Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edi Widjajanto
Malang: UB Press, 2012
616.152 EDI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Maryko Awang Herdian
"Pendahuluan : Pemeriksaan high resolution computer tomography (HRCT) menjadi pilihan metode pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis hipersensitif pneumonitis. Dengan belum adanya pemeriksaan baku emas penegakan diagnosis maka perlu ditelaah mengenai keakuratan penggunaan metode penunjang penegakan diagnosis tersebut.
Metode : metode pencarian artikel menggunakan pubmed dan scopus serta melakukan skrining artikel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil pencarian artikel tersebut kemudian dilakukan telaah dengan menggunakan kriteria penilaian validitas, tingkat pentingnya hasil yang didapat pada penelitian tersebut, dan kemampu-terapan.
Hasil : Hasil pencarian didapatkan sebanyak 415 artikel dari Pubmed dan 343 artikel dari Scopus. Ditemukan hanya 2 (dua) artikel uji diagnosis yang memenuhi kriteria inklusi, eksklusi dan metode PICO yang ditetapkan sebelumnya. Artikel pertama oleh Lynch dkk (1992) ditemukan sensitivitas 45 %, spesifisitas 90 % dan akurasi diagnosis sebesar 74 %. Artikel kedua oleh Rival G (2016) dkk menemukan nilai sensitivitas 66 %, spesifisitas 96 % dan akurasi diagnostik sebesar 86 %. Sehingga terbukti bahwa pemeriksaan high resolution computer tomography (HRCT) sebagai metode / alat penegakan diagnosis hipersensitif pneumonitis memiliki tingkat akurasi yang baik namun tidak cukup akurat sebagai alat skrining diagnosis hipersensitif pneumonitis.

Introduction : High resolution computer tomography (HRCT) examination becomes the preferred method of investigation for the diagnosis of hypersensitivity pneumonitis. In the absence of a gold standard of diagnosis, it is important to examine the sensitivity and specificity of this method.
Method : The articles searching methods by using Pubmed and Scopus and screening the articles with inclution and exclution criteria which were predetermined, articles were than performed using the assesment criteria of validity, importance, and ability applied.
Result : The results were 415 articles from Pubmed and 343 articles from Scopus. 2 (two) articles diagnostic test were found in accordance with the inclution, exclution criteria and PICO methods which were predetermined. These articles were than performed a systematic review of articles and the result was valid. The first Article by Lynch et all (1992) found 45 % sensitivity, 90 % specificity and the accuration of diagnose was 74 % and the second article by Rival G et all (2016) found 66 % sensitivity, 96 % specificity and the accuration of diagnose was 86 %. There were found an evidence about using the accuration of high resolution computer tomography (HRCT) as a tool for diagnosis hypersensitivity pneumonitis was good. But the accuracy was not accurate enough as a screening tool for hypersensitivity pneumonitis.
Conclusion : using high resolution computer tomography (HRCT) is more acurate as a diagnostic examination than a screening method.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58633
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam Salma Anisa
"Museum sebagai Pendidikan informal seharusnya bersifat inklusif bagi siapa saja, termasuk anak-anak penderita autisme. Pada umumnya, penderita Autism Spectrum Disorder (ASD) tidak memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap rangsangan cahaya seperti orang normal pada umumnya. Disisi lain, pencahayaan memiliki peranan penting bagi museum agar informasi yang disampaikan dapat dimengerti oleh pengunjung. Setiap museum memiliki sistem pencahayaan yang bervariasi dalam memamerkan objek pamernya, baik dari segi tipe penerangan, distribusi cahaya, teknik peletakkan, hingga iluminansi yang berbeda-beda. Saat menerima rangsangan cahaya, penderita autisme cenderung merasakan kondisi hipersensitivitas (terlalu sensitif) dan hiposensitivitas (tidak sensitif) yang mempengaruhi cara mereka bertingkah laku. Berangkat dari kondisi tersebut, karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui apakah museum yang sudah ada pada saat ini sudah memenuhi kebutuhan bagi penderita Autism Spectrum Disoder (ASD) dengan menganalis 2 museum anak yang ada di Indonesia yaitu Museum Penerangan dan Museum Geologi berdasarkan studi literatur. Hasil studi kasus yang telah dilakukan penulis menunjukan pada setiap museum masih belum dapat memenuhi kebutuhan penderita autisme secara sepenuhnya. Sehingga perlu diterapkannya strategi pencahayaan yang bersifat dinamis dan penyinaran dengan standar iluminansi yang sesuai bagi penderita autisme, agar dapat menunjang keberhasilan kegiatan museum yang bersifat inklusif bagi siapa saja.

