate visitors’ perception about the place. Thus, visitors won’t see and perceive Pondok Cina only in one way

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Sekartaji Putri Hapsari
"Pada dasarnya pengalaman musik merupakan pengalaman yang kompleks. Ada hal-hal yang hadir di dalam pengalaman mendengarkan musik yang dianggap sepele atau luput dari perhatian pendengarnya. Pengalaman mendengarkan musik merupakan pengalaman yang unik. Musik mampu membuat pendengar tidak hanya merasakan berbagai macam hal, tetapi juga menghadirkan hal-hal yang tidak bersifat fisik. Ketika mendengarkan musik, pendengar mampu mendapatkan gambaran-gambaran yang terkadang bersifat acak. Ada sesuatu yang memengaruhi gambaran tersebut hadir kepada pendengar. Untuk dapat memahami bagaimana gambaran-gambaran tersebut hadir dapat digunakan semiotik. Susanne K. Langer (1895-1985) merupakan salah satu tokoh yang membahas mengenai tanda dan simbol dan membawa pembahasan tersebut ke tingkat yang lebih jauh.

Fundamentally, the experience of listening to music is complex. There are things that exist which we often miss or consider as insignificant. The experience of listening to music is unique. Music has the ability to make its listener not only feel, but also see things that aren't physically existing. When listening to music, listeners experience random visual images. There is something which influences those images in appearing into the listeners head. Semiotics is being used to understand the appearance of these images. Susanne K. Langer (1895-1985) is one of the figure who discussed about sign and symbol and took it further to a different level."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Salsa Fairuz
"Artikel ini merupakan penelitian Film Frantz (2016) karya François Ozon dengan menganalisis representasi hubungan Jerman-Prancis di dalam film yang ditunjukkan melalui tokoh-tokoh. Penelitian ini menarik untuk di teliti karena adanya hubungan tidak langsung yang terlihat melalui tokoh yang bisa merepresentasikan Jerman dan Prancis. Film ini menceritakan kedatangan Adrien sebagai orang Prancis ke Jerman untuk menghilangkan penyesalannya setelah membunuh Frantz Hoffmeister, orang Jerman, dengan mendekatkan dirinya kepada keluarga Hoffmeister dan Anna, yang berakhir dengan tidak baik. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengkaji film sebagai sebuah teks untuk menguraikan struktur naratif dan sinematografis menggunakan teori film Boggs dan Petrie. Analisis struktur film diperdalam dengan pemaknaan menggunakan teori Roland Barthes. Untuk menjelaskan hubungan Jerman dan Prancis digunakan teori Representasi dari Stuart Hall. Analisis ini menunjukkan bahwa hubungan Jerman dan Prancis di perlihatkan tidak akan pernah menjadi baik dan perdamaian di antara mereka hanyalah sebuah utopia.

This article is a research on François Ozon's Film Frantz (2016) by analyzing the representation of German-French relations in the film as shown through the characters. This research is interesting to examine because there is an indirect relationship that can be seen through the figures that can represent Germany and France. This film tells of Adrien's arrival as a Frenchman to Germany to get rid of his regrets after killing Frantz Hoffmeister, a German, by getting closer to the Hoffmeister families and Anna, which ends badly. The method used in this research is a qualitative method by examining film as a text to describe narrative and cinematographic structures using Boggs and Petrie's film theory. The analysis of the film structure is deepened with meaning using Roland Barthes' theory. To explain the relationship between Germany and France, Stuart Hall's Representation theory is used. This research shows that the relationship between Germany and France is shown to never be good and peace between them is just an utopia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Heidy Kasmadeani
"Salah satu permasalahan krusial yang umumnya terjadi pada proses shooting adalah pembentukan set latar baru. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan pengolahan ruang yang baik dengan mempertimbangkan aspek visual. Komunikasi visual pada ruang interior memberikan peran dalam membentuk sebuah ilusi visual. Pemahaman mengenai ilusi visual dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan ruang dalam upaya memunculkan persepsi dalam melihat ruang baru seperti keadaan nyata. Pengamatan ini bertujuan untuk memahami sejauh mana peran ilusi visual dalam menyampaikan konsep kreatif di dalam ruang studio. Hasil yang hendak didapatkan dari penelitian ini adalah ilusi visual baru pada pembangunan set latar dalam ruang yang dikenal sebagai manipulasi ruang. Pengamatan ini didukung dengan metode Figure-Ground pada proses shooting iklan Klinik ZAP dalam upaya memahami cara kerja ilusi visual pada pengaturan posisi latar dan talent. Penggunaan properti yang sederhana dengan utilisasi ruang yang optimal dapat mewujudkan konsep yang akan direalisasikan. Hal ini tentunya memberikan hasil ilusi visual dengan pertimbangan aspek manipulasi ruang. Ilusi visual yang hadir pada proses shooting ini mempertimbangkan aspek ruang laboratorium yang sederhana, higienis, dan steril. Penelitian ini juga memberikan hasil untuk menjawab permasalahan dalam pengaturan terhadap objek latar dan talent. Output dari penelitian ini adalah manipulasi ruang yang dapat diimplementasikan pada setiap latar dan properti pendukung lainnya pada waktu scene yang berbeda dalam proses shooting iklan klinik ZAP.