Museum as informal education should be inclusive for everyone, including children with autism. In general, people with Autism Spectrum Disorder (ASD) do not have the ability to adjust to light stimuli like normal people in general. On the other hand, lighting has an important role in museums so that the information conveyed can be understood by visitors. More over, each museum has a lighting system that varies in exhibiting its objects, both in terms of lighting types, light distribution, placement techniques, and different illuminations. When receiving light stimuli, people with autism tend to feel the conditions of hypersensitivity (too sensitive) and hyposensitivity (not sensitive) that affect the way they behave. Based on these conditions, this paper aims to determine whether the existing museums currently meet the needs of people with Autism Spectrum Disorder (ASD) by analyzing 2 children's museums in Indonesia, the Museum Penerangan and the Museum Geologi based on literature studies. The result of the case studies show that each museum is still not able to fully meet the needs of people with autism. So it is necessary to implement a dynamic lighting strategy and lighting with appropriate illuminatio"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lidwina Margaretha Laka Bansena
"Pendahuluan: Debu tepung adalah pajanan alergen terhadap pembuat roti yang telah diidentifikasi sebagai faktor determinan sensitisasi alergi dan dapat dilihat dari tingginya prevalensi kejadian atopik alergen gandum. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi faktor individu dan faktor pekerjaan yang berperan terhadap kejadian atopik alergen gandum pada pembuat roti tradisional di Jakarta.
Metode: Penelitian potong lintang komparatif ini dilakukan pada pembuat roti tradisional di 10 pabrik roti di Jakarta dengan membandingkan antara 26 pekerja yang atopik terhadap alergen gandum dengan 79 pekerja yang tidak atopik. Data faktor individu dan faktor pekerjaan diperoleh dengan menggunakan kuesioner, data atopik alergen gandum diperoleh dengan melakukan tes tusuk kulit, dan data higiene lingkungan kerja diperoleh dengan menggunakan nilai tilik mold & dampness assessment sheet NIOSH.
Hasil: Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, ditemukan bahwa faktor determinan kejadian atopik alergen gandum pada pembuat roti tradisional di Jakarta adalah kebiasaan merokok (p = 0,047; OR 0,14; 95% CI 0,02-0,97), atopik terhadap tungau debu rumah (p = 0,022; OR 12,20; 95% CI 1,45-119,49), dan masa kerja (p = 0,044; OR 3,52; 95% CI 1,03-11,98).
Kesimpulan: Atopik terhadap tungau debu rumah dan masa kerja meningkatkan risiko untuk mengalami kejadian atopik alergen gandum, sedangkan kebiasaan merokok sedang-berat mengurangi kejadian atopik alergen gandum.

Background: Wheat flour is an occupational exposure to the bakers that has been identified as a determinant allergen among the bakers that can be seen from the high prevalence of atopic events. This study aimed at exploring factors that contribute to the event atopic wheat allergens in traditional bakers in Jakarta.
Methods: This cross sectional comparative study was conducted in 10 traditional bakeries in Jakarta by comparing 26 atopic workers to wheat allergens with 79 non-atopic workers. Data about individual and occupational factors were obtained using a questionnaire, atopic to wheat allergens obtained by conducting skin prick tests, and work environment hygiene data obtained by using NIOSH mold & dampness assessment sheet.
Results: Based on the results of logistic regression analysis, it was found that the determinant factor for developing atopic wheat allergens among traditional bakers in Jakarta was smoking habits (p = 0.047; OR 0.14; 95% CI 0.02-0.97), atopic to house dust mites (p = 0.022; OR 12,20; 95% CI 1.45-119.49), and work period (p = 0.044; OR 3.52; 95% CI 1.03-11.98).