One of the crucial problems that mainly occurs in a shooting process is the creation of new settings. This problem can be resolved through a good spatial processing by considering the visual aspect. Visual communications on interior space gives a role in creating visual illusions. The understanding of visual illusion is required to overcome the space problem in attempt of delivering a creative concept inside a studio. The aimed result from this research is new visual illusions on the construction of background set that is known as spatial manipulation. This study is supported by Figure-Ground method on the shooting process of ZAP Clinic advertisement in understanding how visual illusion works on background and talent settings. The use of simple properties with optimal space utilization can result in acquiring the concept that will be realized. This certainly gives a result of visual illusion in consideration of spatial manipulations aspects. Visual illusions in this shooting process is considering the simple, hygienic, and sterile laboratory space aspect. This study also gives a result to answer/address problems in object settings of background and talent. Output of this study is a spatial manipulation that can be implemented in every different sets and supporting properties on every different times of scene in the shooting process of Zap Clinic advertisement.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Jasmine
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana ilusi dari kegiatan melihat dapat direkonstruksi melalui cara manusia dalam mengalami ruang seperti yang terjadi ketika seseorang sedang menonton sebuah film. Hanya dari kegiatan melihat, manusia dapat menyimpulkan berbagai informasi dan cerita sebagai hasil dari imajinasinya berdasarkan oleh ilusi yang dimainkan oleh apa yang dilihatnya dan dipikirkannya. Ilusi yang dilakukan oleh film dapat diaplikasikan pula terhadap arsitektur sehingga arsitektur dapat memanipulasi ruang melalui proses sinematik seperti apa yang dilakukan oleh sebuah film terhadap bagaimana penonton mengalami ruang di dalam film tersebut.

This paper discusses how the illusion from the act of seeing can be reconstructed from one’s way of experiencing space as it happens when one is watching a movie. Just from the act of seeing, one can deduce various information and stories as a result of one’s imagination based on the illusion played by what one sees and thinks about. In this paper, it is discussed how the illusion carried out by movies can also be applied to architecture so that architecture can manipulate space through a cinematic process like what a movie does to manipulate how the audience experience the space within it.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhri Wibisono
"Dalam era digital, media sosial dan budaya populer memainkan peran signifikan dalam pembentukan persepsi realitas, sering kali menghasilkan hiperrealitas di mana informasi yang dimanipulasi menciptakan ilusi tentang dunia. Film Faust (2011) yang disutradarai oleh Alexander Sokurov mengilustrasikan konsep konstruksi ilusi dan hiperrealitas melalui karakter Mauricius (Mephistopheles) yang memanipulasi persepsi karakter Heinrich Faust mengenai realitas (Freedman, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana konstruksi ilusi yang ditunjukkan melalui karakter Mauricius dalam film Faust menggambarkan dan mengkritik fenomena hiperrealitas yang serupa dengan penyebaran berita hoaks di masyarakat modern, khususnya di Jerman. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan semiotika berdasarkan teori hiperrealitas Jean Baudrillard yang menyoroti teknik sinematografi seperti penggunaan lensa melengkung, pencahayaan unik, dan gambaran perspektif terdistorsi yang menciptakan suatu suasana yang mengaburkan batas antara realitas dan ilusi. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa ilusi sihir yang digunakan oleh Mauricius mengarahkan Faust ke dalam dunia hiperrealitas, menggambarkan bagaimana manipulasi dapat memengaruhi moralitas dan persepsi realitas. Film ini juga memberikan kritik terhadap fenomena hiperrealitas dalam masyarakat modern, di mana informasi yang dimanipulasi dapat memengaruhi pandangan dan tindakan publik.
In the digital age, social media and popular culture significantly shape perceptions of reality, often generating hyperreality where manipulated information creates illusions about the world. Alexander Sokurov's Faust (2011) vividly illustrates the concept of illusory construction and hyperrealism through the character of Mauricius (Mephistopheles), who manipulates Heinrich Faust's perception of reality (Freedman, 2013). This study aims to analyze how Mauricius' construction of illusion in the film critiques the phenomenon of hyperreality, akin to the spread of fake news in contemporary society, particularly in Germany. Employing a qualitative methodology with a semiotic approach grounded in Jean Baudrillard's theory of hyperrealism, the study focuses on cinematic techniques such as the use of curved lenses, unique lighting, and distorted perspective imagery to create a surreal atmosphere and blur the line between reality and illusion. The analysis reveals that the magical illusions employed by Mauricius lead Faust into a hyperreal world, demonstrating how manipulation can impact morality and perceptions of reality. The film also critiques the phenomenon of hyperreality in modern society, where manipulated information can influence public views and actions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>