Conclusion: Atopic to house dust mites and work period increases the risk factors to the occurrence of atopic to wheat allergen, while moderate-heavy smoking habits reduced the risk of the occurrence of atopic to wheat allergen.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Riesta Gozali
"ABSTRAK
Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah yang cukup banyak dijumpai dalam dunia kedokteran gigi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan frekwensi dan lama 'burnishing ' pernis NaF 5% yang paling efektif pada perawatan hipersensitivitas dentin. Penelitian ini dilakukan pada 40 subyek dan melibatkan 60 gigi sampel dengan keluhan hipersensitivitas dentin. Gigi sampel dibagi menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok gigi sampel dilakukan burnishing pernis NaF 5% pada daerah hipersensitif selama 30"/60"790". Burnishing pernis NaF 5% dilakukan dengan tusuk gigi penampang bulat. Ambang rangsang sakit diukur dengan penguji vitalitas pulpa elektris merek Dentotest TB-09. Pengukuran ambang rangsang sakit dilakukan sebelum burnishing pernis NaF 5% pada tiap 0 hari, 7 hari, 14 hari . Pengukuran pada hari ke-21 untuk mengevaluasi perawatan pada hari ke-14. Analisis data dengan uji satistik : uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, frekwensi burnishing pernis NaF 5% tergantung pads derajat sensitivitas awal dari gigi. Gigi yang makin sensitif memerlukan frekwensi burnishing yang lebih banyak, sedangkan lama burnishing pernis NaF 5% yang paling efektif terhadap hipersensitivitas dentin adalah 90".
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septelia Inawati Wanandi
"Aldehida dehidrogenase (ALDH) merupakan enzim yang berperan penting pada metabolisme alkohol. Penurunan aktivitas enzim ALDH lebih berpengaruh pada hipersensitivitas terhadap alkohol daripada penurunan aktivitas alkohol dehidrogenase. Enzim ALDH terdapat dalam beberapa isozim. Di antara isozim-isozim ini, ALDH2 merupakan isozim utama yang mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap asetaldehida. Dari hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa defisiensi ALDH2 dapat diturunkan. Polimorfisme fungsional gen ALDH2 telah diteliti pada satu nukleotida di dalam kodon ke 487. Pada gen yang atipik, kodon ini terdiri dari nukleotida AAA yang menyandi asam amino lisin, sebagai pengganti GAA untuk asam glutamat pada gen wild type. Pada penelitian ini telah dianalisis polimorfisme genetik gen ALDH2 di antara 100 mahasiswa Indonesia dengan menggunakan DNA genom yang diekstraksi dari akar rambut. Untuk tujuan tersebut digunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) dan RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism). Tiga primer oligonukleotida dirancang untuk dua tahap PCR. Primer reverse (R) dikonstruksi sedemikian rupa sehingga tidak 100% komplementer dengan untai DNA cetakan, dengan tujuan agar dihasilkan situs restriksi EcoRI yang mencakup nukleotida yang variabel pada produk PCR dari gen ALDH2. Penelitian ini membuktikan bahwa 70 subyek (70%) memiliki alel ALDH2 wild type, sedangkan 29 (29%) subyek dengan alel ALDH2 yang atipik heterozigot dan hanya 1 (1%) yang atipik homozigot. Dapat disimpulkan bahwa frekuensi alel ALDH2 yang atipik pada orang Indonesia (31/200) lebih tinggi daripada frekuensi tersebut pada orang Kaukasoid (hanya sekitar 5-10%), namun lebih rendah dibandingkan dengan frekuensi pada orang Mongoloid (40-50%). Hal ini mungkin berkaitan dengan keanekaragaman etnik yang dijumpai pada populasi Indonesia. (Med J Indones 2002; 11: 135-42)

Aldehyde dehydrogenase (ALDH) plays a pivotal role in the alcohol metabolism. Decreased activity of ALDH enzyme has more influence on the hypersensitivity to alcohol than of alcohol dehydrogenase. ALDH enzyme exists in several isozymes. Among these isozymes, ALDH2 is a major isozyme that has a very high affinity for acetaldehyde. Recent studies suggested that the deficiency of ALDH2 may be inherited. Functional polymorphism of ALDH2 gene has been observed in a nucleotide of the 487th codon. In the atypical gene, this codon consists of AAA nucleotides for lysine, instead of GAA for glutamic acid in the wild type gene. In this study, we have analyzed the genetic polymorphism of ALDH2 gene among 100 Indonesian students using genomic DNA extracted from hair roots. Polymerase chain reaction (PCR) and restriction fragment length polymorphism (RFLP) methods were performed for this purpose. Three oligonucleotide primers were designed for two steps PCR. The reverse primer R was intentionally constructed not to be 100% complementary to the template strand, to generate a restriction site for Eco RI within the variable nucleotide in the PCR product of ALDH2 gene. This study indicates that 70 subjects (70%) have wild type, 29 (29%) atypical heterozygote and only 1 (1%) atypical homozygote ALDH2 alleles. Conclusively, the atypical ALDH2 allele frequency in Indonesians (31/200) is higher than in Caucasoids (only about 5-10%), but less than in Mongoloids (40-50%). This may be due to the diverse ethnics of Indonesian population. (Med J Indones 2002; 11: 135-42)"
2002
MJIN-11-3-JulSep2002-135
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nevada Permata Anvini
"Latar belakang: Silver Diamine Fluoride dan Laser CO2 merupakan alternatif perawatan yang dapat dipilih untuk menangani hipersensivitas denton.
Tujuan: Mengetahui efektivitas penggunaan Silver Diamine Fluoride dan Laser CO2 dalam menurunkan skor hipersensitivitas dentin.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain single blind, split-mouth randomized controlled trial yang melibatkan 16 subjek dengan keluhan gigi sensitif dan memiliki minimal dua gigi yang positif terhadap uji evaporatif atau uji thermal. Subjek akan diaplikasikan Silver Diamine Fluoride dan Laser CO2. Pengukuran hipersensitivitas dentin dilakukan dengan stimulus evaporatif dan termal dan DIAGNOdent pasca aplikasi, 7 hari dan 14 hari setelah aplikasi.
Hasil: Terjadi penurunan skor Hipersensitivitas dan DIAGNOdent yang berbeda bermakna terhadap data baseline segera pasca aplikasi, 7 hari dan 14 hari pasca aplikasi p=0,000 untuk stimulus evaporatif, termal dan DIAGNOdent . Tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara aplikasi Silver Diamine Fluoride dan aplikasi Silver Diamine Fluoride dan Laser CO2 pada setiap pengukuran.
Kesimpulan: Penggunaan Silver Diamine Fluoride dan Laser CO2 efektif dalam menurunkan skor hipersensitivitas dentin.

Background: Silver Diamine fluoride and CO2 Laser are a new alternative treatment for dentin hypersensitivity.
Objective: To evaluate the efficacy of Silver Diamine Fluoride and CO2 Laser in reducing dentin hypersensitivity score.
Methods: The study used a single blind, split mouth design randomized controlled trial involving 16 subjects with symptoms of sensitive teeth and have at least two hypersensitive teeth which are positive to evaporative or thermal test. The subject teeth surface will be applied Silver diamine fluoride and CO2 Laser will be applied to the subject teeth surface.
Results: This clinical study demonstrated that the application of Silver Diamine Fluoride and CO2 Laser reduce dentin hypersensitivity significantly in each measurement p 0,000 for evaporative and thermal stimulus. But there is no statistically significant differences between the two application.
Conclusion: The usage of Silver Diamine Fluoride and CO2 Laser are effective to reduce the degree of dentin hypersensitivity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nancy Raissa
"Ekstrak meniran dan jinten hitam telah lama digunakan sebagai imunostimulan tunggal. Sedangkan kombinasi kedua ekstrak tersebut belum pernah digunakan sebagai imunostimulan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek imunostimulan dari kombinasi ekstrak meniran dan jinten hitam dibandingkan dengan efek imunostimulan dari ekstrak tunggal. Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap menggunakan 24 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang terbagi dalam 6 kelompok. Larutan uji dalam bentuk suspensi diberikan secara per oral. Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol. Kelompok 2 diberikan suspensi ekstrak meniran dosis tunggal (27 mg per hewan uji). Kelompok 3 diberikan suspensi ekstrak jinten hitam (10 mg per hewan uji). Kelompok 4 diberikan suspensi kombinasi (13,5 mg ekstrak meniran dan 5 mg ekstrak jinten hitam per hewan uji). Kelompok 5 diberikan suspensi kombinasi 2 (6,75 mg ekstrak meniran dan 7,5 mg ekstrak jinten hitam per hewan uji). Kelompok 6 diberikan suspensi kombinasi 3 (21 mg ekstrak meniran dan 2,5 mg ekstrak jinten hitam per hewan uji). Aktivitas imunostimulan diukur dengan uji hipersensitivitas tipe lambat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variasi dosis kombinasi ekstrak meniran dan jinten hitam memiliki aktivitas imunostimulan. Dosis kombinasi lainnya maupun ekstrak dalam dosis tunggal. Dosis kombinasi 3 memiliki aktivitas imunostimulan yang lebih kuat daripada dosis kombinasi 1 dan dosis ekstrak tunggal. Aktivitas imunostimulan dari dosis kombinasi 1 dan dosis ekstrak tunggal tidak memiliki perbedaan yang bermakna."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S1096
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library